Sunteți pe pagina 1din 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh atau opasitas lensa kristalina. Istilah katarak berasal dari bahasa yunani yang
berarti air terjun, karena orang yang menderita karatak memiliki penglihatan yang kabur, seolah
olah di batasi air terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih berfungsi meneruskan sinar atau
cahaya ke dalam mata, sehingga mata dapat memfokuskan objek dari jarak yang berbeda beda.
Sebaliknya pada penderita katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan jalannya sinar
berkurang atau terlambat, sehingga lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang masuk.( Suddart,
brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. EGC. Jakarta ).

B. RUMUSAN MASALAH
1.

Apa pengertian katarak?

2.

Apa etiologi katarak?

3.

Apa manifestasi katarak?

4.

Bagaimana katarak?

5.

Bagaimana pemeriksaan penunjang katarak?

6.

Bagaimana penatalaksanaan katarak?

7.

Bagaimana askep katarak?

C. TUJUAN PENULISAN
1.

Untuk mengetahui pengertian katarak?

2.

Untuk mengetahui etiologi katarak?

3.

Untuk mengetahui manifestasi katarak?

4.

Untuk mengetahui patofisiologi katarak?

5.

Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang katarak?

6.

Untuk mengetahui penatalaksanaan katarak?

7.

Untuk mengetahui askep katarak?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Mata merupakan organ yang sangat canggih yang menjadi satu satunya alat untuk bisa
mengetahui dan melihat apa yang terjadi di sekeliling kita. Lensa mata terbentuk dari air dan
molekul protein. Dengan bertambahnya usia, molekul molekul menjadi rapat satu sama lain,
sehingga menjadi awal dari terbentuknya kabut di area lensa dan menghalangi cahaya untuk
mencapai bagian retina atau kata lain mengaburkan pandangan.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh
atau opasitas lensa kristalina. Istilah katarak berasal dari bahasa yunani yang berarti air terjun,
karena orang yang menderita karatak memiliki penglihatan yang kabur, seolah olah di batasi air
terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih berfungsi meneruskan sinar atau cahaya ke dalam
mata, sehingga mata dapat memfokuskan objek dari jarak yang berbeda beda. Sebaliknya pada
penderita katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan jalannya sinar berkurang atau terlambat,
sehingga lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang masuk.( Suddart, brunner. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. EGC. Jakarta ).
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan
rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini
memperburuk penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering

terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.

B. Etiologi
A. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya katarak, faktor diantaranya :
-Sejarah keluarga
-Proses penuaan dan congenital
-Penyakit sistemik seperti Diabetes dan Hipoparatiroidisme
-Luka pada mata ( trauma benda tumpul maupun tajam )
-Obat penyakit terutama korticosteroid dalam jangka yang panjang
-Pemajanan sinar matahari yang berlebihan
B. -Riwayat operasi mata
-Kelainan mata lain
-Alkohol dan merokok

C. Fisiologi
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf
ini timbul dari sel sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf optikus.
Saraf ini bergerak kebelakang secara medial dan melintas kanalis optikus memasuki rongga
kranium lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki tiga
pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus
serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah halus seperti arakhoid. Sementara lapisan dalam
adalah vaskuler ( mengandung banyak pembuluh darah ).
4

Pada saat serabut - serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut serabut
itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuh lagi menuju traktus
optikus sisi yang sama. Dengan perantara serabut serabut ini, maka setiap serabut serabut
nervus optikus di hubungkan dengan dua organ penglihatan. Bola mata terletak dalam tulang
orbita, serta di lindungi oleh sejumlah struktur seperti kelopak mata, alis, konjunktiva dan alat
alat lakrimal ( apparatus lakrimalis ).
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transfaran, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Pada zona sentral terdapat nucleus,
diperifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju
pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multiple ( zunula ) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah diluar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnyai lensa normal terjadi
disertai influk air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronis dan matang, ketika orang memasuki decade ketujuh. Katarak dapat bersifat
congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Factor yang paling sering berperan dalam

terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, diabetes
dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

