Sunteți pe pagina 1din 14

PERSEPSI HAKIM TERHADAP ANCAMAN PIDANA MATI

DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA


(Studi: Pengadilan Negeri Klas IA Padang)

ARTIKEL

Oleh:
HERY PRIMA SAPUTRA
NPM: 0910012111223

Bagian Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2015

No. Reg: 26/PID-02/XII-2015

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA

PERSETUJUAN ARTIKEL
No. Reg: 26/PID-02/XII-2015

Nama

: Hery Prima Saputra

Nomor

: 0910012111223

Program Kekhususan

: Hukum Pidana

Judul Skripsi

: PERSEPSI HAKIM TERHADAP ANCAMAN


PIDANA MATI DALAM HUKUM PIDANA
INDONESIA (Studi: Pengadilan Negeri Klas IA
Padang)

Telah dikonsultasikan dan disetujui pada Hari Rabu Tanggal Dua Puluh Tiga
Bulan Desember Tahun Dua Ribu Lima Belas untuk di upload di website

PERSEPSI HAKIM TERHADAP ANCAMAN PIDANA MATI


DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
(Studi: Pengadilan Negeri Klas IA Padang)
Hery Prima Saputra1, Fitriati2, Fitriadi3
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta,
Universitas Taman Siswa
3
Program Studi Ilmu Hukum, Dosen Luar Biasa, Fakultas Hukum, Universitas
Bung Hatta
E-mail: Hery.P.Saputra@gmail.com
2

ABSTRAK
Implementing in law enforcement efforts have been made to combat the criminal
offense of society. One of them by imposing criminal sanctions against the
perpetrators contained in Article 10 of the Criminal Code. In the Criminal Code of
crimes punishable by the death penalty is a crime that is considered very severe.
The application of the death penalty raises debate going on regarding the death
penalty are referring to the philosophical framework used. Formulation of the
problem: (1) How is the perception of the judge to sentence of death in Indonesia
criminal law ?. (2) How does the perception of the judge on the death penalty in
Indonesia settings in the Draft Bill ?. Research using socio legal research. Data
sources include primary data and secondary data. The technique of data collection
is interviews and document study. Data were analyzed qualitatively. Results: (1)
Perceptions of judges against a sentence of death in Indonesia criminal law that
the application of the death penalty can be carried out because of the destination
including criminal prosecution. (2) The perception of the judge on the death
penalty in Indonesia regulation in the Draft Penal Code that the judges agreed the
death penalty because the death penalty in the draft Criminal Code included in the
main criminal that is an alternative.
Keywords: Perception, Judge, Criminal, Dead
mengabdi pada kepentingan nasional.

PENDAHULUAN
Pada

dasarnya

manusia

memerlukan

hukum

untuk

Dalam
menegakkan

melaksanakan
hukum

itu

sendiri

keteraturan hidup, aturan hukum

dikenal

yang berlaku sebagai sarana dan

penanggulangan

kesejahteraan

yang

pidana serta perilaku menyimpang

berintikan keadilan dan kebenaran

dari masyarakat. Salah satu upaya

harus

dapat

mengayomi

masyarakat

upaya-upaya

dan

terjadinya

untuk
tindak

berperan

dalam

tersebut yaitu dengan menjatuhkan

masyarakat

serta

sanksi pidana terhadap para pelaku

tindak pidana. Hukum pidana sering


disebut

sebagai

istimewa.

Kejahatan-kejahatan

hukum

sanksi

pembunuhan

hukum

pidana

tertentu

dan/atau

dilakukan

perbuatan-

dengan

faktor

pemberat,

Dalam

mengatur

2.

tentang

terhadap

orang

perbuatan apa yang diancam pidana

misalkan Pasal 140 ayat (3)

dan di mana aturan pidana itu

KUHP dan Pasal 340 KUHP)

menjelma. Penjatuhan pidana sebagai


suatu

nestapa

Kejahatan-kejahatan

terhadap

pelanggar

yang disertai unsur/faktor yang

terakhir

sangat memberatkan (Pasal 365

(ultimatum remedium), yang hanya

ayat (4) KUHP, Pasal 368 ayat

dijalankan jika usaha-usaha lain

(2)KUHP).

hanya

seperti

kepada

3.

merupakan

obat

pencegahan

sudah

tidak

Penerapan pidana mati dalam

berjalan. Salah satu bentuk sanksi

praktik

yang paling berat ialah pidana mati.

