Sunteți pe pagina 1din 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

bagi masyarakat, dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh dan berkesinambungan.1
Dalam mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang
baik pula. Dalam hal ini rumah sakit sebagai sarana kesehatan harus pula
memperhatikan keterkatitan tersebut. Dilain pihak, rumah sakit juga dapat dikatakan
sebagai pendonor limbah karena buangannya berasal dari kegiatan non-medis
maupun medis yang bersifat berbahaya dan beracun dan dalam jumlah besar, rumah
sakit merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakan penderita penyakit,
kelompok masyarakat pemberi pelayanan, kelompok pengunjung dan kelompok
lingkungan sekitar. Adanya interaksi di dalamnya memungkinkan menyebarnya
penyakit bila tidak didukung dengan kondisi lingkungan rumah

sakit yang baik dan saniter. Aktivitas rumah sakit akan menghasilkan sejumlah hasil
samping berupa limbah, baik limbah padat, cair, dan gas yang mengandung kuman
patogen, zat-zat kimia serta alat-alat kesehatan yan pada umumnya bersifat
berbahaya dan beracun.2
Pengelolaan limbah medis menyajikan sejumlah tantangan lingkungan baik
maju dan negara berkembang. Menurut von Schirnding limbah berbahaya secara
luas tersebar di lingkungan dan telah akumulasi selama beberapa dekade. Limbah
medis berpotensi berbahaya dan terinfeksi jika ditangani sembarangan. Di Amerika
Serikat, misalnya, diperkirakan bahwa ada di antara Situs sampah 30.000 dan 50.000
pembuangan, banyak yang ilegal atau ditinggalkan. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) berpendapat bahwa manajemen yang tepat limbah medis adalah masalah di
sebagian besar negara berkembang, terutama di negara-negara di mana limbah padat
kota biasa tidak dikelola secara memadai.3
Sebagian besar pengelolaan limbah medis dari rumah sakit, puskesmas, dan
laboratorium masih jauh di bawah standar kesehatan lingkungan, karena umunya
dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open
dumping (tempat sampah terbuka). Padahal rumah sakit merupakan penghasil limbah
yang besar dan apabila tidak dikelolah dengan baik akan membahayakan lingkungan.
Oleh karena itu pengelolaan lingkungan rumah sakit yang komprehensif merupakan
hal yang sangat penting, baik bagi rumah sakit maupun bagi masyarakat pemakai
jasa pelayanan kesehatan rumah sakit.4

Sejalan dengan manajemen, tidak tepat dan tidak diatur dari rumah sakit
limbah dapat menjadi ancaman serius bagi kehidupan kita dan lingkungan meskipun
kita semua pasti memiliki hak untuk mendapatkan perawatan medis yang tepat dari
rumah sakit dan klinik. Para pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak tepat tidak
hanya membahayakan lingkungan, tetapi juga sangat melanggar hak asasi manusia
kami karena hak untuk hidup meliputi hak untuk memiliki lingkungan yang sehat,
menyenangkan bebas dari segala jenis polusi dan kontaminasi. Tetapi hak manusia
menikmati, segar menyenangkan

dan lingkungan bersih dilanggar diam-diam,

perlahan, teratur oleh salah urus limbah rumah sakit.4


Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui
sejauh mana manajemen pengelolaan limbah padat Rumah Sakit Gigi dan Mulut di
Makassar dan mencoba mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan limbah,
alasan peneliti mengambil rumah sakit gigi dan mulut karena masih kurangnya
informasi tentang pengelolaan limbah di rumah sakit gigi dan mulut khususnya di
kota Makassar.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengelolaan limbah padat Rumah Sakit Gigi dan Mulut di

Makassar?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mendapatkan pengelolaan limbah Rumah Sakit Gigi dan Mulut
di Makassar.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui gambaran pengelolaan limbah yang meliputi :
metode penampungan, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan,
dan pembuangan akhir limbah yang dilaksanakan di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut di Makassar.
2. Untuk mengetahui kondisi faktor penunjang dalam pengelolaan
limbah yang meliputi : ketenagaan, fasilitas/ peralatan, dan
peraturan/kebijakan pengelolaan limbah Rumah Sakit Gigi dan Mulut
di Makassar.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan limbah
Rumah Sakit Gigi dan Mulut di Makassar.

1.4

MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Gigi dan Mulut di Makassar
untuk menentukan kebijaksanaan dalam perencanaan program kesehatan
lingkungan dan rencana sistem pengelolaan limbah rumah sakit.

2. Sebagai pedoman bagi petugas pengelola limbah Rumah Sakit Gigi dan
Mulut dalam melaksanakan tugasnya.
3. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI RUMAH SAKIT


Menurut

keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1173/MENKES/PER/X/2004 tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut, selanjutnya


disingkat RSGM adalah sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan untuk pelayanan pengobatan dan
pemulihan tanpa mengabaikan pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit yang dilaksanakan melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan
pelayanan tindakan medik.5
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan.6
Sedangkan Menurut WHO memberikan pengertian mengenai rumah sakit dan
peranannya sebagai berikut: The hospital is an integral part of social and medical
organization, the function of which is to provider for population complete health

care both curative and preventive, and whose out patient service reach out
the family and its home environment, the training of health workers and for biosocial research 4
Sesuai batasan di atas, maka rumah sakit merupakan bagian dari sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun
preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan inap juga perawatan di
rumah. Disamping itu, rumah sakit juga berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga
kesehatan dan tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat penelitian. Oleh
karena itu, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, rumah sakit harus bisa
bekerja sama dengan instansi lain di wilayahnya, baik instansi kesehatan maupun
non kesehatan.
Rumah sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian, ternyata memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan
sekitarnya. Rumah sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan rawat jalan,
rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan nonmedik menggunakan
teknologi yang dapat mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.4

2.2

DEFINISI LIMBAH RUMAH SAKIT

Menurut norma WHO limbah layanan kesehatan mencakup semua limbah


yang dihasilkan oleh lembaga kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.
Selain itu, termasuk limbah yang berasal dari sumber kecil atau tersebar seperti hasil
limbah pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah (dialisis, suntikan insulin, dll).
Sekitar 75-90% limbah yang berasal dari instalasi kesehatan merupakan
limbah yang tidak mengandung risiko atau limbah umum dan menyerupai limbah
rumah tangga. Limbah tersebut kebanyakan berasal dari aktivitas administratif dan
keseharian instalasi, disamping limbah yang dihasilkan selama pemeliharaan
bangunan instalasi tersebut. Sisanya yang 10-25% merupakan limbah yang
dipandang berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak kesehatan.7

2.2.1

Sumber limbah Rumah Sakit


Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis

sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari setiap
ruangan/unit yang bersangkutan.
Material kedokteran gigi. Bahan-bahan dan obat yang selalu dipakai dokter
gigi dalam menjalankan profesinya adalah:8
1. Bahan tumpat: Amalgam-mercury, composite resin, glass ionomer, logam
mulia Au, Ag, Pd dan Zinc Oxide
2. Bahan crown: logam mulia, Ag, Akrilik, ceramic

