Sunteți pe pagina 1din 9

Pengertian hukum

M.H. Tirtaatmidjaja, SH: Hukum adalah semua aturan norma yang harus diturut dalam tingkah laku tindakantindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta
Prof. Achmad Ali : Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem, yang menentukan apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, yang bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh
otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai
suatu keseluruhan) dalam kehidupannya dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi
otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal
Prof. Soedikno Mertokusumo : Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi
Plato :Merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat
Aristoteles : Sesuatu yang sangat berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi
dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan
hukuman terhadap pelanggar
Van Vanenhoven : Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan
tanpa henti dari dan dengan gejala-gejala lain
Pengertian hukum : Himpunan peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, dibuat oleh
lembaga yang berwenang dan bersifat memaksa serta berisi perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan
mendapat sanksi.
Tujuan hukum:1. Keadilan 2. Kepastian 3.kemanfaatan
Sumber hukum: 1. segi material :ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat, dsb
Keputusan Hakim, Traktat dan pendapat sarjana hukum.

2. segi formal: UU, kebiasaan,

Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis
dan lengkap
Menurut bentuk Hukum itu dapat dibedakan antara :1.Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law) yakni hukum
yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-perundangan. 2Hukum Tidak Tertulis (Unstatutery Law =
Unwritten Law ) yaitu hukum yangmasih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namunberlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan).
Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan, dan yang belumdikodifikasikan
unsur-unsur kodifikasi: 1.Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata) 2.Sistematis 3.Lengkap
Tujuan kodifikas daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh:1.Kepastian
hukum=Bersifat mengikat dan berlaku bagi setiap individu 2.Penyerdehanaan
hukum=Simple dan sederhana, tidak bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang beragam
pula=Cara penyederhanaan hukum adalah dengan cara mengikuti aturan teknis dalam UU yang bersangkutan,
yakni UU no 12 tahun 2011 3.Kesatuan hukum=Jika suatu hukum membahas tentang suau perkara, maka
perkara itu sajayang dibahas, tidak melebar ke perkara yang lainnya=Contoh : Hukum Bea dan
Cukai mengatur peraturan tentang kepabeanan dan cukai saja, sedangkan pajak dan anggaran negara tidak
dibahas didalamnya.
Jenis-jenis norma social: 1.norma social dilihat dari sangsinya=Tata Cara .merupakan norma yang menunjuk
kepada satu bentuk perbuatan sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya. Misal : aturan memegang garpu dan
sendok saat makan dan penyimpangannya : bersendawa saat makan.=Kebiasaan merupakan cara bertindak yang
digemari oleh masyarakan dan dilakukan berulang-ulang yang mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari
tata cara, misal : membuang sampah pada tempatnya dan penyimpangannya : membuang sembarangan dan
mendapat teguran bahkan digunjingkan masyarakat.=Tata Kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada

filsafat, ajaran agama dan ideolagi yang dianut masyarakat. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu
perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan sehingga secara langsung ia merupakan alat pengendalian
sosial agar anggota masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakan itu.=Adat merupakan norma yang tidak tertulis
namun kuat mengikat sehingga anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras
yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat, atau harus memenuhi
persyaratan tertentu.Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis. Sanksinya tegas
dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat yang beirsi ketentuan,
perintah, kewajiban dan larangan agar tercipta ketertiban dan keadilan. 2. Norma social dilihat dari sumbernya
1.Norma agama, yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran agama(wahyu dan revelasi) 2.Norma
kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial masyarakat 3.Norma kesusilaan, ketentuan yang
bersumber pada hati nurani,moral,atau filsafat hidup 4.Norma hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab
undang-undang suatu negara
Fungsi norma social: 1.Sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat 2.Merupakan wujud konkret
dari nilai yang ada di masyarakat 3.Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat
Pengertian ekonomi dan hukum ekonomi: Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Sehingga, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan
satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi dibedakan menjadi2: Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan
dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara
Nasional.Hukum Ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia)
manusia Indonesia.
Asas hukum ekonomi Indonesia: 1. Asas manfaat 2.Asas keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
3.Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan. 4.Asas kemandirian yang berwawasan
kebangsaan.5.Asas usaha bersama atau kekeluargaan 6.Asas demokrasi ekonomi. 7.Asas membangun tanpa
merusak lingkungan.
Dasar hukum ekonomi Indonesia:1.UUD 1945 2.TAP MPR 3.UU 4.PERATURAN PEMERINTAH 5.PERATURAN
PRESIDEN 6.KEPUTUSAN PRESIDEN 7.PERATURAN MENTERI 8.KEPUTUSAN MENTERI 9.PERATURAN DAERAH
Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi internasional:1. Hukum ekonomi pertanian
atau agraria 2.Hukum ekonomi pertambangan 3.Hukum ekonomi industri, industri pengolahan 4.Hukum ekonomi
bangunan 5.Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan pariwisata
6.Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan 7.Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad,
pembantu rumah tangga, tenaga kerja 8.Hukum ekonomi angkutan 9.Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga
pertahanan dan keamanan (hankam) dll.
Sumber hukum ekonomi:1.Perundang-undangan; perjanjian; traktat; jurisprudensi; kebiasaan dan pendapat
sarjana (doktrin) 2.Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat tergantung pada
kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum yang dianut di suatu negara
Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan:1.Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
2.Sebagai sarana pembanguna 3.Sebagai sarana penegak keadilan 4.Sebagai sarana pendidikan masyarakat
Tugas hukum ekonomi:1.Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi masyarakat
2.Peningkatan pembangunan ekonomi 3.Perlindungan kepentingan ekonomi warga 4.Peningkatan kesejahteraan
masyarakat 5.Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar 6.Membantu terwujudnya tata ekonomi
internasional baru melalui sarana & pranata hukum.
Pengertian Subjek Hukum: 1.Subjek hukum (recht subyek) merupakan hak dan kewajiban yang menimbukan
wewenang hukum (Algra). 2.Jadi subjek hukum ialah pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai
hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu.

