Sunteți pe pagina 1din 35

mat, 28 Maret 2014

ASKEP Klien dengan Sistem Integumen


Diposkan oleh meida lestarie di 22.29

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN


STRUKTUR DAN FUNGSI INTEGUMEN
Kulit merupakan jaringan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar yang tidak terujung,
semuanya memiliki potensi untuk terserang penyakit. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
berat kira-kira 15% dari berat badan. Secara mikroskopis struktur kulit terdiri dari tiga lapisan
yaitu:
1. Lapisan epidermis
Lapisan paling atas dari kulit, tidak mengandung pembuluh darah dan syaraf. Sel mendapat
makanan melalui proses difusi dari jaringan dibawahnya. Bagian terluar terdiri dari stratum
korneum, stratum lusidum, stratum granolusum, stratum spinosum, dan stratum basale.
2. Lapisan dermis
a. Pars papilare, bagian yang menonjol ke epidermis. Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh
darah yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis.
b. Pars retikulare, bagian bawah yang menonjol ke arah subkutis. Terdiri atas serabut-serabut
kolagen, elastin, dan retikulin.
3. Lapisan subkutis
Bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu tubuh, dan tempat penyimpanan
energi.
Fungsi Kulit
a. Fungsi proteksi
Melindungi tubuh dari trauma, benteng pertahanan terhadap gangguan kimiawi bakteri, virus,
dan jamur.
b. Fungsi absorpsi
Sifat permiabel-selektif, kulit menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut
dalam lemak, sedangkan air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit.
c. Fungsi ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan sisa metabolisme dalam bentuk sebum dan keringat. Sebum dan
keringat dapat merangsang pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit.
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis yang peka terhadap
rangsangan panas , dingin, rabaan,dan tekanan.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kemampuan vasokonstriksi pada suhu dingin sehingga meningkatkan suhu tubuh,


kemampuan vasodilatasi pada suhu panas sehingga menurunkan suhu, serta kemampuan
termorigulasi melalui evaporasi atau berkeringat.
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen di sebut melanosit. Dengan bantuan sinar matahari dan beberapa
enzim dalam tubuh, melanosit akan di ubah menjadi melonosom, selanjutnya di ubah lagi
menjadi melanin. Jumlah melanin inilah yang akan menentukan warna kulit seseorang.
g. Fungsi pembentukan vitamin D
Dihidroksi kolestrol dapat terjadi dengan pertolongan sinar matahari sehingga terbentuk
vitamin D.
GANGGUAN SISTEM INTEGUMENT
Efek Psikologis Masalah Kulit
Apabila kulit mengalami kelainan atau timbul penyakit pada kulit, akan terjadi perubahan
penampilan. Perubahan penampilan tersebut dapat menimbulkan reaksi psikologis. Sebagian
besar klien dengan masalah kulit memiliki perasaan yang lebih sensitive sehingga timbul
perasaan kurang dihargai, rendah diri, dianggap jijik dan perasaan dikucilkan. Ketika hal itu
terjadi, perawat tidak boleh memperlihatkan gerakan nonverbal maupun verbal yang
negative.
Masalah Utama Kulit
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Di antaranya adalah faktor
kebersihan, daya tahan tubuh (imunitas), kebiasaan, atau perilaku sehari-hari (makanan,
pergaulan, atau pola hubungan) seksual, faktor fisik, bahan kimia, mikrobiologi, serta faktor
lingkungan. Banyak klien dengan masalah penyakit kulit lebih senang berobat jalan dan
dirawat dirumah, karena merasa tdak bermasalah secara klinis, dan baru mau menjalani
perawatan dirumah sakit jika kondisi penyakitnya sudah parah. Ini perlu diperhatikan oleh
perawat maupun klien menjalani peawatan dirumah. Klien perlu dibekali dengan
pengetahuan tentang proses penyakit., cara perawatan lesi, prosedur pengobatan, maupun
pola hidupnya. Hal ini perlu dilakukan agar penyakit klien tidak menjadi kronis dan klien
dapat berobat secara tuntas sehingga tidak menulari angota keluarga atau orang lain.
PENCEGAHAN GANGGUAN KULIT
Untuk mencegah gangguan kulit tindakan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan kulit sehat.
a. Hindari penggunaan sabun, deterjen, atau bahan allergen yang dapat menimbulkan iritasi.

b. Pertahankan kulit cukup hidrasi, gunakan krim pada daerah yang kering, dan jangan terusc.
d.
e.
2.
a.

menerus menggunakan tatarias yang tebal.


Cegah menggaruk kulit yang keras dan kasar.
Keringkan daerah yang selalu lembab.
Pakai pakaian yang longgar dan dapat menyerap keringat pada hari-hari yang panas.
Menghindari bahan penyebab penyakit kulit:
Menghindari bahan-bahan yang merusak kulit pada kebanyakan orang. Contohnya sinar

matahari yang terik, sebaiknya gunakan payung untuk melindungi kulit.


b. Mencegah bahan spesifik yang diketahui merusak kulit atau menimbulkan alergi untuk orang
c.
3.
a.
b.
4.
a.

tertentu (mis, bahan-bahan kosmetik).


Gunakan krim tabir surya.
Observasi perubahan kulit:
Amati kulit secara keseluruhan dan sering. Gunakan cermin untuk melihat seluruh tubuh.
Catat dan konsultasikan perubahan warna, ukuran, dan keadaan cedera kulit yang sudah ada.
Hindari terapi sendiri:
Jangan gunakan resep lama pada cedera kulit baru atau lesi yang lain, serta jangan gunakan

obat yang tidak diketahui secara pasti kegunaannya.


b. Segera dapatkan nasihat medis atau kunjungi tempat pelayanan kesehatan bila terjadi
gangguan kulit (Long, 1996).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Biopsi kulit. Mengambil contoh jaringan dari kulit yang terdapat lesi. Apabila jaringan yang
diambil cukup dalam, kita perlu menggunakan anestesi local. Digunakan untuk menentukan
ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
Uji kultur dan sensitivitas. Untuk mengetahui adanya virus, bakteri, atau jamur pada kulit
yang diduga mengalami kelainan. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui mikroorganisme
tersebut resisten terhadap obat-obatan tertentu. Cara pengambilan bahan untuk uji kultur
adalah dengan mengambil eksudat yang terdapat pada permukaan lesi. Alat yang digunakan
untuk mengambil eksudat harus steril.
Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus. Mempersiapkan lingkungan
pemeriksaan dengan pencahayaan khusus sesuai dengan kasus yang dihadapi. Hindari
ruangan pemeriksaan yang menggunakan lampu berwarna-warni karena hal ini akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pada kasus tertentu, pencahayaan dengan menggunakan
sinar matahari (sinar untraviolet) justru sangat membantu dalam menentukan jenis lesi kulit.
Uji temple. Dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi untuk mengetahui apakah lesi
tersebut ada kaitannya dengan faktor imunologis, juga untuk mengidentifikasi respon
alerginya. Misalnya, untuk membedakan apakah klien menderita dermatitis kontak alergi atau
dermatitis kontak iritan. Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit.

Selanjutnya, kita lihat bagaimana reaksi local yang ditibulkan. Apabila ditemukan kelainan
atau ada perubahan pada kulit, hasil uji ini positif.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN


A. Pengkajian
Anamnesis
- Tanggal dan waktu pengkajian
- Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka prevelensi), jenis kelamin, pekerjaan (pada
beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan factor pekerjaan, [misalnya, dermatitis
kontak alergi]).
- Riwayat kesehatan: meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit dahulu, status
kesehatan keluarga, dan status perkembangan.
Menurut Bursaids (1998), disamping menggali keluhan-keluhan diatas, anamnesis harus
menyelidiki 7 ciri lesi kulit yang membantu anda membuat diagnosis, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
-

Lokasi anatomis, tempat lesi pertama kali timbul, jika perlu digambar.
Gejala dan riwayat penyakit yang berhubungan.
Urutan waktu perkembangan perubahan kulit atau gejala sistemik yang berkaitan.
Perkembangan lesi atau perubahan lesi sejak timbul pertama kali.
Waktu terjadinya lesi, atau kondisi seperti apa yang menyebabkan lesi.
Riwayat pemaparan bahan kimia dan pemakaian obat-obatan.
Efek terpapar sinar matahari.
Riwayat pengobatan atau terpapar zat: obat apa saja yang pernah dikonsumsi atau
pernahkah klien terpapar faktor-faktor yang tidak lazim. Terkena zat-zat kimia atau bahan
iritan lain, memakai sabun mandi baru, minyak wangi atau kosmetik yang baru, terpapar sinar

matahari.
- Riwayat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari: bagaimana pola tidur klien, lingkungan kerja
klien untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-bahan iritan, gaya hidup klien
-

(suka begadang, minum-minuman keras, olah raga atau rekreasi, pola kebersihan diri klien).
Riwayat psikososial: Stress yang berkepanjangan
Pemeriksaan Kulit

Peubahan menyeluruh
Kaji ciri kulit secara keseluruhan. Informasi tentang kesehatan umum klien dapat diperoleh
dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit.