perdebatan di antara yang setuju

Masalah

telah

dengan yang tidak setuju. Terhadap

diperdebatkan ratusan tahun lamanya

pro dan kontra yang terjadi dalam

oleh para sarjana hukum pidana dan

masyarakat

dan

kriminologi.

pidana

pidana

kejahatan
pidana

Di

mati

ini

sering

menimbulkan

praktisi

hukum

dalam

KUHP

mengenai

yang diancam

dengan

diterapkan pada dasarnya disebabkan

pada

dari sudut pandang dan mengacu

mati

hanyalah

kejahatan-kejahatan yang dipandang

serta

sangat berat saja, yang jumlahnya

digunakan.

sangat

penolakan

terbatas.

Adapun

tindak

landasan

mati

yang

filosofis

yang

Ketidakseimbangan
pidana

mati

dalam

pidana yang memberikan penjatuhan

penerapannya merupakan gambaran

berupa pidana mati antara lain:

dari

1.

Kejahatan-kejahatan

yang

keragu-raguan

dalam

menentukan

masyarakat
sikap

mengancam keamanan negara

menyangkut eksistensi pidana mati di

seperti di dalam Pasal 111 ayat

Indonesia. Di satu sisi masyarakat

(2) KUHP, Pasal 124 ayat (3)

masih menganggap hukuman mati

sampai dengan Pasal 129 KUHP

merupakan hukuman yang pantas

tentang

memberikan bagi penanggulangan

kejahatan

terhadap

keamanan negara;

kejahatan,

khususnya

terhadap

kejahatan berat, seperti terorisme,

pidana mati di Indonesia. Di dalam

narkotika dan lain-lain. Sementara di

Pasal 87 RUU KUHP menyatakan

sisi lain, hukuman mati dianggap

bahwa pidana mati secara alternatif

sudah

dijatuhkan sebagai upaya terakhir

tidak

relevan

lagi

dipergunakan, alasannya hukuman

untuk

mati

dianggap

pengingkaran
pemidanaan

menganyomi

masyarakat.

sebagai

bentuk

Pelaksanaan pidana mati berdasarkan

dari

tujuan

dari RUU KUHP ini berdasarkan

satunya

dari Pasal 88 ayat (1), (2), (3) dan

yang

salah

adalah memasyarakatkan terpidana.

ayat

Kalangan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun

yang

penerapan

kontra

terhadap

pidana

mengemukakan

mati

alasan

(4) RUU KUHP. Dalam

1964

bahwa

tentang

Pelaksanaaan

Tata

Pidana

Cara

Mati

yang

peraturan tentang pidana mati di

Dijatuhkan

oleh

Indonesia seperti yang diatur dalam

Lingkungan

Umum

Pasal 10 KUHP sebenarnya sudah

(selanjutnya disebut dengan UU

ketinggalan

PNPS) yang dimana Undang-Undang

zaman.

Dari

segi

dan

Militer

ini

yang negerinya sendiri (Belanda)

pelaksanaan pidana mati, yaitu dalam

sudah tidak dikenal. Belanda sudah

Pasal 1 UU PNPS menyatakan

cukup lama menghapus hukuman

dengan tidak mengurangi ketentuan-

mati itu. Hukuman mati waktu itu

ketentuan hukum acara pidana yang

diadakan

ada tentang pelaksanaan putusan

mencegah

tentang

di

filosofis, mewarisi suatu jenis pidana

untuk

mengatur

Pengadilan

cara

perjuangan kita. Jadi kalau mau

pengadilan,

mempertahankan

mati

pidana mati, yang dijatuhkan oleh

filosofinya harus berbeda. Di dalam

pengadilan di lingkungan peradilan

Rancangan Undang-Undang Kitab

umum

Undang-Undang

dilakukan dengan ditembak sampai

hukuman

Hukum

Pidana

(selanjutnya disebut dengan RUU


KUHP)

pengaturan

pidana

atau

maka

tata

pelaksanaan

peradilan

militer

mati.

mati

Kesan kejam yang timbul dari

terdapat di dalam Pasal 66 RUU

vonis pidana mati bukan berasal dari

KUHP. Di dalam RUU KUHP

vonis pidana mati itu sendiri, tetapi

terdapat pula pengaturan mengenai

lebih sering timbul sebagai akibat

ketidakprofesionalan aparat penegak

mengatakan

hukum dalam menindak lanjuti vonis

sudah

pidana mati yang akibatnya dalam

koordinasi dengan Badan Narkotika

berbagai kasus tidak jarang terpidana

Nasional (BNN) dan persiapan regu

mati harus mengalami penderitaan

tembak, pemuka agama dan dokter.