3. Dental film: Developer x-ray (mengandung hydroquinone, Pb)


4. Bahan irigasi: Sodium hipoklorit (NaOCl 2,5%), Chlor Hexidin (CHX
0,2%), H2O2 3%
5. Rubber: sarung tangan, rubber dam
6. Masker
7. Jarum suntik, jarum endodontik, plastic spuit, dll
8. Alat pemanas: pemotong guttap point, pelunak guttap point
9. Obat-obat endodontik : Arsen, formaldehid,dll
10. Sinar : Halogen, laser,dll 8
2.2.2 Bahan kedokteran gigi yang dapat menimbulkan limbah toksik
Limbah dari tempat praktik dokter gigi/ rumah sakit dapat berupa limbah
infeksius dan limbah kimia. Keduanya merupakan limbah berbahaya bagi
lingkungan, apabila tidak diperhatikan cara menanggulanginya. Limbah infeksius
dari praktik kedokteran gigi dapat menularkan berbagai penyakit apabila tidak
diperhatikan pembuangannya.
Sedangkan limbah kimia kedokteran gigi yang berbahaya, antara lain adalah:
a) Limbah amalgam. Merkuri sebagai bahan pencampur amalgam merupakan
bahan toksik. Kandungan merkuri dalam amalgam 40-50%. Terbuangnya
limbah merkuri ke aliran limbah dapat merugikan lingkungan kalau tidak
diperhatikan. Limbah amalgam tersebut berasal dari: Scrap-amalgam,
amalgam kapsul (kosong, bocor atau tidak dapat dipakai), amalgam dari gigi
yang dicabut, pecahan amalgam berasal dari cairan yang mengendap di unit,
amalgam yang menempel di amalgam separator.
b) Limbah bahan kimia untuk fiksasi, developer dan cleaner pada pencucian
foto rontgen.
- Bahan fiksasi film X-ray adalah larutan yang tertinggi pada proses
pencucian film X-ray, merupakan limbah yang toksik karena
kandungan silver yang tinggi

Bahan developer x-ray dilarang dibuang sembarangan mengingat

kandungan hydroquinone yang merupakan limbah berbahaya


X-ray cleaner merupakan limbah berbahaya bila mengandung

chromium
Bungkus film x-ray yang mengandung Pb, dapat dilebur (recyded).
Karenanya bahan ini menjadi limbah yang tidak berbahaya bila

dalam bentuk scrap metal


Film x-ray sendiri termasuk limbah berbahaya karena kandungan
silvernya. Untuk mengindari limbah berbahaya dari x-ray tersebut
dianjurkan menggunakan alat digital x-ray

c) Limbah bahan sterilisasi alat kedokteran gigi merupakan limbah berbahaya


apabila mengandung alkohol, glutaraldehyde dan bahan berbahaya lain,
seperti ortho-phthaldehyde (OPA). Untuk mensterilisasi ditambah glycine.8
d) Cairan bleaching merupakan limbah yang berbahaya apabila konsentrasinya
tinggi. Penurunanan konsentrasi kurang dari 1% tidak membahayakan.8

2.2.3

Karakteristik limbah Rumah Sakit


Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk

padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan
non-medis.6
Menurut WHO & Departemen kesehatan RI, 1991, limbah klinis/medis
adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, veteranary, farmasi
atau sejenis; serta limbah yang dihasilkan di rumah sakit pada saat dilakukan
perawatan atau pengobatan atau penelitian.9

10

Secara garis besar limbah rumah sakit dibedakan menjadi limbah medis dan
non medis.6
a. Limbah medis
Penggolongan kategori limbah medis dapat diklasifikasikan potensi
bahaya yang tergantung didalamnya, serta volume dan sifat persistensinya
yang menimbulkan masalah:4
1. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam merupakan objek atau alat yang memiliki
sudut tajam, sisi ujung tau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit, seperti jarum suntik, pisau
bedah, pecahan gelas, dll. Semua benda tajam ini memiliki
potensi berbahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui
sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi dan beracun, bahan sitotoksik atau radioaktif.
Limbah tajam mempunyai potensi bahaya tambahan yang dapat
menyebabkan infeksi atau cedera karena mengandung bahan
kimia beracun atau radioaktif. Potensi untuk menularkan
penyakit akan sangat besar bila benda tajam tersebut digunakan
untuk pengobatan pasien infeksi atau penyakit infeksi.4
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian limbah yang berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif) dan limbah laboratorium yang berkaitan
dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang

11

perawatan/isolasi penyakit menular. Namun, beberapa institusi


memasukkan

juga

bangkai

hewan

percobaan

yang

terkontaminasi atau yang diduga terkontaminasi oleh organisme


patogen ke dalam kelompok limbah infeksius.4
Kategori yang meliputi limbah infeksius yaitu:7
- Kultur dan stok agens infeksius dari aktivitas di laboratorium
- Limbah buangan hasil operasi dan otopsi pasien yang menderita
penyakit menular (mis; jaringan dan materi atau peralatan yang
-

terkena darah atau cairan tubuh yang lain)


Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bangsal
isolasi (misalnya ekskreta, pembalut luka bedah atau luka yang
terinfeksi, pakaian yang terkena darah pasien atau cairan tubuh

yang lain)
Limbah yang

sudah

tersentuh

pasien

yang

menjalani

haemodialisis (misalnya peralatan dialisis seperti slang dan


filter, handuk, baju RS, apron, sarung tangan sekali pakai dan
-

baju laboratorium)
Hewan yang terinfeksi dari laboratorium
Instrumen atau materi lain yang tersentuh orang atau hewan
yang sakit.7

3. Limbah patologi
Jaringan tubuh meliputi organ badan, darah dan cairan tubuh
biasanya dihasilkan pada saat pembedahan. Limbah ini
dikategorikan berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi
infeksi kuman terhadap pasien lain, staf rumah sakit, dan
populasi umum (pengunjung RS dan penduduk sekitar RS)

12

sehingga dalam penaganannya membutuhkan labelisasi yang


jelas.4
4. Limbah farmasi
Limbah farmasi dapat berasal dari obat-obat yang kasaluarsa,
obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi
spesifkasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obatan yang
dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obatobatan yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang
bersangkitan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obatobatan.4
5. Limbah kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam
tindakan medik, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan
riset. 4
Limbah kimia mengandung zat kimia yang berbentuk padat,
cair maupun gas yang berasal, misalnya dari aktivitas diagnostik
dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan, aktivitas
keseharian, dan prosedur pemberian desinfektan. Limbah kimia
dari instalasi kesehatan berupa limbah berbahaya, bisa juga
tidak. Untuk melindungi kesehatan, limbah ini dikategorikan
sebagai limbah berbahaya jika memiliki sedikitnya satu dari
-

beberapa sifat berikut:7


Toksik
Korosif (yaitu asam dengan pH <2 dan basa dengan pH >12)
Mudah terbakar
Reaktif (mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan)
Genetoksik (misalnya:obat-obatan sitotoksik)

13

Limbah kimia yang tidak berbahaya (misalnya: gula, asam


amino, dan garam-garam organik dan non organik) pada
umunya mengandung zat kimia yang tidak memiliki sifat diatas.7
6. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan
radio isotop yang berasal dari penggunan medik atau riset
radionucleida. Limbah ini dapat berasal antara lain dari tindakan
kedokteran nuklir, radioimmunoassay, dan bakteriologis, dapat
berbentuk padat, cair, atau gas. 4
Limbah radioaktif juga mencakup benda padat, cair, dan gas
yang terkontaminasi radionuklida. Limbah ini berbentuk akibat
pelaksanaan prosedur seperti analisis in-vitro pada jaringan dan
cairan tubuh, pencitraan organ dan lokalisasi tumor secara invivo, berbagai jenis metode investigasi dan terapi lainnya.
Radionuklida yang digunakan dalam layanan kesehatan
biasanya berada dalam sumber yang tidak tersegel (terbuka) atau
sumber yang tersegel (tertutup rapat). Sumber yang tidak
tertutup biasanya berupa cairan siap pakai dan tidak ditutup lagi
selama penggunaanya, sumber yang tertutup misalnya zat
radioaktif yang terkandung dalam bagian perlengkapan atau
peralatan atau terbungkus dalam kemasan antipecah atau kedap
air sepert seeds dan jarum. Limbah yang dihasilkan dari
kegiatan di instalasi kesehatan dan pusat penelitian yang