Turgor kulit umumnya mencerminkan status dehidrasi. Pada klien yang dehidrasi dan lansia,
kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit mencerminkan hilangnya elastisitas kulit
dan keadaan kekurangan air ekstrasel.
Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur kulit dapat berubahubah di bawah pengaruh banyak variabel. Jenis tekstur kulit dapat meliputi kasar, kering atau
halus.
Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variabel. Gangguan pada melanin dapat
bersifat menyeluruh atau setempat yang dapat menyebabkan kulit menjadi gelap atau lebih
terang dari pada kulit yang lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada kasus albino.
Ikterus adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh endapan pigmen empedu
didalam kulit, sekunder akibat penyakit hati atau hemolisis sel darah merah. Sianosis adalah
perubahan warna kulit menjadi kebiruan; paling jelas terlihat pada ujung jari dan bibir.
Sianosis ini disebabkan oleh desiturasi hemoglobin.
Pada teknik palpasi, gunakan ujung jari untuk merasakan permukaan kulit dan
kelembapannya. Tekan ringan kulit dengan ujung jari untuk menentukan keadaan teksturnya.
Secara normal, tekstur kulit halus, lembut dan lentur pada anak dan orang dewasa. Kulit
telapak tangan dan kaki lebih tebal, sedangkan kulit pada penis paling tipis. Kaji turgor
dengan mencubit kulit pada punggung tangan atau lengan bawah lalu lepaskan. Perhatikan
seberapa mudah kulit kembali seperti semula. Normalnya, kulit segera kembali ke posisi awal
. pada area pitting tekan kuat area tersebut selama 5 detik dan lepaskan. Catat kedalaman
pitting dalam millimeter, edema +1 sebanding dengan kedalaman 2 mm, edema +2 sebanding
-

dengan kealaman 4 mm.


Perubahan setempat
Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh. Selanjutnya, anjurkan
klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh tubuh klien dari atas kebawah, kemudian
lakukan pemeriksaan yang lebih teliti dan evaluasi distribusi, susunan, dan jenis lesi kulit.
Distribusi lesi dan komposisi kulit sangat bervariasi dari satu bagian tubuh kebagian tubuh
lainnya. Lesi yang timbul hanya pada daerah tertentu menandakan bahwa penyakit tersebut
berkaitan dengan keistimewaan susunan kulit daerah tersebut. Pada daerah kulit yang lembab
permukaan kulit bergesekan dan mengalami maserasi dan mudah terinfeksi jamur superficial.
Kondisi ini banyak kita jumpai pada daerah aksila, lipat paha, lipat bokong, dan lipatan di
bawah kelenjar mamae.
Pada daerah kulit yang kaya keratin, seperti siku, lutut, dan kulit kepala, sering tejadi
gangguan keratinisasi. Misalnya psoriasis, yaitu kelainan kulit pada bagian epidermis yang
berbentuk plak bersisik.

Mengenai susunan lesi, tanyakan bagaiman pola lesinya. Lesi kulit dengan distribusi
sepanjang dermatom menunjukan adanya penyakit herpes zoster. Disini, lesi vesikuler timbul
tepat pada daerah distribusi saraf yang terinfeksi. Linearitas merupakan lesi yang terbentuk
garis sepanjang sumbu panjang suatu anggota tubuh yang mungkin mempunyai arti tertentu.
Garukan pasien merupakan penyebab tersering lesi linear. Erupsi karena poison iny, seperti
dermatitis kontak, berbentuk linear karena iritannya disebabkan oleh garukan yang bergerak
naik-turun. Peradangan pembuluh darah atau pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear
berwarna merah. Sedangkan parasit scabies dapat membuat liang-liang pendek pada lapisan
epidermis, terutama pada kulit di antara jari-jari tangan, kaki, atau daerah lain yang memiliki
lapisan epidermis tipis dan lembap sehingga akan membentuk lesi linear yang khas berupa
garis kebiru-biruan.
Lesi satelit adalah suatu lesi sentral yang sangat besar yang dikelilingi oleh dua atau lebih lesi
serupa tetapi lebih kecil yang menunjukan asal lesi dan penyebarannya, seperti yang dijumpai
pada melanoma malignum atau infeksi jamur. Tapi lesi merupakan cirri penting yang berguna
dalam menegakkan diagnosis. Lesi berbatas tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang
jelas, sedangkan lesi terbatas tidak tegas adalah lesi kulit yang menyatu tanpa batas tegas
dengan kulit yang normal.
- Ruam kulit
Untuk mempelajari ilmu penyakit kulit, mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit
atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Ruam kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya
penyakit. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi oleh keadaan dari luar, misalnya
trauma garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi.
Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam primer atau ruam sekunder untuk
digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pengkajian serta membuat diagnosis penyakit
kulit secara klinis.
Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula, papula, plak, nodula,
vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor.
Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion, ekskoriasio, ulkus,
dan parut.
Tabel 1.1 bentuk-bentuk ruam primer
Gambaran
Makula

Keterangan
Macula adalah kelainan kulit yang sama tinggi
dengan permukaan kulit, warna berubah dan
berbatas jelas, contoh : meladonema, petekie.

Papula

Papula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi


dari permukaan kulit, padat, berbatas jelas,
ukuran kurang dari 1 cm. contoh : dermatitis,
kutil.

Plak

Plak adalah kelainan kulit yang melingkar,


menonjol, lesi menonjol lebih dari 1 cm.
contoh

Fugoides

mikosis

terlokalisasi,

neurodermatitis.
Nodula

Nodula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi


dari permukaan kulit, padat berbatas jelas,
ukurannya lebih dari 1 cm. contoh ; epitelioma.

Vesikula

Vesikula adalah gelembung berisi cairan,


berukuran kurang ari 1 cm. contoh ; cacar air,
dermatitis kontak.

Bula

Bula adalah sama dengan vesikula, tapi


ukurannya lebih dari 1 cm, contoh ; luka bakar.

Pustule

Postula adalah sama dengan vesikula tapi berisi


nanah, contoh ; scabies.

Urtika

Urtika adalah kelainan kulit yang lebih tinggi


dari permukaan kulit, edema, warna merah
jambu, bentuknya bermacam-macam. Contoh ;
gigitan serangga.

Tumor

Tumor adalah kelainan kulit yang menonjol,


ukurannya lebih besar dari 0,5 cm.

Tabel 1.2 Bentuk-bentuk ruam sekunder


Gambaran
Skuama

keterangan
Skuama adlah jaringan mati dari lapisan
tanduk

yang

menyerupai

terlepas,

sisik.

sebagian

Contoh

kulit

ketombe,

psoriasis.
Krusta

Krusta adalah kumpulan eksudat atau sekret

diatas kulit. Contoh : impetigo, dermatitis


terinfeksi.
Fisura

Fisura adlah epidermis yang retak, hingga


dermis yerlihat, biasanya nyeri. Contoh :
sifilis konginetal, kaki atlet.

Erosio

Erosion

adalah

kulit

yang

bagian

epidermisnya bagian atas terkelupas, contoh :


abrasi.
Eksrosio

Eksrosio adalah kulit yang epidermisnya


terkelupas, lebih dalam dari pada erosion.

Ulkus

Ulkus adalah kulit (epidermis dan dermis)


terlepas karena destruksi penyakit. Pelepasan
ini dapat sampai kejaringan subkutan atau
lebih dalam.

Parut

Parut adalah jaringan ikat yang kemudian


terbentuk menggantikan jaringan lebih dalam
yang telah hilang. Contoh : keloid

Pemeriksaan kulit yang harus dilakukan


1. Lakukan pemeriksaan kulit secara menyeluruh, periksa tekstur, elastisitas, warna dan turgor
kulit.
2. Jika terdapat lesi, amati jenis lesi, lokasi, distribusi, ukuran, dan bagaimana permukaan serta
tepi lesi.
3. Periksa bagaimana permukaan kulit yang ada disekitar lesi. Apakah ada kemerahan? Jika ada
apakah local atau menyeluruh?
4. Amati apakah timbul lesi akibat garukan klien.
5. Apakah ada perubahan temperature pada daerah lesi baik panas maupun dingin?
6. Jika terdapat sekret pada daerah lesi, perhatikan karekteristik, warna, viskositas, maupun
jumlahnya.
7. Apabila diperlukan data penunjang, konsultasikan untuk melakukan pemeriksaan kulit lain
sesuai dengan ketentuan dan catat hasilnya
Data objektif yang mungkin ditemukan
1. Terjadi perubahan warna kulit, turgor, elastisitas, kelembapan, kebersihan, dan bau.
2. Terdapat lesi primer misalnya macula, papula, vesikula, pustule, bula, nodula, atau urtikaria.