ganda. Salah satu bentuk penderitaan

Pelaksanaan eksekusi kepada yang

ganda yang sering kali terjadi adalah

bersangkutan juga sudah diberitahu.

lamanya penetapan proses eksekusi,

Ini untuk persiapan mentalnya dan

padahal

untuk mendengar apa permintaan

kasus

tersebut

telah

berbagai

dilakukan,

termasuk

mempunyai kekuatan hukum tetap.

terakhir

Permasalahannya selain kelemahan-

bahwa kedutaan-kedutaan besar dari

kelemahan yuridis, kelemahan antara

negara

lain yang kiranya memicu pro dan

diberitahu.

kontra pidana mati di Indonesia

meminta pihak-pihak yang tidak

adalah persoalan malasnya hakim-

setuju

hakim di Indonesia dalam mengatasi

memahami keputusan pemerintah,

permasalahan

mengingat Indonesia adalah pasar

kekeringan

mereka,

persiapan

asal

menambahkan

terpidana
Kejaksaan

hukuman

mati

sudah
Agung

untuk

pertimbangan dalam menjatuhkan

narkoba terbesar di Asia Tenggara.

vonis pidana mati. Lazimnya dari

METODOLOGI

pertimbangan-pertimbangan

Jenis

penelitian

mengenai berat ringannya pidana

digunakan

yang dikemukakan pengadilan hanya

bersifat yuridis sosiologis (Sosial

nampak pertimbangan-pertimbangan

Legal Research), penelitian yuridis

klise seperti sikap yang sopan selama

sosiologis yaitu menekankan aspek

persidangan, belum pernah dipidana,

hukum

tidak

jalannya

kenyataan hukum dalam prakteknya

pemeriksaan, usia yang masih muda,

di lapangan atau mengumpulkan data

dan lain-lain. Eksekusi terhadap

dari

enam terpidana mati itu dilakukan

berkaitan dengan penelitian serta

setelah permohonan grasi mereka

norma-norma yang berlaku tersebut

ditolak

menyulitkan

oleh

Indonesia,

dalam

yang

yang

penelitian

berlaku

perundang-undangan

ini

dengan

yang

Presiden

republik

lalu dihubungkan dengan kenyataan

Kejaksaaan

Agung

yang terjadi di lapangan. Dalam

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Sedangkan studi

dokumen

penulis ini penulis menggunakan dua

dengan

jenis data yaitu data primer yaitu data

dokumen atau bahan kepustakaan

yang diperoleh langsung dari sumber

yang berkaitan dengan permasalahan

pertama. Data yang didapat dari

yang diteliti.Setelah data diperoleh

penelitian

dengan

atau dikumpulkan dari penelitian

melakukan wawancara kepada bapak

yang dilakukan, maka penganalisaan

Siswatmono

data penulis lakukan dengan cara

di

lapangan

Radiantoro

selaku

mempelajari

yaitu

Hakim Pengadilan Klas 1A Padang,

kualitatif.

bapak

Hakim

mempelajari hasil penelitian baik

Pengadilan Negeri Klas 1A Padang

yang berupa data primer maupun

dan bapak Irwan Munir selaku

data

Hakim Pengadilan Klas 1A Padang.

dijabarkan dalam bentuk kalimat

Sedangkan data sekunder adalah data

yang disusun secara sistematis dan

yang diperoleh dari studi dokumen

data tabel atau angka-angka hanya

dari Pengadilan Negeri Klas IA

sebagai data pendukung.

Padang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mahyudin

selaku

mengenai

data

statistik

tentang penjatuhan pidana mati pada

Dimana

dokumen-

sekunder

1. Secara

penulis

yang

umum

akan

kemudian

pidana

mati

tahun 2013 sampai tahun 2015.

didefinisikan

Teknik Pengumpulan Data dilakukan

nestapa atau penyiksaan yang

dengan Wawancara adalah suatu

memberikan penderitaan kepada

percakapan tanya jawab lisan antara

manusia dan melanggar norma-

dua orang atau lebih yang duduk

norma yang bertentangan dengan

berhadapan

kehidupan

diarahkan

secara
pada

fisik

suatu

dan

masalah

antara
berkaitan

oleh

yang

wawancara

adalah

teknik

terstruktur.

