Sunteți pe pagina 1din 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat
sejumlah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada
0,16 % penduduk. Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah kelainan
refraksi 24,72 %, pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %, parut
kornea 0,34 %, glaucoma 0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %. Prevalensi
dan penyebab buta kedua mata adalah lensa 1,02%, glaucoma dan saraf kedua 0,16 %,
kelainan refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03 %, prevalensi
total 1,47 % (Sidharta Ilyas, 2004).
Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Di
antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hamper
70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Untuk itu
kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan Glaukoma
(Suzanne C. Smeltzer, 2001)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep penyakit Glaukoma
dan asuhan keperawatan pada Glaukoma
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi glaukoma
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi glaukoma
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi glaukoma
d. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis galukoma
e. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi glaukoma
f. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan glaukoma
g. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik
h. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi

Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik


optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun
kenaikan tekanan intra okuli adalah salah satu dari faktor risiko primer, ada atau
tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. (Skuta, 2009-2010)
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau
lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004).
Galukoma adalah adanya kesamaan kenaika tekanan intra okuler yang berakhir
dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993).
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma
merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler
(TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf
optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan
penurunan tajam pengelihatan.
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan
menciutnya lapang pandang.
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi
penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009).
B. Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah
pupil
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009)
1. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 %
daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma

Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma


mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
3. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
4. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara
rutin lainnya.
C. Manifestasi Klinis
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical
atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan
namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak
menampakan kelainan selama stadium dini.
Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat
pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjadi lebih
sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah :
(Harnawartiaj, 2008)
1. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
2. Kornea suram.
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
5. Nyeri di mata dan sekitarnya.
6. Udema kornea.
7. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8. Lensa keruh.
Selain itu glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas,
2004)
1.
2.
3.
4.

Tekanan bola mata yang tidak normal


Rusaknya selaput jala
Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
berakhir dengan kebutaan.

D. KLASIFIKASI
3

1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka/Primary Open Angle Glaucoma (POAG)


POAG terjadi ketika tidak terdapat penyakit mata lain atau penyakit sistemik
yang menyebabkan peningkatan hambatan terhadap aliran akuos atau kerusakan
terhadap saraf optik, biasanya disertai dengan peningkatan TIO. Glaukoma
primer sudut terbuka merupakan jenis glaukoma terbanyak dan umumnya
mengenai umur 40 tahun ke atas. POAG dikarakteristikkan sebagai suatu yang
kronik, progresif lambat, optik neuropati dengan pola karakteristik kerusakan
saraf optik dan hilangnya lapangan pandang. POAG didiagnosa dengan suatu
kombinasi penemuan termasuk tingkat TIO, gambaran diskus optik, dan
hilangnya lapangan pandang. Tekanan bola mata merupakan faktor resiko penting
walaupun beberapa keadaan lain dapat menjadi faktor yang berpengaruh seperti
riwayat keluarga, ras, miopia, diabetes mellitus dan lain-lain. (Skuta, 2009-2010).
Patogenesis naiknya TIO pada POAG disebabkan oleh karena naiknya tahanan
aliran akuos humor di trabekular meshwork. Kematian sel ganglion retina timbul
terutama melalui apoptosis (program kematian sel) daripada nekrosis. Banyak
faktor yang mempengaruhi kematian sel, tetapi pendapat terbaru masih
dipertentangkan adalah kerusakan akibat iskemik dan mekanik. (Skuta, 20102011)
2. Glaukoma dengan Tensi Normal
Kondisi ini adalah bilateral dan progresif, dengan TIO dalam batas normal.
Banyak ahli mempunyai dugaan bahwa faktor pembuluh darah lokal mempunyai
peranan penting pada perkembangan penyakit. Merupakan bagian dari glaukoma
primer sudut terbuka, tanpa disertai peningkatan TIO. (Skuta, 2010-2011)
3. Glaukoma Suspek
Glaukoma suspek diartikan sebagai suatu keadaan pada orang dewasa yang
mempunyai satu dari penemuan berikut paling sedikit pada satu mata yaitu:

Suatu defek nerve fiber layer atau nervus optikus perkiraan glaukoma
(perluasan cup-disc ratio, asimetris cup-disc ratio, notching neural rim,
perdarahan diskus, ketidaknormalan lokal atau difus pada nerve fiber layer).

