Sunteți pe pagina 1din 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ameloblastoma adalah tumor jinak odontogenik yang pertumbuhanya lambat dan
bersifat invasif lokal. Ameloblastoma ini berasal dari sisa-sisa epitel pada masa pembentukan
gigi. Tumor ini memperlihatkan tanda-tanda sebagai tumor jinak secara histopatologis,
sedangkan secara klinis bersifat agresif dan destruktif. Ameloblastoma dapat tumbuh dari
berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang.
Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah
yang besar. Ameloblastoma memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini
tidak dieksisi secara luas dan hati-hati.1
Dari semua pembengkakan yang terjadi pada rongga mulut, 9% merupakan tumor
odontogenik dan kira-kira 1% dari lesi tersebut merupakan ameloblastoma. Ameloblastoma
terjadi pada maksila sekitar 20% kasus, paling sering terjadi pada region kaninus dan antral.
Ameloblastoma terjadi pada mandibula sekitar 80% kasus. Yang mana 70% terjadi di daerah
molar atau pada ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10% di regio anterior.
Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara dekade empat
dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada pasien yang
berusia antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada predileksi jenis kelamin. Sekitar 10-15%
tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.2
Pasien ameloblastoma dapat dirawat dengan berbagai macam cara. Perawatan
bervariasi mulai dari enukleasi dan kuretase sampai reseksi.3
Pembedahan secara radikal merupakan perawatan yang direkomendasikan untuk
ameloblastoma multikistik yang melibatkan reseksi pada bagian rahang yang terkena tumor
dan mengikutkan sekitar 1 sampai 2 cm dari tulang yang sehat. Perawatan konservatif dengan
kuretase atau enukleasi hanya dilakukan pada perawatan ameloblastoma tipe unikistik.
Kuretase dan enukleasi dapat menghemat waktu, fungsi dan penampilan pasien sedangkan
perawatan secara radikal dapat mengakibatkan kerusakan permanen terhadap regio
maksilofasial.4
Kerugian dari reseksi rahang adalah terjadinya deformitas wajah dan kehilangan
fungsi apabila tidak direkonstruksi dengan tepat.3 Defek pada mendibula dapat dilakukan
rekonstruksi segera atau ditunda. Defek pada maksila dapat diatasi dengan dua cara: yang
pertama dengan bedah apabila defek tidak luas dapat ditutup dengan mukosa bukal dan
palatal, sedangkan defek yang sangat luas atau pasien yang memiliki resiko tinggi melakukan
operasi dapat menggunakan protesa obturator.4

Berdasarkan beberapa literatur, tumor odontogenik menunjukkan adanya variasi


geografi dalam distribusi dan frekuensinya. Beberapa studi dari berbagai belahan dunia yang
berbeda menunjukan adanya perbedaan yang relatif terjadinya tumor odontogenik.6
Hal inilah yang mendorong penulis untuk memberikan laporan kasus mengenai
Ameloblastoma yang ada di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ameloblastoma


Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak
mengalami diferensiasi membentuk enamel. Tumor ini merupakan tumor jinak odontogenik
yang pertumbuhanya lambat, bersifat lokal dan destruktif, sehingga seringkali tidak disadari
oleh pasien sampai ditemukan adanya pembengkakan pada rahang. Sebagian besar dari tumor
ini bersifat jinak. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh Robinson bahwa tumor ini
biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis
jinak dan secara klinis bersifat persisten.1,2
Menurut Reichart dan Philipsen, rata-rata penderita ameloblastoma berusia 40 tahun
dengan perbandingan laki-laki dan wanita adalah 1:1,6.3,4

2.2 Etiologi dan Patogenesis


Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh dari
berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum
diketahui.
Tumor ini dapat berasal dari :

Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis
dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada
perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada
bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata
Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat
pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang
spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi
terbentuknya kista odontogenik
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma.
Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957)
mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista
dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista
odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber
(1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan
dengan epiteluim oral.1,3

2.3 Tipe Ameloblastoma


3

Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik (92%), tipe unikistik (6%), dan tipe ekstraosseus/periferal (2%).1
2.3.1. Tipe solid atau multikistik
Tumor ini tumbuh invasif secara lokal dan memiliki angka rekurensi yang
tinggi. Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tidak ada predileksi
jenis kelamin yang signifikan mengenai jenis kelamin. Tumor ini jarang terjadi pada
anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10
sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada usia
dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula,
paling sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini
terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior. Gambaran klinis yang sering
muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak
dirawat, lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan
parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.2
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain
variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat
bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun
prognosis.4
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor
ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.5 Ameloblastoma tipe
solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5
tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik
harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling
tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk
tipe ini.4

