Sunteți pe pagina 1din 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SPONDILITIS TB

A. Konsep Teoritis Spondilitis TB


1. Definisi
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis

tulang belakang adalah peradangan

granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal


pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada
vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi
jarang menyerang arkus vertebrae.

2. Epidemiologi
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia
serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan
sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang
berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih
menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau
maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir. Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini
mengalami peningkatan pada populasi imigran, tunawisma lanjut usia dan pada orang
dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest Diseases
Unit 1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan
pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini.
Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai
dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian
besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola ini
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi


tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong.
Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi
terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena,
akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing)
dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena
dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang
merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50%
kasus)(Gorse et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulangtulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area
torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian
atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan
tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal
dan sacral.
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis
tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab
paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi paraplegia, terjadi
lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak. Hal ini berhubungan
dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa pada tulang belakang, kecuali
pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini.
3. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat
acid-fastnon-motile

(tahan terhadap asam pada

pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai


Basil/bakteri Tahan Asam [BTA]) dan tidak dapat
diwarnai

dengan

baik

melalui

cara

yang

konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson


untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat dalam media eggenriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik
Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan
spesies lain
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3
dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa
atipik.
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan
lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus
urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.
Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular
flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif
dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan
fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari
selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu
waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam
tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama
beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa
tahun.
4. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen,
diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi
traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses
destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).
Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi proses
pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan
granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat
menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior.
Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan
mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC.
Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant,
2007).
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:
a. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8
minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anakanak pada daerah sentral vertebra.
b. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada
diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

c. Stadium destruksi lanjut


Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah
stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan
diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan
(wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan
terjadinya kifosis atau gibbus.
d. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di
daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia yaitu:
i. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh.
Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
ii. Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan
miksi.
TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau
kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan
pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis
yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi
dan gangguan vaskuler vertebra.
e. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis
atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan
(Savant, 2007).
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen


atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke
tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang.
Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber
infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari
fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus
ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri
intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang
berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra
di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi columna vertebralis
yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada
kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang
berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
a. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis
diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
b. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain
sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi
kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di
regio torakal.
c. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena
erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini
diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui
abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena
adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
d. Bentuk atipikal

Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis
spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina,
prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi
intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh
tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
e. Deformitas pada punggung (gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).
Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses
destruksi lanjut berupa:
a.
Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis
b.

yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.


Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas
defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
2) Uji mantoux positif tuberkulosis.
3) Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
4) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
5) Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
6) Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
7) Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
8) Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
9) Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi
menghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi.
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

10) Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA


kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA dan
amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA utuh
yang diidentifikasi dengan gel.
b. Pemeriksaan radiologis
1) Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses
dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle.
2) Pemeriksaan foto dengan zat kontras.
3) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus
vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya
massa abses paravertebral.
4) Pemeriksaan mielografi.
5) CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi
tulang.
6) MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang
belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006).
7. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera
untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi
paraplegia atau defisit neurologis. Prinsip pengobatan Potts paraplegia yaitu:
a. Pemberian obat antituberkulosis.
b. Dekompresi medula spinalis.
c. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.
d. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007).
Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:
a. Terapi konservatif
1) Tirah baring (bed rest).
2) Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.
3) Memperbaiki keadaan umum penderita.
4) Pengobatan antituberkulosa.
Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu:
i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).
a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg,
dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu
selama 4 bulan (54 kali).
ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderita yang kambuh.
a) Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan
(90 kali).
b) Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250
mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri
dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union
b.

pada vertebra.
Terapi operatif
1)
Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita diberikan
obat tuberkulostatik.
2)
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
3)

terbuka, debrideman, dan bone graft.


Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI
ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005).