14

menggunakan

radionuklida

dan

kegiatan

terkait

seperti

pemeliharaan dapat dikategorikan sebagai berikut:7


a. Sumber tertutup rapat
b. Generator radionuklida yang dipakai
c. Limbah padat dengan tingkat radiasi rendah, misalnya kertas
pengisap, kapas, peralatan gelas, spuit, ampul
d. Residu dari pengiriman bahan radioaktif

dan

larutan

radionuklida yang tidak diinginkan yang ditujukan untuk


menggunakan diagnostik dan terapi
e. Cairan yang tidak dapat larut air, misalnya: residu berkilau yang
digunakan dalam radioimmunoassay dan minyak pelumas yang
terkontaminasi
f. Limbah dari tumpahan dan dari pembersih tumpahan radioaktif
g. Ekskreta dari pasien yang menjalani terapi atau pemeriksaan
dengan radioaktif yang terbuka
h. Limbah cair yang kadar radioaktifnya rendah, misalnya yang
berasal dari pencucian peralatan medis
i. Gas dan asap yang keluar dari gudang dan lemari asap.7
b. Limbah Non-Medis
Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran/administrasi, ruang tunggu, unit pelayanan, taman, dan halaman
yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.6

2.3

ASPEK

PERUNDANGAN,

PERATURAN,

DAN

KEBIJAKAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH MEDIS

15

2.3.1

Kesepakatan internasional dan prinsip-prinsip pokok perundangan


dan peraturan
Kesepakatan internasional telah tercapai berkaitan dengan beberapa
prinsip pokok yang mengatur baik masalah kesehatan masyarakat maupun
pengelolaan limbah layanan kesehatan secara aman. Prinsip-prinsip yang
diuraikan di bawah ini harus ikut diperhitungkan saat merumuskan
perundangan atau kebijakan nasional yang mengatur pengelolaan limbah
layanan kesehatan.7
-

The Basel Convention (konvensi Basel), ditanda-tangani oleh lebih baik dari
100 negara, membahas tentang pergerakan limbah berbahaya lintas negara:
kesepakatan ini juga dapat diberlakukan untuk limbah layanan kesehatan.
Negara yang menandatangani konvensi ini menerima prinsip bahwa hanya
kiriman limbah berbahaya resmi yang dapat diekspor dari negara yang tidak
memiliki fasilitas atau keahlian untuk memusnahkan limbah tertentu secara
aman ke negara lain yang memiliki baik fasilitas maupun keahlian. Limbah

ekspor harus diberi label sesuai dengan standar yang direkomendasi PBB.7
The polluter paysprinciple (prinsip pencemar yang membayar)
menyiratkan bahwa semua penghasil limbah secara hukum dan finansial
bertanggung jawab untuk menggunakan metode yang aman dan ramah
lingkungan di dalam pembuangan limbah yang mereka hasilkan. Prinsip ini
juga berupaya untuk membebankan pertanggung-gugatan pada pihak yang

menyebabkan kerusakan.7
Theprecautionaryprinciple (prinsippencegahan) merupakan prinsip
kunci yang mengatur masalah perlindungan kesehatan dan keselamatan. Jika

16

besarnya resiko tertentu tidak dapat diperkirakan, kita harus berasumsi


bahwa resiko tersebut memang signifikan sehingga tindakan untuk
-

melindungi kesehatan dan keselamatan harus didesain dengan tepat.7


The duty of care principle (prinsip kewajiban untuk waspada) menetapkan
bahwa siapa saja yang menangani atau mengelola zat berbahaya atau
peralatan terkait, secara etik bertanggung jawab untuk menerapkan

kewaspadaan tinggi dalam menjalankan tugasnya.7


Theproximityprinciple
(prinsipkedekatan)

menyatakan

bahwa

penanganan dan pembuangan limbah berbahaya sebaiknya dilakukan di


lokasi yang sedekat mungkin dengan sumbernya untuk meminimalkan
risiko yang mungkin ada dalam pemindahannya. Berdasarkan prinsip ini,
semua penduduk harus mendaurulang atau membuang limbah yang
dihasilkannya di dalam area lahan milik mereka.7

2.3.2

Rekomendasi internasional untuk sistem pengelolaan limbah


Agenda yang di adopsi konferensi PBB tentang lingkungan dan
pembangunan (UNCED) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada bulan
juni 1992, menetapkan tujuan dan target yang berkaitan dengan
-

pengelolahan limbah:10
Semua negara harus menetapkan pengolahan limbah dan kriteria
pembuangan dan mengembangkan kemampuan untuk memantau dampak

lingkungan dari limbah pada tahun 2000.


Pada tahun 2025, negara berkembang harus memastikan bahwa setidaknya
setengah dari limbah, air limbah dan limbah padat dibuang sesuai dengan
pedoman nasional dan internasional.

17

Pada tahun 2025 semua negara harus membuang semua limbah sesuai
dengan pedoman kualitas internasional.10

2.3.3

Aspek lingkungan yang diatur menurut peraturan dan perundangundangan pengelolaan lingkungan Rumah Sakit

a.

Penilaian Dampak Lingkungan


Suatu rencana usaha dan/ atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup mempunyai kewajiban
melengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL). Jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib mempunyai AMDAL
adalah bidang pertahanan dan keamanan, bidang pertanian, bidang
perikanan, bidang kehutanan, bidang kesehatan, bidang perhubungan,
bidang teknologi satelit, bidang perindustrian, bidang prasarana wilayah,
bidang energi dan sumber daya mineral, bidang pariwisata, bidang
pengembangan nuklir, bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) dan bidang rekayasa genetika.4
Untuk jenis kegiatan bidang kesehatan seperti Rumah Sakit, penilaian
dampak lingkungan dapat dilihat melalui tinjauan dokumen penilaian
lingkungan (AMDAL) yang dibuat oleh rumah sakit, apakah sudah sesuai
dengan peraturan yang ada. Dokumen tersebut harus sesuai dengan:4
a. Undang-undang Nomor.4 Tahun 1982 tentang ketentuanketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
b. Peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 1993 tentang analisis
mengenai dampak lingkungan dan penjelasannya.

18

c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.298/


Menkes/ Per/ XI/ 1995 tentang penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan bidang kesehatan.
d. Pedoman teknis penyusunan AMDAL Rumah Sakit.
b.