Usia

Congenital

DM

Sinar UV

Gizi kurang

Enzim

gangguan
gangguan
lensa
tidak
Pada
bangan
metabolismerusak
kemata
tuntas
Mata
embrio
gula

Metabolisme
serat pada

Trauma
nutrisi

Operasi mata
kompresi

sentral

suplay nutrisi
terbentuk
pada retina

bensita
fibrosis

bentuk mata

timbul bercak
menghambat
putih
masuk

retinopati

keruh
cahaya

KATARAK

Menghambat
jalan cahay

penglihatan
rancangan
kabur
nosireseptor

pre operasi

post operasi

kurang

gangguan

pengetahuan

kelopak
mata

sulit

Ganggu
kemampuanan
Sensori
perseps
i
visual

kecemasan

pendarahan
merembes

orbitus

kelumpuhan hematam
spiral cora
N. VII
kelopak mata

menenali
sekitar

merawat diri

informasi
Resiko
Defisit
tinggi serebsiPerawatan
cidera
diri

E. Penatalaksanaan

kelopak mata

penglihatan

tidak mebuka

kabur

kortex

dgn smpurna

Resiko
infeksi

Resiko
injury

nyeri

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti glaucoma dan
uveitis. Tingkat keberhasilan pada katarak usia lanjut 90%, sedangkan komplikasi yang mungkin
akibat operasi adalah glaucoma, ablasio retina, perdarahan vitreus, infeksi atau pertumbuhan
epitel ke kamera okuli anterior. Katarak kongenital harus dideteksi dini karena bila menutupi
aksis visual harus segera dioperasi mencegah ambliopia.
Tehnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstra kapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan
nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tehnik ini dapat timbul
penyulit katarak sekunder. Dengan tehnik ekstraksi katarak intrakapsular tidak terjadi katarak
sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada katarak usia
lanjut yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun, katarak ematur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan
tehnik ekstra kapsular dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan
gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil dimana komplikasi paska operasi
lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
Sebaiknya ditanam lensa intraokular pada saat pembedahan sehingga tidak perlu memakai
kacamata afakia yang tebal atau lensa kontak. Kontraindikasi pemasangan lensa intraokular
adalah uveitis berulang, retnopati diabetik proliferatif, rubeosis iridis, dan glaukoma neovaskuler.
Penatalaksanaan paska operasi terutama ditujukan untuk mencegah infeksi dan terbukanya luka
operasi. Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari mengangkat beban berat selama
sebulan. Mata ditutup selama beberapa hari atau dilindungi dengan kacamata atau pelindung
7

pada siang hari. Selama beberapa minggu harus dilindungi dengan pelindung logam pada malam
hari. Kacamata permanen diberikan 6-8 minggu setelah operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S.2000. Nursing Outcome Classification (NOC).Mosby :
Philadelphia.
2.Manjoer, A.et ell. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Ausculapius : Jakarta.
3.Mc Claskey, J and Bulacheck, G.2000. Nursing Intervensions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia.
4.Nanda. 2000. Nursing Diagnosis: Prinsip-prinsip dan Classification 2005-2006. Philadelphia.
5.Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
6.Suddart, brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.EGC. Jakarta.
7.Sirait, Median. 2007. ISO ( Informasi Spesialite Obat Indonesia ) Vol 42. ISSN ( Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia ). PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS

Ny. S umur 56 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 13 maret 2010, dengan keluhan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau, pandangan kabur atau redup, susah melihat pada
malam hari, serta pengembunan seperti mutiara keabuan pada kedua pupil mata. Pasien tampak
gelisah dan mengatakan 1 Tahun yang lalu pernah mengalami konjungtivitis. Di RS pasien di
periksa dan di diagnosa menderita katarak. Pasien mengungkapkan tidak tahu banyak mengenai
penyakitnya.
PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny . S
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta
Kebangsaan : Indonesia
II. Identitas penangung jawab
Nama : Tuan X
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
9

Agama : Islam
Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta
Hub. Dengan pasien : Suami