3. Terdapat lesi sekunder, misalnya krusta, skuama/sisik, fisura, erosi, atau lkus.
4. Ditemukannya tanda-tanda radang (rubor/kemerahan, dolor/nyeri, kalor/panas, tumor/benjolan
dan fungsieolesa/perubahan bentuk).
5. Dari pemeriksaan penunjang (kultur kulit, biopsy, uji alergi atau pemeriksaan darah)
didapatkan kelainan.
Keluhan :
1.

Mengeluh kulit gatal, nyeri, kemerahan, berminyak, kering, kasar, tidak rata, terkelupas,

lepuh, panas, dingin, perubahan warna kulit dan timbul borok.


2. Adanya riwayat alergi, kontak dengan bahan-bahan tertentu (kosmetik, sabun, obat, tanaman,
bahan kimia)
3. Riwayat keluarga atau tetangga dengan penyakit kulit.
4. Adanya perubahan pola kebiasaan sehari-hari.
5. Ditemukan data psikologis yang berkaitan dengan masalah kulit (rasa malu, dikucilkan orang
lain, harga diri rendah, takut tidak sembuh, dan cemas).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masalh integument adalah :
1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, gangguan
kekebalan tubuh, atau infeksi.
2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan proses peradangan, terbukanya ujungujung saraf kulit, atau tidak adekuatnya pengetahuan tentang pelaksanaan nyeri.
3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan anatomi kulit atau bentuk
tubuh.
4. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit yang tidak teratasi dengan mudah.
5. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan kulit, atau potensial
keganasan.
6. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tidak adanya perlindungan kulit.
7. Defesiensi pengetahuan tentang factor penyebab timbulnya lesi, cara pengobatan, dan
perawatan diri.
8. Gangguan istirahat tidur yang berhubungan dengan rasa gatal atau nyeri pada kulit.
9. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penolakan dari oranglain karena perubahan bentuk
kulit.
10. Potensial kecacatan sekunder yang berhubungan dengan hilangnya sensasi rasa/anastesi,
kurangnya pengetahuan tentang perawatn diri.
C. Rencana Keperawatan
Tujuan yang harus dicapai pada klien dengan masalah kulit dapat ditentukan berdasarkan
tujuan jangka pendek atau jangka panjang. Tujuan keperawatan secara umum adalah sebagai
berikut.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kulit menjadi normal kembali.


Berkurangnya rasa nyeri atau gatal
Terlindungnya kulit dari trauma.
Tidak terjadi infeksi
Konsep diri positif
Tidak terjadi penularan
Kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi.
Pendidikan kesehatan untuk pengkajian kulit secara mandiri

1. Periksa kulit anda minimal setiap bulan.


2. Pada area yang tidak dapat dijangkau, minta bantuan keluarga atau teman dekat.
3. Hal yang harus diamati dari kulit adalah adanya perubahan warna, peningkatan diameter
lesi, perubahan bentuk lesi, pembengkakan/kemerahan pada daerah sekitar lesi, rasa gatal
atau perubahan sensasi, pengelupasan, bau tidak sedap, luka atau perubahan lain pada kulit
4. Ingat, apakah anda pernah kontak dengan bahan/zat alergen.
5. Jika ada perubahan, segera konsultasikan ke dokter atau ke tempat pelayanan kesehatan.
Dalam pengobatan penyakit kulit cukup banyak digunakan obat-obat topical. Macam dan
jenis-jenis obat topical ini banyak sekali, diantaranya saleb dan bedak, minyak, gel, krem,
solusi, atau astringen. Perawat perlu mempelajari sifat dan jenis, obat-obat topical ini karena
dalam proses perawatan kulit, perawat banyak memegang peranan, baik pada tahap promotif,
preventif, kuratif, maupun pada tahap rehabilitative. Pada penggunaan obat-obatan topical,
jagan oleskan obat terlalu tebal karena dapat menyebabkan iritasi bahan kimia dan akan
menghambat proses penyembuhan. Di samping itu, obat jadi banyak terbuang.
Sediaan topical umumnya terdiri dari dua bahan pokok, yaitu:
1.

Bahan aktif, bahan ini umumnya berasal berbagai golongan obat, antara lain golongan
antibiotic, kortikostiroid, analgesi, dan lain-lain.

2. Bahan dasar, adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai :


a. Pemberi bentuk, menentukan bentuk dari sediaan yang akan dibuat.
b. Distributor, membawa bahan aktif baik untuk diratakan atau dipenetralisasikan ke dalam
c.

kulit.
Pengawet, mempertahankan khasiat bahan aktof yang lebih lama.
Dibawah ini akan dijelaskan karekteristik dari beberapa bahan topical.

1.

Salep ialah bahan aktif yang dicampur dengan bahan dasar vaselin atau lanonin. Fungsi
vaselin adalah sebagai bahan dasar pembentuk salepdan mendistribusikan bahan aktif
dipermkaan kulit dan memasukkannya kedalam kulit. Contohnya, salep kemisitin, bahan
aktifnya berasal dari dari golongan antibiotic, yaitu kloramfenikol yang dicampur dengan
bahan dasar vaselin.

2.

Krim ialah bahan aktif yang dicampur dengan bahan dasar emulsi. Contohnya, krim
hidrokortison 2%, bahan aktifnya dari steroid yang dicampur dengan bahan dasar emulsi
(emulgade cream)

3.

Bedak ialah bahan aktif yang dicampur dengan bahan dasar talcum atau talek. Misalnya,
talcum asidum borikum yang biasa dikenal dengan boortalek, bahan aktifnya asidum borikum
yang dicampur dengan bahan dasar dasar talcum. Talcum asidum salisikum adalah bahan
aktif asidum salisikum (asam salisilat) yang dicampur dengan talk sehingga menjadi sediaan
bedak yang lebih dikenal dengan nama salisil. Talcum atau talk itu sendiri merupakan bedak
dengan sifat kimia netral/tidak aktif. Pada saat memberi bedak, keringkan dahulu lesi untuk
menghindari terjadinya kerak, dan jangan memberi bedak pada lesi yang basah dan kotor.

4. Gel ialah bahan dasar yang banyak dipakai untuk dicampur dengan bebagai bahan aktif atau
hanya untuk pelicin. Gel ini mudah diabsorbsi dan cepat kering serta tidak lengket. Harus
digunakan secara hati-hati, karena ada beberapa gel yang menggunakan bahan dasar alcohol
sehingga jika diberikan pada area yang sensitive / abrasi dapat menyebabkan rasa terbakar.
5. Solusio ialah satu sediaan topical dengan bahan dasar air. Jenis obat ini banyak digunakan
untuk kompres basah pada kulit atau mandi, tergantung pada luas dan lokasi kelainan kulit.
Dalam melakukan perawatn kulit, prinsip umum yang perlu diperhatikan meliputi kondisi
kulit, obat topical, dan cara pemberiannya. Disamping itu, pengobatan topical harus dengan
mempertimbangkan stadium, luas, kedalaman, dan lokalisasi penyakit.
Stadium, pada stadium akut jenis lesi eritema, edema, papul, vesikel, erosi, atau ekskoriaio,
dapat digunakan obat cair (solusio) untuk kompres atau mandi, bergantung pada luas dan
lokasinya. Pemberian bahan aktif perlu dperhatikan, makin akut penyakitnya makin ringan
konsentrasi obat yang digunakan.
Pada stadium subakut ketika eritema dan edema sudah berkurang, erosi dan ekskoriasi sudah
menjadi krusta, dapat digunakan bahan dasar/vesikulum berbentuk krim atau pasta. Pada
stadium kronis biasanya kulit menebal (hyperkeratosis) sehingga perlu dibentuk salep atau
gel.
Luas atau distribusi. Luas permukaan tubuh yang terkena perlu pertimbangan dalam
pemilihan obat topical yang akan digunakan. Bila sangat luas, dapat digunakan bedak, bedak
kocok, mandi rendam, atau krim sesuai dengan stadiumnya. Sedangkan pada lokasi yang
terbatas penggunaan jenis obat lebih leluasa kecuali pada daerah tertentu.
Kedalaman lesi. Kedalaman lesi perlu menjadi bahan pertimbangan untuk pemilihan bahan
dasar obat topical. Untuk lesi yang dalam atau tebal, misalnya dermatitis kronis atau