Limbah Padat
Tinjauan pengelolaan limbah padat sesuai dengan peraturan yang terdapat
dalam:
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/
MENKES/SK/X/2004.
b. Keputusan Dirjen P2M PLP No.HK.00.6.64 tanggal 18 Februari 1993
tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan, Ruang dan Bangunan,

serta Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit.


c. Keputusan Dirjen P2M PLP No.HK.00.06.64 tanggal 18 Februari 1993
tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
d. Pedoman sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.4

2.4

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT

Pengelolaan limbah medis secara efektif adalah pemilahan (segregasi) dan


identifikasi limbah. Penanganan, pengelolaan, dan pembuangan akhir limbah
berdasarkan jenisnya akan menurunkan biaya yang dikeluarkan serta memberikan
manfaat yang lebih banyak dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pemilihan
merupakan tanggung jawab yang dibebankan pada produsen limbah dan harus
dilakukan sedekat mungkin dengan tempat dihasilkannya limbah, kondisi yang telah
terpilah itu harus tetap dipertahankan di area penampungan dan selama

19

pengangkutan. Sistem yang sama harus diberlakukan di keseluruhan wilayah suatu


negara.7
Cara yang paling tepat untuk mengidentifikasi kategori limbah layanan
kesehatan adalah dengan melakukan pemilahan limbah berdasarkan warna kantong
atau kontainer plastik yang digunakan. Rekomendasi mengenai kode berdasarkan
warna.7
Adapun persyaratan pengelolaan limbah rumah sakit berdasarkan Menkes
sebagai berikut:6
1. Limbah Medis Padat
a. Minimasi Limbah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumber.
2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi.
4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah

20

2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari


limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus
anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang
yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat
digunakan kembali.
5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi sesuai Tabel I.10. Untuk menguji efektifitas
sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan
untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali
pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada
Tabel 2.1.
7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan wadah dan label seperti Tabel 2.2.6

21

Tabel 2.1 Metode sterilisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali

Sumber : Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan


Rumah
Sakit.
Direktorat
Jenderal
pemberantasan
penyakit
menular&penyehatan lingkungan; 2004. p18
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor,
dan diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksis.6
2. Limbah Medis Non Padat
a. Pemilahan dan Pewadahan
1) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah
medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.
2) Tempat Pewadahan
a. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi
kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah
padat dengan lambang domestik warna putih
b. Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah pada melebih 2
(dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian
padat.6

22

Tabel 2.2. Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya

Sumber : Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan


Rumah
Sakit.
Direktorat
Jenderal
pemberantasan
penyakit
menular&penyehatan lingkungan; 2004. p19
Selain pengkodean berdasarkan warna pada kontainer limbah, praktik berikut
juga direkomendasikan:7
a. Limbah layanan kesehatan umum dapat disatukan dengan aliran
pembuangan limbah domestik.
b. Benda tajam harus dikumpulkan bersamaan, baik yang terkontaminasi
ataupun tidak. Kontainernya harus antirobek (biasanya terbuat dari
logam atau plastik berdensitas tinggi) dan pas dengan tutupnya.
Kontainer itu harus kokoh dan impermiabel agar dapat menahan benda
tajam dan cairan residu yang keluar dari spuit tetap dalam kontainer.
Untuk menurunkan resiko kerusakan, kontainer harus tahan banting

23

(sulit dibuka atau dipecahkan) dan jarum serta spuit harus dibuat tidak
berguna lagi. Jika kontainer plastik atau logam tidak tersedia atau
terlalu mahal, sebaiknya gunakan kontainer yang dibuat dari papan
kardus padat, kemasan tersebut untuk memudahkan pengangkutan dan
harus dilapisi dengan plastik.
c. Kantong dan kontainer untuk limbah infeksius harus ditandai dengan
simbol internasional zat infeksius.
d. Limbah yang sangat infeksius harus, kapanpun mungkin, disterilisasi
segera melalui proses autoclaving. Dengan demikian, limbah tersebut
sebelumnya harus dikemas dalam kantong yang kompatibel untuk
proses pengolahan tersebut: kantong merah direkomendasikan karena
sesuai dengan proses autoclaving.
e. Limbah sitotoksik yang kebanyakan dihasilkan oleh rumah sakit besar
atau fasilitas penelitian, harus dikumpulkan dalam kontainer antibocor
yang kuat diberi label limbah sitotoksik
f. Limbah sediaan farmasi atau bahan kimia dalam jumlah kecil harus
disatukan dengan limbah infeksius.
g. Kuantitas besar sediaan farmasi yang sudah kedaluarsa yang disimpan
dibangsal atau bagian rumah sakit harus dikembalikan ke bagian
farmasi untuk pembuangan. Limbah sediaan farmasi lainnya yang
dihasilkan pada tahapan ini, misalnya:obat-obatan yang tercecer atau
terkontaminasi atau kemasan yang mengandung residu obat jangan
dikembalikan karena berisiko mengontaminasi bagian farmasi, limbah
itu harus ditampung dalam kontainer yang tepat di lokasi limbah
dihasilkan.

24

h. Kuantitas besar limbah bahan kimia harus dikemas dalam kontainer


resisten bahan kimia dan dibawa ke fasilitas pengolahan khusus (jika
tersedia). Indentitas bahan kimia harus dijelaskan dengan benar apada
label kontainernya, limbah bahan kimia berbahaya yang berbeda
jenisnya jangan pernah disatukan.
i. Limbah yang mengandung logam berat berkonsetrasi tinggi (misalnya,
kadmium atau merkuri) harus dikumpulkan secara terpisah.
j. Kontainer aerosol yang sudah habis isinya dapat disatukan dengan
limbah layanan kesehatan umum, asalkan limbah ini tidak dihancurkan
melalui pembakaran.
k. Limbah infeksius dengan kadar radioaktif rendah (misalnya: kapas,
spuit untuk tujuan diagnostik atau terapeutik) dapat dikumpulkan dalam
kantong atau kontainer berwarna kuning untuk limbah infeksius jika
nantinya limbah tersebut akan dibakar.7
Karena biaya pengelohan dan pembuangan akhir yang aman untuk limbah
layanan kesehatan biasanya 10 kali lebih tinggi dari biaya untuk pengolahan dan
pembuangan limbah umum maka semua limbah umum, yaitu limbah non-infeksius
harus dikelola dengan cara yang sama dengan pengelolaan limbah domestik dan
dikumpulkan dalam kantong hitam. Limbah layanan kesehatan selain limbah benda
tajam tidak boleh dibuang dalam kontainer benda tajam karena harga kontainer ini
lebih mahal dibandingkan kantong yang digunakan untuk limbah infeksius lain.
Tindakan semacam itu membantu meminimisasi biaya pengumpulan dan pengolahan
limbah medis. Jika yang digunakan adalah spuit sekali pkai, misalnya kemasan harus
dibuang dalam kontainer limbah umum sementara spuit bekas pakai dibuang dalam
kontainer kuning untuk benda tajam.7

25

Kontainer atau bag-holder yang harus ditempatkan di semua lokasi yang


potensial menghasilkan limbah dari kategori tertentu. Instruksi mengenai pemilahan
dan identifikasi limbah juga harus dipasang di setiap titik pengumpulan untuk
mengingatkan staf akan prosedur pelaksanaanya. Kontainer harus diangkat jika
sudah tiga perempat penuh.7

Gambar 2.1 : Pembuangan limbah medis sesuai dengan wadah dan label
limbah. (Sumber : Bio-medical waste management self learning document for
doctors, superintendents and administrators. Available from
http://whoindia.org/LinkFiles/Chemical_Safety_Biomedical_waste_management_self_Learning_document_for_Doctors,_superin
tendents_and_Administrators.pdf. Accessed December 28, 2011)

2.4.1

Pengumpulan, pengangkutan, dan penampungan limbah di tempat (onsite)


1. Pengumpulan
Staf klinis atau staf kebersihan harus memastikan bahwa kantong
limbah tertutup atau terikat dengan kuat jika sudah tiga perempat penuh.
Kantong yang belum terisi penuh dapat disegel dengan membuat simpul