III. Riwayat kesehatan Klien


a) Keluhan Utama
Pasien mengatakan saat melihat mata terasa kabur.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan pandangan mata kabur sejak 2 tahun yang lalu.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami konjungtivitis setahun yang lalu.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
IV. Pola fungsi kesehatan
a) Pola Aktifitas
- Sebelum sakit
Aktivitas seperti : mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi di tempat tidur, merapikan rumah,
ambulansi, dan makan tidak ada gangguan, semua bisa dilakukan sendiri oleh pasien.
- Saat Sakit
Pasien merasa tidak mampu merapikan rumah lagi karena penglihatannya kabur, sedangkan
untuk kegiatan yang lain bisa dilakukan sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
b) Pola Nutrisi dan Metabolik
- Sebelum Sakit
Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk tempe dan sayur, jarang makan buah buahan.Minum
air teh kalau pagi dan dalam sehari minum air putih sebanyak 6 gelas/ hari, nafsu makan normal.
- Saat Sakit
Pasien mengatakan makan dan minum tidak mengalami perubahan.
c) Pola Istirahat dan Tidur
- Sebelum Sakit
10

Pasien mulai tidur malam jam 21.00 selama 8 jam, Kualitas tidur nyenyak.
- Saat Sakit
Pasien tidur selama 6 jam saat tidur pada waktu malam hari, tidur nyenyak
d) Pola Eliminasi
- Sebelum Sakit
BAB 1-2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.
- Saat Sakit
BAB 1-2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.
e) Pola Koping
- Sebelum Sakit
Pandangan pasien terhadap masa depan sangat optimistis, tidak ada perasaan kehilangan.
- Saat Sakit
Masalah utama pasien selama masuk RS adalah masalah keuangan karena pasien harus di
operasi sehingga memerlukan biaya yang besar. Sedangkan pandangan terhadap masa depan
agak pesimistis.
f) Pola Kognitif Perseptual
- Sebelum Sakit
Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, Penglihatan : Normal.
- Saat Sakit
Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, Penglihatan : Terganggu dan
kabur. Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )
g) Pola Konsep Diri
- Sebelum Sakit
Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri, dan peran diri tidak terganggu.
- Saat Sakit
Harga diri, ideal diri, dan identitas diri tidak terganggu sedangkan gambaran diri terganggu
karena ada warna putih keabuan pada mata, peran diri terganggu karena pasien merasa tidak
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
h) Pola Peran Berhubungan
- Sebelum Sakit
Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya sangat mendukungnya.
11

- Saat Sakit
Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya sangat mendukungnya untuk
berobat ke RS.
I) Pola Seksual
- Sebelum Sakit
Pasien melakukan hubungan seksual dengan suami, pasien telah menopause
- Saat Sakit
Pasien tidak melakukan hubungan seksual dengan suami. Pasien telah menopause.
j) Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum dan saat sakit pasien selalu yakin dengan berdoa dan berusaha percaya bahwa sakitnya
bisa sembuh dan dia dapat pulih kembali.pasien beragama islam.
* Pemerikasaan Fisik
a)Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37 0C
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 60 x/menit
b)Keadaan Umum
1.Kesan umum : baik
2.Wajah : baik
3.Kesadaran : CM
4.Umur : 56 tahun
5.Bicara : jelas dan lancar
6.Pakaian, kerapian dan kebersihan badan : bersih dan rapi.
c)Status gizi : baik
d)Berat badan : 75 kg, Tinggi badan : 160 cm.
e)Kulit, rambut, kuku
1.Inspeksi : warna kulit normal, tidak ada lesi, bentuk kuku normal.
2.Palpasi : turgor kulit normal, tidak ada edema.