Gambar 1. Adanya Tampilan Multilokular Ameloblastoma besar pada sudut mandibula, dengan
ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka).
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier
Health Sciences; 2006)

2.3.2 Tipe Unikistik


Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.2
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara
klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan
dengan gigi yang tidak erupsi.5
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio
parasimfisis dan anterior maksila. Tipe ini sulit untuk didiagnosa karena pada
umumnya terdiri dari komponen kista. Sebuah variasi yang disebut sebagai
ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan
Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara klinis
enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan angka
rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple
merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih
radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau
keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.4

Gambar 2. Unikistik Ameloblastoma


(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier
Health Sciences; 2006.)

2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus


Periferal ameloblastoma tipe ini sering disebut sebagai ekstraosseus
ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau
mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat
5

gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Tumor ini mungkin muncul
dari sisa-sisa epitel odontogenik dibawah mukosa oral atau dari sel basal epitek
permukaan. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, kaku, pertumbuhan
eksofitik yang biasanya halus atau granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus
ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua
rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini
terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus
dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa
penulis lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada
neoplasma dan tumor ini biasanya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah
eksisi simpel komplit.4,5
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan
tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan
lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan
mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior
harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak
terjadi.

Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)

2.4. Gambaran Histopatologis


Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada
arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara
histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.6
2.4.1 Tipe Folikular

Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal


dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah
lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Tipe folikuler merupakan
tipe tersering dengan gambaran retikulum stelata berada ditengah-tengah pulau-pulau
odontogenik. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu
akan menghasilkan pembentukan kista.6

Gambar 4. Ameloblastoma tipe follikular (www. pathologyOutlines.com)

2.4.2 Tipe Pleksiform


Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang
berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. tipe
pleksiform gambaran histopatologinya menunjukan retikulum stelata terletak diluar
dari odontogenik rest. Stroma terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous
fibrous yang mengalami degenerasi kistik.6

Gambar 5. Ameloblastoma Tipe Pleksiform


Sumber: Acharya, S. J Clin Exp Dent. 2011;3(4):e343-7

2.4.3 Tipe Acanthomatous

Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous


metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. tipe
akantomatosa ini juga terdapat gambaran metaplasia skuamosa yang meluas dan
kadang terjadi pembentukan keratin didalam pulau-pulau sel tumor ini. Kista kecil
terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan
padat.6

Gambar 6. Tipe Acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.4.4 Tipe Sel Granular


Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari
sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan
gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan
periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari
ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini
cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi
bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai
tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.7

Gambar 7. Tipe Sel Granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.4.5 Tipe Sel Basal


Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel
epithelial (basaloid) tumor lebih primitif dan kurang kolumnar (kuboid) dan biasanya
tersusun dalam lembaran-lembaran atau jalinan tipis tanpa retikulum stelata. Tipe
basal ini jarang terjadi dibandingkan tipe lainya.7

Gambar 8. Tipe Sel Basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.5. Gambaran Radiologis


Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi
yang multiokular atau uniokular.6
2.5.1 Multiokular
Merupakan lesi radiolusen yang multilokuler. Lesi ini biasanya digambarkan
memiliki gambaran seperti busa sabun (soap bubble) jika lokulnya besar dan
dikatakan sarang lebah (honey comb appearance) jika lokulnya kecil.1 Ukuran lesi
yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan
yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang
dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.1

Gambar 9. Multiokular Ameloblastoma

(a)

(b)

Gambar 10 (a) Gambaran Ameloblastoma multilokular dengan Panoramik Foto, memperlihatkan kelainan di
regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma pada regio molar rahang bawah .(5)

2.5.2 Uniokular
Pada banyak pasien lesi ini muncul sebagai suatu radiolusensi yang
mengelilingi mahkota M3, yang tidak erupi, batas jelas dengan betuk beraturan atau
tidak. Persentasi kejadianya 5-15% dari seluruh ameloblastoma. Biasanya tidak
tampak adanya karakteristik atau gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi
biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi
lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat
dilihat dari gambaran roentgen.1

10

Gambar 11 Ameloblastoma Tipe Uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-143.)