Teknik

manusia,

pidana

tertentu. Wawancara yang digunakan


penulis

sebagai

terdapat

pemberian

dimana

mati

dengan
di

sanksi,

suatu

sangat

pemidanaan
dalam

hal

sedangkan

wawancara terstruktur adalah teknik

pemidanaan dibebankan kepada

peneliti

dengan

pelaku tindak pidana, dengan

menggunakan pedoman wawancara

pemberian pidana mati diharapkan

dalam

masyarakat dapat melihat bahwa

wawancara

pengumpulan

datanya.

pelakunya benar-benar ditindak.

seseorang

Di dalam hukum pidana bahwa

keduanya secara jelas menyatakan

pemidanaan bertujuan antara lain:

hak atas hidup merupakan hak

a. Mencegah dilakukannya tindak

setiap manusia dalam keadaan

pidana

dengan

norma

menegakkan

hukum

dengan

demi

negara

yang

c. Menyelesaikan konflik yang

pidana,

mendatangkan

rasa

tindak

HAM

masih

kekurangannya
mendekati

Pengahapusan

turunan
serius

pelanggaran

lainnya,

yaitu

dan

pelanggaran dalam bentuk tindak

damai

penyiksaan (psikologis), kejam


dan tidak manusiawi. Hal ini bisa

Pidana mati diakui masih


segi

Kovenan

tentang

memiliki

dalam masyarakat.

ada

Kedua

Hukuman Mati. Hukuman mati

memulihkan

keseimbangan

Protokal

Internasional tentang Hak Sipil


Politik

oleh

Kovenan

ratifikasi

Tambahan

baik dan berguna.

ditimbulkan

ratifikasi

dengan

sehingga
orang

menjaminnya.

Sipil Politik ini tidak diikuti pula

mengadakan

menjadikannya

untuk

Sayangnya

terpidana

pembinaan

narapidana.

apapun dan adalah kewajiban

pengayoman masyarakat.
b. Memasyarakatkan

menjadi

terjadi karena umumnya rentang

tapi

antara

vonis

hukuman

mati

tujuan

dengan eksekusinya berlangsung

pemidanaan. Penjatuhan pidana

cukup lama. Ancaman pidana

mati merupakan jenis pelanggaran

mati

hak asasi manusia yang paling

perdebatan yang tidak henti, baik

penting, yaitu hak untuk hidup

di kalangan akademisi hukum,

(right to life). Hak fundamental

praktisi

(non-derogable

lembaga

rights)

ini

menjadi

hukum,
swadaya

merupakan jenis hak yang tidak

masyarakat,

bisa dilanggar, dikurangi, atau

Internasional.

dibatasi dalam keadaan apapun,

pengkajian

dan

pemerintahan,
masyarakat,

bahkan

dunia

Dari beberapa perspektif

baik itu dalam keadaan darurat

pidana

dan

tempat dan memberikan harapan

perang,

termasuk

bila

mati

masih

memiliki

agar masyarakat berfikir ribuan

dengan

kali untuk melakukan kejahatan-

berdasarkan

kejahatan berat yang diancam

dan hati nurani manusia.

pidana mati, antara lain, kejahatan


narkoba,

terorisme,

pembunuhan

keadilan

kemampuan

nalar

2. Selanjutnya penjelasan di dalam

korupsi,

berencana

ukuran

RUU KUHP menyatakan bahwa

dan

pidana mati dicantumkan dalam

perampokkan dengan kekerasan.

pasal

Meski kritikan terus bertambah

menunjukkan bahwa jenis pidana

terhadap

untuk

ini benar-benar bersifat khusus.