12

f)Kepala
1.Inspeksi : muka simetris, kulit kepala normal, rambut normal.
2.Palpasi : kulit kepala normal
g)Mata
1.bentuk bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, iris semua normal
2.pupil : ada warna keabuan
3.ada penurunan ketajaman penglihatan dan silau terhadap cahaya.
Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )
h)Telinga
1.Inspeksi : daun telinga dan liang telinga normal
2.Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada prosessus mastoideus
i)Hidung
bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan dan penyumbatan
j)Mulut
tidak ada stomatitis ataupun sianosis, tidak ada lubang pada gigi, tidak ada karang gigi, tidak ada
tonsilitis.
k)Leher
bentuk normal, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid.
l)Dada dan paru-paru
1.Inspeksi : bentuk normal ( Diameter anteroposterior dalam proporsi terhadap diameter lateral
adalah 1:2 ), kulit normal
2.Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
3.Perkusi : normal ( Resonan )
4.Auskultasi : sonor dan suara nafas : vesikuler
m)Jantung : normal
n)Abdomen
1.Inspeksi : bentuk normal dan simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada distensi
2.Auskultasi : peristaltik 29 x/menit (normal 5-35 x/ menit)
3.Perkusi : normal ( timpani pada lambung, dan pekak pada hepar )
4.Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan, tidak ada distensi
13

o)Anus dan rectum : normal tidak ada hemoroid


p) Alat kelamin : tidak ada gangguan (normal)
q) muskuloskeletal
1.otot : normal ( kekuatan otot ekstremitas ka-ki adalah 5, kontraksi normal)
2.tulang : tidak ada deformitas ( kurva normal tulang belakang : konveks pada bagian dada,
konkaf sepanjang leher dan pinggang ) tidak ada pembengkakan, tidak ada edema, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada krepitasi.
3.Persendian :normal ( sendi bergerak secara halus) tidak ada nyeri tekan, tidak ada bengkak,
tidak ada kekakuan sendi.
r)Neurologi : normal (kesadaran : CM, GCS=15, refleks normal,sensasi dan integrasi normal )
5. Pemeriksaan penunjang :
Test tajam penglihatan
Pemeriksaan oftalmoskopi
ANALISA DATA
Data penunjang
Do : lensa mata pasien tampak
keruh. Kedua pupil

Etiologi
Perubahn dalam status
kesehatan

tampak terlihat keabuan.


Cemas,
TTV :
TD 120/80
RR 20 x/menit
N

60 x/menit

37 0C

Ds : pasien mengeluh
pandangan kabur / redup
dan ketajaman
penglihatan menurun dan
silau, pasien susah
melihat pada malam hari,
14

masalah
Ansietas

gelisah, resah, khawatir


dengan penyakitnya
DO : skala nyeri 6

Agen injury fisik

Nyeri akut

Merintih kesakitan, post


op,
P : nyeri tekan,
Q : nyeri tajam
R : mata
S : nyeri akut 6
T : hilang timbul
TTV :
TD 120/80
RR 20 x/menit
N

60 x/menit

37 0C

DS : pasien mengatakan nyeri


pada bagian mata akibat post
op.
Diaknosa keperawatan

Diagnosa 1 : Ansietas berhubungan dengan status kesehatan


Yang ditandai dengan :
Do : lensa mata pasien tampak keruh. Kedua pupil tampak terlihat keabuan, Cemas,
TTV : TD
RR
N
S

:
:
:
:

120/80
20x/menit
60x/menit
37 0C

Ds : pasien mengeluh pandangan kabur / redup dan ketajaman penglihatan menurun dan

silau, pasien susah melihat pada malam hari, gelisah, resah,


Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik yang ditandai dengan :
DO : skala nyeri 6
Merintih kesakitan, post op,
TTV : TD
: 120/80
RR
: 20x/menit
N
: 60x/menit
S
: 37 'C

15

P : nyeri tekan,
Q : nyeri tajam
R : mata
S : nyeri akut 6
T : hilang timbul
DS : pasien mengatakan nyeri pada bagian mata akibat post op
INTERVENSI
DIAGNOSA
Ansietasberhubungan dengan
status kesehatan

NOC
SO : Anxiety Self-Control
Indikator :