Ketidaknormalan lapangan pandang sesuai dengan glaukoma.

Peningkatan TIO > 21 mmHg. (Kansky, 2003) Biasanya, jika terdapat dua
atau lebih tanda diatas maka dapat mendukung diagnosa untuk POAG,
khususnya bila terdapat faktor-faktor risiko lain seperti usia > 50 tahun,
riwayat keluarga glaukoma, dan ras hitam, juga sudut bilik mata terbuka pada
pemeriksaan gonioskopi. (Svern P et.al, 2008)
4

Bila terjadi peningkatan tekana bola mata sebagai akibat menifestasi penyakit
lain maka glaukoma ini disebut sebagai glaukoma sekunder. Contoh glaukoma
jenis ini adalah:
Pada glaukoma pseudoeksfoliasi dijumpai endapan bahan-bahan berserat mirip
serpihan pada kapsul dan epitel lensa, pinggir pupil, epitel siliar, epitel pigmen
iris, stroma iris, pembuluh darah iris, dan jaringan subkonjungtiva. Pada
glaukoma ini material serpihan tersebut akan mengakibatkan obstruksi
trabekulum dan mengganggu aliran akuos humor. Asal material ini secara pasti
tidak diketahui, kemungkinan berasal dari berbagai sumber sebagai 2.3.1.4.
Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka

Sindroma Pseudoeksfoliasi (Exfoliation Syndrome)

Galukoma Pigmenter (Pigmentary Glaucoma)

Glaukoma akibat kelainan lensa

Glaukoma akibat tumor intraokuli

Glaukoma akibat inflamasi intraokuli bagian dari kelainan membaran


dasarumum. (Skuta, 2009-2010) (Skuta, 2010-2011)
Glaukoma sudut tertutup didefenisikan sebagai aposisi iris perifer terhadap

trabekular meshwork dan menghasilkan penurunan aliran akuos humor melalui


sudut bilik mata. Mekanisme terjadinya glaukoma sudut tertutup dibagi dalam 2
kategori yaitu :
Glaukoma dengan blok pupil relatif ini timbul bila terdapat hambatan
gerakan akuos humor melalui pupik karena iris kontak dengan lensa, capsular
remnants, anterior hyaloid atau vitreous-occupying substance (udara, minyak
silikon). Blok pupil 2.3.2. Glaukoma Sudut Tertutup Mekanisme yang
mendorong iris ke depan dari belakang Mekanisme yang menarik iris ke
depan dan kontak dengan trabecular meshwork Blok pupil yang terjadi akibat
iris yang condong kearah depan sering menyebabkan glaukoma sudut tertutup.
Aliran akuos humor dari posterior ke anterior akan terhalang. Dengan
diproduksinya akuos humor terus-menerus sementara tekanan bola mata terus
naik, maka akan sekaligus menyebabkan terjadinya pendorongan iris menekan
jaringan trabekulum sehingga sudut bilik mata menjadi sempit.. 2.3.2.1.
Glaukoma Primer Sudut Tertutup dengan Blok Pupil Relatif (Kansky, 2003)
5