psoriasis, bahan dasar yang sesuai adalah salep karena penetrasinya dalam. Pada lesi yang
inflamasinya dangkal, bahan dasar yang sesuai adalah bedak atau bedak kocok.
Lokasi lesi. Lokasi lesi perlu diperhatikan, terutama di daerah wajah, skrotum, atau bagian
kulit yang tipis, bagian kulit yang tebal (palmo-plantar), atau daerah berambut. Pada daerah
yang kaya vaskularisasi, selain memperhatikan konsentrasi, bahan aktif yang digunakan juga
harus berbahan dasar krim. Sedangkan salep dapat digunakan dengan peryimbangan tertentu.
Demikian pula pada daerah berambut, solusio atau krim lebih mudah diberikan dan
dibersihkan. Untuk daerah yang memeiliki kulit yang tebal sebaliknya digunakan salep agar
obat dapat berpenetrasi lebih baik.
I. GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI VIRUS
A. HARPES ZOSTER
Radang kulit akut dengan sifat khas yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok
sepanjang persarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.
Diperkirakan kurang lebih terdapat 1,3-5 penderita per 1000 orang/tahun. Lebih dari 2/3
penderita berusia >50 tahun dan <10% usia dibawah 20 tahun. Penyebab herpes zoster adalah
virus varisela zoster,virus ini masuk kedalam tubuh melalui lesi pada kulit, mukosa saluran
napas atas, dan orofaring. Virus ini berkembang biak serta menyebar keberbagai organ,
terutama kekulit dan lapisan mukosa, selanjutnya masuk keujung saraf sensoris, dan menuju
ganglion saraf tepi dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali kedalam tubuh disebut
infeksi primer yang kemudian menimbulkan vesikel. Pertahanan tubuh dan kekebalan tubuh
yang menurun dapat menjadi faktor utama penyebab virus aktif.
Faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya herpes zoster adalah (hal33)
1.
2.
3.
4.
5.

Penurunan imunitas tubuh


Pemakaian kortikosteroid
Radio terapi
Obat-obat imunosupresif
Stres emosi
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

Biodata
Cantumkan semua identitas klien: umur,jenis kelamin

1. Keluhan utama

Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat ke rumah sakit atau
berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain adalah nyeri pada daerah
terdapatnya vesikel berkelompok
2. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada
dermatom yang terserang,klien juga mengeluh nyeri kepala dan badan terasa lelah.Pada
daerah yang terserang mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika,setelah 1-2 hari
timbul gerombolan vesikula.
3. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes zoster,atau klien
klien pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.
4. Riwayat psikososial
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran/citra diri dan harga diri
5. Kebutuhan sehari-hari
Dengan adanya rasa nyeri,klien akan mengalami gangguan tidur/istirahat dan juga
aktivitas.Perlu juga dikaji tentang kebersihan diri klien dan cara perawatan diri,apakah alatalat mandi/pakaian bercampur dengan orang lain
6. Pemeriksaan fisik
Pada klien dengan herpes zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran keculi jika sudah
terjadi komplikasi infeksi lain.Tingkatan nyeri yang dirasakan oleh klien bersifat individual
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri dengan skala nyeri.Apabila nyeri terasa
hebat tanda-tanda vital cenderung akan meningkat.pada inspeksi kulit ditemukan adanya
vesikel berkelompok sesuai dengan alur dermatom.vesikel ini berisi cairan jernih yang
kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu),dapat menjadi pustula dan krusta.Kadang
ditemukan vesikel berisi nanah dan darah yang disebut herpes zoster hemoragik.Apabila yang
terserang adalah ganglion kranialis,dapat ditemukan adanya kelainan motorik.Hiperestesi
pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas,misalnya kelainan pada wajah karena
gangguan pada nerous trigeminus,nerous fasialis,dan oligus.
7. Pemeriksaan laboratorium
Sitologi (64% zanck smear positif ) adanya sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel
okantolitik.
8. Penatalaksanaan
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat keparahannya.Terapi sistemik
umumnya bersifat sistomatik,untuk nyerinya diberikan analgesik.Jika disertai infeksi

sekunder diberikan antibiotik asiklovir.Herpes zoster sangat cocok dengan obat asiklovir
yang diminum.Dengan cepat obat akan menghentikan munculnya lepuhan kecil,memperkecil
ukurannya,mengurangi

rasa

gatal,dan

membunuh

virus

yang

ada

pada

cairan

lepuhan.Sebaiknya diberikan dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan.


Akupuntur dan obat oles juga bisa membantu pengobatan
DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan respon peradangan
Hasil yang diharapkan:
1. Lesi mulai pulih,integritas jaringan kembali normal.dan area bebas dari infeksi lanjut
2. Kulit bersih dan area sekitar bebas dari edema
Rencana tindakan:
1. Kaji kembali tentang lesi,bentuk,ukuran,jenis,dan distribusi lesi.
2. Anjurkan klien untuk banyak istirahat
3. Pertahankan integritas jaringankulit dengan jalan mempertahankan kebersihan dan
kekeringan kulit.
4. Laksanakan perawatan kulit setiap hari.Untuk mencegah pecahnya vesikel sehingga tidak
terjadi infeksi sekunder,diberikan bedak salisil 2% bila erosis dapat diberikan kompres
terbuka.
5. Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat tidur
6. Jika terjadi ulserasi,kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian salep antibiotik
Dx 2: Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan erupsi dermal dan pruritus
Hasil yang diharapkan:
1. Klien mengatakan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang dalam batas yang dapat ditoleransi
2. Menampakkan ketenangan,ekspresi muka relaks
3. Kebutuhan istirahat tidur/istirahat terpenuhi
Rencana tindakan:
1. Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan skala/peringkat nyeri
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus
3. Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri,penggunaan teknik imajinasi,teknik
4.
5.
6.
a.
b.
c.

relaksasi,dan lainnya.
Tingkatkan aktivitas distraksi
Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi:
Analgesik untuk pereda/penawar rasa sakit
Larutan kalamin untuk mengurangi rasa gatal
Steroid untuk mengurangi serangan neuralgia

B. HERPES SIMPLEKS

Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat kronis dan
residif, disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus hominis (FK Unair,1993). Herpes
simpleks disebabkan oleh virus DNA.
Herpes simpleks ada 2 tipe:
1. Herpes simpleks I, mengenai bibir, mulut, hidung,dan pipi. Diperoleh dari kontak dekat
dengan anggota keluarga atau teman yang terinfeksi, melalui ciuman, sentuhan, atau
memakai pakaian/handuk bersama,dan tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
2. Herpes simpleks tipe II, menginfeksi daerah genital dan didahului oleh hubungan seksual.
Akan tetapi,sesuai dengan perkembangan pola hubungan seksual, kasus ini dapat timbul
tanpa harus melalui hubungan seksual.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
Dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda.jenis kelamin dapat terjadi pada pria dan
wanita.Pekerjaan berisiko tinggi pada penjaja seks komersil.
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan kesehatan adalah
nyeri pada lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel
berkelompok pada penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan
suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis.Penderita
merasakan nyeri hebat,terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan
vesikulasi yang luas.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simpleks atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit,terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau yang dapat
dilihat oleh orang,biasanya mengalami gangguan konsep diri.Hal itu meliputi perubahan citra
tubuh,ideal diri,harga diri,penampilan peran,atau identitas diri.Reaksi yang mungkin timbul
adalah:
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh
b. Menarik diri dari kontak sosial
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang

7. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri,kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan,terutama
untuk istirahat/tidur dan aktivitas.Terjadi gangguan buang air besar dan buang air kecil pada
penderita herpes genitalia
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas lokasi timbulnya lesi,dan daya tahan tubuh
klien.Pada kondisi awal/saat proses peradangan dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau
demam dan perubahan tanda-tanda vital.Pada pengkajian kulit ditemukan adanya vesikelvesikel berkelompok yang nyeri,edema disekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder.Perhatikan mukosa mulut,hidung,dan penglihatan klien.Pada pemeriksaan genitalia
pria,daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis,batang penis,uretra,dan
anus.pada

wanita

daerah

mayora,klitoris,intratus

yang

perlu

vaginal,dan

diperhatikan
serviks.Jika

adalah

labia

timbul

minora
lesi

dan
catat

jenis,bentuk,ukuran/luas,warna,dan keadaan lesi.Palpasi kelenjar limfe regional,periksa


adanya pembesaran.Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
9. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan hasil uji tzank positif
DIAGNOSIS DAN INTERVENSI
Dx 1:nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi jaringan
Hasil yang diharapkan:
1. Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
2. Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri
secara benar.
3. Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri
Rencana keperawatan
1. Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri
2. Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri
3. Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responnya terhadap nyeri,akui adanya
nyeri,dengarkan dan perhatikan klien saat mengungkapkan nyeri,sampaikan bahwa mengkaji
nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
4. Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau tindakannya
5. Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab rasa nyeri
6. Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi,relaksasi dan imajinasi,dan
ajarkan teknik/metode yang dipilih.
7. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
8. Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
9. Pantau tanda-tanda vital
10. Kaji kembali respon klien terhadap tindakan penurunan rasa sakit/nyeri

Dx

2:

Gangguan

citra

tubuh/gambaran

diri

berhubungan

dengan

perubahan

penampilan,sekunder akibat penyakit herpes simpleks.