Gambar 12. (a).Lesi unilokuler di Regio Caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi berada pada lokasi
gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua. (1)

2.6 Diagnosis
2.6.1 Gambaran klinis
Pada ameloblastoma, penampakan klinis yang paling umum adalah adanya
pembesaran tanpa rasa nyeri pada rahang. Perubahanneurosensorik jarang terjadi, meskipun
pada tumor yang besar.Pertumbuhan yang lambat juga merupakan petunjuk, dimana tumor
yang tidak diobati dapat menimbulkan perubahan wajah yang nyata.Terkadang dapat terjadi
maloklusi dental, nyeri dan paresthesia padaarea yang terpengaruh. Peningkatan ukuran lesi

11

dapat menyebabkan asimetri wajah, perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkan
maloklusi, gigi mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas gigi,
dan fraktur patologis. Peningkatan ukuran inidisebabkan karena ekspansi tulang dan invasi
lesi ke dalam jaringan lunak.Paresthesia juga dapat disebabkan akibat ameloblastoma yang
menekan percabangan nervus trigeminal yang berfungsi sebagai saraf sensoris untuk daerah
maksila dan mandibula.6
2.6.2. Radiologis
Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama dalam diagnosis
adalah radiografi panoramik. Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi
berbatas tegas. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas
jelas dan lesi memberi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung sabun. Namun, jika
pembengkakan yang keras dan fixed dengan jaringan yang berdekatan, CT-scan disarankan.
Meskipun dosis radiasi jauh lebih tinggi di CT-scan, perlunya mengidentifikasi kontur lesi,
isinya dan ekstensinya ke dalam, membuatnya lebih dipilih untuk diagnosis. Foto polos tidak
menunjukkan interfaces antara tumor dan soft tissues yang normal, hanya interface antara
tumor dan tulang yang normal yang dapat dilihat. Aksial viewdalam gambar CT-scan dengan
kontras dan koronal juga aksial viewdalam magnetic resonance imaging (MRI) jelas
menunjukkan kedua jenis interface. Meskipun tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI
dan CT untuk mendeteksi komponen kistik tumor, untuk memvisualisasikan proyeksi papiler
ke dalam rongga kistik, MRI sedikit lebih unggul. MRI sangat penting untuk mengetahui
gambaran yang tepat dari suatu ameloblastoma maksilaris yang advanced dan dengan
demikian dapat menentukan prognosis dari operasi.6

2.6.3 Pemeriksaan patologi anatomi


i.

Insisi Biopsi

Insisi biops idiindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan untuk lesi besar
yang berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan. Dengan insisi biopsi karakteristik
dari suatu neoplasma dapa tditentukan dengan baik, seperti diferensasi dan kemampuan
invasi.Teknik insisi biopsi meliputi anestesi lokal terlebih dahulu, kemudian bagian wedgeshaped dari bagian yang paling reprentatif dari lesi diambil,umumnya dari perifer lesi yang
meluas ke jaringan normal.14
12

ii.

Fine-Needle Aspiration Biopsi (FNAB)

Merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau yang terletaklebih dalam
lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai dalam menentukan sifat massa pada kelenjar saliva
dan leher.13.
2.11 Differential Diagnosis
Dapat di diangnosis banding dengan Kista dentigerus, kista primordial, odontogenik
keratosis, odontogenik myxoma atau ossifying fibroma. Ameloblastoma unilokular kecil yang
terletak di sekitar mahkota gigiyang tidak erupsi seringkali tidak dapat dibedakan dengan
kista dentigerous.Karena tampakan septum tulang di dalam tumor penting untuk
identifikasiameloblastoma, tipe lesi lainnya yang juga memiliki septum tulang interna(seperti
odontogenik keratosis, giant cell granuloma, odontogenik myxoma,dan ossifying fibroma)
dapat memiliki tampakan yang mirip.Odontogenik keratosis dapat memiliki septum yang
berkurva tetapibiasanya keratosis cenderung tumbuh di sepanjang tulang tanpa ekspansiyang
jelas, yang merupakan karakeristik ameloblastoma.7
Giant cell granuloma umumnya terjadi di bagian anterior dari gigi-gigimolar, terjadi
pada kelompok usia yang lebih muda, dan memiliki septumyang lebih granular dan kurang
jelas.Odontogenik myxoma dapat memiliki tampakan septum yang serupa,namun biasanya
terdapat 1 atau 2 septum yang tipis, tajam, dan lurus yang merupakan karakteristik myxoma.
Adanya 1 septum dengan karakteristik tersebut saja sudah mengindikasikan sebuah myxoma.
Selain itu myxomatidak seekspansif ameloblastoma dan cenderung tumbuh di sepanjang
tulang.Septum pada ossifying fibroma biasanya lebar, granular, dan berbataskurang jelas.
Selain itu terdapat trabekula kecil yang irregular. 7

