Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh atau opasitas lensa kristalina. Istilah katarak berasal dari bahasa yunani yang
berarti air terjun, karena orang yang menderita karatak memiliki penglihatan yang kabur, seolah
olah di batasi air terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih berfungsi meneruskan sinar atau
cahaya ke dalam mata, sehingga mata dapat memfokuskan objek dari jarak yang berbeda beda.
Sebaliknya pada penderita katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan jalannya sinar
berkurang atau terlambat, sehingga lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang masuk.( Suddart,
brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. EGC. Jakarta ).
B. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
Bagaimana katarak?
5.
6.
7.
C. TUJUAN PENULISAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Mata merupakan organ yang sangat canggih yang menjadi satu satunya alat untuk bisa
mengetahui dan melihat apa yang terjadi di sekeliling kita. Lensa mata terbentuk dari air dan
molekul protein. Dengan bertambahnya usia, molekul molekul menjadi rapat satu sama lain,
sehingga menjadi awal dari terbentuknya kabut di area lensa dan menghalangi cahaya untuk
mencapai bagian retina atau kata lain mengaburkan pandangan.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh
atau opasitas lensa kristalina. Istilah katarak berasal dari bahasa yunani yang berarti air terjun,
karena orang yang menderita karatak memiliki penglihatan yang kabur, seolah olah di batasi air
terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih berfungsi meneruskan sinar atau cahaya ke dalam
mata, sehingga mata dapat memfokuskan objek dari jarak yang berbeda beda. Sebaliknya pada
penderita katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan jalannya sinar berkurang atau terlambat,
sehingga lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang masuk.( Suddart, brunner. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. EGC. Jakarta ).
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan
rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini
memperburuk penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering
terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.
B. Etiologi
A. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya katarak, faktor diantaranya :
-Sejarah keluarga
-Proses penuaan dan congenital
-Penyakit sistemik seperti Diabetes dan Hipoparatiroidisme
-Luka pada mata ( trauma benda tumpul maupun tajam )
-Obat penyakit terutama korticosteroid dalam jangka yang panjang
-Pemajanan sinar matahari yang berlebihan
B. -Riwayat operasi mata
-Kelainan mata lain
-Alkohol dan merokok
C. Fisiologi
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf
ini timbul dari sel sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf optikus.
Saraf ini bergerak kebelakang secara medial dan melintas kanalis optikus memasuki rongga
kranium lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki tiga
pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus
serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah halus seperti arakhoid. Sementara lapisan dalam
adalah vaskuler ( mengandung banyak pembuluh darah ).
4
Pada saat serabut - serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut serabut
itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuh lagi menuju traktus
optikus sisi yang sama. Dengan perantara serabut serabut ini, maka setiap serabut serabut
nervus optikus di hubungkan dengan dua organ penglihatan. Bola mata terletak dalam tulang
orbita, serta di lindungi oleh sejumlah struktur seperti kelopak mata, alis, konjunktiva dan alat
alat lakrimal ( apparatus lakrimalis ).
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transfaran, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Pada zona sentral terdapat nucleus,
diperifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju
pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multiple ( zunula ) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah diluar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnyai lensa normal terjadi
disertai influk air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronis dan matang, ketika orang memasuki decade ketujuh. Katarak dapat bersifat
congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Factor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, diabetes
dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
Usia
Congenital
DM
Sinar UV
Gizi kurang
Enzim
gangguan
gangguan
lensa
tidak
Pada
bangan
metabolismerusak
kemata
tuntas
Mata
embrio
gula
Metabolisme
serat pada
Trauma
nutrisi
Operasi mata
kompresi
sentral
suplay nutrisi
terbentuk
pada retina
bensita
fibrosis
bentuk mata
timbul bercak
menghambat
putih
masuk
retinopati
keruh
cahaya
KATARAK
Menghambat
jalan cahay
penglihatan
rancangan
kabur
nosireseptor
pre operasi
post operasi
kurang
gangguan
pengetahuan
kelopak
mata
sulit
Ganggu
kemampuanan
Sensori
perseps
i
visual
kecemasan
pendarahan
merembes
orbitus
kelumpuhan hematam
spiral cora
N. VII
kelopak mata
menenali
sekitar
merawat diri
informasi
Resiko
Defisit
tinggi serebsiPerawatan
cidera
diri
E. Penatalaksanaan
kelopak mata
penglihatan
tidak mebuka
kabur
kortex
dgn smpurna
Resiko
infeksi
Resiko
injury
nyeri
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti glaucoma dan
uveitis. Tingkat keberhasilan pada katarak usia lanjut 90%, sedangkan komplikasi yang mungkin
akibat operasi adalah glaucoma, ablasio retina, perdarahan vitreus, infeksi atau pertumbuhan
epitel ke kamera okuli anterior. Katarak kongenital harus dideteksi dini karena bila menutupi
aksis visual harus segera dioperasi mencegah ambliopia.
Tehnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstra kapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan
nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tehnik ini dapat timbul
penyulit katarak sekunder. Dengan tehnik ekstraksi katarak intrakapsular tidak terjadi katarak
sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada katarak usia
lanjut yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun, katarak ematur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan
tehnik ekstra kapsular dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan
gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil dimana komplikasi paska operasi
lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
Sebaiknya ditanam lensa intraokular pada saat pembedahan sehingga tidak perlu memakai
kacamata afakia yang tebal atau lensa kontak. Kontraindikasi pemasangan lensa intraokular
adalah uveitis berulang, retnopati diabetik proliferatif, rubeosis iridis, dan glaukoma neovaskuler.
Penatalaksanaan paska operasi terutama ditujukan untuk mencegah infeksi dan terbukanya luka
operasi. Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari mengangkat beban berat selama
sebulan. Mata ditutup selama beberapa hari atau dilindungi dengan kacamata atau pelindung
7
pada siang hari. Selama beberapa minggu harus dilindungi dengan pelindung logam pada malam
hari. Kacamata permanen diberikan 6-8 minggu setelah operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S.2000. Nursing Outcome Classification (NOC).Mosby :
Philadelphia.
2.Manjoer, A.et ell. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Ausculapius : Jakarta.
3.Mc Claskey, J and Bulacheck, G.2000. Nursing Intervensions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia.
4.Nanda. 2000. Nursing Diagnosis: Prinsip-prinsip dan Classification 2005-2006. Philadelphia.
5.Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
6.Suddart, brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.EGC. Jakarta.
7.Sirait, Median. 2007. ISO ( Informasi Spesialite Obat Indonesia ) Vol 42. ISSN ( Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia ). PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ny. S umur 56 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 13 maret 2010, dengan keluhan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau, pandangan kabur atau redup, susah melihat pada
malam hari, serta pengembunan seperti mutiara keabuan pada kedua pupil mata. Pasien tampak
gelisah dan mengatakan 1 Tahun yang lalu pernah mengalami konjungtivitis. Di RS pasien di
periksa dan di diagnosa menderita katarak. Pasien mengungkapkan tidak tahu banyak mengenai
penyakitnya.
PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny . S
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta
Kebangsaan : Indonesia
II. Identitas penangung jawab
Nama : Tuan X
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
9
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta
Hub. Dengan pasien : Suami
Pasien mulai tidur malam jam 21.00 selama 8 jam, Kualitas tidur nyenyak.
- Saat Sakit
Pasien tidur selama 6 jam saat tidur pada waktu malam hari, tidur nyenyak
d) Pola Eliminasi
- Sebelum Sakit
BAB 1-2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.
- Saat Sakit
BAB 1-2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.
e) Pola Koping
- Sebelum Sakit
Pandangan pasien terhadap masa depan sangat optimistis, tidak ada perasaan kehilangan.
- Saat Sakit
Masalah utama pasien selama masuk RS adalah masalah keuangan karena pasien harus di
operasi sehingga memerlukan biaya yang besar. Sedangkan pandangan terhadap masa depan
agak pesimistis.
f) Pola Kognitif Perseptual
- Sebelum Sakit
Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, Penglihatan : Normal.
- Saat Sakit
Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, Penglihatan : Terganggu dan
kabur. Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )
g) Pola Konsep Diri
- Sebelum Sakit
Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri, dan peran diri tidak terganggu.
- Saat Sakit
Harga diri, ideal diri, dan identitas diri tidak terganggu sedangkan gambaran diri terganggu
karena ada warna putih keabuan pada mata, peran diri terganggu karena pasien merasa tidak
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
h) Pola Peran Berhubungan
- Sebelum Sakit
Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya sangat mendukungnya.
