Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Abstrak
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan resiko rawat inap ulang
untuk komplikasi mayor gastrointestinal (perdarahan, ulkus peptik,perforasi) pada pasien
dengan resiko tinggi untuk menderita penyakit gastrointestinal yang mendapatkan
terapi antiplatelet (aspirin [asam asetil salisilat] atau clopidogrel) dengan atau tanpa
proton pump inhibitor (PPI).
METODE: Penelitian ini menggunakan desain population based, studi retrospective
cohort, data didapatkan dari Taiwanese National Health Insurance Database (januari
2001 sampai dengan desember 2006) untuk pasien rawat inap dengan riwayat keluhan
komplikasi pada saluran gastrointestinal sebelum memulai pengobatan dengan
antiplatelet seperti aspirin atau clopidogrel. Riwayat rawat inap berulang dengan
komplikasi Gastrointestinal dianalisis dengan menggunakan Cox proportional Hazard
model dengan pengaturan umur, jenis kelamin, riwayat pemeriksaan atau keluhan pada
lambung, faktor resiko ke arah penyakit lambung dan penggunaan obat-obatan lambung
selama follow up. Skor kecenderungan dipakai untuk mengatur bias.
HASIL: Dari hasil penelitian didapatkan dari 14.627 pasien (12.001 menerima aspirin,
2626 menerima clopidogrel). Insidensi angka rawat inap berulang untuk komplikasi
gastrointestinal sebesar 0,125 per tahun pada pasien yang menggunakan aspirin, 0,103
pada pasien yang menggunakan aspirin dan PPI , 0128 persen per tahun pada pasien
yang menggunakan clopidogrel dan 0,152 persen pert tahun pada pasien yang
menggunakan clopidogrel plus PPI. Diantara pengguna aspirin, pasien yang
menggunakan PPI secara signifikan mempunyai faktor resiko yang lebih rendah untuk
terjadinya rawat inap dibanding pasien yang tida menggunakan PPI (Hazard ratio =
0,76). Penggunaan PPI tidak berhubungan dengan penurunan angka rawat inap pada
pasien yang menggunakan clopidogrel (HR=1,08). Pengaturan angka survival untuk
resiko rawat inap berulang pada komplikasi mayor
penyakit gastrointestinal
mengindikasikan bawa resiko semakin meningkat secara numerik bagi pasien dengan
clopidogrel dibanding pasien yang mennggunakan aspirin dengan PPI meskipun rata-rata
harga obat per orang per tahun 5,08 lebih besar pada pasien yang menggunakan
clopidogrel dibandingkan pada apsien yang menggunakan aspirin plus PPI.
KESIMPULAN: pada analisi pasien dengan faktor resiko penyakit gastrointestinal yang
menerima pengobatan antiplatelet untuk mencegah terjadinya penyakit jantung
sekunder, aspirin ditambah PPI telah terbukti berhubungan dengan penurunan resiko
rawat inap berulang pada apsien dengan komplikasi saluran gastrointestinal. Hal ini tidak
berhubungan dengan penggunaan clopidogrel yang dikombinasikan dengan PPI.
PENDAHULUAN
Terapi antiplatelet telah luas digunakan dan direkomendasikan sebagai prevensi
sekunder untuk penyakit jantung pada kasus- kasus stroke, transcient ischemic attack,
penyakit jantung koroner baik akut maupun kronik, penyakit arteri perifer. Penggunaan dosis
rendah aspirin (75-150mg), yang telah dilaporkan mengurangi resiko dari kejadian penyakit
pada pembuluh darah sebanyak 25%, digunakan sebagai landasan sebagai terapi antiplatelet.
Namun efek aspirin terhadap sistem gastrointestinal juga sudah dikenal luas. Penggunaan
dosis rendah aspirin juga telah diketahui berhubungan dengan 2 resiko utama pada
perdarahan gastrointestinal dibandingkan dengan placebo.
Clopidogrel yang merupakan sebuah agen antiplatelet yang mempunyai mekanaisme
kerja yang berbeda dibandingkan aspirin. Clopidogrel telah disetujui dan direkomendasikan
untuk digunakan pada pasien yang tidak bisa bertoleransi atau mempunyai kontraindikasi
terhadap penggunaan aspirin. Dari percobaan The CAPRIE (clopidogrel versus aspirin in
patients at risk of ischaemic events) ditemukan bahwa penggunaan jangka panjang
clopidogrel secara monoterapi lebih efektif dan mempunyai toleransi yang lebih baik
dibanding penggunaan aspirin untuk mencegah penyakit jantung. Clopidogrel telah diketahui
mempunyai efek yang lebih rendah terhadap saluran pencernaan (abdominal pain, dispepsia,
ulkus pada saluran cerna atas). Meskipun secara statistik telah terbukti signifikan namun
frekuensi secara klinis dari kejadian penyakit gastrointestinal masih belum jelas.
Pertanyaan kemudian berlanjut soal penggunaan clopidogrel, yang disetujui sebagai
pengganti aspirin pada pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal. Padahal pada
penelitian the CAPRIE yang dimana, sebagai tambahan, membandingkan clopidogrel dengan
aspirin pada dosis 325mg/ hari, ini lebih tinggi dibanding dosis yang direkomendasikan untuk
mencegah penyakit jantung (75-150mg). Sebuah penelitian observasional pada pasien dengan
riwayat komplikasi gastrointestinal melaporkan angka kekambuhan sebesar 14 % pada pasien
yang menggunakan clopidogrel, angka ini sama dengan pada pasien yang memakai aspirin
(15%) pada sebuah penelitian perbandingan populasi.
dan mempunyai riwayat rawat inap dengan komplikasi gastrointestinal berupa ulkus peptic
(ICD 9 code 531-533) atau riwayat rawat inap dengan perdarahan gastrointestinal atau
perforasi pada operasi. Karena pada kebanyakan ahli jantung meresepkan aspirin dengan
dosis rendah untuk mencegah penyakit jantung sekunder, database dari NHI akan mencatat
data penggunaan dan harga.