Hasil yang diharapkan:
1. Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya
2. Menunjukkan keinginan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
3. Melakukan pola-pola penanggulangan baru
Rencana keperawatan:
1. Ciptakan hubungan saling percaya antara klien dan perawat
2. Dorong klien untuk menyatakan perasaannya,terutama tentang ia merasakan,berpikir,atau
memandang dirinya
3. Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang dirinya,penatalaksanaan,atau perawatan
4.
5.
6.
7.
a.
b.

dirinya
Hindari mengkritik
Jaga privasi dan lingkungan individu
Berikan informasi yang dapat dipercaya dan diperjelas informasi yang telah diberikan
Tingkatkan interaksi sosial
Dorong klien untuk melakukan aktivitas
Hindari sikap untuk selalu melindungi,tetapi terbatas pada permintaan individu

8. dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan


9. beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain
10. lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian klien dan pentingnya
sistem daya dukungan bagi mereka.
11. dorong klien untuk berbagi rasa masalah,kekhawatiran,dan persepsinya.
Dx 3: Resiko penularan infeksi yang berhubungan dengan pemajanan melalui kontak
(langsung,tidak langsung,droplet)
Hasil yang diharapkan :
1. Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkan infeksi
2. Klien dapat menjelaskan penularan penyakit
Rencana keperawatan
1.

Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks,penyebab,cara penularan,dan akibat yang

ditimbulkan
2. Anjurkan klien untuk menghentikan kegiatan hubungan seksual selama sakit dan jika perlu
menggunakan kondom
3. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengan satu orang (satu
sama lain saling setia) dan pasangan yang tidak terinfeksi (hubungan seks yang sehat)
4. Lakukan tindakan pencegahan yang sesuai:
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah ke semua klien atau kontak dengan spesimen
b. Gunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak langsung dengan klien

c.

Anjurkan klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat mandi klien,dan tidak

menggunakannya bersama (handuk,pakaian,baju dalam,dll)


d. Kurangi transfer patogen dengan cara mengisolasi klien selama sakit (karena penyakit ini
disebabkan oleh virus yang dapat menular melalui udara)
II. GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI BAKTERI (KUSTA)
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat
kompleks,tidak hanya dari segi medis (mis.penyakit atau kecacatan fisik ), tetapi juga meluas
sampai masalah sosial dan ekonomi. Di samping itu, ada stigma negatife dari masyarakat
yang mengatakan penyakit kusta adalah penyakit yang menakutkan, bahkan ada beberapa
masyarakat yang mengaggap penyakit ini adalah penyakit kutukan. Ini karena dampak yang
di timbulkan dari penyakit tersebut cukup parah, yaitu adanya deformitas/kecacatan yang
menyebabkan perubahan bentuk tubuh.
Kusta adalah penyakit infeksi kronis. Penyebabnya adalah mycobacterium leprae ,yang
intraseluler

obligat (Djuanda,1999). Kusta adalah penyakit kronis mycobacterium

leprae,yang primer menyerang saraf tepi, dan sekunder menyerang kulit, otot saluran
pernapasan bagian atas, mata, dan testis. (RSUD Dr.Soetomo 1994).
Timbulnya penyakit kusta adalah pada seorang tidak mudah sehingga tidak perlu di
takuti.hal ini bergantung pada beberapa factor,antara lain.
a.

Patogenitas kuman penyebab,

b. Cara penularan
c.

Higiene dan sanitasi

d. Varian genetic yang berhubungan dengan kerentanan


e.

Sumber penularan

f.

Daya tahan tubuh

Tanda pasti kusta :


1. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
2. Penebalan pada saraf tepidi sertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan kelemahan pada
otot tangan ,kaki,dan mata.
3. Adanya kuman tahan asampada pemeriksaan kerokan kulit TBA positif.
Ridley dan jopling (1960), dalam buku ilmu penyakit kulit dan kelamin ,fakultas keddoteran
UI memperkenalkan istilah determina spectrum pada penyakit kusta yang terdiri atas
berbagai tipe atau bentuk,yaitu;
TT: tuberkoloid polar ,merupakan bentuk yang stabil tidak mungkin berubah
Ti :tuberkoloid indefinite
BT: Mid borderline lepromatus
BL: Borderline leproumatus
Li:Lepromatosa indifinit

LL: lepramatosa polar, bentu yang stabil


Menurut WHO ,kusta dibagi menjadi multibasiler dan pausibasiler:
1. Multibasiler (MB) berarti mengandung banyak basil. Tipenya adanya BB,BL,dan LL.
2. Pausibasiler (PB) berarti mengandung sedikit basil.tipenya adalah TT,BT,dan I.
Tuberkoloid polar (TT) terjadi pada penderita dengan resistensi tubuh cuckup tinggi.tipe TT
adalah bentuk yang stabil. Gambaran histopologisnya menunjukan granuloma epitetoloid
dengan banyak sel limfosit dan sel raksasa ,zona epidermal yang bebas ,erosi epidermis
karena gangguan pada saraf kulit yang sering disertai penebalan serabut saraf . karena
resistensi tubuh cukup tinggi ,maka infiltrasi kuman akan terbatas dan lesi yang muncul

a.
b.

terlokalisasi di bawah kulit dengan gejala:


Hipopigmentasi karena sratum basal yang mengandung pigmen rusak
Hipo atau anastesi karena ujung ujung saraf rusak
Batastegas karena kerusakan terbatas (marwali Harahap,1990)
Jenis pengobatan yang di berikan pada penerita kusta adalah :
Tipe pausbasiler (PB).
Tipe mulitibasiler (MB)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a.
b.
c.
9.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Biodata
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat psikososial
Kebiasaan sehari hari
Pemeriksaan fisik
Uji kulit
Uji keringat
Uji lepromin
Pemeriksaan penunjang

1.
2.
3.

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI


Dx 1: Kemungkinan cedera yang berhubungan dengan anestesia atau hilang rasa akibat
neuritis.
Hasil yang diharapkan:
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko cedera pada
dirinya.
2. Klien dapat menjelaskan tujuan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
Rencana keperawatan:
1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab ansietas atau hilang rasa serta
akibat yang ditimbulkannya.
2. Kaji faktor-faktor penyebab atau pendukung terjadinya cedera.
3. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab jika mungkin.

4.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
5.

Ajari cara-cara pencegahan.


Gunakan selalu alas kaki
Jika merokok, gunakan pipa rokok dan jangan merokok sambil tiduran.
Kaji suhu air mandi, jika mandi menggunakan air panas, dengan termometer air mandi.
Gunakan pelindung tangan saat mengangkat barang dari kompor.
Jangan gunakan baju panjang ketika sedang memasak.
Hati-hati dan waspada selalu jika beraktivas di dapur.
Diskusikan dengan keluarga tentang cara pencegahan di rumah.

Dx 2: Penatalaksanaan aturan terapeutik: ketidakefektifan, yang berhubungan dengan


rumitnya program pengobatan.
Hasil yang diharapkan:
1. Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang perilaku sehat yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhannya, serta mencegah kekambuhan atau komplikasi yang
ditimbulkan.
2. Klien/keluarga dapat menjelaskan proses terjadinya penyakit, penyebab dan faktor yang
mendukung gejala, dan perturan untuk mengontrol penyakit.
Rencana Keperawatan:
1.
a.
b.
c.
2.
3.

Identifikasi faktor penyebab ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik .


Kurang percaya.
Kurang pengetahuan.
Kurangnya sumber-sumber pendukung.
Bina hubungan saling percaya dengan klien/keluarga.
Jelaskan tentang penyebab penyakit, proses penyakit, dan risiko yang terjadi jika tidak

diobati.
4. Beri penyuluhan tentang perawatan penderita kusta sebelum pengobatan, selama pengobatan,
a.
b.
c.
d.

dan setelah pengobatan.


Perlunya pengobatan yang teratur
Cara makan obat
Lama pengobatan
Hal-hal yang dapat timbul selama pengobatan, antara lain efek samping obat dan reaksi yang

ditimbulkan.
e. Perawatan luka di rumah.
f. Pentingnya gizi/nutrisi.
g. Perubahan gaya hidup/aktivitas.
III.

GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT PARASIT

A. SCABIES

Skabies banyak diderita masyarakat dengan hiegenenyang buruk dan juga lingkungan yang
padat karena disebabkan oleh parasit sejenis kutu. Skabies adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh Sarcoptes scbiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali paritparit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal dan merusak kulit penderita
(Soedarto 1992). Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh
investasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada startum
korneum kulit, terutama pada tempat predileksi (Wahidayat, 1998). Skabies adalah penyakit
kulit menular dengan keluhan gatal-gatal terutama pada malam hari.
Cara penularan (transmisi) penyakit ini ada 2 macam, yaitu:
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dsb.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama, biasanya klien datang dengan keluhan gatal dan ada lesi dikulit.
3. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien mengeluh gatal terutama pada malam hari dan
timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, aerola
mammae, bokong, atau peru bagian bawah.
4.

Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan skabies
kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.

5. Riwayat penyakit keluarga. Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga
lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang
sama.
6.

Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi
yang berbentuk pastula.

7.

Pola kehidupan sehari-hari. Pada saat anamnesis, perlu ditanyakan secara jelas tentang
pola kebersihan diri klien maupun keluarga.

8. Pemeriksaan fisik. pada saaat inspeksi ditemukan lesi yang khas berbentuk, papula, pustule,
vesikel, urtikaria, dll.
9.

Pemeriksaan laboratarium. Sarcoptes scabiei ditemukan dengan membuka terowongan


postula atau vesikula dengan pisau insisi atauujung jarum sambil mengorek dasarnya. Hasil
kerokan diletakkan di kaca sediaan, kemudian diberi beberapa tetes gliserin dan ditutup

dengan gelas pentup, selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Hasil dianggap positif bila
dianggap positif bila didapatkan sarcoptes scabiei atau telurnya.
10. Terapi. Kolaborasikan dengan tim medis, biasanya jenis obat topical
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sulfur presipitatum
Emulsi benzyl-benzous
Gama benzene heksa klorida
Krotamiton 10%
Permetrin 5%
Antibiotil jika ditemukan adanya infeksi sekunder
Dx 1: gangguan pola tidur b/d pruritus/ gatal

a.
b.
c.
d.

Intervensi :
Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak bisa tidur dan penunjang keberhasilan tidur
Beri penjelasan pada kx dan keluarga penyebab gangguan pola tidur.
Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan
Atur prosedur tindakan medis atau keperawatan untuk member sedikit mungkin gangguan

selama periode tidur.


e. Hindari prosedur yang tidak penting selama waktu tidur.
f. Anjurkan kx mandi air hangat sebelum tidur dan mengoleskan obat salep pada daerah lesi.
Dx 2: resiko gangguan konsep diri (harga diri rendah) b/d penampilan dan respons orang lain.
a. Jalin komunikasi teraupetik antara perawat, px dan keluarga
b. Bantu individu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaannya.
c. Bantu kx mengidentifikasi evaluasi diri yang positif maupun perasaan negative
d. Bantu kx dalam mempelajari koping baru.

IV.

GANGGUAN SITEM INTEGUMEN KARENA KEGAGALAN KERATINASI

(PSORIASIS)
Psioriasis adalah penyakit kulit kronis dengan bentuk lesi-lesi yang khas berupa penebalan
epidermis dengan pergantian epidermis yang cepat. (Harahap, M, 1990). Suatu dermatosis
kronis residif dengan gambaran klinis yang khas, yaitu adanya makula eritematosa yang
berbentuk bulat dan bulat lonjong, diatasnya ada skuama yang tebal, berlapis-lapis dan
berwarna putih transparan seperti mika (Sastrawijaya, 1993).
Etiologi penyakit ini secara pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
dapat mempengaruhinya, yaitu:
1. Genetic/herediter
Penyakit ini diturunkan melalui suatu gn dominan.
2. Infeksi
Merupakan faktor pencetus dan faktor yang memperberat timbulnya psoriasis. Misalnya,
infeksi kronis tonsillitis, faringitis, dermatokosis, dan TB paru.

3. Faktor cuaca
Biasanya penyakit ini sering kambuh terutama pada musim dingin. Hal ini terjadi karena pada
suhu dingin, proses eksresi atau pengeluaran zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh melalui
kulit tidak berlangsung lancar.
4. Trauma
Adanya gesekan atau tekanan serta trauma pada kulit dapat menyebabkan timbulnya lesi
psoriasis.
5. Faktor psikologis
Sebagian besar (68%) stress dan gangguan emosi yang berlebih dapat memicu kekambuhan
dan eksaserbasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, penyakit psioriasis dapat
menyerang semua kelompok umur tetapi umumnya pada orang dewasa, jenis kelamin
insidens pada pria lebih banyak daripada wanita, suku bangsa, lebih banyak diderita orang
kulit putih daripada kulit berwarna.
b. Keluhan utama
Biasanya klien dating ketempat pelayanan kesehatan dengan keluhan timbul lesi bersisik
pada kulit, terasa agak gatal, dan panas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Faktor pencetus dapat disebabkan oleh adanya infeksi sehingga tanda-tanda infeksi dapat
ditemukan, apat juga karena faktor psikologis. Biaanya klien sedang mengalami psikologis
yang tidak menyenangkan (stress, sedih, marah, dll). Lesi yang timbul semakin menghebat
pada cuaca dingin, dan rasa gatal semakin terasa tterutama pada daerah predileksi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Prosis adalah penyakit kronis residif/hilang timbul, sehingga pada riwayat penyakit dahulu
sebagian besar lklien pernha menderita penyakit yang sama dengan kondisi yang dirasa
sekarang. Riwayat penyakit infeksi juga perlu dikaji (mis, tosilitis, faringitis, atau TB paru).
Pada klien yang menderita infeksi, terutama infeksi kronis, dapat terjadi penurunan daya
tahan tubuh/imunitas.
e. Riwayat penyakit keluarga
Etiologi penyakit psoriasis belum dpat diketahu pasti. Namun diduga faktor genetic/herediter
juga mempengaruhi sehingga perlu dikaji riwayat keluarga yang menderita psoriasis.
f. Riwayat psikososial

Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini menyebabkan


gangguan kosmetik karena psoriasis dapat mengenai seluruh tubuh sehingga tidak enak
dipandang mata. Oleh karena itu, perlu dikaji respons klien tentang penyakitnya, pandangan
diri klien, identitas diri, tanggung jawab terhadap peran/tugas yang dipikul, masalah somatic
yang timbul selama sakit, dan suasana batin klien, karena salah satu faktor penyebab
timbulnya penyakit ini adalah stress atau emosi yang labil. Disamping itu, perlu juga dikaji
tentang hubungan sosial klien karena penyakit ini dapat menggangg interaksi sosial.
g. Kebiasaan sehari-hari
Perlu dikaji kebiasaan memberihkan diri klien, cara mandi (lesi psoriasis tidak boleh digosok
secara kasar karena dapat menimbulkan trauma (fenomena koebner)) dan dapat merangsang
pertumbuhan kulit lebih cepat. Jika lesi psoriasis mengenai telapak tangan/tumit kaki dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Kebersihan lingkungan klien, terutama tempat tidur, perlu
dikaji karena skuama lesi sering di jumpai di tempat tidur terutama saat klien bangun tidur
pagi.
h. Pemeriksaan fisik
Saat inspeksi pada beberapa tempat lesi di temukan adanya perubahan struktur kulit. Tampak
adanya makula dan papil eritematosa yang jika terkumpul akan membentuk lesi yang lebar
pada daerah predileksi, dapat ditemukan ruam dan keropeng/skuama yang berlapis-lapis
sperti lilin atau mika berwarna putih perak berbentuk bulat dan lonjong. Pada palpasi teraba
skuama yang kasar, tebal, dan berlapis-lapis.
i. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan histopatologi untuk menentukan kepatian diagnosis dari psoriasis dapat
ditemukan:

Pemanjangan dan pembesaran pada papilla dermis.