11
- Saat Sakit
Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya sangat mendukungnya untuk
berobat ke RS.
I) Pola Seksual
- Sebelum Sakit
Pasien melakukan hubungan seksual dengan suami, pasien telah menopause
- Saat Sakit
Pasien tidak melakukan hubungan seksual dengan suami. Pasien telah menopause.
j) Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum dan saat sakit pasien selalu yakin dengan berdoa dan berusaha percaya bahwa sakitnya
bisa sembuh dan dia dapat pulih kembali.pasien beragama islam.
* Pemerikasaan Fisik
a)Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37 0C
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 60 x/menit
b)Keadaan Umum
1.Kesan umum : baik
2.Wajah : baik
3.Kesadaran : CM
4.Umur : 56 tahun
5.Bicara : jelas dan lancar
6.Pakaian, kerapian dan kebersihan badan : bersih dan rapi.
c)Status gizi : baik
d)Berat badan : 75 kg, Tinggi badan : 160 cm.
e)Kulit, rambut, kuku
1.Inspeksi : warna kulit normal, tidak ada lesi, bentuk kuku normal.
2.Palpasi : turgor kulit normal, tidak ada edema.
12
f)Kepala
1.Inspeksi : muka simetris, kulit kepala normal, rambut normal.
2.Palpasi : kulit kepala normal
g)Mata
1.bentuk bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, iris semua normal
2.pupil : ada warna keabuan
3.ada penurunan ketajaman penglihatan dan silau terhadap cahaya.
Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )
h)Telinga
1.Inspeksi : daun telinga dan liang telinga normal
2.Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada prosessus mastoideus
i)Hidung
bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan dan penyumbatan
j)Mulut
tidak ada stomatitis ataupun sianosis, tidak ada lubang pada gigi, tidak ada karang gigi, tidak ada
tonsilitis.
k)Leher
bentuk normal, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid.
l)Dada dan paru-paru
1.Inspeksi : bentuk normal ( Diameter anteroposterior dalam proporsi terhadap diameter lateral
adalah 1:2 ), kulit normal
2.Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
3.Perkusi : normal ( Resonan )
4.Auskultasi : sonor dan suara nafas : vesikuler
m)Jantung : normal
n)Abdomen
1.Inspeksi : bentuk normal dan simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada distensi
2.Auskultasi : peristaltik 29 x/menit (normal 5-35 x/ menit)
3.Perkusi : normal ( timpani pada lambung, dan pekak pada hepar )
4.Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan, tidak ada distensi
13
Etiologi
Perubahn dalam status
kesehatan
60 x/menit
37 0C
Ds : pasien mengeluh
pandangan kabur / redup
dan ketajaman
penglihatan menurun dan
silau, pasien susah
melihat pada malam hari,
14
masalah
Ansietas
Nyeri akut
60 x/menit
37 0C
:
:
:
:
120/80
20x/menit
60x/menit
37 0C
Ds : pasien mengeluh pandangan kabur / redup dan ketajaman penglihatan menurun dan
15
P : nyeri tekan,
Q : nyeri tajam
R : mata
S : nyeri akut 6
T : hilang timbul
DS : pasien mengatakan nyeri pada bagian mata akibat post op
INTERVENSI
DIAGNOSA
Ansietasberhubungan dengan
status kesehatan
NOC
SO : Anxiety Self-Control
Indikator :
NIC
Penurunan Ansietas
1. Tenangkan klien
indikator
skal
1. Monitor intensitas
a
3
kecemasan
2. Menyingkirkan
tanda kecemasan
3. Menurunkan
stimulasi
lingkungan ketika
tindakan
ketika cemas
4. Mencari informasi
untuk menurunkan
cemas
5. Menggunakan
teknik relaksasi
untuk menurunkan
sentuhan (permisi)
kecemasan
6. Merencanakan
strategi koping
7. Melaporkan
penurunan durasi
dan episode cemas
8. Melaporkan tidak
vertebralisasi, untuk
meyakinkan pasien tidak
sendiri dan mengajukkan
pertanyaan,
adanya manifestasi
fisik dan
kecemasan
16
skal
1. Mengenali faktor
a
4
penyebeb
2. Menggunakan
tepat
Pain management
1. Gunakan komunikasi
terapiutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
2. Evaluasi tentang keefektifan
dari tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan
metode
3. Kontrol faktor-faktor
pencegahan non
analgetik untuk
mengurangi nyeri
3. Menggunakan
analgetik sesuai
dengan kebutuhan
4. Mencari bantuan
tenaga kesehatan
5. Melaporkan gejala
kesehatan
6. Mengenali gejala
gejala nyeri
7. Melaporkan nyeri
terkontrol
penyinaran dll)
pada tenaga
yang sudah
terhadap ketidaknyamanan.