NIC
Penurunan Ansietas
1. Tenangkan klien

indikator

skal

1. Monitor intensitas

a
3

tindakan kepada klien dan

kecemasan
2. Menyingkirkan

saat melakukan tindakan

tanda kecemasan
3. Menurunkan

2. Jelaskan seluruh prosedur


prasaan yang muncul pada
3. Berusaha memahami klien

4. Berikan informasi tentang

stimulasi

diagnosa pronosis dan

lingkungan ketika

tindakan

ketika cemas
4. Mencari informasi

untuk menurunkan
cemas
5. Menggunakan

reaksi fisik pada tingkat


kecemasan (tachycardi,

tachypnea, ekpresi ceamas,


non verbal)

teknik relaksasi

6. Gunakan pendekatan dan

untuk menurunkan

sentuhan (permisi)

kecemasan
6. Merencanakan

strategi koping
7. Melaporkan

penurunan durasi
dan episode cemas
8. Melaporkan tidak

5. Kaji tingkat kecemasan dan

vertebralisasi, untuk
meyakinkan pasien tidak
sendiri dan mengajukkan
pertanyaan,

7. Temani pasiean untuk

adanya manifestasi

mendukung keamanan dan

fisik dan

menurunkan rasa takut.

kecemasan

8. Sediakn aktifitas untuk


menurunkan ketegaran
9. Bantu pasien untuk

16

mengidentifikasi situasi yang


menciptakan cemas
10. Dukung paenggunaan
mekanisme defensive dengan
cara yang hebat
11. Tentukan kemampuan klien
untuk mengambil keputusan
12. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksi
13. Berikan pengobatan untuk
menurunkan cemas yang
Nyeri akut berhubungan dengan
Agen injury fisik

SO : pain control (kontrol nyeri)


Indikator
indikator

skal

1. Mengenali faktor

a
4

penyebeb
2. Menggunakan

tepat
Pain management
1. Gunakan komunikasi
terapiutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
2. Evaluasi tentang keefektifan
dari tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan

metode

3. Kontrol faktor-faktor

pencegahan non

lingkungan yang dapat

analgetik untuk
mengurangi nyeri
3. Menggunakan

mempengaruhi respon pasien


3

analgetik sesuai

(ex : temperatur, ruangan,

dengan kebutuhan
4. Mencari bantuan

tenaga kesehatan
5. Melaporkan gejala

4. Berikan informasi tentang


nyeri seperti : penyebab
tindakan pencegahan

kesehatan
6. Mengenali gejala

gejala nyeri
7. Melaporkan nyeri

terkontrol

penyinaran dll)

beberapa lama terjadinya dan

pada tenaga

yang sudah

terhadap ketidaknyamanan.

5. Anjurkan pasien untuk


memonitori nyeri sendiri
6. Berikan analgetik sesuai
dengan anjuran
7. Evaluasi keefektifan dan

17

tindakan mengontrol nyeri


8. Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien
9. Informasikan kepada tim
kesehatan lainnya/ anggota
keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan
untuk pendekatan preventif
10. Beritahu dokter jika tindakan
tidak berhasil atau terjadi
keluhan
11. Turunkan dan hilangkan
faktor yang dapat
meningkatkan pengalaman
nyeri (misal : rasa takut,
kelelahan, Dan kurangnya
pengetahuan)
12. Lakukan teknik variasi untuk
mengurangi nyeri
( farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonol)

18

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/jam

Diagnosa
Dx1

implementasi
1. Melakukan pendekatan pada pasien BHSP
2. Menyarankan pasien untuk tidak menyentuh matanya
3. Melakukan tes tajam penglihatan ( test SNELLEN )
4. Memonitor refleks kornea
5. Menganjurkan pasien untuk menggunakan kacamata
katarak
6. Melakukan tindakan untuk membantu pasien
menangani keterbatasan penglihatan (mengurangi
pencahayaan secara langsung )
7. memberikan obat untuk mengurangi kecemasan
( STELAZIN yang mengandung trifluoperazina 2
mg/kapsul, dosis 2x sehari peroral )
8. Melakukan observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
9. mengidentifikasi tingkat kecemasan

Dx2

1. Melakukan pendekatan pada pasien BHSP


2. Memantau skala nyeri pada pasien
3. Melakukan Observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
4. Mengajarkan pasien untuk relaksasi dengan meminta
pasien untuk tarik nafas dalam supaya rasa nyeri
berkurang