26

ikatan dibagian lehernya sementara kantong yang berat/penuh mungkin


perlu diikat dengan menggunakan label plastik pengikat dari jenis selflocking. Kantong tidak boleh ditutup dengan cara distaples. Kontainer benda
tajam yang sudah ditutup harus dimasukkan dalam kantong kuning berlabel
untuk limbah layanan kesehatan yang infeksius sebelum diangkut dari
bangsal atau bagian rumah sakit.7
Berikut beberapa rekomendasi khusus yang harus dipatuhi oleh tenaga
pendukung yang bertugas mengumpulkan limbah:
a. Limbah harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekuensi yang
ditetapkan) dan diangkut ke pusat lokasi penampungan yang ditentukan
b. Jangan memindahkan satu kantong limbah pun kecuali labelnya memuat
keterangan lokasi produksi (rumah sakit dan bangsal atau bagian-bagiannya)
dan isinya.
c. Kantong dan kontainer harus diganti segera dengan kantong kontainer baru
dari jenis yang sama. Persediaan kantong dan kontainer baru harus siap
tersedia di semua lokasi yang menghasilkan limbah.
2. Penampungan
Lokasi penampungan untuk limbah medis harus dirancang agar
berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan atau fasilitas penelitian.
Limbah, baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,
ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas
limbah yang dihasilkan dan frekuensi pengumpulannya. Kecuali digunakan
ruang yang memiliki pendingin, waktu tampung sementara untuk limbah
medis (misalnya: waktu tunggu antara produksi dan pengolahan) jangan
sampai melebihi iklim.7

27

Rekomendasi untuk fasilitas penampungan limbah medis:


a. Area penampungan harus memiliki lantai yang kokoh, impermiabel dan
drainasenya baik, laintai harus mudah dibersihkan dan disenfeksi
b. Harus ada persediaan air untuk tujuan pembersihan
c. Area penampungan harus mudah dijangkau oleh staf yang bertugas
mengangani limbah
d. Ruangan atau area tersebut harus dapat dikunci untuk mencegah
masuknya mereka yang tidak berkepentingan
e. Kemudahan akses oleh kendaraan pengumpul limbah sangat penting
f. Harus ada perlindungan dari sinar matahari
g. Area penampungan jangan sampai mudah dimasuki serangga, burung
dan binatang lainnya
h. Harus ada pencahayaan yang baik dan setidaknya ventilasi yang pasif
i. Lokasi penampungan tidak boleh berada di dekat lokasi penyimpanan
makanan mentah atau lokasi penyiapan makanan
j. Persediaan perlengkapan kebersihan, pakaian pelindung dan kantong
atau kontainer nlimbah harus diletakkan di lokasi yang cukup dekat
dengan lokasi penampungan limbah.
Limbah sitotoksik harus ditampung di lokasi yang terpisah dari lokasi
limbah layanan kesehatan sedangkan limbah radioaktif harus ditampung
dalam kontainer yang dapat mencegah pemancarannya, kemudian dilapisi
dengan timah. Limbah yang ditampung selama masa peluruhan radioaktif,
labelnya harus mencantumkan jenis radioaktif, tanggal dan rincian kondisi
penampungan yang disyaratkan.7

28

Gambar 2.2 : Pengumpulan limbah medis . (Sumber : Bio-medical waste


management self learning document for doctors, superintendents and
administrators.Available from
http://whoindia.org/LinkFiles/Chemical_Safety_Biomedical_waste_management_self_Learning_document_for_Doctors,supe
rintendents_and_Administrators.pdf. Accessed December 28, 2011)

3. Pengangkutan di tempat
Limbah layanan kesehatan harus diangkut di dalam rumah sakit atau
ke fasilitas lain dengan menggunakan troli, kontainer atau gerobak yang
tidak digunakan untuk tujuan lain dan memenuhi persyaratan sebagai
-

berikut:7
Mudah dimuat dan dibongkar muat
- Tidak ada tepi tajam yang dapat merusak kantong atau kontainer

limbah selama pemuatan maupun pembongkaran muatan


Mudah dibersihkan
Kendaraan pengangkut limbah tersebut harus dibersihkan

dan

didesinfeksi setiap hari dengan disinfektan yang tepat. Semua ikatan atau
tutup kantong limbah harus berada di tempatnya dan masih utuh setibanya
di akhir pengangkutan.7

Gambar 2.3 : Pengangkutan limbah medis dengan menggunakan troli.


(Sumber : Bio-medical waste management self learning document for
doctors, superintendents and administrators. Available from

29

http://whoindia.org/LinkFiles/Chemical_Safety_Biomedical_waste_management_self_Learning_document_for_Doctors,_sup
erintendents_and_Administrators.pdf. Accessed December 28, 2011)
2.4.2

Pengangkutan limbah meninggalkan lokasi (off-site)


Kantong limbah dapat langsung ditempatkan dalam kendaraan pengangkut,

tetapi akan lebih aman jika menempatnkannya dalam kontainer sekunder (misalnya:
kotak kardus atau kontainer beroda, kokoh, plastik bertutup atau kontainer berlapis
seng). Kelebihannya adalah dapat mengurangi kontak dengan kantong limbah yang
penuh tetapi biaya pembuangannya menjadi lebih tinggi. Kontainer sekunder tersebut
harus ditempatkan di lokasi yang dekat dengan sumber limbah.7
Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. Cara dan
teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan
kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan
menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insinerator. Sedangkan
limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang dikelola
oleh pemerintah daerah, atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.6

2.4.3

Pengelolaan limbah medis berdasarkan kategori limbah

a) Limbah infeksius dan benda tajam


Insinerasi dalam insinerator bilik tunggal harus menjadi metode
pilihan pada instansi yang menerapkan program minimal pengelolaan limbah.

30

Limbah yang sangat infeksius, seperti kultur dan sediaan agens infeksius dari
percobaan di laboratorium, harus disterilisasi melalui perlakuan termal
basah(auto-claving) pada tahap sedini mungkin. Untuk limbah layanan
kesehatan lain yang infeksius, cukup didesinfeksi saja untuk mengurangi
kandungan mikroorganismeya. Benda tajam juga harus diinsinerasi kapanpun
mungkin dan dapat diinsinerasi bersama dengan limbah infeksius yang lain.
Benda tajam juga harus diinsinerasi atau proses desinfeksi lainnya, residu
dapat dibuang ke lokasi landfill.7
b) Limbah bahan kimia
Pelaksanaan pengelolaan persediaan bahan kimia akan dipantau oleh
Kepala Bagian Farmasi instansi layanan kesehatan terkait. Sejumlah kecil
limbah bahan kimia mencakup residu kimia dalam kemasannya, bahan kimia
yang kadaluarsa atau membusuk, atau bahan kimia yang sudah tidak
diperlukan lagi. Limbah tersebut umunya dikumpulkan dalam kontainer
berwarna kuning, bersama dengan limbah infeksius dan menjalani prosedur
yang sama untuk pembuangan akhirnya (baik insinerasi atau dipendam secara
aman).7
c) Limbah sitotoksik
Obat-obatan sitotoksik sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan
-

lingkungan. Pilihan pembuangan akhir limbah yang diuraikan antara lain:


Dikembalikan pada pemasok awal
- Insinerasi dengan suhu tinggi, misal : rotary klins (tungku berputar)
atau double chamber phrolytic incinerator (insinerasi pirolitik bilik

ganda) berkemampuan tinggi (jika tersedia).