Indonesia masih

Jika dibandingkan dengan jenis

memerlukan pidana mati untuk

pidana yang lain, pidana mati

melindungi

dari

merupakan jenis pidana yang

ancaman penjahat-penjahat yang

paling berat. Oleh karena itu,

membahayakan

kelangsungan

harus selalu diancamkan secara

hidup bangsa dan jiwa manusia,

alternatif dengan jenis pidana

kita

lainnya

pidana

sekarang ini

mati,

masyarakat

semua

hendaknya

bisa

tersendiri

yakni

untuk

pidana

penjara

berfikir holistik dalam menyikapi

seumur hidup atau pidana penjara

persoalan pidana mati, idealnya

paling lama 20 (dua puluh) tahun

cita

dan tujuan pidana mati di dalam

hukum

kepastiam

yaitu

dan

keadilan,
bisa

RUU KUHP yaitu bahwa pidana

terpenuhi secara bersama-sama,

mati secara alternatif dijatuhkan

namun

sebagai

dalam

manfaat

praktiknya

itu

upaya

terakhir

untuk

masyarakat

dan

tidaklah mudah, penerapan pidana

mengayomi

mati secara filosofis adalah untuk

pidana mati yaitu hanya dapat

melenyapkan kejahatan-kejahatan

dijatuhkan sebagai upaya terakhir

besar sehingga akan dirasakan

untuk mengayomi masyarakat.

keadilan dan kemanfaatan bagi


masyarakat

banyak

Di dalam RUU KUHP

meskipun

pidana mati bukan sebagai salah

harus kehilangan satu nyawa, sulit

satu jenis pidana pokok yang

mencapai kesempurnaan, namun

bersifat

demikian setidak-tidaknya hukum

merupakan pidana yang bersifat

bisa

khusus.

mendekati

kesempurnaan

umum,

tetapi

Kekhususan

lebih

tersebut

ditunjukkan bahwa pidana mati

Adapun tenggang waktu masa

diancamkan dan dijatuhkan secara

percobaan 10 (sepuluh) tahun

sangat selektif. Dalam hubungan

dalam pidana mati bersyarat ini

ini, hakim pertama-tama selalu

adalah dihitung sejak permohonan

mempertimbangkan

grasi ditolak.

secara

mendalam apakah dalam kasus

Berdasarkan

dari

yang dihadapi dapat diterapkan

pengaturan RUU KUHP terhadap

pidana alternatif penjara seumur

penjutuhan pidana mati di dalam

hidup ataupun pidana penjara 20

hukum

(dua puluh) tahun dan hal ini

depannya bahwa dapat diketahui

masih

keraguan

bahwa pada prinsipnya pidana

kemungkinan

mati dalam konstruksi hukum

penggunaan salah satu pidana

pidana Indonesia mendatang tetap

alternatif tersebut untuk kasus

dipertahankan. Walaupun dengan

yang bersangkutan, maka dalam

status/ kedudukan yang sangat

ketentuan

dibuka

spesifik yakni sebagai pidana

kemungkinan bagi hakim untuk

khusus dan eksepsional. Jadi tidak

menjatuhkan

mati

lagi sebagai pidana pokok bersifat

bersyarat dan dalam hal syarat-

umum seperti yang termaktub

syarat

dalam

dalam pasal 10 huruf a KUHP

RUU KUHP ini dipenuhi oleh

yang berlaku sekarang. Adapun

terpidana selama masa penundaan

latar

10 (sepuluh) tahun, maka Menteri

pengaturan

Hukum dan Hak Asasi Manusia

bersifat khusus dan eksepsional

dapat mengubah pidana tersebut

tersebut sebagaimana dijelaskan

menjadi

pidana

oleh Pasal 66 dan Pasal 87 RUU

alternatif. Dengan pola ini maka

KUHP, adalah karena disadari

jelaslah bahwa RUU KUHP ini

bahwa pidana mati merupakan

ingin

jenis sanksi hukum paling berat

terdapat

mengenai

pasal

yang

pidana

tercantum

salah

satu

membatasi

pidana
perasaan

mati

ini

pelaksanaan

pidana

belakang

di

masa

dari

pidana

ke

kebijakan
mati

yang

sesuai

dengan

dibanding sanksi-sanksi lainnya.

keadilan

yang

Oleh karena itu pengancaman dan

berkembang dalam masyarakat.

penjatuhannya

tidak

boleh

sembarangan (harus selektif) dan

berupa kejahatan). Urgensi asas

politik

ini

pengancamannya

ditegaskan

yakni

pun

tidak

hanya

penting

selalu

diperhatikan pada saat melakukan

dialternatifkan dengan pidana lain

kriminalisasi dan penalisasi, akan

berupa penjara seumur hidup atau

tetapi juga pada saat menerapkan

penjara maksimal 20 tahun.

undang-undang

Hal ini dimaksudkan agar


aparat

terutama

hakim

hukum

pidana

dalam praktik penegakan hukum.