JENIS SUBJEK HUKUM: 1.manusia bahwa subjek hukum merupakan sebuah hak dan kewajiban oleh karena itu
sudah mutlak bagi seluruh umat manusia karena secara kodrat sudah melekat sejak didalam kandungan sampai ia
meninggal dunia.Subjek hukum (recht subyek) merupakan hak dan kewajiban yang menimbukan wewenang hukum
(Algra).Adapun manusia yang patut menjadi subjek hukum adalah orang yang cakap hukum.Orang yang tidak
cakap hukum tidak merupakan subjek hukum. Orang yang cakap hukum adalah orang yang mampu
mempertanggung jawabkan perbuatannya dimuka hukum.
Secara hukum ada dua alasan yang menyebutkan manusia sebagai subjek hukum 1.Manusia mempunyai
hak-hak subyektif 2.Kewenangan hukum 2.Badan hukum: Badan hukum merupakan kumpulan manusia yang
dimata hukum memiliki status sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban.Badan hukum ialah suatu badan
usaha yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang teah dipenuhinya telah diakui sebagai
badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum
sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan
kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.Badan hukum mempunyai syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh hukum yaitu : memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggotanya; hak dan kewajiban
badan hukum tepisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
1.Badan hukum public: (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk
yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum
publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang
dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu,
seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
2.badan humum privat: (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil
atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.Dengan demikian badan
hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas,
koperasi, yayasan, badan amal.
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hukum. Objek ini dapat berupa benda atau barang ataupun berupa hak yang dapat dimiliki dan bersifat
ekonomis.
Jenis objek hukum: 1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)Benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri
dari benda berubah / berwujud 2.Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen) Benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak
dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten,
dan ciptaan musik / lagu.
Benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen):1.benda bergerak, Dibedakan menjadi
sebagai berikut:1.Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat
dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak. 2.Benda bergerak karena
ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak
memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan sahamsaham perseroan terbatas. 2,benda tidak bergerak: dibedakan menjadi:1.Benda tidak bergerak karena
sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.2.Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin
senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan
benda pokok.3.Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas bendabenda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas
benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena
berhubungan dengan 4 hal:1.Pemilikan (Bezit)dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam
pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya. 2.Penyerahan (Levering)terhadap benda
bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk
benda tidak bergerak dilakukan balik nama.3. Daluwarsa (Verjaring)untuk benda-benda bergerak tidak
mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut
sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa. 4. Pembebanan
(Bezwaring)tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak
dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN HUTANG (HAK JAMINAN): Hak kebendaan yang
bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi
terhadap suatu prestasi (perjanjian).Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan
merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang

(perjanjian kredit).Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat
dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang
meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang:1.jaminan umum, Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan
pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa
segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan
harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang
kepadanya.Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi
persyaratan antara lain:1.Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).2Benda tersebut dapat
dipindah tangankan haknya kepada pihak lain. 2.jaminan khusus,Pelunasan hutang dengan jaminan khusus
merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
Gadai, Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu
barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu
hutang. Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut
lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di
keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat Gadai:1.Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.2.Gadai
bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan
sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.3.Adanya sifat kebendaan.4.Syarat inbezitz telling, artinya
benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada
pemegang gadai.5.Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.6.Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).7.Hak
gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian
dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud
maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang
yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op
naam) serta hak paten.
Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung :Pemegang
gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop).
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada
debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.1.Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan
ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai2.Pemegang gadai
mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah
hutang dan bunga). 3.Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang
lain.4.Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya
barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
5.Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk
mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni :1.Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.2.Mempunyai sifat zaaksgevolg
(droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut
berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .3.Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de
preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.4.Obyeknya benda-benda tetap.
Hak tanggungan: Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan
merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu
kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai
berikut:1.Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya. 2.Hak tanggungan tetap
mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de
suite). 3.Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan
kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan 4.Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda
yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut
:Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang). Benda tersebut dapat dipindah tangankan
haknya kepada pihak lain.Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang. Tanah-tanah tersebut