17
18
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/jam
Diagnosa
Dx1
implementasi
1. Melakukan pendekatan pada pasien BHSP
2. Menyarankan pasien untuk tidak menyentuh matanya
3. Melakukan tes tajam penglihatan ( test SNELLEN )
4. Memonitor refleks kornea
5. Menganjurkan pasien untuk menggunakan kacamata
katarak
6. Melakukan tindakan untuk membantu pasien
menangani keterbatasan penglihatan (mengurangi
pencahayaan secara langsung )
7. memberikan obat untuk mengurangi kecemasan
( STELAZIN yang mengandung trifluoperazina 2
mg/kapsul, dosis 2x sehari peroral )
8. Melakukan observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
9. mengidentifikasi tingkat kecemasan
Dx2
19
Injeksi :
Dx1
Torasix : 3x 1 A
Novalgin : 3x 1 A
Cefftriaxone : 1x 2 gr
Dx2
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
1. Memantau skala nyeri pada pasien
2. Melakukan Observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
3. Mengajarkan pasien untuk relaksasi dengan meminta
pasien untuk tarik nafas dalam supaya rasa nyeri
berkurang
20
Dx1
Ceftriaxone : 1x2 gr
Novalgin : 3x1 A
Torasix : 3x1 A
1. membantu pasien untuk meningkatkan penilaian
dirinya terhadap penghargaan dirinya
2. membantu pasien untuk meningkatkan kepercayaan
dirinya
3. memberikan dorongan kuat untuk pasien
4. memdorong kontak mata dalam komunikasi dengan
semua orang
5. memberikan pendidikan kesehatan kepada klien
Dx2
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
1. Memantau skala nyeri pada pasien
2. Melakukan Observasi
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
3. Mengajarkan pasien untuk relaksasi dengan meminta
pasien untuk tarik nafas dalam supaya rasa nyeri
berkurang
4. Menciptakan keadaan lingkungan yang tenang bagi
pasien
5. Berkolaborasi dengan dokter
Injeksi :
21
Ceftriaxone : 2x1 A
Torasix : 2x1 A
Piracetam : 3x3 A
Tetagram : 1 amp
EVALUASI
Hari/tgl/jam
Diagnosa
Dx1
Evaluasi
Ttd
Dx2
S : nyeri op
O : K.U cukup, nyeri
TTV :
22
Dx1
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 5,6,7,8
S : Pasien dapat menerima keadaan yang dihadapi, pasien
mengatakan sudah baikan
O : TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
klien tampak rileks dan tidak gelisah, klien dapat
menjalin hubungan baik dengan perawat
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 9,10,11,12
Dx2
Dx1
S : nyeri menurun
O : K.U cukup, nyeri
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 9,10,11,12
S = pasien mengatakan rasa percaya dirinya mulai tumbuh
kembali
O = K.U cukup, tidak gelisah, pasien mampu berinteraksi,
TTV :
TD 120/80
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A = masalah teratasi
P = hentikan intervensi
Dx2
S : nyeri berkurang
O : K.U cukup
TTV :
TD 120/80
23
RR 20x/menit
N 60x/menit
S 37 0C
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB III
PENUTUP
24
A. KESIPULAN
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan
rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini
memperburuk penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering
terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.
DAFTAR PUSTAKA
1.Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S.2000. Nursing Outcome Classification (NOC).Mosby :
Philadelphia.
2.Manjoer, A.et ell. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Ausculapius : Jakarta.
3.Mc Claskey, J and Bulacheck, G.2000. Nursing Intervensions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia.
4.Nanda. 2000. Nursing Diagnosis: Prinsip-prinsip dan Classification 2005-2006. Philadelphia.
5.Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
6.Suddart, brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.EGC. Jakarta.
25
7.Sirait, Median. 2007. ISO ( Informasi Spesialite Obat Indonesia ) Vol 42. ISSN ( Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia ). PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.
26