Penguraian secara kimiawi.7

d) Limbah radioaktif

31

Untuk alasan keamanan, penggunaan isotop radioaktif secara medis


harus dibatasi hanya pada rumah sakit pendidikan dan setiap rumah sakit
yang menggunakan produk radioaktif harus memperkerjakan teknisi radiologi
ahli.7

2.5

TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT


Rumah sakit mempunyai berbagai cara dalam mengolah limbahnya. Ada

yang mengolah limbahnya sendiri dan ada juga yang bekerja sama dengan rumah
sakit lain yang memiliki sarana pengolahan limbah yang lebih lengkap dalam
mengelola limbahnya. Banyak rumah sakit mempunyai alat canggih sebagai sarana
pengolah limbhanya. Hal ini diakui membawa konsekuensi besar biaya pengadaan
dan operasional untuk diolah ke rumah sakit lain merupakan salah satu cara
meminimalisasi biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah.7
Insinerasi biasanya merupakan metode pilihan untuk kebanyakan limbah
medis dan sampai saat ini masih banyak dipakai. Namun metode pengolahan
alternatif yang baru-baru saja dikembangkan semakin populer. Pilihan akhir untuk
sistem pengolahan harus dipertimbangkan dengan cermat dan didasarkan pada
berbagai faktor yang kebanyakan di antaranya bergantung pada persyaratan lokal:7
a. Efisiensi desinfeksi
b. Pertimbangan kesehatan dan lingkungan
c. Pengurangan volume dan massa
d. Pertimbangan kesehatan dan keselamatan kerja
e. Kuantitas limbah untuk pengolahan dan pembuangan/kapasitas sistem
f. Tipe limbah untuk pengolahan dan pembuangan akhir
g. Persyaratan infrastruktur
h. Pilihan dan teknologi pengolahan yang ada di tingkat lokal

32

i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

Pilihan yang ada untuk pembuangan akhir


Kebutuhan pelatihan untuk pelaksanaan metode
Pertimbangan pelaksanaan dan pemeliharaan
Ruang yang tersedia
Lokasi dan kondisi sekitar pengolahan dan fasilitas pembuangan
Biaya investasi dan biaya operasional
Persyaratan perundangan

akhir

Beberapa pilihan pengolahan dapat mengurangi bahaya infeksius limbah


medis secara efektif dan mencegah terjadinya pemulungan, tetapi di saat yang
bersamaan juga dapat memperbesar bahaya lain terhadap kesehatan lingkungan.
Seperti insinerasi untuk limbah medis jenis tertentu, terutama yang mengandung klor
atau logam berat dalam kondisi tertentu (misalnya, insinerasi suhu tinggi yang tidak
memadai, pengendalian emisi yang tidak adekuat) dapat melepaskan materi toksik ke
dalam atmosfer.7
Sedangkan

untuk

pembuangan

dengan

cara

pemendaman

dapat

mengakibatkan pencemaran air tanah jika lokasi landfill tidak didesain atau
dioperasionalisasikan dengan adekuat. Dalam memilih metode pengolahan atau
pembuangan limbah medis, terutama jika ada resiko terjadinya pelepasan emisi
toksik atau akibat berbahaya lainnya maka resiko relatif sekaligus integrasi ke dalam
keseluruhan kerangka kerja strategis limbah yang komprehensif harus dievaluasi
dengan cermat berdasarkan keadaan setempat.7

33

Gambar 2.3 : Insinerator. (Sumber : Bio-medical waste management self


learning document for doctors, superintendents and administrators.
Available from http://whoindia.org/LinkFiles/Chemical_Safety_Biomedical_waste_management_self_Learning_document_for_Doctors,_sup
erintendents_and_Administrators.pdf. Accessed December 28, 2011

Tabel 2.2. Kelebihan dan kekurangan pilihan metode pengolahan dan


pembuangan limbah

No.

1.

Metode
pengolahan/pembuangan
Rotary klin (tungku
berputar)

2.

Insinerasi
(suhu tinggi)

pirolitik

3.

Insinerasi bilik tunggal

4.

Insinerasi
batu bata

drum

atau

Kelebihan

Kekurangan

Tepat untuk semua limbah


infeksius, sebagian besar limbah
kimia, dan limbah sediaan
farmasi
Efisiensi desinfeksi sangat tinggi.
Tepat untuk semua limbah
infeksius dan sebagian besar
limbah sediaan farmasi dan bahan
kimia
Efisiensi sangat baik. Penurunan
tajam berat dan volume limbah.
Residu dapat dibuang ke landfill.
Tidak memerlukan operator yang
sangat ahli

Biaya investasi dan operasional


tinggi

Penurunan tajam berat dan


volume limbah. Biaya investasi
dan operasional sangat rendah

Penghancuran limbah sitotoksik


secara tidak sempurna. Biaya
investasi dan operasional relatif
tinggi
Emisi polutan udara yang sangat
signifikan.
Perlu
dilakukan
pembersihan jelaga dan arang
secara berjangka. Tidak efisien
untuk menghancurkan limbah
bahan kimia dan obat-obatan
seperti obat sitotoksik
Hanya menghancurkan 99%
mikroorganisme. Tidak banyak
menghancurkan limbah bahan

34

5.

Disenfeksi kimia

Desinfeksi sangat efisien dalam


kondisi operasional yang baik.
Beberapa
disenfektan
kimia
relatif mahal. Penurunan tajam
volume limbah

6.

Pengolahan
basah

7.

Iradiasi microwave

8.

Encapsulation

9.

Pemendaman
aman

10.

Inertisasi

termal

yang

Ramah lingkungan. Penurunan


tajam volume limbah. Biaya
investasi dan operasional relatif
rendah

Efisiensi desinfeksi baik dalam


kondisi operasional yang sesuai.
Penurunan tajam volume limbah.
Ramah lingkungan
Sederhana, murah dan aman.
Dapat juga diterapkan untuk
limbah sediaan farmasi
Murah. Relatif aman jika akses ke
lokasi dibatasi dan jika infiltrasi
alami dibatas
Relatif tidak mahal

kimia dan sediaan farmasi. Emisi


besar-besaran asap hitam, abu
melayang, gas cerobong toksik,
dan bau
Perlu teknisi yang sangat ahli
untuk menjalankan prosesnya.
Menggunakan zat berbahaya yang
memerlukan tindakan keamanan
yang komprehensif. Tidak sesuai
untuk limbah sediaan farmasi,
bahan kimia dan beberpa jenis
limbah infeksius
Alat pencabik sering tidak
berfungsi dengan baik dan
mengalami
kerusakan.
Operasinya memerlukan teknisi
ahli. Tidak sesuai untuk limbah
anatomi, sediaan farmasi dan
limbah bahan kimia serta limbah
yang tidak permeabel-uap
Biaya investasi dan operasional
relatif
tinggi.
Kemungkinan
munculnya masalah operasional
dan pemeliharaan
Tidak dianjurkan untuk limbah
benda nontajam
Aman jika akses ke lokasi
dibatasi dan tindakan pencegahan
perlu dilakukan
Tidak aplikatif untuk limbah
infeksius

