Sunteți pe pagina 1din 12

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbilalaamiin, puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT, karena atas berkat limpahan rahmat, karunia dan hidayahNya-lah kami dapat
menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan Plasenta Previa
Selain bertujuan untuk memenuhi tugas, makalah ini juga disusun dengan maksud agar
pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang bagaiamana teori tentang plasenta
previa serta asuhan kebidanannya .
Kami juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dosen pembimbing
yang telah membimbing kami. Tak lupa pula ucapan terima kasih kami sampaikan rekanrekan yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Kritik dan saran selalu kami harapkan demi penyempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar , September 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Sedangkan pada
keadaan normal letak plasenta ada di bagian atas uterus.
Frekuensi plasenta previa pada primi gravida yang berumur > 35 tahun kira-kira
10 kali lebih sering dibandingkan dengan primi gravida yang berumur < 25 tahun. Pada
grande multipara yang berumur > 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan
dengan grande multipara yang berumur < 25 tahun, frekuensi plasenta previa pada primi
gravida yang berumur > 35 tahun kira-kira 2 kali lebih besar dibandingkan dengan primi
gravida yang berumur < 25 tahun pada para 3 atau lebih yang berumur < 25 tahun. Selain
menutupi jalan lahir, plasenta previa juga dapat mengakibatkan antepartum bleeding yang
dapat membahayakan ibu dan janin. Adapun etiologi dari plasenta previa itu sendiri tidak
selalu jelas dapat diterangkan, bahwasannya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
atrofi pada desidua akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta previa
tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk
sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi. Pemeriksaan yang akurat adalah
dengan USG karena tidak menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin dan hasilnya sangat
akurat. Penanganan plasenta previa dengan penanganan konservatif, partus pervaginam
dan seksio sesarea.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Menurut Sarwono Prawiroharjo (2009), plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi
seluruh atau sebagian ostium uteri internum. Sejalan dengan sejalan dengan
bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal
memungkinkan plasenta yang berimplementasi pada segmen bawah rahim ikut
berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi.
2. Plasenta yang berimplementasi diatas atau mendekati ostium servis internal
terdapat 4 macam plasenta previa berdasarkan lokasinya yaitu.
a.
b.
c.
d.

Plasenta previa totalis ostium internal ditutupi seluruhnya oleh plasenta


Plasenta previa partialis ostium internal di tutupi oleh sebagian plasenta
Plasenta previa marginalis tepi plasenta terletak ditepi ostium internal
Plasenta previa letak rendah plasenta berimplementasi disegmen bawah uterus
sehingga tepi plasenta terletak dekat dengan ostium.

3. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi paada tempat


abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalanlahir (osti um uteri internal). ( Mochtar, 1998 : 269 )
4. Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal yaitu segmen bawah uterus
sehingga dapat mnutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. (Mansjoer,
1999: 276)
5. Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di
bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan
perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
6. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(FKUI, 2000).

B. Klasifikasi
1. Menurut harry Oxorn & william R. Forte, (2010)
a. Berdasarkan luasnya

Totalis : seluruh plasenta melekat pada miyometrium


Partial : ada satu atau lebih cotyletdon atau sebagian cotyledon yang

melekat.
b. Berdasarkan salamnya
Accreta : plasenta melekat pada miometrium. Tidak ada garis pembelahan.
Increta : vili chorialis menembus otot uterus tapi tidak pada keseluruhan

sebelahnya.
Percreta : vili chorialis menembus dinding uterus dan dapat menimbulkan
perforasi lapisan serosa dapat terjadi ruptur uteri. Pernah dilaporkan kausu
vili khorealis tumbuh menembus dinding vesika urinaria sehingga

menyebabkan hemeturia yang nyata.


2. Menurut Sarwono Prawiroharjo, (2010)
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.

Gambar 1 : Plasenta Previa Total

2. Plasenta previa parsial adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium


uteri internum.

Gambar 2 : Plasenta Previa Partial


3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir osteum uteri internum.