Pasien yang tercatat terindikasi melanjutkan penggunaan antiplatelet baik itu aspirin
maupun clopidogrel sampai dengan akhir masa studi, masuk ke dalam kategori inklusi. Bagi
pasien yang telah menggunakan aspirin sebelum masa penelitian dan terus melanjutkan
penggunaan selama masa follow up dimasukkan dalam penelitian ini. Kemudian bagi pasien
yang menggunakan kombinasi dari kedua obat ini dikeluarkan dari penelitian. Data-data dari
NHI berupa visit dokter, perawatan rumah sakit dan peresepan obat selama masa penelitian
dijelaskan kepada tiap pasien. Kondisi pasien dibuat rata baik pasien yang hanya menerima
satu obat saja maupun pada pasien yang menerima obat kombinasi.
OUTCOME
Follow up dimulai dengan studi cohort dan dikuti sampai terdapat kasus komplikasi
perdarahan pada gastrointestinal pada akhir penelitian. Paparan terhadap obat-obatan
antiplatelet dihitung
pengertian yang dijelaskan oleh WHO, DDD adalah rata-rata dosis maintenance dari obat
yang digunakan sesuai tujuan terapi penyakit. DDD tidak merefleksikan rekomendasi dosis
yang diresepkan dalam keseharian.
Estimasi harga obat dari obat dilihat dari dafar harga rata-rata yang ditetapkan oleh
biro farmasi NHI. Harga yang digunakan adalah dollar Taiwan.
STUDI ANALISIS
COX proportional hazard model digunakan untuk mengevaluasi hubungan potensial
antara aspirin dan clopidogrel dengan terhadap resiko rawat inap ulang pasien-pasien dengan
komplikasi gastrointestinal. Untuk pasien yang tidak terjadi rawat inap ulang masa survive
akan dicatat pada akhir masa penelitian. Sedangkan untuk pasien yang meninggal selama
penelitian, waktu survive akan dicatat saat waktu kematian.
HASIL PENELITIAN
Total 14.627 pasien diidentifikasi masuk rawat inap dengan keluhan komplikasi
mayor GI sebelum mulai pengobatan antiplatelet. (12.001 aspirin, 2626 clopidogrel) untuk
pengobatan sekunder penyakit jantung, penyakit vaskuler, stroke ischemic, TIA. Rata-rata
umur pengguna aspirin dan clopidogrel adalah 70 dan 71 tahun. Secara numerik lebih banyak
wanita daripada pria pada kedua kelompok yang menerima PPI. Secara umum rata-rata jarak
waktu yang diperlukan untuk terjadi rawat inap berulang untuk kasus gangguan GI sampai
dengan mulainya terapi lebih panjang bagi para pengguna aspirin daripada pengguna
clopidogrel (569,61 hari dan 447,62 hari). Proporsi yang lebih kecil didapatkan pada
kelompok pengguna aspirin untuk penyakit-penyakit infark myocard, stroke. Selama follow
up kelompok aspirin menggunakan lebih sedikit ArH2, NSAID, dan oral antikoagulan
dibanding kelompok dengan clopidogrel.
Sebanyak lima ratus delapan dari pengguna aspirin (4,48 %) dan 590 pengguna
clopidogrel (22,47%) menggunakan PPI secara bersamaan, selama masa penelitianpengguna
aspirin menerima dosis kumulatif PPI yang lebih rendah dibanding pada kelompok
clopidogrel.
DISKUSI
Penelitian dari NHI menemukan, pada pasien dengan keluhan GI yang menggunakan
clopidogrel lebih sedikit yang mengalami rawat inap dibanding pada pasien yang
menggunakan aspirin diluar dari pemakaian PPI. Pemakaian PPI secara bersamaan
berhubungan dengan tingkat penurunan resiko bagi para pemakai aspirin, bukan clopidogrel.
Hal ini sesuai dengan guideline AHA yang mengatakan pengguna aspirin sebaiknya ditambah
PPI untuk meminalisasikan perdarahan berulang.
Hasil pada penelitian ini sesuai dengan 2 penelitian sebelumnya, dimana clopidogrel
tidak lebih baik mentoleransi kejadian kasus gastrointestinal dibanding aspirin plus PPI. Chan
et all melaporkan angka kumulatif rata-rata insidensidari rawat inap ulang untuk ulkus
5
Penelitian ini mempunyai kekurangan, antara lain: karena database yang digunakan
adalah berdasarkan klaim data asuransi, sehingga tidak bisa membuktikan seberapa banyak
paparan obat-obatan pada masing-masing pasien. Selain itu paparan terhadap NSAID lain
juga tidak bisa dikontrol, karena data yang digunakan hanya berupa klaim dari asuransi.
- Pasien
dengan
riwayat
komplikasi
mayor
Outcome(s)
valid?
Ya, Pasien dengan riwayat
komplikasi mayor
gastrointestinal yang
menerima pengobatan
antiplatelet berupa aspirin
atau clopidogrel
Ya,
Should these valid, potentially important results change the treatment of your patient?
Is your patient so different from those in
Tidak, terdapat criteria sebelum penelitian
the study that its results dont apply?
untuk menyamakan kondisi pasien
What are your patients preferences,
concerns and expectations from this
treatment?
What alternative treatments are available? ya