sudah terdaftar dalam daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang
pendaftaran.
Obyek hak tanggungan yakni: 1.Hak milik (HM). 2.Hak guna usaha ( HGU).Rumah susun berikut tanah hak
bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS). Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4 undang-undang no 4 tahun 1996.
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu
perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda
bergerak milik debitor kepada kreditur.Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai
sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan
secara constitutum possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada
orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia
(kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya UndangUndang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga
kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang
diberikan dalam bentuk fidusia.
Sifat jaminan fidusia yakni :Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir)
dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk
memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan
fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar
maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
atau hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain:1,Benda-benda tersebut tidak dapat
dibebani dengan hak tanggungan.2,Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda
bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan
merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan
merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan
oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut: 1,Hapusnya utang
yang dijamin dengan fidusia. 2.Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor. 3.Musnahnya benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia.
HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum di Indonesia:1. campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. 2.Sebagian besar
sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena
aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda
(Nederlandsch-Indie). 3.Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
4.Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi : yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah nusantara.
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua:1Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan
perdata setiap subjek hukum. 2.Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan
haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW.

Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai
UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.1.KEDUDUKAN KUHPERDATA PADA WAKTU SEKARANG:
Bahwa secara yuridis formil kedudukan BW tetap sebagai UU sebab BW tidak pernah di cabut dari kedudukannya
sebagai UU 2.Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai kitab UU hukum perdata yang bulat dan utuh
seperti keadaan semula saat diundangkan 3.Beberapa bagian dari padanya sudah tidak berlaku lagi , baik karena
peraturan baru dalam lapangan perdata maupun karena disingkirkan dan mati oleh putusan-putusan hakim
(yurisprudensi)
Isi KUH Perdata: Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht, memuat hukum perorangan dan hukum
kekeluargaan yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara
lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga,
perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Buku 2 tentang
Benda, memuat hukum benda dan hukum waris yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki
subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi: benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal
dengan berat tertentu)benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud
lainnya selain yang
dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik,
telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan. Buku 3 tentang Perikatan /
Verbintenessenrecht, yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang
perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan)
undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai
acuan.Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari
KUHPer. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs, Yaitu mengatur hak dan kewajiban
subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat
waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Pengertian perikatan: tidak dijumpai KUH Perdata doktrin mencoba memberi pengertian: 1.Hal yang
mengikat antara org yang satu & org yang lain (Abdulkadir M., 2000: 198) 2.Hubungan hukum mengenai harta
kekayaan yang terjadi antara debitur & kreditur 3.Hubungan hukum antara 2 pihak yang menimbulkan hak &
kewajiban atas suatu prestasi (Sudikno Mertokusumo)
Perikatan suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak
kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lain, sedangkan orang lainnya diwajibkan memenuhi
tuntutannya itu
Hubungan hukum tsb minimal 2 pihak, yaitu:1. kreditur (berpiutang) berhak menuntut prestasi 2.debitur
(berhutang) berkewajiban untuk memenuhi prestasi
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1.Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).2.Perikatan yang timbul undang-undang. 3.Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
( zaakwarneming).
Perikatan yang timbul undang-undang:1.Perikatan terjadi karena undang-undang semata 2.Perikatan terjadi
karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Azas-azas dalam hukum perikatan: 1.Asas Kebebasan Berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 2.Asas konsensualisme
artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang
pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam
Pasal 1320 KUHP Perdata.
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya, Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa
yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori: 1.Tidak melakukan apa yang disanggupi
akan dilakukannya 2.Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan 3.Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat 4.Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori 1.Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur
(Ganti Rugi) 2.Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian 3.Peralihan Risiko
Ganti rugi sering diperinci meliputi 3unsur: 1.Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyatanyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak 2.Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor 3.Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang
sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
Hapusnya Perikatan Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata.
cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut: 1.Pembaharuan utang (inovatie)Novasi
adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul
perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.Ada 2 (dua) macam novasi 1.Novasi
obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.2.Novasi subyektif pasif, dimana
debiturnya diganti oleh debitur lain.2.Perjumpaan utang (kompensasi) adalah salah satu cara hapusnya
perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang
lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang
antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah
terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang sebesar
Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan
untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi
undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :-Kedua-duanya berpokok sejumlah
uang atau.-Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan.Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan
ialah barang yang dapat diganti.-Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
3.Pembebasan
utangUndang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan
utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari
debitur.Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya
pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada
debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.Menurut pasal 1439 KUH Perdata
maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat
piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.Dengan pembebasan
utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk
membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal
1442 menentukan:1,pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung
utang,2.pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama,
3.pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
4.Musnahnya barang yang terutangApabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak
dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu keadaan memaksaat au force majeur,
sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut
Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya
asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini
berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan
suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau
kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.5.Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan.Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi
hukum dan dapat dibatalkan.Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang.
Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal
demi hukum.Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak
pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi
pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat
setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang
bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan
menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti
karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan
penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika
terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan.
Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat
dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.