Gambar 3 : Plasenta Previa Marginal


C. Etiologi
Menurut harry Oxorn & william R. Forte, (2010)
1. Faktor maternal
a. Gravida berusia lanjut
b. Multiparitas placenta anccreta jarang dijumpai diantara
primigravida
2. Faktor-faktor uterus
a. Bekas sectio caesaria. Sering plasenta tertanam dalam jaringan
cicatrix uterus.
b. Bekas pembedahan uterus.
c. Bekas curettage uterus yang terutama setelah kehamilan atau
abortus.
d. Bekas pengeluaran plasenta secara manual
e. Bekas endometritis.
3. Faktor-faktor plasenta

a. Plasenta previa
b. Implantasi cornual
D. Patofisiologi
Menurut Prawirohardjo (2009) pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya
pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai
terbentuknya segmen bawah rahim, tampak plasenta akan mengalami pelepasan.
Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal, yaitu bagian
dari desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta. Demikain pula pada serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) dan bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus
dari plasenta. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada
plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan
ditempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim
dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhanti karena ada pembekuan kecuali
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama , oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu berlangsung progesif dan bertahap , maka laserasi baru akan akan
mengulang terjadinya perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah akan keluar berwarna merah segar tanpa rasa
nyeri (pain less) .
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau

letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu

mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tapi cenderung
lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga jaga hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30
minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan pada 34 minggu ke
atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir

ke luar rahim dan tidak terbentuk hematoma

retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin

ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada
plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bahwa rahim yang
tipis mudah di invasi oleh pertumbuhan dari trofoblas , akibatnya plasenta melekat
lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang perkembangan vilinya bisa sampai menembus ke buli
buli dan per rektu bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang pernah bedah sesar. Bawah rahim dan serviks yang rampuh
mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi
ini berpotensi

meningkatakan perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa,

misalnya pada kala 3 karena plasenta sukar terlepas yang sempurna atau setelah uri
lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi .
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak umur kehamilan 20
minggu, saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Umumnya terjadi pada trimester 3 karena segmen bawah uterus lebih banyak
mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik
menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat di hindarkan
karena ketidak mampuan serabut otot

segmen bawah uterus untuk berkontraksi

seperti pada plasenta letak normal. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum perdarahanyerjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah
rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru terjadi
pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Berhubung tempat perdarahan terletak
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar
rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Dalam keadaan normal, desidua basalais terletak diantara miometrium dan
plesenta. Lempeng pembelahan bagi pemisahan plasenta berada dalam lapisan desidua
basalis yang mirip spons. Pada plasenta ancreta, desidua basalis tidak ada sebagian
atau seluruhnya sehingga plasenta melekat langsung pada miometrium. Vili tersebut
bisa tetap superfisial pada otot uterus atau dapan menembus lebih dalam. Keadaan ini
bukan terjadi karena sifat invasif tropoblast yang abnormal melainkan karena adanya
efek pada desidua pada daerah superfisial miometrium tumbuh sejumlah besar seluruh

vena dibawah plasenta. Ruptur sinus-sinus ini yang terjadi ketika plasenta dikeluarkan
secara paksa akan menimbulkan pendarahan dalam jumlah yang banyak.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Sarwono Prawirohardjo ciri yang menonjol pada plasenta previa
adalah perdarahan uterus yang keluar dari vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan
biasanya terjadi pada akhir trimester kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung
tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahn kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang
jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi
perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah
perdarahan baru terjadi pada awal mulai persalinan perdarahan bisa sedikit sampai
banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahn diperhebat berhubung segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian,
perdarahan bisa berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan bisa juga
bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih
rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya
pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retentio plasenta sebagai
komplikasi plasenta ancreta .
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sehingga ditemui bagian bawah janin masih tinggi diatas simphisis dengan letak janin
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa
nyeri dan perut tidak tegang.
1. Kehamilan
a. Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal.
b. Insiden perdarahan antepartum meningkat tapi keadaan ini menyertai keadaan
plasenta previa.
c. Terjadi persalinan prematur tetapi hanya jika ditimbulkan oleh perdarahan.
d. Kadang terjadi ruptur uteri.
2. Persalinan Kala Satu dan Dua.
a. Hampir pada semua kasus ini proses ini berjalan normal
3. Kala Tiga Persalinan.
a. Retentio plasenta menjadi ciri utama.
b. Perdarahan post partum. Jumlah perdarahan tergantung pada derajat perlekatan
plasenta. Pada plasenta ancreta totalis tidak terdapat perdarahan. Pada jenis
parsial perdarahan terjadi dari pembuluh uterina yang ada dibawah daerah
terlepasnya plasenta. Segmen bagian yang masih melekat menghalangi reaksi