2.12 Komplikasi
Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang tulang/jaringan
yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ penting pada daerah wajah
dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan tingkat tumor secara akurat.7
Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi rahang dan kesulitan
menelan makanan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat menyebabkan hipoproteinemi.
Pasien juga berisiko perdarahan karena ulserasi dan dapat menunjukkan gejala anemia.2

13

Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada ameloblastoma


kistik yang besar: dinding kista bertindak sebagai membran semipermeabel; dan kebocoran
cairan intrakistik secara langsung melalui lubang pada dinding kista. Beberapa penulis
mengemukakan bahwa kista odontogenik berkualitas membran semipermeabel dan memiliki
kemampuan untuk mentransfer protein secara positif. Kadar albumin cairan kista
odontogenik hampir sama dengan serum albumin. Hal ini mungkin berdasarkan berat
molekul albumin yang lebih kecil dari globulin; sehingga mudah berpindah melalui
membran. Ameloblastoma bersifat odontogenik juga dan formasi kista sering ditemukan pada
pasien dengan kelainan tersebut. Dalam kondisi ini, mungkin protein diserap melalui dinding
kista dan ditransfer ke dalam rongga kista. 2

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang
luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini
radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi,
bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali
(follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun
pertama pasca operasi.3
Penatalaksanaan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy. Kemungkinan untuk
terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara
berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Rad iasi pasca operasi ditujukan untuk
mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan secara rutin.8
Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat
tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi Andra
(1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium mempunyai efek dalam
menghambat pertumbuhan lesi ini.9
Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma yang kecil,
sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun reseksi sebagian untuk
kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang pertama kali melakukan operasi
kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik untuk mengobati pasien. Byars dan Sarnat
(1945) menyimpulkan bahwa ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi
dengan panas atau bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit
tulang yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus
ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91% jika
dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi (18 kasus).5
14

Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma


antara lain:

2.6.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder (1950)
pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling
tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat
dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin
memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi
oleh sel tumor.5
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadangkadang
tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus
dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang.
Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah
biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah
tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan,
perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.9
2.6.2 Cryosurgery
Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan temperatur dingin
yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan alat yang mengandung nitrogen
cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk mengeliminasisel-sel yang abnormal.11
Efek pendinginan yang ekstrem: konsentrasi cairan intraseluler meningkat, kadar air
intraseluler berkurang, sel mengkerut, membran sel rusak, terbentuk kristal es di intraseluler
maupun di ekstraseluler.11
Aparatus terdiri atas sebuah kontainer yang terisi dengan gas cairbertekanan tinggi.
Gas cair dapat berupa gas nitrogen dengan temperatur-1960C; atau gas karbondioksida, gas
N2O2, dan gas freon dengan suhu yangberkisar antara -200C sampai -900C. Probe terhubung
dengan kontainermelalui tabung. Probe diarahkan ke jaringan abnormal. Waktu
yangdibutuhkan untuk merusak jaringan abnormal tergantung dengan suhu,ukuran lesi, dan
tipe jaringan.11

2.6.3 Eksisi Blok


15

Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian


tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabila
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua
bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah
tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher
panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen
tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa
merusak border tulang. Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan
untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor
saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor
dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah

Gambar 2.22 Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V. Mosby
Company,1969: 993)

2.6.4 Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin
saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus
dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke
regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan
perubahan bentuk wajah yang dinamakan Andy Gump Deformity.10
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal
(bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah.11
16

Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu.
Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar inchi dibawah border
bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai
mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi
pendarahan karena adanya neurovascular.
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi
mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal
di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula
terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior,
depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan
dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang
yang mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang cukup.12
Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk
menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas
dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk
digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara
vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi
temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan
membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah
hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan
langsung.10

Gambar 2.23 Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral andMaxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).

Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi


mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongandilakukan secara vertikal di daerah

17

mentum. Hal ini akan memisahkanmandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari otot
yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan
platisma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa
oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi
dengan margin yang cukup. Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk
pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian
itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk
digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara vertikal.
Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi temporalis dan
otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindaridengan membiarkan kondilus dan
prosessus koronoid berada tetap in situ.Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka
intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung.9

Gambar 2.24 Tipe Umum dari Reseksi Mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa pembuangan
kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992:
244)

2.6.5. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir
melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital
menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan
ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan oscillating saw dari
lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa
lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan
pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang
menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting
Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing
kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.10
18

Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat membantu ahli
prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam dihaluskan.
Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral defek yang akan
menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka. Flap yang ada pada mukosa
dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft kemudian dijahit ke tepi luka, lebih
baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan
bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan packing iodoform gauze yang
diisi benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi.
Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi direline dengan soft denture reliner
sehingga dapat mendukung packing dan menutup defek. Obturator dapat dipasangkan ke
gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian
dikembalikan dan menutup lapisan.10

2.7 Rekontruksi pasca bedah


2.7.1 Pemakaian protesa obturator
Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standard
setelah dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free
flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan
psikologis pasien.
Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara, fungsi
pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan membangun kembali
proyeksi midfacial.13
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase
masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung kesembuhan
pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator interim, dan
obturator definitif.13
a. Obturator Bedah
Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana
dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing,
mencegah kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan
memungkinkan pasien untuk berbicara dan menelan selama periode
postoperasi inisial.11 Protesa ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10
hari.13
b. Obturator Interim
Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan
penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa
interim ini secara periodik akan direadaptasi dan direline kembali untuk
menyesuaikan terhadap perubahan dimensional selama proses
penyembuhan jaringan defek. Proses ini akan meningkatkan kenyamanan
dan fungsional pasien.21 Tujuan dari obturator ini adalah mengembalikan
19

fungsi bicara dengan mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan


digunakan sekitar dua sampai enam bulan.13
c. Obturator Defenitif
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan
kontraksi telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur
jaringan stabil memerlukan penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi
atau penyesuaian terhadap bagian perifer protesa.13
2.7.2 Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan
lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses
patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan
mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak.
Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak
fmembutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan
menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk
melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.12
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk
mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang
autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi
mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium
apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari
semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO Plates
(Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp
plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat, kehilangan
sekrup, dan fraktur plat.12
Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:

Tidak membutuhkan donor


Pengeluaran
Kontur yang baik
Kemampuan untuk membentuk kondilus

20

BAB III
LAPORAN KASUS

I.

Identitas
Nama : Tn. Runauld S E Abrahams
Umur : 52 Tahun, 5 Bulan, 3 hari
Alamat : Jl. Pr. Kayadog
Pekerjaan : Wiraswasta

II.

Anamnesis
Keluhan utama: Benjolan di Rahang Bawah sebelah kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan benjolan di rahang bawah sebelah kiri dialami
sejak 2 tahun yang lalu (sejak tahun 2013), awalnya benjolan sebesar biji jagung
namun semakin lama benjolan dirasakan semakin membesar hingga saat ini
sebesar bola tenis, benjolan dirasakan tidak nyeri. Pasien riwayat dilakukan
operasi pengangkatan benjolan di RS Wahidin pada bulan februari tahun 2014,
dengan hasil PA ameloblastik carsinoma. Setelah operasi pasien menjalani
kemoterapi sebanyak 6 kali di RS UNHAS. Sejak 10 bulan setelah operasi
pertama yaitu bulan Desember 2014 benjolan dirasakan muncul kembali,
kemudian bulan Februari 2015 dilakukan pengangkatan benjolan kembali di RS
Wahidin dan dilanjutkan dengan pengobatan kemoterapi sebanyak 4 kali. Saat ini
pasien dilakukan operasi potong flap dan direncanakan untuk dilakukan
kemoterapi sebanyak 2 kali. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus per
hari.
Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit DM disangkal,
Riwayat penyakit keluarga: disangkal
21