Sumber : Prss A, E.Giroult, P.Rushbrook. Pengelolaan aman limbah layanan


kesehatan. Jakarta: EGC; 2005. p.118.
2.6 PRAKTIK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNTUK
TENAGA MEDIS DAN PENGELOLAAN LIMBAH
2.6.1 Prinsip-prinsip
Kebijakan atau rencana pengelolaan limbah medis harus mencakup kebijakan
untuk pemantauan berkesinambungan terhadapn kesehatan dan keselamatan
pekerja

guna

memastikan

bahwa

prosedur

penanganan,

pengolahan,

penampungan dan prosedur pembuangan limbah yang benar memang telah

35

dijalankan. Prosedur kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting


-

mencakup:7
Pelatihan yang tepat untuk pekerja
Penyediaan peralatan dan pakaian untuk perlindungan pekerja
Pembentukan program kesehatan kerja yang efektif yang mencakup imunisasi,
pengobatan profilaktik pascapajanan dan surveilans kesehatan.
Pelatihan dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dapat
memastikan bahwa pekerja mengetahui dan memahami risiko potensial yang
berkaitan dengan limbah layanan kesehatan, manfaat imunisasi untuk
mencegah penularan hepatitis B virus, dan pentingnya konsistensi penggunaan
peralatan perlindungan diri.7
Tenaga kerja yang berisiko mencakup pemberi rawatan, tenaga keberisihan
rumah sakit, tenaga bagian perawatan/ pemeliharaan, operator peralatan
pengolah limbah, dan semua operator yang terlibat dalam penanganan limbah
dan pembuangan limbah baik di dalam maupun di luar instansi layanan
kesehatan.7

2.6.2

Perlindungan pekerja
Perlindungan untuk mencegah cedera menjadi sangat penting untuk semua

pekerja yang berisiko.7


Pakaian pelindung
Jenis pakaian pelindung yang dipakai bergantung pada besarnya risiko yang
berhubungan dengan limbah layanan kesehatan, seperti: helm (dengan atau
tanpa penutup wajah, bergantung pada jenis kegiatannya), masker wajah,
pelindung mata, overall (coverall seperti pakaian bengkel), celemek untuk

industri, pelindung kaki/sepatu boot industri, sarung tangan.7


Higiene personal

36

Higiene personal dasar sangat penting untuk menurunkan risiko yang muncul
akibat penanganan limbah medis dan sarana cuci yang sesuai (dilengkapi
dengan air hangat dan sabun) harus tersedia bagi semua pekerja yang
menjalankan aktivitas ini. Sarana ini sangat penting terutama pada fasilitas
-

penampungan dan pembakaran limbah.7


Imunisasi
Infeksi hepatitis B virus dilaporkan juga menyerang tenaga layanan kesehatan
dan pengolah limbah sehingga sebaliknya dijalankan program imunisasi
terhadap penyakit tersebut. Semua pekerja yang menangani limbah juga

sebaliknya menerima imunisasi tetanus.7


Praktik pengelolaan tersebut antara lain:7
a. Pemisahan limbah (waste segregation): memilih berbagai jenis limbah dengan
seksama ke dalam wadah-wadah atau kantong yang berbeda dan khas yang
menerangkan risiko yang berkaitan dengan setiap kemasan limbah.
b. Pengemasan yang sesuai (appropriate packaging): mencegah tumpahnya
limbah dan melindungi pekerja dari kontak dengan limbah.
c. Identifikasi limbah (waste identification): melalui pengemasan dan pelabelan
yang jelas, memungkinkan jenis limbah dan sumbernya menjadi lebih mudah
dikenali.
d. Tempat penampungan limbah yang sesuai (appropriate waste stroge)
membatasi akses hanya pada orang berkepentingan, menjaga agar tidak
menjadi serangga dan binatang pengerat dan mencegah kontaminasi area
sekitar.
e. Transportasi yang sesuai (appropriate transportation): mengurangi risiko yang
dihadapi pekerja yang terpajan limbah.
-

Keamanan sitotoksik

37

Rumah sakit yang menggunakan produk sitotoksik, pedoman khusus


penanganannya secara aman harus mencakup aturan mengenai prosedur
penanganan limbah berikut:7
a. Pengumpulan limbah secara terpisah pada kantong atau wadah antibocor dan
pelabelan untuk identifikasi
b. Pengembalian obat-obatan yang kadaluarsa pada pemasok
c. Penampungan aman yang terpisah dari limbah layanan kesehatan yang lain
d. Persyaratan untuk pembuangan limbah akhir materi yang terkontaminasi untuk
dekontaminasi peralatan yang dapat dipakai kembali dan untuk penanganan
tumpahan
e. Persyaratan untuk menangani limbah infeksius terkontaminasi produk
sitotoksik, termasuk ekskreta dari pasien dan sprei sekali pakai yang digunakan
untuk pasien yang tidak dapat mengontrol ekskresi.7

2.7 DAMPAK KESEHATAN LIMBAH MEDIS


2.7.1 Risiko akibat limbah medis
Limbah layanan kesehatan terdiri dari limbah umum (komponen terbesarnya)
dan limbah berbahaya (hanya sebgaian kecil).7
a) Jenis risiko
Pajanan pada limbah layanan kesehatan yang berbahaya dapat mengakibatkan
penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah medis tersebut mungkin muncul
-

akibat satu atau beberapa karakteristik berikut:7


Limbah mengandung agens infeksius
Limbah bersifat genetoksik
Limbah mengandung zat kimia atau obat-obatan berbahaya atau beracun
Limbah bersifat radioaktif
Limbah mengandung benda tajam7

38

b) Mereka yang berisiko


Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang berisiko, termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas
serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang berisiko
akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama
yang berisiko antara lain:7
a. Dokter, dokter gigi, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga bagian
pemeliharaan rumah sakit
b. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau
dirumah
c. Penjenguk pasien rawat inap.
d. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi
layanan kesehatan, misalnya bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian
transportasi.
e. Pegawai pada

fasilitas

pembuangan

limbah

(misalnya,

ditempat

penampungan sampah terakhir atau insinerator) termasuk pemulung.


c) Bahaya akibat limbah infeksius dan benda tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
-

patogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia beberapa jalur:7


Akibat tusukan, lecet atau luka di kulit
Melalui membran mukosa
Melalui pernafasan
Melalui ingesti 7
Di fasilitas kesehatan, keberadaan bakteri yang resisten terhadap antibiotik
dan desinfektan kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat
limbah layanan kesehatan yang buruk pengelolaannya. Contoh, plasmid dari
strain laboratorium yang terkandung dalam limbah layanan kesehatan ternyata
dapat berpindah ke dalam bakteri di alam melalui sistem pembuangan limbah.

39

Selain itu, bakteri Escherichia coli yang resisten antibiotik ternyata dapat
bertahan hidup dalam kolam lumpur aktif walaupun pada kondisi normal
pembuangan dan pengelolaan limbah cair, perpindahan organisme tersebut
tampaknya tidak signifikan. Kultur patogen yang pekat dan benda tajam yang
terkontamonasi (terutama jarum suntik) mungkin merupakan jenis limbah yang
potensial bahayanya paling akut bagi kesehatan.7
Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka
tusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda ini terkontaminasi patogen.
Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam
termasuk dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok
yang muncul adalah bahwa limbah infeksi yang ditularkan melalui subkutan
dapat menyebabkan masuknya agens penyebab penyakit, misalnya infeksi
virus pada darah dan berbahaya karena sering terkontaminasi darah pasien.7
d) Bahaya limbah kimia dan farmasi
Bahaya zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan
kesehatan (misalnya, zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah
terbakar, reaktif, mudah meledak atau sensitif terhadap guncangan). Kuantitas
limbah yang besar umumnya ditemukan jika instansi membuang zat kimia atau
bahan farmasi ayng sudah tidak terpakai lagi atau kadaluarsa. Kandungan zat
itu di dalam limbah dapat menyebabkan intoksikasi atau keracunan, baik akibat
pajanan secra akut maupun kronis dan cedera, termasuk luka bakar. Intoksikasi
dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit
atau membran mukosa atau melalui pernafasan atau pencernaan. Zat kimia
yang mudah terbakar, korosif atau reaktif (misalnya: formaldehid atau zat