Penipisan ampai hilangnya stratum granulosum.
Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
Edema dermis disertai infiltrasi limfosit dan monosit.
Diagnosis
Dx 1: Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan diri sekunder
akibat penyakit kronis.

Hasil yang diharapkan :


Klien menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal yang realistic tanpa menyimpang.
Dapat menyatakan dan menunjukan peningkatan konsep diri.
Dapat menunjukan adaptasi yang baik dan menguasai kemampuan diri.
Rencana keperawatan:

Bina hubungan saling percaya antara perawat dank lien.


Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama cara ia merasakan sesuatu, berpikir,
atau memandang dirinya sendiri.
Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan, pengobatan, dan

kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.


Beri informasi yang dapat dipercaya dan meguatkan informasi yang telah diberikan.
Jernihkan kesalahan persepsi individu tentang dirinya, mengenai perawatan dirinya.
Hindari kata-kata yang mengecam dan memojokan klien.
Lindungi privasi (hak-hak pribadi) dan jamin lingkungan yang kondusif.
Kaji kembali tanda dan gejala gangguan harga diri, gangguan citra tubuh, dan perubahan

penampilan peran.
Beri penjelasan dan penyuluhan tentang konsep diri yang positif.
Dx 2: Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan keadaan yang memalukan pada
psoriasis.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat megidentifikasi perilaku yang bermaalah yang menghalangi hubungan sosial.
Klien dapat menunjukan perilaku yang konstruktif dalam hubungan sosial.
Klien dan keluarga dapat menjelaskan strategi untuk meningkatkan sosialisasi yang efektif.
Rencana keperawatan :

Beri dukungan untuk mempertahankan dasar keterampilan sosial dan mengurangi isolasi

sosial.
Ciptakan hubungan yang baik dengan klien:
1. Kaji kemampuan klien dalam mengelola stress kehidupannya.
2. Ajak klien untuk berpikir realitas, berfokus pada kondisi saat ini.
3. Bantu klien mengidentifikasi massalah pencetus stress.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternative tindakan.
Beri dukungan untuk melakukan aktivitas kelompok:
Dorong pperilaku sosial baru.
Beri model peran yang pasti dalam perilaku sosial (mis, menjawab salam, teman melawan
tidak ditanggapi).
Bantu perkembangan hubungan di antara anggota melalui pengungkapan diri dan
kesungguhan.
Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong klien dengan keterbatasan interaksi.
Dorong anggota untuk memvalidasi persepsi mereka dengan yang lain.
Pantau perkembangan keterampilan sosial klien.
Libatkan keluarga dan anggota masyarakat dalam memahami dan memberikan dukungan
pada klien.

Beri informasi yang nyata tentang penyakit, pengobatan, dan kemajuan pada anggota
keluarga.

V. ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR


Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas
dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat
dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran napas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens
penyebab (Burning agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
Respon Sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka-bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik.
Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total permukaan tubuh akan
memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insidensi, intensitas dan durasi
perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dengan
respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan
tubuh. Kejadian luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya
integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidak stabilan hemodinamika bukan hanya
melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit,
volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya.
Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat
dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler,
maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini
merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respons, system saraf simpatik akan melepaskan

katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (Vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung-tekanan vena sentral,
tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis-tetap rendah selama periode
syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.
Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka-bakar.
Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3 hingga
5L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup.
Selama syok luka-bakar, respons kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi.
Biasanya hiponatremia (deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam
minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstisial ke dalam ruang
vakuler.
Segera setelah terjadi luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium yang tinggi) akan dijumpai
sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat terjadi
kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya mengalami
kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematokrit pasien dapat
meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan,
perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis serta tindakan hemodialisis
lebih lanjut turut menyebabkan anemia. Transfusi darah diperlukan secara periodik untuk
mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang diperlukan guna membawa oksigen.
Abnormalitas koagulasi, yang mencakup penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan
masa pembekuan serta waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada luka
Respon Pulmoner
Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang
berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi
oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh
pasien akan meningkatkan dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan
respon local (White, 1993).

Cidera Inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran.


Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
1.
2.
3.
4.

Cedera saluran napas atas;


Cedera inhalasi di bawah glottis;
Keracunan karbon monoksida;
Defek restriktif.
Lebih dari sepuluh korban luka bakar yang menderita gangguan paru pada mulanya tidak
memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmoner. Penurunan kelenturan paru, penurunan
kadar oksigen serum dan asidosis respiratorik dapat terjadi secara berangsur-angsur dalam 5

hari pertama setelah luka bakar.


Indikator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup hal-hal berikut ini:
Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu daerah yang tertutup,
Luka bakar pada wajah atau leher,
Rambut hidung yang gosong,
Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum yang penuh

jelaga,
Sputum yang berdarah,
Pernapasan yang berat atau takipnea (pernapasan yang cepat) dan tanda-tanda penurunan
kadar oksigen (hipoksemia) yang lain,
Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.
Respons Sistemik Lainnya
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat ari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel
darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi
kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan dari sel-sel
otot dan diekskresikan oleh ginjal.
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun
akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan
pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar immunoglobulin serta
komplemen

serum,

gangguan

fungsi

neutrofil,

dan

penurunan

jumlah

limfosit

(limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami
sepsis.
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya. Karena
itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa
jam pertama pasca-luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel

kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian
besar periode pasca-luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu: ileus paralitik (tidak adanya
peristalsis usus) dan ulkus Curling. Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan
manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan mausea dapat
mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan tindakan dekompresi lambung (dengan
pemasangan sonde lambung).
Respon local dan luas luka bakar
Kedalaman luka bakar
Luka bakar derajat satu (super ficial partial-thickness)
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut
bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami
lepuh/bullae.
Luka bakar derajat dua (deep partial-thickness)
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang
lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan.
Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut
masih utuh.
Luka bakar derajat tiga (full-thickness)
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang
berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga
merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut
sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar
keringat turut hancur.
DIAGNOSA

KEPERAWATAN.

Hipotermia

yang

berhubungan

dengan

gangguan

mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka


SARAN. Pemeliharaan suhu tubuh yang adekuat
1. Berikan lingkungan yang
1.
Lingkungan yabf
hangat dengan penggunaan mengurangi

stabil

Suhu tubuh tetap pada

kehilangan rentang 36,10 sampai 38,30

Tidak ada mengigil atau


perisai pemanas, selimut panas lewat evaporasi
gemetar
berongga, lampu atau selimut
2.

pemanas.
Bekerja dengan cepat kalau

lukanya
3.

terpajan

udara

dingin
2.
Kaji suhu inti tubuh dengan
sering
3.

Pajanan

yang

mengurangi

minimal
kehilangan

panas dari luka.


Kaji suhu tubuh

yang

frekuen

membantu

mendeteksi

terjadinya

hipotermoa
DIAGNOSA KEPERAWATAN. Nyeri yang berhubungan dengan dan saraf serta dampak
emosional cedera
1.

SARAN. Pengendalian rasa nyeri


Gunakan skala nyeri untuk
1. Tingkat nyeri memberikan

menilai tingkat nyeri (yaitu data


1-10)

bedakan

dasar

dengan mengevaluasi

untuk menurun

Tidak
efektivitas

Hipoksia dapat menimbulkan


tanda-tanda serupa dan harus
disingkirkan terlebih dahulu
sebelum pengobatan nyeri
2.

dilaksanakan.
Penyuntikan
analgetik

Berikan preparat analgetik


opioid

menurut

program

medik. Amati kemungkinan


supresi

pernapasan

preparat
intravena

diperlukan karena terjadinya


perubahan perfusi jaringan
akibat luka bakar.

pada

pasien yang tidak memakai


ventilasi mekanis. Lakukan
penilaian

pasien
3. Dukungan emosional sangat
terhadap pemberian analgetik
3. Berikan dukungan emosional penting untuk mengurangi
dan

respon

menentramkan ketakutan dan ansietas akibat

kekhawatiran pasien.

ada

petunjuk

tindakan mengurangi nyeri. nonverbal tentang nyeri

keadaan hipoksia

2.

Menyatakan tingkat nyeri

luka bakar. Ketakutan dan


ansietas akan meningkatkan
presepsi nyeri.

DIAGNOSA KEPERAWATAN. Ansietas yang berhubungan dengan rasa takut dan dampak
emosional luka bakar
1.

