Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat
sejumlah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada
0,16 % penduduk. Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah kelainan
refraksi 24,72 %, pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %, parut
kornea 0,34 %, glaucoma 0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %. Prevalensi
dan penyebab buta kedua mata adalah lensa 1,02%, glaucoma dan saraf kedua 0,16 %,
kelainan refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03 %, prevalensi
total 1,47 % (Sidharta Ilyas, 2004).
Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Di
antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hamper
70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Untuk itu
kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan Glaukoma
(Suzanne C. Smeltzer, 2001)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep penyakit Glaukoma
dan asuhan keperawatan pada Glaukoma
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi glaukoma
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi glaukoma
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi glaukoma
d. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis galukoma
e. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi glaukoma
f. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan glaukoma
g. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik
h. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
D. KLASIFIKASI
3
Suatu defek nerve fiber layer atau nervus optikus perkiraan glaukoma
(perluasan cup-disc ratio, asimetris cup-disc ratio, notching neural rim,
perdarahan diskus, ketidaknormalan lokal atau difus pada nerve fiber layer).
Peningkatan TIO > 21 mmHg. (Kansky, 2003) Biasanya, jika terdapat dua
atau lebih tanda diatas maka dapat mendukung diagnosa untuk POAG,
khususnya bila terdapat faktor-faktor risiko lain seperti usia > 50 tahun,
riwayat keluarga glaukoma, dan ras hitam, juga sudut bilik mata terbuka pada
pemeriksaan gonioskopi. (Svern P et.al, 2008)
4
Bila terjadi peningkatan tekana bola mata sebagai akibat menifestasi penyakit
lain maka glaukoma ini disebut sebagai glaukoma sekunder. Contoh glaukoma
jenis ini adalah:
Pada glaukoma pseudoeksfoliasi dijumpai endapan bahan-bahan berserat mirip
serpihan pada kapsul dan epitel lensa, pinggir pupil, epitel siliar, epitel pigmen
iris, stroma iris, pembuluh darah iris, dan jaringan subkonjungtiva. Pada
glaukoma ini material serpihan tersebut akan mengakibatkan obstruksi
trabekulum dan mengganggu aliran akuos humor. Asal material ini secara pasti
tidak diketahui, kemungkinan berasal dari berbagai sumber sebagai 2.3.1.4.
Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka
pada Anak kelainan perkembangan sudut bilik depan yang menghambat aliran
akuos humor. (Kansky, 2003)
Patofisiologi terjadinya ada dua, yang pertama bahwa ketidaknormalan
membran atau sel pada trabekular meshwork adalah mekanisme patologik
primer, yang kedua adalah anomali segmen luas, termasuk insersi abnormal
muskulus siliaris. (Kansky, 2003) Glaukoma primer yang dijumpai pada saat
baru lahir hingga usia 1 tahun. (Kansky, 2003).
Disertai dengan penyakit mata (misalnya disgenesis segmen anterior,
aniridia) juga dengan penyakit sistemik (rubella, sindrom Lowe). Sebagai
contoh glaukoma sekunder akibat retinoblastoma atau trauma. (Skuta, 20092010)
E. Patofisiologi
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu:
1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar
2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis
Schlem.
3. Level dari tekanan vena episklera.
Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos
humor. Akuos humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masing-masing
prosesus ini disusun oleh lapisan epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir
dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior.
Sebagian besar akan melalui sistem vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum,
justakanalikuler, kanal Schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul
(collector channel). Aliran akuos humor akan melewati jaringan trabekulum
sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior
hingga mencapai ruangan supra koroid, untuk selanjutnya akan keluar melalui
sklera yang intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya.
Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-15%) (Svern P, et.al., 2008),(Nutheti R,
et.al, 2006),(Freeman EE, et.al, 2008).
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada
banyak kasus peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan
7
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata
Obstruksi jaringan
peningkatan tekanan
Trabekuler
Vitreus
Hambatan pengaliran
Nyeri
TIO meningkat
Glaukoma
Gangguan
persepsi
sensori
penglihatan
Perubahan penglihatan
TIO Meningkat
tindakan operasi
Anxietas
Kurang
pengetahuan
Perifer
Kebutaan
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Harnawartiaj, 2008) :
a. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
9
BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
Seorang perempuan berusia 54 th dirawat di rumah sakit mata dengan keluhan
nyeri pada mata, mata serasa ingin keluar, sakit kepala namun tidak disertai dengan
mual dan muntah. Pasien juga mengatakan mengalami penurunan kemampuan
melihat yang dirasakan pasien sejak satu tahun yang lalau, pasien mengatakan
awalnya mata kanan yang kena, kemudian disusul oleh mata kiri. Pasien pernah
masuk kerumah sakit sebelumnya dengan keluhan yang sama sekitar 6 bulan yang
lalu, pasien dirawat selama kurang lebih 5 hari. Selama dirawat pasien mengatakan
keluhannya berkurang dan pasien berkurang. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat air
mata berlebihan, tidak terdapat udem pada falpebra, pada pemeriksaan tonometri
schiotz terjadi peningkatan tekanan intra okuler ( TIO ) dengan nilai 30 mmhg.