III.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kepala : mesocephal kesan normal
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax:
I: Tampak datar, tidak tampak massa tumor, retraksi subkosta (-), dada kanan dan
kiri simetris
P: vokal fremitus kanan=kiri, ictus cordis teraba pada ICS V garuis midaclavicula,
kuat angkat
P: sonor, batas jantung normal
Au: suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen:
I: Tampak datar, darm contour (-), darm steifung (-), massa tumor (-)
A: Bising usus 8x permenit, borborigmi (-), metalic sound (-)
P: Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P: Timpani (+)
Status Lokalis
Regio Colli :
I: tampak benjoan (+), berwarna merah kehitaman, berbenjol-benjol, krusta (-),
pus (-)
P: teraba massa tumor ukuran 10 cm x 10 cm perabaan keras, terfixir (+),
berbenjol-benjol dan sulit digerakkan dari dasarnya.

IV.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
HB

9.3 (g/dL)

Leukosit 0.7 (103 / uL)


HCT

28.0 (%)

PLT

127 (103 / uL)

CT

7.00 (menit)

BT

2.00 (menit)

PT

10.6 (detik)

INR

1.03
22

APTT

26.4 (detik)

GDS

89 (mg/dl)

Ureum

26 (mg/dl)

Kreatinin 0.50 (mg/dl)


SGOT

17 (U/L)

SGPT

14 (U/L)

HBs Ag

Non Reactive

Anti HCV Non Reactive


Elektrolit
Natrium

137 (mmol/l)

Kalium

3.1 (mmol/l)

Klorida

98 (mmol/l)

b. Pemeriksaan Radiologis

23

V.

Diagnosa
Ameloblastoma
Prognosa : dubia

VI.

Terapi

24

25

Pembahasan
Pada kasus ini pasien menderita ameloblastoma pada daerah korpus mandibula kiri,
dimana untuk kasus ameloblastoma 80% semua kasus ameloblastoma terjadi pada daerah
tersebut.
Gambaran klinis pada pasien ini menunjukkan adanya benjolan pada mandibula sejak
2 tahun yang lalu, tidak dirasakan sakit, terdapat pembesaran mandibula di sebelah kiri dari
anterior sampai posterior di sisi lateral di bagian bukal, sisa lingual tidak ada, permukaan
rata, tidak ada nyeri tekan, hal ini menunjukkan kesamaan dengan gambaran klinis
ameloblastoma secara umum yaitu tidak adanya keluhan pada tahap awal, karena tumor ini
jarang terdiagnosis secara dini.
Pembengkakan dengan berbagai ukuran dapat menyebabkan deformitas wajah, warna
sama dengan jaringan sekitarnya, konsistensi bervariasi (ada yang keras dan kadang ada
bagian yang lunak), berbatas tegas, terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual. Hasil
pemeriksaan biopsi patologi anatomi pada kasus ini adalah ameloblastoma unicystic tipe
folikular. Perawatan yang akan dilakukan harus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
yaitu sifat dan potensi tumor, karakteristik pertumbuhan, letak anatomi munculnya tumor,
perluasan klinis, ukuran tumor dan penilaian histopatologis dari lesi spesifik. Miloro juga
berpendapat untuk ameloblastoma yang besar, meskipun unicystic penanganan terbaik adalah
dengan melakukan reseksi.
Diagnosis pada kasus ini adalah ameloblastoma unicystic tipe folikular yang berada di
korpus sampai mendekati angulus, menyeberangi garis tengah, berukuran 10 x 10 cm,
menjadikan reseksi merupakan penanganan yang terbaik. Reseksi yang dilakukan disini
adalah reseksi segmental mandibula sinistra. Reseksi segmental mandibula adalah
pengambilan sebagian tulang mandibula dimana kontinuitas tulang mandibula tidak
dipertahankan.
Kondisi pasien pasca operasi relatif stabil dengan perdarahan 24 jam pertama hanya
20 cc. Pasien merasakan sulit saat menelan, hal ini mungkin disebabkan iritasi endotracheal
tube di daerah faring, origomusculus penunjang gerak lidah yang berubah juga menimbulkan
rasa tidak nyaman pada pasien, rasa sakit pasca operasi atau efek psikologis pasien. Diet cair
direkomendasikan pada pasien ini untuk membantu penelanan dan tidak perlu pengunyahan
26

disamping juga memberikan dorongan dan motivasi supaya menambah asupan diet cair lain
yang bervariasi.
Hari ketiga pasca operasi terlihat kondisi intraoral baik, tidak ada dehisiensi, tidak ada
perdarahan, kebersihan mulut tampak harus ditingkatkan. Pasien dirawat inap selama 7 hari
selanjutnya dilakukan kontrol dan observasi berkala di poliklinik bedah tumor RSUP Wahidin
Sudirohusodo. Direncanakan 10 hari, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun pasca
operasi utnuk mengevaluasi rekurensi dan keluhan pasien. Pada bulan ke-6, jika kondisi baik
akan dikonsulkan ke TS Dokter Spesialis Prostodonsia untuk membuat gigi tiruan rahang
bawah.