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita


spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting dalam
beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi tuberkulosa,
paraplegia, dan kifosis.
a. Cold absces
Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi
spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan
drainase bedah.
b. Lesi tuberkulosa
1) Debrideman fokal.
2) Kosto-transveresektomi.
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
c. Kifosis
1) Pengobatan dengan kemoterapi.
2) Laminektomi.
3) Kosto-transveresektomi.
4) Operasi radikal.
5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.
Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi
untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi
posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Potts paraplegia
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

1) Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus


maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula
spinalis. Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara
dekompresi medula spinalis dan saraf.
2) Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis
dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas
kanalis spinalis.
b. Ruptur abses paravertebra
1) Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura
sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis.
2) Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas
membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay,
2008).
c. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh :
Potts paraplegia prognosa baik) atau dapat juga langsung karena
keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :
menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik
(berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat
membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan
corda spinalis.
B. Rencana Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri
dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian
di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah
kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari
tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa
keperawatan.
a. Pengumpulan data.
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien,
keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan
dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS
dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah
sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada
atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah
berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya
keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat
badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien
di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis
paru.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu
penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan
penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan
keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga
kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,
pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut
dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri ,
yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan
penyakitnya.Sehingga

menimbulkan

salah

persepsi

dalam

pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya

Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi


klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya
menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme
tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami
gangguan pada status nutrisinya.
c) Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada
punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan
imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat
tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien
tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
d) Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada
punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan
menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya
kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau
dampak

hospitalisasi

akan

menyebabkan

masalah

dalam

pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.


f) Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan
peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya,
baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut
berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu
terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali
bila terjadi komplikasi paraplegi.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan
akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit.
Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan

Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau


dapat dilaksanakan.
j) Pola penaggulangan stress
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti
penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas
yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang
penyakitnya untuk mengurangi stres.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat
menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan
ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah
bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan
percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat,
dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
b) Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c) Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d) Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan
kelainan.
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a) Radiologi
- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,
sangat jarang menyerang area posterior.
- Terdapat penyempitan diskus.
- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b) Laboratorium
Laju endap darah meningkat
c) Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif
yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal
dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan

Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat
disimpulkan masalah yang di alami oleh klien.
c. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang
nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk
melakukannya.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
1) Gangguan mobilitas fisik.
2) Nyeri.
3) Perubahan konsep diri : Body image.
4) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
d. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan I
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri.
Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil :
1) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
2) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
3) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan :
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan.
2) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
3) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
- Mattress
- Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa
yang

keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien

tidur.
4) Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
- Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar
pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara
mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas
bawah secara bersamaan.
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30

menit.
Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas

pernapasan.
5) Monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.
6) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau
lecet.
7) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra
indikasi.
8) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap
efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
Rasional :
1)
2)
3)
4)

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.


Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot

5)
6)
7)
8)

paraspinal.
Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan
dan dapat menimbulkan efek samping.

Diagnosa Keperawatan II
Nyeri berhubungan dengan adanya peradangan sendi.
Tujuan :
1) Rasa nyaman terpenuhi
2) Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil :
1) Klien melaporkan penurunan nyeri.
2) Menunjukkan perilaku yang lebih relaks
3) Memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan
peningkatan keberhasilan.
Rencana tindakan :
1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan
nyeri ke daerah yang baru.
2) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya
terhadap nyeri.
3) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
4) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk
meningkatkan rasa nyaman.
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

5) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.


Rasional.:
1) Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh
klien sendiri.
2) Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana
reaksinya terhadap nyeri klien.
3) Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
4) Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan
tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
5) Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan
nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri
berkurang.
Diagnosa Keperawatan III
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
Tujuan : Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan
koping yang adaptif.
Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan
menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi
perubahan citra.
Rencana tindakan :
1) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
2) Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.
3) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga
dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna
mengatasi perubahan body image.
Rasional :
1) Meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya
dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
2) Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri
klien.
3) Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya
secara positif dan tidak merasa rendah diri.
Diagnosa Keperawatan IV
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
Kriteria hasil :
Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

1) Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau


korset
2) Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
3) Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana
pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
Rencana tindakan :
1) Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek
2)
3)
4)
5)

sampingnya.
Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri

dan mobilitas.
6) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

Keperawatan Anak/L4AB/Sarini Hafid (C12114721).

Page

S-ar putea să vă placă și