Sunteți pe pagina 1din 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL
A. Definisi
Asma bronkial merupakan inflamasi kronik jalan nafas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan
napas, dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan
nafas

umumnya

bersifat

reversibel

tergantung

berat

dan

lamanya penyakit. (Kapita Selekta Kedokteran, 1999)


B. Etiologi
Asma selalu dihubungkan dengan bronko spasme yang
reversibel dan sebagai faktor pencetus adalah :
1. Alergi
2. Infeksi dan iritasi
3. Ketidakseimbangan saraf otonom
4. Perubahan lingkungan dan suhu
C. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya
derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat
reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.
Gejala-gejala asma antara lain :
1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa
stetoskop.
2. Batuk produktif, sering pada malam hari.
3. Nafas atau dada seperti tertekan.
Gejalanya bersifat paroksismal,yaitu membaik pada siang hari
dan memburuk pada malam hari. Penyebabnya tidak mengerti
dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi
sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.

Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk


dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat
dan mengi. Ekspirasi selalu lebih susah dan lebih panjang dari
inspirasi membuat pasien untuk duduk tegak dan menggunakan
otot-otot aksesori pernafasan jalan nafas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Batuk semula ringan makin lama makin
berat. Sputum makin kental dan susah dibatukkan sianosis
sekunder bila terjadi hipoxia berat dan gejala-gejala retensi
karbondioksida.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan, kadang terjadi
reaksi kontinue yang lebih berat yang disebut status asmatekus.
Kondisi ini dapat mengancam kehidupan.

D. Patofisiologi (Pohon Masalah)


Alergi

Infeksi dan
iritasi
Perubahan
Ketidakseimbangan
saraf
otonomlingku

Kompensasi tubuh ban


Demam

Inflamasi

Infeksi saluran nafas atas


Hiperekskresi

Resti defi

Akumulasi sekret (hiperskresi)


Bersihan jalan nafas tidak e
Obstruksi jalan nafas

Bronko spasme

Edempada saluran nafas


Se

Kelem
Suplai O2 turun
Ischemic

Intolerans

Kerusakan dinding alveoli

Berkurangnya area permukaan alveoli yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinue
Gangguan difusi O2
Gangguan perfusi jar

Hiperventilasi
Tidak ada pertukaran gas
Gangguan difusi O2
Hipoksemia
Rusaknya eliminasi O2 Peningkatan tekanan CO2 (hiperkapnea)

E. Pemeriksaan Penunjang
Melakukan pemeriksaan laboratorium antara lain :
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal-kristal charcot legden yang merupakan degranulasi
dari kristal eosinofil.
b.

Terdapatnya

spiral

curshmann,

yakni

spiral

yang

merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus


c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epithel
bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah untuk melihat
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat

peninggian

PaCO2

maupun

peningkatan

Ph

menunjukkan kondensasi prognosis yang buruk.


b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
c. Hiponatremia, kadang-kadang PMN meningkat di atas
15.000/mm3 menandakan terdapatnya infeksi
d. Pada pemeriksaan alergi terdapat IgE yang meningkat
pada waktu serangan dan menurun waktu bebas serangan
3. Foto rontgen untuk melihat keadaan paru-paru apakah
terdapat komplikasi atau tidak.
4. Pemeriksaan faal paru, untuk melihat adanya perubahan
ventilasi perfusi, difusi udara selama serangan asma.
5. Elektrokardiografi untuk melihat perubahan aksis jantung,
melihat tanda-tanda hipertrofi jantung, melihat adanya tandatanda hipoksemia.
6. Skaning paru untuk melihat ada tidaknya perubahan rasio
ventilasi paru

F. Penatalaksanaan
Tujuan terapi asma yaitu :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan

fungsi

paru

senormal

mungkin

serta

mempertahankanny
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise
5. Menghindari efek samping obat asma
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel
Penatalaksanaan Therapi :
1. Oksigen 4 6 liter/menit
2. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau fereterol 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agnosis B 2
dapat secara subkutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25
mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan
diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5 6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan
dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 200 mg IV jika tidak ada
respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral
atau dalam serangan sangat berat.
G. Masalah Keperawatan dan Data Pendukung
1. Pertukaran gas, kerusakan
Data

Dispnea, sianosis
Takikardia
Gelisah/perubahan mental
Hipoksia

2. Bersihan jalan nafas, tak efektif


Data

Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan

Bunyi nafas tidak normal, penggunaan otot


aksesori
Dispnea, sianosis
Batuk efektif atau tak efektif, dengan/tanpa
produksi
Sputum.
3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
Data

Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan


gejala-gejala membuat diagnosa aktual

4. Cemas/ansietas/ketakutan (uraikan tingkatan)


Data

Gelisah, peka rangsang


Menolak atau perilaku menyerang
Rangsangan simpatis, misal : eksitasi
kardiovaskuler, dilatasi
Repil, berkeringat, muntah, diare
Menangis, suara menggigit

H. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas oleh sekresi mukus, spasme bronkus.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkus

spasme,

peningkatan

produksi

mukus,

mukus

bertahan tebal dan kental, penurunan energi/kelemahan


untuk batuk.
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan demam,
diaforesis dan hiperventilasi.
4. Cemas

berhubungan

dengan

hiperventilasi,

ancaman

kehidupan perubahan status kesehatan, hipoksemia.


I. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas oleh sekresi mukus, spasme bronkus.
Tujuan :
Mempertahankan suplai O2 dan ventilasi alveolus yang
adekuat.

Kriteria hasil :
Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi dan rasional :
a. Kaji frekuensi, ke dalam pernafasan, catat penggunaan
otot aksesori, nafas, bibir, ketidakmampuan berbicara.
R/ : Untuk mengevaluasi derajat distrees pernafasan
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernafas.
R/ : Distribusi O2 dapat diperbaiki dengan posisi duduk.
c. Dorong pasien untuk mengeluarkan sputum, bila perlu
lakukan penghisapan.
R/ : Sputum yang tebal dan kental adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas, penghisapan dilakukan bila
batuk tidak efektif
d. Auskultasi bunyi nafas secara periodik.
R/ : Masih adanya mengi mengidentifikasikan masih adanya
spasmebronkus/tertahannya sekret
e. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung
R/ : Takikardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung
f. Kolaborasi berikan O2 sesuai hasil GDA dan toleransi pasien
R/ : Untuk memperbaiki hipoksia
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkus

spasme,

peningkatan

produksi

mukus,

mukus

bertahan tebal dan kental, penurunan energi/kelemahan


untuk batuk.
Tujuan :
Mampu mengeluarkan sekret lebih efektif.
Kriteria hasil :
- Sekresi dapat diluluhkan atau dihisap minimal
- Bunyi nafas terdengar bersih
Intervensi dan rasional :

a. Auskultasi bunyi nafas


R/ : Mengetahui derajat spasme
b. Kaji pantau frekuensi pernafasan
R/ : Takipnea sering terjadi
c. Catat adanya/derajat distres, misal : keluhan air hungry,
gelisah, ansietas, distres pernafasan, penggunaan otot
bantu
R/ : Disfungsi pernafasan adalah indikator kegagalan nafas
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman untuk bernafas
R/ : Pasien dengan distress pernafasan akan mencari posisi
yang nyaman dan mudah untuk bernafas, membantu
menurunkan

kelemahan

otot

dan

mempermudah

ekspansi dada
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan demam,
diaforesis dan hiperventilasi
Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan volume cairan dan elektrolit
yang adekuat.
Kriteria hasil :
- Tekanan darah dan nadi dalam batas normal
- Turgor kulit dalam batas normal
- Asupan dan haluaran seimbang
- BB stabil
- Berat jenis urine dalam batas normal (1,010 1,025)
Intervensi dan rasional :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh : suhu meningkat,
takikardia, hipotensi ortostatik
R/ : Indikator kekurangan cairan sistemik
b. Kaji turgor kulit, membran mukosa
R/ : Indikator kekurangan cairan
c. Pantau masukan dan hantaran
R/ : Indikator keadekuatan volume cairan tubuh
d. Timbang BB setiap hari

R/ : Indikator kekurangan cairan bila kehilangan berat BB


secara individu
e. Tingkatkan asupan oral 2.500 ml/hari atau sesuai kondisi
individu
R/ : Untuk pemenuhan kebutuhan dasar mengurangi resiko
dehidrasi lebih lanjut
f. Kolaborasi :
- Berikan cairan perparenteral sesuai indikasi
R/ : Penggunaan cairan parenteral berguna memperbaiki
dehidrasi
- Pantau BJ urine
R/ : Indikator kekurangan cairan bila BJ urine meningkat
- Pantau kadar elektrolit
R/ :
4. Cemas

Indikator adanya asidosis akibat dehidrasi


berhubungan

dengan

hiperventilasi,

ancaman

kehidupan perubahan status kesehatan, hipoksemia.


Tujuan :
Mengalami penurunan tingkat kecemasan.
Kriteria hasil :
Melaporkan penurunan tingkat kecemasan sampai tingkat
yang dapat ditangani dengan managemen koping.
Intervensi dan rasional :
a. Kaji tingkat ansietas dan yakinkan bahwa perasaannya
adalah normal dan dorong pasien/orang terdekat untuk
mengungkapkan perasaannya.
R/ : Dapat membantu untuk mengontrol emosinya sendiri.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ : Dapat menurunkan tingkat ansietas
c. Bantu pasien mencari posisi yang nyaman untuk bernafas,
fokus bernafas, relaksasi
R/ : Untuk mengontrol dan menurunkan tingkat ansietas
d. Dukung pasien/orang terdekat untuk menerima situasi dan
libatkan pasien dalam perencanaan keperawatan

R/ : Merupakan mekanisme koping yang adaptif

Daftar Pustaka

Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (2005). Dasar Dasar Ilmu Penyakit


Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (2009). Pengantar Ilmu Penyakit
Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (2003). l.uckman & Sorensens Medical surgical
Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders
Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.

Marylin

E doengoes. (2004). Rencana Asuhan keperawatan


Pedoman
untuk
Perencnaan
/pendokumentasian
Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

Mansjoer, Arif M (dkk). (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :


Media Aesculapius.
Rab. Tabrani. (2006). Prinsip Gawat Paru ed. 2. Jakarta : EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (2004). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (2006). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI.
Jakarta.

S-ar putea să vă placă și