27

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari
sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari
berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar
dan tulang. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat
menyebabkan deformitas wajah yang besar. Ameloblastoma memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini tidak dieksisi secara luas dan hatihati.1
Pasien ameloblastoma dapat dirawat dengan berbagai macam cara.
Perawatan bervariasi mulai dari enukleasi dan kuretase sampai reseksi.3
Pembedahan secara radikal merupakan perawatan yang direkomendasikan
untuk ameloblastoma multikistik yang melibatkan reseksi pada bagian rahang
yang terkena tumor dan mengikutkan sekitar 1 sampai 2 cm dari tulang yang
sehat. Perawatan konservatif dengan kuretase atau enukleasi hanya dilakukan pada
perawatan ameloblastoma tipe unikistik. Kuretase dan enukleasi dapat menghemat
waktu, fungsi dan penampilan pasien sedangkan perawatan secara radikal dapat
mengakibatkan kerusakan permanen terhadap regio maksilofasial.4

4.2 Saran
Disarankan melakukan penelitian lanjutan mengenai Ameloblastoma ini
baik berupa prevalensi maupun penelitian berupa laporan kasus yang lebih
kompleks agar para pembaca dapat memahami secara mendalam mengenai kasus
ameloblastoma dan dapat membedakan kasus ini dengan yang diagnosa yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
28

1. Gorlin, RJ, Goldman HM. Thomas Oral Pathology. 6 th ed. Vol.1. St. Louis: The CV
Mosby Co; p. 481-500.
2. Regezi, Joseph A, Sciubba, James J, Jordan, Richard CK. Oral Pathology, Clinical
Pathology Correlation. 4th ed. USA: W.B. Saunders Co; 2003: p. 267-74, 284-6.
3. Soamers, JV, Southam JC. Oral Pathology. 2nd ed. USA: Oxford University Press Inc;
1993: p.263-6.
4. Ritchie, AC. Boyds Text Book of Pathology. 9 th ed. UK: Lea & Febiger Ltd; 1990:
p.982-3.
5. Tjiptono TP, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu Bedah Mulut. Edisi 3, Medan:
Percetakan Cahaya Sukma. 1989 : 145 6. 258 9.
6. Ernawati MG. Hubungan gigi Impaksi Dengan Ameloblastoma. KPPIKG X. FKG UI.
Jakarta, Oktober 1994 : 29 32.
7. Archer WH. Oral dan Maxillofacial Surgery. Vol I; 5th ed. Philadelpia : W B.
Saunders Co. 1975 : 273, 735 9.
8. Cheraskin E, Langley LL. Dynamic of Oral Diagnosis. 1st ed. Chicago : The Year
Book Publisher Inc. 1956 : 119 22.
9. Harahap S. Gigi Impaksi, Hubungannya dengan Kista dan Ameloblastoma. Dentika
Dental Journal. Vol 6. No. 1. FKG USU. Medan, 2001 : 212 6.
10. Kissane, JM. Andersons Pathology. 8th ed. Vol. 2. Saint Lois: The CV Mosby Co;
1985 : p. 1025.
11. Eversole, LR. Clinical Outline of Oral Pathology Diagnosis and Treatment. 3 th ed.
USA: Leaand Febiger; 1992: p.120, 256, 267-8.
12. Laskin, DM. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol.2. saint Lois:The CV Mosby
Company; 1985: p.625-50, 667-70.
13. Kruger, GO. Text Book of Oral Surgery. 4th ed. Saint Lois: The CV Mosby Co; 1974:
p. 568-70.
14. Pharoah, White. Oral Radiology, Principles and Interpretation. 5 th ed. India: Mosby;
2000: p.419-22.

29

30

31

S-ar putea să vă placă și