Syarat yang membatalkan Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui
oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi
hapus. Syarat ini disebut syarat batal. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu
dilahirkan.Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain
halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat
batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus.Tetapi akibatnya tidak sama dengan
syarat batal yang bersifat obyektif.Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku
surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Kedaluwarsa Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh
susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang.Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang
ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat
diketahui ada dua macam lampau waktu, yaitu:1.Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu
barang, disebut acquisitive prescription 2.Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari tuntutan, disebut extinctive prescription; Istilah lampau waktu adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam
bahasa belanda verjaring. Ada juga terjemaha lain yaitu daluwarsa. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat
dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.
Pengertian perjanjian, Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW)
Pengertian Perikatan: Menurut Subekti perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau
lebih, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak yang lain tersebut
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan ituMenurut Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa
perjanjin itu adalah suatu peruatan hukum dimana seorarng atau lebih mengingatkan dirinya terhadap seorang
lain atau lebih Menurut R wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut suatu perjanjian diartikan
sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak , dalam mana satu pihak
berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan
pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.A,Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang lain itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal
Syarat Sah Perjanjian Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu:1.sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya 2.cakap untuk membuat perikatan 3.suatu hal tertentu 4.suatu sebab atau causa yang halal.
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Kata sepakat tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan
mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam
persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang
melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai
kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar
sepakat berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
cakap untuk membuat perikatan Para pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini
adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan
orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian.
*Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :1.Orang-orang yang belum dewasa
2.Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 3.Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5
September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang
melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang
tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 BW)
suatu hal tertentuPerjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu
batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan yang dapat

menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari
dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
suatu sebab atau causa yang halal. Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian
dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek.
Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai
subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek
tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
Pasal 1331 (1) KUH Perdata: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Apabila perjanjian yang dilakukan obyek/perihalnya tidak ada atau tidak didasari pada itikad
yang baik, maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam kondisi ini perjanjian dianggap
tidak pernah ada, dan lebih lanjut para pihak tidak memiliki dasar penuntutan di depan hakim. Sedangkan untuk
perjanjian yang tidak memenuhi unsur subyektif seperti perjanjian dibawah paksaan dan atau terdapat pihak
dibawah umur atau dibawah pengawasan, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan (kepada hakim) oleh
pihak yang tidak mampu termasuk wali atau pengampunya. Dengan kata lain, apabila tidak dimintakan pembatalan
maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak. Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas
konsensualisme. Artinya bahwa perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak. Misal: Pada saat terjadi
musyawarah penanganan masalah, pelaku menyatakan bahwa ia akan mengembalikan dana tersebut bulan depan.
Maka, sejak ia menyatakan kesediaannya, sejak itulah perikatan terjadi atau berlaku. Bahkan bila pada saat itu
tidak dilengkapi dengan adanya pernyataan tertulis. Satu persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah
bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau wan prestasi ?
Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu:1. Membayar
kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti-rugi 2.Dilakukan pembatalan perjanjian 3.Peralihan resiko
4.membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim.
Mencari pengakuan akan kelalaian atau wan prestasi tidaklah mudah. Sehingga apabila yang bersangkutan
menyangkal telah dilakukannya wan prestasi dapat dilakukan pembuktian di depan pengadilan. Sebelum kita
melangkah pada proses pembuktian di pengadilan, terdapat langkah-langkah yang dapat kita tempuh yaitu dengan
membuat surat peringatan atau teguran, yang biasa dikenal dengan istilah SOMASI.
Pedoman penting dalam menafsirkan suatu perjanjian:1.Jika kata-kata dalam perjanjian jelas, maka tidak
diperkenankan menyimpangkan dengan penafsiran. 2. Jika mengandung banyak penafsiran, maka harus diselidiki
maksud perjanjian oleh kedua pihak, dari pada memegang teguh arti katakata 3.Jika janji berisi dua pengertian,
maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji dilaksanakan 4.Jika kata-kata mengandung dua pengertian,
maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian 5.Apa yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa
yang menjadi kebiasaan 6. Tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
Akibat Perjanjian Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan
adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa,
sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan
atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
Berakhirnya Perjanjian: Perjanjian berakhir karena :1. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu
tertentu 2. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian 3.para pihak atau undang-undang
menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus.
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245
KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada
kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa
bumi, banjir, lahar dan lain-lain.

S-ar putea să vă placă și