uterus yang sempurna. Acapkali pendarahan ditimbulkan oleh dokter


kebidanan ketika ia mencoba mengeluarkan plasenta secara manual.
c. Komplikasi yang serius tapi jarang dijumpai adalah invertio uteri. Keadaan ini
dapat terjadi secara spontan tapi biasanya diakibatkan oleh usaha yang
mengeluarkan plasenta.
d. Ruptur uterus bisa terjadi pada saat berusaha mengeluarkan plasenta.
4. Mekanisme Perdarahan
Gambaran skematis berikutnya menunjukkan bagaimana perdarahan pada
plasenta previa dapat terjadi. Karena sirkulasi retroplasentanya tetap berada di
pembukaan serviks. Setiap gerakan yang akan membentuk segmen bawah rahim pada
trimester ketiga yang menimbulkan pergeseran antara plasenta dan timbulnya
pembukaan kanalis servikalis, maka terjadi perdarahan yang bentuknya bervariasi.
Pembentukan segmen bawah rahim ini terjadi alami dan tidak sakit, oleh karena itu
ciri khas perdarahan plasenta previa adalah tidak sakit. Dari gambar skematis ini
jelas bahwa tidak boleh melakukan pemeriksaan dalam untuk menegakkan diagnosis
kecuali dilakukan dikamar oprasi menejelang tindakan. Dengan demikian pada setiap
perdarahan antepartum trimester ketiga, bidan tidak boleh melakukan pemeriksaan
dalam karena akan merusak keseimbangan bekuan darah dan akan menimbulkan
perdarahan baru.
F. Diagnosa
1. Anamnesis Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multi gravida, banyaknya perdarahan
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
2. Pemeriksaan luar Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas
panggul mengelak kesamping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
3.

panggul.
Pemeriksaan Inspekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri

eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.


4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara
tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi.
Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri.

5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan


implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5
cm disebut plasenta letak rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu
melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada
perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak
dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
g. Penanganan
Setiap perempuan hamil yang mengalami pendarahan dalam trimester
kedua atau ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat
baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan
Rh. Jika Rh negatif RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah
mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata pendarahan tidak banyak dan
berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan pulang
dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah
mendapatkan konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera
kembali kerumah sakit. Bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatanya tidak
mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak ada keberatan pada pasien
dirawat dirumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat diberikan sesuai dengan hasil
penelitian yang mendapatkan tidak ada perbedaan pada morbiditas ibu dan janin
bila pada masing-masing kelompok diberikan rawat inap atau rawat inap. Pada
kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroit dalam perawatan antenatal
untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang
stres serta biaya dapat ditekan rawat inap. Kembali diberlakukan bila keadaan
kembali serius. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi psikologi
perempuan hamil yang memperhatikan seolah keadaan klinis dengan tanda-tanda
vital dan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak
mencerminkan keadaannya yang sejati. Jika perdarahan terjadi pada trimester
kedua perlu diperhatikan karna perdarahan ulang biasanya lebih banyak. Jaka ada
gejala hipofolemia seperti hipotensi dan takikardi pasien tersebut mungkin telah
mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat dari pada penampakannya
secara klinis. Tranfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam perawatan diluar rumah sakit
hubungan suami istri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah

pemeriksaan USG ulangan, dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperhatikan


ada migrasi plasenta yang menjauhi ostium uteri internum. Bila hasil USG tidak
demikian, pasien tetap dinasihati untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan
merawat ketempat jauh tidak dibenarkan sebagai antisipasi terhadap pendarahan
ulang sewaktu-waktu. Selama rawat inap mungkin perlu diberikan transfusi darah
dan terhadap pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi
kesehatan maternal yang ketat berhubung tidak bisa diramalkan pada pasien mana
dan bilamana perdarahan ulang akan terjadi. Pendarahan pada plasenta previa
berasal dari ibu karenakan keadaan janin tidak sampai membahayakan. Pasien
dengan plasenta previa dilaporkan beresiko tinggi untuk mengalami solusio
plasenta (rate ratio 13,8), sectio secaria (rate ratio 3,9), kelainan letak janin (rate
ratio 2,8), dan pendarahan pasca salin (rate ratio 1,7), sebelum laporan
menganjurkan pemeriksaan maternal serum alfa vetoprotein (MSAFP) dalam
trimester kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan
ketat. Bila kadar MSAFP naik tinggi lebih dari dua kali median (2.0 multi plus of
the median) pasien tersebut mempunyai peluang 50% memerlukan perawatan
rumah sakit karena perdarahan sebelum kehamilan 30 minggu, harus dilahirkan
prematur sebelum 34 minggu hamil, dan harus dilahirkan atas indikasi hipertensi
dalam kehamilan sebelum kehamilan sebelum 34 minggu. Pada lebih kurang 20%
pasien dengan solusio plasenta datang dengan tanda his. Dalam keadaan janin
masih prematur dopertimbangkan diberikan sulfas magnesikus untuk menekan his
untuk sementara waktu sembari memberi steroit untuk mempercepat pematangan
paru janin. Tokolitik lain seperti betamimetics, calsium chanel blocker tidak
dipilih berhubung pengaruh samping bradikardi dan hipotensi pada ibu. Demikian
juga dengan endometasim tidak diberikan berhubung mempercepat penutupan
ductus arteriosus. Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat
dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam kedaan
yang serius, cukup alasan untuk merawatnya sampai melahirkan. Serangan
perdarahan ulang yang banyak bisa saja terjadi sekalipun pasien diistirahatkan
baringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang banyak perlu
dilakukan terminasi, bila keadaan janin viabel. Bila pendarahanya tidak sampai
demikian banyak pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu. Dan bila
pada amniosintesis menunjukan paru janin telah matang, terminasi dapat
dilakukan dan jika perlu melalui sectio secaria.

Pada pasien yang pernah sectio secaria perlu ditliti dengan USG, color
doppler, atau MRI untuk melihat adanya plasenta ancretta, increata atau pancreta.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan baik oleh mereka yang ahli dan
berpengalaman. Dengan USG dapat dilihat demarkasi antara lapisan nitabuch
dengan desidua basalis yang terputus. Dengan color doppler terlihat adanya
turbulensi dialiran darah dalam plasenta yang meluas kejaringan sekitarnya.
Dengan MRI dapat diperlihatkan perluasan jaringan plasenta kedalam
miometrium (plasenta inkreta dan pankreta) apabila diagnosa belum pasti atau
tidak terdapat fasilitas USG transvaginal atau terduga plasenta previa marginalis
atau plasenta previa partial dilakukan double set-up examination. Bila inpartu
ataupun sebelumnya bila perlu. Pasien dengan semua klasifikasi dengan plasenta
previa dalam trimester ketiga yang dideteksi dengan USG transvaginal belum ada
pembukaan pada serviks persalinannya dilakukan melalui sectio secaria. Di
lakukan apabila ada pendarahan banyak yang menhawatirkan. Kebanyakan sectio
secaria pada plasenta previa dapat dilaksanakan melalui insisi melintang pada
segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila plasentanya terletak
dibelakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi yang
demikian dapat juga dikerjakan oleh dokter ahli yang cekatan pada plasenta yang
terletak anterior dengan melakukan insisi pada dinding rahim dan plasenta dengan
cepat dan dengan cepat pula mengeluarkan janin dan mejepit tali pusat sebelum
janin sempat mengalami pendarahan (fetal exsanguination) akibat plasenta yang
terpotong. Sectio secaria klasik dengan insisi vertikal pada rahim hanyak
dilakukan bila janin dalam letak lintang atau terdapat varices yang luas pada
segmen bawah rahim. Anastesi regional dapat diberikan dan pengendalian dan
tekanan darah dapat dikendalikan dengan baik ditangan spesialis anastesi.
Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan intra oprasi dengan anastesi
regional tidak sebanyak pendarahan pada pemakaian anastesi umum namun pada
pasien dengan perdarahan berat sebelumnya anastesi umum lebih baik mengingat
anatesi regional, bila menambah berat hipotensi yang biasanya telah ada dan
memblokir respon normal simpatik terhadap hipovolemia.

S-ar putea să vă placă și