relatif ini diperkirakan penyebab yang mendasari lebih dari 90 % glaukoma


primer sudut tertutup. (Kansky, 2003)
Timbul ketika tekanan intra okuli meningkat dengan cepat sebagai akibat
bendungan yang tiba-tiba dari trabekular meshwork oleh iris. Khasnya terjadi
nyeri mata, sakit kepala, kabur, halo, mual, muntah, karena tingginya TIO
menyebabkan edema epitel. (Kansky, 2003)
Glaukoma sudut tertutup akut yang berulang dengan gejala ringan dan
sering didahului dengan peningkatan tekanan intra okuli. Gejala yang timbul
dapat hilang secara spontan, terutama pada waktu tidur karena dapat
menginduksi miosis. (Kansky, 2003) Tekanan intra okuli meningkat disebabkan
bentuk ruang anterior yang bervariasi dan menjadi tertutup secara permanen
oleh sinekia posterior. Penyakit ini cenderung terdiagnosa pada stadium akhir,
sehingga menjadi penyebab kebutaan terbanyak di Asia Tenggara. (Kansky,
2003)
Dapat disebabkan oleh glaukoma fakomorfik (disebabkan oleh lensa yang
membengkak), ektopia lentis (perubahan letak lensa 2.3.2.2. Glaukoma Sudut
Tertutup Akut 2.3.2.3. Glaukoma Sudut Tertutp Subakut (Intermiten) 2.3.2.4.
Glaukoma Sudut Tertutup Kronik 2.3.2.5. Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup
dengan Blok Pupil dari posisi anatomisnya), blok pupil juga dapat terjadi pada
mata afakia dan pseudofakia. (Kansky, 2003) Glaukoma Sekunder ini dapat
terjadi oleh karena 1 dari 2 mekanisme berikut:
Yang termasuk glaukoma ini seperti glaukoma neovaskular, sindrom
iridokorneal endothelial (ICE), tumor, inflamasi, aquos misdirection, dan lainlain.. (Skuta, 2007). Gambarannya sebagai suatu konfigurasi yang tidak khas
dari sudut kamera okuli anterior sebagai akibat dari glaukoma akut dan kronik.
Glaukoma sudut tertutup primer dengan atau tanpa komponen blok pupil, tetapi
lebih sering terjadi blok pupil. (Kansky, 2003)
Glaukoma infantil atau kongenital primer ini timbul pada saat lahir atau
dalam 1 tahun kehidupannya. Kondisi ini disebabkan 2.3.2.6. Glaukoma Sudut
Tertutup tanpa Blok Pupil 1. Kontraksi dari inflamasi, perdarahan, membran
pembuluh darah, band, atau eksudat pada sudut yang menyebabkan perifer
anterior sinekia (PAS). 2. Perubahan tempat ke depan dari diafragma lensa-iris,
sering disertai pembengkakan dan rotasi ke depan badan siliar. 2.3.3. Glaukoma
6

pada Anak kelainan perkembangan sudut bilik depan yang menghambat aliran
akuos humor. (Kansky, 2003)
Patofisiologi terjadinya ada dua, yang pertama bahwa ketidaknormalan
membran atau sel pada trabekular meshwork adalah mekanisme patologik
primer, yang kedua adalah anomali segmen luas, termasuk insersi abnormal
muskulus siliaris. (Kansky, 2003) Glaukoma primer yang dijumpai pada saat
baru lahir hingga usia 1 tahun. (Kansky, 2003).
Disertai dengan penyakit mata (misalnya disgenesis segmen anterior,
aniridia) juga dengan penyakit sistemik (rubella, sindrom Lowe). Sebagai
contoh glaukoma sekunder akibat retinoblastoma atau trauma. (Skuta, 20092010)
E. Patofisiologi
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu:
1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar
2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis
Schlem.
3. Level dari tekanan vena episklera.
Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos
humor. Akuos humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masing-masing
prosesus ini disusun oleh lapisan epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir
dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior.
Sebagian besar akan melalui sistem vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum,
justakanalikuler, kanal Schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul
(collector channel). Aliran akuos humor akan melewati jaringan trabekulum
sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior
hingga mencapai ruangan supra koroid, untuk selanjutnya akan keluar melalui
sklera yang intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya.
Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-15%) (Svern P, et.al., 2008),(Nutheti R,
et.al, 2006),(Freeman EE, et.al, 2008).
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada
banyak kasus peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan
7

resistensi aliran akuos humor. Beberapa faktor risiko dapat menyertai


perkembangan suatu glaukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin,
ras, genetik, variasi diurnal, olahraga, obat-obatan. (Svern P, et.al., 2008),
(Freeman EE, et.al, 2008).
Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang
tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus
berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapangan pandang
makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapangan pandang dari
ringan sampai berat. (Svern P, et.al., 2008), (Nutheti R, et.al, 2006)
Glaucomatous optic neuropathy adalah tanda dari semua bentuk glaukoma.
cupping glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah
dan sel glia. Perkembangan glaucomatous optic neuropathy merupakan hasil dari
berbagai variasi faktor, baik instriksi maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO
memegang peranan utama terhadap perkembangan glaucomatous optic
neuropathy. (Svern P, et.al., 2008)
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan perkembangan glaucomatous optic
neuropathy, teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya
kompresi langsung serat-serat akson dan struktur pendukung nervus optikus
anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa dan interupsi aliran
aksoplasmik, yang berakibat pada kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori
iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat
penurunan perfusi nervus atau proses instrinsik pada nervus optikus. Gangguan
autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan
gangguan saraf. Pembuluh darah optik secara normal meningkat atau menurunkan
tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan variasi
tekanan darah. (Svern P, et.al., 2008).
Pemikiran terbaru tentang glaucomatous optic neuropathy mengatakan bahwa
kedua faktor mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap
kerusakan. Glaukoma adalah seperti suatu kelainan family heterogen dan
kematian sel ganglion terlihat pada glaucomatous optic neuropathy yang
bermediasi oleh banyak faktor.
F. Pathway Glaukoma