Lapangan pandang menyempit, pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snelen
chart didapatkan nilai 30 / 50 pada mata kanan, 20 / 50 mata kiri. TD 140 / 70 mmhg,
HR 100 x menit, RR 24 x / menit. Pada insfeksi didapatkan konjungtifa
11
hiperemisiliar, kornea keruh, pupil midilatasi, lonjong, dan refleks mata positif namun
cenderung menurun. Dari pemeriksaan dokter pasien didiagnosa menderita glaukoma.
B. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Umur
: 54 tahun
b. Jenis kelamin : perempuan
c. Pekerjaan
: ibu rumah tangga
d. Keluhan utama : pasien mengatakan matanya nyeri, serasa ingin keluar, sakit
kepala namun tidak disertai dengan mual muntah dan Pasien juga mengatakan
mengalami penurunan kemampuan melihat yang dirasakan pasien sejak satu
tahun yang lalu, pasien mengatakan awalnya mata kanan yang kena, kemudian
disusul oleh mata kiri.
2. Riwayat penyakit
a. Sekarang
: Nyeri mata, sakit kepala, kemampuan penglihatan berkurang
dan Pasien didiagnosa glaukoma
b. Dahulu
: Pasien mengalami penurunan kemampuan melihat yang
dirasakan pasien sejak satu tahun yang lalu.
c. keluarga
: keluarga pasien tidak mempunyai riwayat penyakit galukoma
3. Pemeriksaan Fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata
a. Penurunan kemampuan penglihatan
b. Nyeri mata dapat disertai sakit kepala
c. Air mata berlebihan tetapi tidak terdapat udem pada palpebra
d. Didapatkan konjungtiva hiperemi siliar
e. Kornea keruh, pupil middilatasi, lonjong, dan refleks mata positif namun
cenderung menurun.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pada pemeriksaan tonometri schiotz terjadi peningkatan TIO dengan nilai 30
mmHg ( tonometri digunakan untuk mengukur TIO, glaukoma di curigai bila
TIO > 22 mmHg)
b. Lapangan pandang menyempit
c. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snelen chart di dapatkan nilai
30/50 pada mata kanan, 20/50 pada mata kiri.
C. Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
Ds:
- Peningkata Nyeri kronik
- pasien mengatakan nyeri pada
n tekanan
mata, mata secara akan keluar
12
intra okuler
Do:
- Air mata berlebihan dan tidak
Ds:
-
mengatakan
mengalami
tekanan
intra
okuler ( TIO )
Do:
- Didapatkan konjungtiva hiperemi
-
siliar
Kornea keruh, pupil middilatasi,
lonjong, dan refleks mata positif
mmHg)
TD: 140/90 mmHg
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i
D. Diagnosa
1. Nyeri kronik b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
2. Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d berubahnya ketajaman penglihatan
ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif
E. Intervensi
Diagnosa
NOC
Intervensi
Dx 1:
Tujuan:
Pain management:
Nyeri kronik b/d Setelah dilakukan - Lakukan
pengkajian
peningkatan
tekanan
tindakan
okuler (TIO)
Ds:
- pasien
mengatakan
jam
secara
nyeri,
nyeri
berkurang
NOC:
- Skala nyeri (5
13
karakteristik,
frekuensi,
ketidaknyamanan
Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri
pada
mata,
mata
secara
akan
ke 2)
Pasien
tidak
fowler)
Kontrol lingkungan yang dapat
mengeluhkan
yeri
keluar
pasien
lampau
Ajarkan teknik relaksasi napas
mengatakan
sakit kepala
Do:
- Air
ruangan,
mata
udem
kebisingan.
Berikan
analgetik
mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasi dengan dokter jika
pada
palpebra
TD:
140/90
mmHg
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i
Dx II:
Gangguan
persepsi
sensori
penglihatan
b/d
penglihatan
tidak berhasil
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan
penglihatan
Kenali diri
kerusakan penglihatan
Catat reaksi pasien
keperawatan 5x24
penggunaan
penglihatan
ketajaman
di
kembali normal
rusaknya
tandai
dengan NOC:
- Pasien
kehilangan lapang
menunjukkan
pandang progresif
penglihatan
Ds:
- Pasien
untuk
jam
berubahnya
dan
berlebihan dan
tidak terdapat
pencahayaan
penglihatan
ketika
terhadap
misal:
kenyataan
Andalkan
yang
yang optimal
-
tanpa
sendiri
penglihatan
tersisa
mestinya
Gambarkn
pasien
sebagi
mana
lingkungan
kepada
pasien
mengatakan
penurunan
mengalami
kemampuan
penurunan
penglihatan
b. Manajemen lingkungan
- Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien, hilangkan bahaya
14
penglihatan
lingkungan,
sejak 1 tahun
-
yang lalu
Pasien
mengeluhkan
nyeri
misal
permadani
pada
mata
Do:
- Didapatkan
konjungtiva
-
hiperemi siliar
Kornea keruh,
pupil
middilatasi,
lonjong,
dan
refleks
mata
positif namun
cenderung
-
menurun.
Terjadi
peningkatan
TIO
30
mmHg)
TD:
140/90
mmHg
- HR: 100 x/i
RR: 24 x/i
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik
optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun
kenaikan tekanan intra okuli adalah salah satu dari faktor risiko primer, ada atau
tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. (Skuta, 2009-2010).
15
DAFTAR PUSTAKA
16