40

volatil/mudah menguap lainnya) jika mengenai kulit, mata atau membran


mukosa saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera (luka bakar).7
Desinfektan merupakan anggota penting dalam kelompok ini karena
digunakan dalam jumlah besar dan seringkali bersifat korosif. Perlu kita
perhatikan bahwa zat kimia yang reaktif dapat membentuk senyawa sekunder
yang sangat toksik.7
Pestisida kadaluarsa, yang disimpan dalam drum atau kantong-kantong
kemasan, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi siapa
saja yang berkontak dengan bahan tersebut. Ketika hujan lebat, kontainer yang
bocor dapat menyebabkan pestisida meresap ke dalam tanah dan mencemari air
tanah. Keracunan dapat terjadi akibat kontak langsung dengan produk,
menghirup uapnya dan meminum air yang terkontaminasi atau memakan
makanan yang terkontaminasi. Selain itu, cara pembuangan yang tidak tepat,
misalnya dibakar atau dikubur, juga dapat memperbesar potensi munculnya
bahaya kebakaran dan kontaminasi. 7
Residu zat kimia yang dibuang ke dalam saluran air kotor dapat
menimbulkan efek merugikan pada pengoperasian pabrik pengelolaan limbah
biologis dan efek toksik pada ekositem lingkungan yang menampung air
tersebut. Masalah yang sama juga dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi
yang mungkin mengandung antibiotik serta obat lainnya, logam berat seperti
merkuri, fenol dan turunannya, serta desinfektan dan antiseptik.7
e) Bahaya limbah radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah radioaktif bergantung pada
jenis dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala,
pusing dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena limbah
radioaktif, seperti halnya limbah bahan farmasi bersifat genotoksik, maka

41

efeknya juga dapat mengenai sumber tertutup dalam instrumen diagnostik,


dapat menyebabkan cedera yang jauh lebih parah (misalnya: kerusakan
jaringan, keharusan untuk mengamputasi bagian tubuh) dan karenanya harus
dilakukan sdengan sangat hati-hati. Bahaya yang ditumbulkan limbah dengan
aktivitas rendah mungkin terjadi karena kontaminasi permukaan luar kontainer
atau karena cara serta durasi penyimpanan limbah yang tidak layak. Tenaga
layanan kesehatan atau tenaga kebersihan dan penanganan limbah yang
terpajan radioaktif merupakan kelompok yang berisiko.7

2.7.2 Dampak limbah medis terhadap masyarakat


a) Dampak limbah infeksius dan benda tajam
Untuk infeksi virus yang serius seperti HIV/AIDS serta hepatitis B dan C,
tenaga layanan kesehatan terutama perawat, merupakan kelompok yang paling
berisiko paling besar untuk terkena infeksi melalui cedera akibat benda tajam
yang terkontaminasi. Risiko serupa juga dihadapi tenaga kesehtan lain di RS
dan pelaksana pengelolaan limbah. Dikalangan pasien dan masyarakat, risiko
terkena infeksi tersebut jauh lebih rendah. Namun, beberapa infeksi yang
menyebar melalui media lain atau disebabkan oleh agens yang lebih resisten
dapat menimbulkan risiko yang bermakna pada masyarakat dan pasien RS.7
b) Dampak limbah kimia dan farmasi
Walau belum ada adat ilmiah mengenai insidensi kesakitan yang lazim
terjadi di masyarakat akibat limbah kimia maupun farmasi yang bersal dari RS,
banyak contoh yang dapat diajukan mengenai kasus intoksikasi massal yang

42

disebabkan oleh limbah kimia industri. Selain itu juga kasus cedera atau
intoksikasi yang terjadi akibat penanganan zat kimia atau farmasi secar tidak
tepat di instalasi layanan kesehatan. Apoteker, ahli anestesi, tenaga perawat dan
tenaga pendukung serta pemeliharaan mungkin berisiko terkena penyakit
pernafasan atau kulit akibat terpajan zat yang berwujud uap, aerosol atau
cairan.7
c) Dampak limbah radioaktif
Ada laporan mengenai beberapa kecelakaan yang terjadi akibat pembuangan
zat radioaktif secara tidak tepat. Konsekuensinya banyak individu yang
menderita akibat terpajan zat tersebut.7
Di Brazil, salah satu kasus mengenai dampak kanker terhadap penduduk
yang dihubungkan dengan pejanan terhadap limbah radioaktif dari RS sudah
dikaji dan didokumentasikan dengan lengkap. Sewaktu pindah sebuah institusi
radioterapi meninggalkan sebuah sumber tertutup radioterapi dibangunan
lamanya. Namun, sumber tersebut diangkat dan dibawa pulang oleh seseorang
yang berhasil masuk ke bangunan. Akibatnya sekitar 249 orang terpajan dan
beberpa diantaranya meninggal atau mengalami masalah kesehatan yang
serius.7

43

BAB III
KERANGKA KONSEP
Aktivitas medik

Aktivitas Non Medik

Limbah medik

Limbah padat

Limbah domestik

Limbah padat

Limbah cair

Limbah cair

Manajemen pengelolaan limbah:


1. Penampungan
2. Pengumpulan dan
pengangkutan
3. Pengolahan dan pembuangan

Mananajemen pengolahan
limbah Rumah Sakit Gigi
dan Mulut di Makassar

Keterangan:
: Variabel yang diteliti.
: Va : Variabel yang tidak diteliti

44

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian Observasional Deskriptif.


4.2 DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study
4.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSGMP Dg.SIKATI Tamalanrea, RSGM Dg.SIKATI
Kandea, Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi Mulut Sul-Sel pada bulan 1- 22 Oktober
2012.
4.4 SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah semua institusi Rumah Sakit Gigi dan Mulut di Makassar.
4.5 ALAT YANG DIGUNAKAN
Kuesioner modifikasi dari WHO 7
Alat tulis (buku catatan dan pulpen)

45

4.6 DEFINISI OPERASIONAL


-

Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis dan non-

medis.6
Pengelolaan limbah padat adalah kegiatan minimalisasi atau reduksi limbah
dan menghancurkan limbah yang diproduksi dengan metode yang
digunakan. 6

4.7 DATA PENELITIAN


- Jenis data: Data primer, data ini diperoleh langsung dari objek yang diteliti.
- Penyajian data : Dalam tabel distribusi
- Analisis data: Secara deskriptif, yakni dengan membuat uraian secara
sistematik mengenai keadaan dari hasil penelitian.

4.8

PROSEDUR PENELITIAN
1. Sebelum penelitian dilakukan, survey awal dilakukan untuk mengetahui dan
mendata jumlah petugas pengelolaan limbah di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
di Makassar.
2. Setelah sampel penelitian ditentukan dan didapatkan, penelitian dinyatakan
dimulai. Peneliti mencatat dan membagikan kuesioner modifikasi untuk
dijawab sampel dan peniliti melakukan penilaian.
3. Penelitian dinyatakan berakhir bila seluruh sampel telah mengisi kuesioner
kuesioner yang dibagikan dan peniliti telah menilai semua sampel.
4. Kuesioner modifiksai kemudian akan dikumpulkan, dinilai, dan dilakukan
pengolahan data, sehingga diperoleh hasil penelitian.

46

4.9

ALUR PENELITIAN

Penentuan lokasi penelitian

Penentuan populasi/sampel

Pengisian kuesioner
modifikasi oleh responden
dan lembar penilaian

Pengumpulan data

Analisis data

Hasil

47

S-ar putea să vă placă și