yang

Dipertahankannya

sanksi

menegakkan hukum pidana tidak

pidana mati dalam RUU KUHP,

terjebak

sekilas

untuk

mudah

memang

mengandung

menjatuhkan jenis sanksi ini tanpa

kesan bahwa konstruksi hukum

pertimbangan matang terhadap

pidana

keadilan hukum berbagai pihak

cenderung dibangun atau bertolak

yang terkait (termasuk terpidana)

dari

yang harus diwujudkan melalui

pentingnya

putusannya. Sebab sebagai pidana

masyarakat semata. Hal tersebut

terberat, hukuman mati ibaratnya

bisa dimengerti mengingat jenis

adalah senjata pamungkas atau

sanksi

andalan

penggunaannya

dipandang sebagai konsep hukum

tentu harus bersifat hati-hati dan

yang berpihak pada kepentingan

selektif dan benar-benar diyakini

terpidana pelaku kejahatan, sebab

tidak ada pilihan lain saat itu

melalui pidana mati, ia justru

untuk

dijustifikasi sekaligus dilegitimasi

yang

mengatasi

kejahatannya

Indonesia

ide

ini

dasar

tentu

oleh

mati tersebut. Dalam perspektif

kehidupannya

teori, politik pengancaman dan

berkesempatan

penjatuhan

memperbaiki

mati

yang

mengenai
perlindungan

kecuali dengan penjatuhan pidana

pidana

mendatang

hukum

sulit

untuk

untuk

dimatikan

sehingga

tidak
untuk

diri

dari

demikian adalah selaras dengan

kesalahan/kejahatan

asas fungsionalisasi hukum pidana

terlanjur dilakukannya. Kesan di

sebagai

atas juga semakin terlihat jika

(sarana

ultimum
terakhir

remidium

dalam

upaya

yang

dikaitkan dengan ketentuan Pasal

penanggulangan problem sosial

87

10

RUU

KUHP

dan

penjelasannya yang menyatakan

kejahatan berat (general detterence).

bahwa

secara

penjatuhan pidana mati berkaitan

sebagai

dengan tujuan dari pemidanaan yang

upaya terakhir untuk mengayomi

dimana tujuan dari pidana itu adalah

masyarakat. Penegasan demikian

untuk mencegah timbulnya kejahatan

memang bisa melahirkan persepsi

dan

bahwa

pemidanaan adalah menghindarkan

pidana

alternatif

mati

dijatuhkan

eksistensi

tidaklah

pidana

dimaksudkan

ini
untuk

pelanggaran

(prevensi)

tujuan

dilakukannya

dari

suatu

mendukung pencapaian tujuan-

pelanggaran hukum. Sifat prevensi

tujuan pemidanaan lain di luar

dari pemidanaan adalah prevensi

tujuan melindungi masyarakat.

umum dan prevensi khusus, Menurut


teori prevensi umum, tujuan pokok

SIMPULAN
Persepsi

Hakim

Terhadap

pemidanaan yang hendak dicapai

Ancaman Pidana Mati dalam Hukum

adalah pencegahan yang ditujukan

Pidana Indonesia bahwa penerapan

pada khalayak ramai, kepada semua

pidana mati, tidak terlepas dari

orang agar supaya tidak melakukan

tujuan pemidanaan, dasar perjatuham

pelanggaran

terhadap

pidana didasarkan pada beberapa

masyarakat.

Sedangkan

teori

teori

teori prevensi khusus, yang menjadi

Doel

tujuan pemidanaan adalah mencegah

pemidanaan

retributif

yaitu

(Pembalasan),

Theorien

(teori

tujuan),

dan

si

penjahat

ketertiban
menurut

mengulangi

vereniging theorien (teori gabungan).