19

5. Menciptakan keadaan lingkungan yang tenang bagi


pasien
6. Berkolaborasi dengan dokter

Injeksi :

Dx1

Torasix : 3x 1 A

Novalgin : 3x 1 A

Cefftriaxone : 1x 2 gr

1. memberikan penilaian tingkat pengetahuan pasien


tentang proses penyakit yang specifik

2. menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana


hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi

3. mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan


(tanyakan kepada pasien mau dilakukan terapi bedah
atau tidak)

4. menjelaskan pada pasien mengenai tanda dan gejala


untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan
dengan cara yang tepat

5. mendiskusikan perubahan gaya hidup yang


mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
yang akan datang.
6. Melakukan observasi

Dx2

TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
1. Memantau skala nyeri pada pasien
2. Melakukan Observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
3. Mengajarkan pasien untuk relaksasi dengan meminta
pasien untuk tarik nafas dalam supaya rasa nyeri
berkurang

20

4. Menciptakan keadaan lingkungan yang tenang bagi


pasien
5. Berkolaborasi dengan dokter
Injeksi

Dx1

Ceftriaxone : 1x2 gr

Novalgin : 3x1 A

Torasix : 3x1 A
1. membantu pasien untuk meningkatkan penilaian
dirinya terhadap penghargaan dirinya
2. membantu pasien untuk meningkatkan kepercayaan
dirinya
3. memberikan dorongan kuat untuk pasien
4. memdorong kontak mata dalam komunikasi dengan
semua orang
5. memberikan pendidikan kesehatan kepada klien

tentang penyakit dan kepada keluarga


6. Melakukan Observasi

Dx2

TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
1. Memantau skala nyeri pada pasien
2. Melakukan Observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
3. Mengajarkan pasien untuk relaksasi dengan meminta
pasien untuk tarik nafas dalam supaya rasa nyeri
berkurang
4. Menciptakan keadaan lingkungan yang tenang bagi
pasien
5. Berkolaborasi dengan dokter
Injeksi :

21

Ceftriaxone : 2x1 A

Torasix : 2x1 A

Piracetam : 3x3 A

Tetagram : 1 amp

EVALUASI
Hari/tgl/jam

Diagnosa
Dx1

Evaluasi

Ttd

S = Pasien mengatakan kedua mata tidak mampu


melihat
O = K.U cemas, lensa mata pasien tampak keruh.
Kedua pupil tampak terlihat keabuan.
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A = Masalah belum teratasi.
P = Lanjutkan intervensi 5,6,7,8

Dx2

S : nyeri op
O : K.U cukup, nyeri
TTV :

22

Dx1

TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 5,6,7,8
S : Pasien dapat menerima keadaan yang dihadapi, pasien
mengatakan sudah baikan
O : TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
klien tampak rileks dan tidak gelisah, klien dapat
menjalin hubungan baik dengan perawat
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 9,10,11,12

Dx2

Dx1

S : nyeri menurun
O : K.U cukup, nyeri
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 9,10,11,12
S = pasien mengatakan rasa percaya dirinya mulai tumbuh
kembali
O = K.U cukup, tidak gelisah, pasien mampu berinteraksi,
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A = masalah teratasi
P = hentikan intervensi

Dx2

S : nyeri berkurang
O : K.U cukup
TTV :
TD 120/80

23

RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C

A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

BAB III
PENUTUP

24

A. KESIPULAN
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan
rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini
memperburuk penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering
terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.

DAFTAR PUSTAKA
1.Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S.2000. Nursing Outcome Classification (NOC).Mosby :
Philadelphia.
2.Manjoer, A.et ell. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Ausculapius : Jakarta.
3.Mc Claskey, J and Bulacheck, G.2000. Nursing Intervensions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia.
4.Nanda. 2000. Nursing Diagnosis: Prinsip-prinsip dan Classification 2005-2006. Philadelphia.
5.Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
6.Suddart, brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.EGC. Jakarta.

25

7.Sirait, Median. 2007. ISO ( Informasi Spesialite Obat Indonesia ) Vol 42. ISSN ( Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia ). PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.

26

S-ar putea să vă placă și