SASARAN. Pengurangan ansietas pasien dan keluarga


Kaji pemahaman pasien dan
1. Strategi koping sebelumnya

keluarganya terhadap luka yang

berhasil

Pasien

dan

keluarga

dapat mengungkapkan pemahaman

bakar, keterampilan koping dikuatkan untuk digunakan tentang perawatan luka bakar
dann dinamika keluarga.

pada

krisis

Pengkajian

sekarang. darurat.

Mampu
memungkinkan

menjawab

perncanaan intervensi yang pertanyaan sederhana.


sesuai.
2. Reaksi terhadap cedera luka
2.
Beri respons individual
bakar sangat bervariasi.
terhadap tingkat koping
Intervensi
harus
sesuai
pasien dan keluarga.
dengan tingkat koping pasien
dan keluarganya yang ada
3.

sekarang
Perningkatan pemahaman
akan

3.

Jelaskan semua prosedur


kepada pasiean dan keluarga
dengan istilah sederhana dan
jelas.

menghilangkan

rasa

takut terhdap sesuatu yang


tidak di ketahui. Tingkat
ansietas yang tinggi dapat
menggangu
tentang

pemahaman

penjelasan

yang

kompleks.
4. Nyeri akan meningkatkan
ansietas
5. Tingkat ansietas selama fase
4. Mempertahankan peredaan
darurat dapat melampawi
nyeri
5.
Pertimbangkan pemberian kemampuan koping pasien.
preparat

antiansietas

diprogramkan

jika

yang Pengobatan

dapat

pasien menurunkan

respon

tampak sangat cemas kendati fisiologik dan psikologik dan


sudah dilakukan intervensi psokilogik ansietas.
non-farmakologi
PROGRAM KLOBORASI. Gagal napas akut, syok sirkulasi, gagal ginjal akut, sindrom

kompartemen, ileus paralitik, tukak curling.


SASARAN. Tidak ada komplikasi
Gagal napas akut
1. Kaji gejala dispnea, stridor,
1. Tanda-tanda semacam itu

perubahan

pada

pola mencerminkan

Hasil pemeriksaan gas darah

status arteri berada dalam batas-

respirasi.
respirasi yang memburuk.
batas yang dapat diterima
2. Pantau hasil pemeriksaan
2. Tanda-tanda semacam itu
pO2 >80 mm Hg.
oksimetri denyut nadi, hasil mencerminkan oksigenisasi

Bernapas spontasn dengan


analisa gas darah, arteri yang memburuk.
tidal volume yang memadai

untuk mendeteksi penurunan

menunjukan

pO2, saturasi oksigen dan


peningkatan pCO2
3. Memonitor hasil foto toraks
3.
4.
Kaji
kegelisahan,

Pemeriksaan sinar x dapat

mengungkapkan cedera baru


kebingungan, kesulitan untuk
4. Menifestasi semacam itu
memahami pertanyaan atau
dapat menunjukan hipoksia
penurunan tingkat kesadaran
sendiri
5.
Laporkan dengan segera
status
6.

respirasi

Foto

ronsen
hasil

toraks
yang

normal
Tidak adanya tanda-tanda
hipoksia pada otak.

yang

memburuk kepada dokter.


Siap membantu pelaksanaan
5. Gagal napas akut merupakan
intubasi atau eskaratomi jika keadaan
diperlukan

yang

dapat

menimbulkan kematian dan


6.

diperlukan intervensi segera


Intubasi memungkinkan
pelaksanaan
mekani.
memungkinkan

ventilasi
Eskarotomi
perbaikan

eksursi dada saat respirasi.


Syok sirkulasi/distribusi
1.
Kaji penurunan haluaran
1.

Tanda-tanda

itu

dapat

Haluaran

urin

berkisar

urin, tekanan arteri pulmunal, menunjukan syok sirkulasi antara 0,5 ml/kg/jam dan 1,0
tekanan

baji

kapiler dan

intravaskular ml/kg/jam
Tekanan dalam darah normal
polmunalis, curah jantung yang tidak stabil
pasien
(biasanya
atau peningkatan frekuensi
denyut nadi.
2. Kaji edema yang progresif
2.

volume

Ketika cairan berpindah ke

>90/60mmhg
Frekuensi jantung berada

ketikak terjadi perpindahan ruang intersisial pada syok pada kisaran normal pasien
cairan.

luka baka, edema akan terjadi (>110/menit)


PAP, PCWP, CO tetap dalam
dan
dapat
menggangguperfusi jaringan. keadaan normal.
3.
Resusitasi cairan yang

3. Atur resusitasi cairan melalui


kaloborasi
sebagai

dengan
respon

dokter
terhadap

optimal akan mencegah syok


sirkulasi dan memperbaiki
prognosa pasien.

gambaran fsikologik.
Gagal ginjal akut
1. Pantau haluaran urin, kadar
1. Nilai-nilai ini mencerminkan
Haluaran urin yang memadai

Kadar BUN dan kreatin


BUN dan kreatin.
fungsi ginjal
2. Lapor penurunan haluaran
2.
Nilai laboratorium ini tetap
dalam
batas-batas
urin atau peningkatan kadar menunjukan
kemungkinan normal
BUN dan kreatinin pada gagal ginjal
3. Hemoglobin ataumioglobin
dokter
3. Kaji urin untuk mengkaji dalam urin meningkatkan
hemoglobin atau mioglobin
4.
4.

Biarkan infus cairan dengan


jumlah yang di tingkatkkan

resiko terjadinya gagal ginjal


Cairan membantu membilas
keluar hemo dan mio dari
dalam

tubulus

mengurangi

renal

dan

kemungkinan

terjadinya gagal ginjal


1.

Sindrom kompartemen
Kaji nadi perifer setiap satu
1.
jam

2.

sekali

dengan

Pengkajian dengan dopler

alat menggantikan auskultasi dan gejala iskemia pada saraf dan

ultrasound dofler
menunjukan
karakteristik otot
Kaji kehangatan pengisian

Denyut nadi prifer dapat


aliran darah arteri
kembali kapiler, sensibilitasi
2. Pengkajian ini menunjukan terdeteksi dengan dopler
dan gerakan ekstremitas karakteristik perfusi perifer
setiap

jam

sekali.

Bandingkan ekstermitas yang


terbakar dengan ekstermitas
3.

Tidak adanya parestesia atau

yang normal
Lepaskan menset transmeter
3.
setiap kali selesai mengukur

Menset tensimeter dapat


bekerja seperti torniket ketika

tekanan darah
terjadi
pembengkakan
4. Tinggikan ekstermitas yang
akstermitas
terbakar
4.
Akan
mengurangi
5.
Laporkan dengan segera
pembentukan edema
kepada dokter jika denyut
5. Tanda-tanda dan gejala ini
nadi pasien tidak teraba atau dapat menunujukan perfusi
bila

terjadi

gangguan jaringan yang tidak memadai

sensibilitas atau terdapat rasa


nyeri
6.
Siap

membantu

dalam
6. Eskaratomi akan mengurangi
pelaksanaan eskaratomi
konstriksi yang disebabkan
oleh pembengkakan di bawah
luka bakar yang melingkar
dan

akan

memperbaiki

perfusi jaringan
Usus paralitik
1.
Pertahankan
nasogastrik

selang
1. Tindakn ini akan mengurangi

dengan distensi
lambung
dan

Tidak ada distensi abdomen


Bising usu kembali normal

pengisapan intermiten rendah abdomen selain mencegah dalam waktu 48 jam


sampai bising usus terdengar terjadinya vomitus
2. Ketika bising usus terdengar
kembali
2. Lakukan auskultasi untuk kembali pemberian nutrisi
mendengar bising usus dan oral dapat dimulai secara
mendeteksi detensi abdomen

bertahap.

Distensi

abdomenmencerminkan
tindakan dekompresi yang
tidak memadai
Tukak curling
1. Kaji hasil anspirasi lambunr
1.

menunjukan

untuk menentukan ph dan perlunya pemberian preparat


adanya darah

Ph

yang

Tidak ada distensi abdomen


Bising usus yang norma

penyakit dalam waktu 48 jam

Hasil aspirasi lambung dan


histamin. Keberadaan darah
feses tidak mengandung
menunjukan
kemungkinan
darah
danya perdarahan lambung
2.
Darah pada feses akan
antasid

atau

menunjukan

tukak

pada

2.

3.

Kaji feses untuk mendeteksi lambung atau duodenum


3. Pengobatan semacam itu
darah okulta
akan mengurangi keasaman
Berikan preparat penyakit
histamin dan antasid sesuai
program medik

lambung

dan

terjadinya ulserasi

resiko

S-ar putea să vă placă și