kejahatan

Dilihat

pandang

pelanggar melakukan perbuatan jahat

kemanusiaan penerapan pidana mati

yang telah direncanakannya. Tujuan

seolah-olah

pembalasan dan mempertahankan

dari

sudut

kejam

berprikemanusiaan,
direnungkan

dan

tidak

namun

jika

secara

ketertiban

mendalam,

atau

menahan

lagi

masyarakat,

calon

yang

diterapkan secara kombinasi dengan

sebenarnya pidana mati memberikan

menitikberatkan pada

efek jera yang sangat efektif, baik

unsurnya tanpa menghilangkan unsur

terhadap si pelaku (efek detterence),

yang lain maupun pada semua unsur

maupun terhadap masyarakat yang

yang ada dan ancaman pidana mati di

berpotensi

dalam pidana pokok yang terdapat di

melakukan

kejahatan-

11

salah satu

dalam KUHP merupakan landasan

RUU KUHP menyatakan bahwa

formal yang menjadi pedoman dalam

pidana mati

kehidupan

Ancaman

pasal tersendiri untuk menunjukkan

pidana mati masih relevan karena

bahwa jenis pidana ini benar-benar

pada saat sekarang ini kejahatan-

bersifat khusus. Jika dibandingkan

kejahatan

dan

dengan jenis pidana yang lain, pidana

tergolong telah maju yang muncul di

mati merupakan jenis pidana yang

tengah masyarakat maka kejahatan

paling berat. Oleh karena itu, harus

tersebut dapat menimbulkan korban

selalu diancamkan secara alternatif

yang tidak sedikit. Jika tidak adanya

dengan jenis pidana lainnya yakni

ancaman pidana yang berat seperti

pidana penjara seumur hidup atau

ancaman pidana mati terhadap tindak

pidana penjara paling lama 20 (dua

pidana yang tergolong berat maka

puluh) tahun dan tujuan pidana mati

pemberatasan

di dalam RUU KUHP yaitu bahwa

masyarakat.

yang

beragam

akan

suatu

tindak

pidana tidak akan bisa diberantas dan

pidana

dapat menimbulkan korban jiwa

dijatuhkan sebagai upaya terakhir

yang banyak.

untuk mengayomi masyarakat dan

Persepsi

hakim

tentang

pidana

mati

dicantumkan dalam

mati

secara

yaitu

alternatif

hanya

dapat

pengaturan pidana mati di Indonesia

dijatuhkan sebagai upaya terakhir

dalam hukum pidana Indonesia ke

untuk mengayomi masyarakat. Akan

depan bahwa kebijakan mengenai

tetapi

pengaturan pidana mati di dalam

mengenai kemungkinan penggunaan

hukum pidana ke depannya yaitu

salah satu pidana alternatif tersebut

penerapan yang diatur terdapat di

untuk

dalam

mendatang

maka dalam ketentuan pasal ini

bahwa kedudukan pidana mati dalam

dibuka kemungkinan bagi hakim

stelsel pidana RUU KUHP bahwa

untuk

Pidana

pidana

bersyarat. Dalam hal syarat-syarat

pokok yang bersifat khusus dan

yang tercantum dalam pasal ini

selalu diancamkan secara alternatif.

dipenuhi oleh terpidana selama masa

Selanjutnya penjelasan di dalam

penundaan 10 (sepuluh) tahun.

RUU

mati

KUHP

merupakan

DAFTAR PUSTAKA

12

masih

kasus

terdapat

keraguan

yang bersangkutan,

menjatuhkan

pidana

mati

ketiga,
Departemen
Pendidikan Nasional.

Adami Chazawi, 2002, Pengantar


Hukum Pidana Bagian 1,

Kartini Kartono, 1996, Pengentar


Metodologi Riset Sosial,
Mandar Maju, Bandung.

Raja Grafindo, Jakarta.


Amiruddin Zainal Askin, 2013,
Pengantar Metode Penelitian
Hukum, PT Raja Grapindo
Persada, Jakarta.
Andi Hamzah, Pidana Mati di
indonesia,Ghalia
Indonesia,Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief.


1998,
Teori-Teori
dan
Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung.
P.A.F. Lamintang, 1984, Hukum
Penintensier
Indonesia,
Amrico, Bandung.

Bambang Poernomo, 1986, AsasAsas


Hukum
Pidana
Indonesia, Ghalia Indonesia.
Jakarta.

R. Soesilo, 1974, Kitab UndangUndang Hukum Pidana,


Politeia, Bogor.

Bambang Waluyo, 2004, Pidana


Dan Pemidanaan, Sinar
Grafika, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar


Penelitian
Hukum,
Universitas Indonesia.

Barda Nawawi Arief, 2005, Bunga


Rampai Kebijakan Hukum
Pidana, Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Sudarto, 1990, Hukum Pidana I,


Yayasan Sudarto Fak. Hukum
Undip, Semarang.

Poerwadarminta, 1995, Kamus Besar


Bahasa Indonesia, edisi

13

S-ar putea să vă placă și