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi jaringan

peningkatan tekanan

Trabekuler

Vitreus

Hambatan pengaliran

pergerakan iris kedepan

Cairan humor aqueous

Nyeri

TIO meningkat

Glaukoma

Gangguan saraf optik

Gangguan
persepsi
sensori
penglihatan

Perubahan penglihatan

TIO Meningkat

tindakan operasi

Anxietas

Kurang
pengetahuan

Perifer

Kebutaan
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Harnawartiaj, 2008) :
a. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
9

b. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai


mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila
melebihi 25 mmhg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta
Ilyas, 2004) :
1) Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan
cara sebagai berikut :
a) Penderita di minta telentang
b) Mata di teteskan tetrakain
c) Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas
d) Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan
menekan bola mata penderita)
e) Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam
milimeter air raksa.
a) Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya glaukoma.
b) Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
2) Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi
kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri aplanasi
adalah
a) Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa
b) Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir
c) Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan
sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam terimpit
H. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan operasi.
Obat-obat anti glaukoma meliputi:
Tindakan operasi untuk glaukoma:
1. Prostaglandin analog-hypotensive lipids
2. Beta adrenergic antagonist (nonselektif dan selektif)
3. Parasimpatomimetik (miotic) agents, termasuk cholinergic dan anticholinergic
agents.
4. Carbinic anhydrase inhibitor (oral, topikal)
5. Adrenergic agonists (non selektif dan selektif alpha 2 agonist)
6. Kombinasi obat Hyperosmotics agents.
10

7. Untuk glaukoma sudut terbuka - Laser trabekuloplasti - Trabekulektomi Full


thickness Sclerectomy - Kombinasi bedah katarak dan filtrasi
8. Untuk glaukoma sudut tertutup - Laser iridektomi - Laser gonioplasti atau
iridoplasti perifer
9. Prosedur lain untuk menurunkan tekanan intraokuli - Pemasangan shunt - Ablasi
badan siliar- Siklodialisis - Viskokanalostomi
10. Untuk glaukoma kongenital - Goniotomi dan trabekulotomi

BAB III
PEMBAHASAN

A. KASUS
Seorang perempuan berusia 54 th dirawat di rumah sakit mata dengan keluhan
nyeri pada mata, mata serasa ingin keluar, sakit kepala namun tidak disertai dengan
mual dan muntah. Pasien juga mengatakan mengalami penurunan kemampuan
melihat yang dirasakan pasien sejak satu tahun yang lalau, pasien mengatakan
awalnya mata kanan yang kena, kemudian disusul oleh mata kiri. Pasien pernah
masuk kerumah sakit sebelumnya dengan keluhan yang sama sekitar 6 bulan yang
lalu, pasien dirawat selama kurang lebih 5 hari. Selama dirawat pasien mengatakan
keluhannya berkurang dan pasien berkurang. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat air
mata berlebihan, tidak terdapat udem pada falpebra, pada pemeriksaan tonometri
schiotz terjadi peningkatan tekanan intra okuler ( TIO ) dengan nilai 30 mmhg.
Lapangan pandang menyempit, pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snelen
chart didapatkan nilai 30 / 50 pada mata kanan, 20 / 50 mata kiri. TD 140 / 70 mmhg,
HR 100 x menit, RR 24 x / menit. Pada insfeksi didapatkan konjungtifa

11

hiperemisiliar, kornea keruh, pupil midilatasi, lonjong, dan refleks mata positif namun
cenderung menurun. Dari pemeriksaan dokter pasien didiagnosa menderita glaukoma.
B. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Umur
: 54 tahun
b. Jenis kelamin : perempuan
c. Pekerjaan
: ibu rumah tangga
d. Keluhan utama : pasien mengatakan matanya nyeri, serasa ingin keluar, sakit
kepala namun tidak disertai dengan mual muntah dan Pasien juga mengatakan
mengalami penurunan kemampuan melihat yang dirasakan pasien sejak satu
tahun yang lalu, pasien mengatakan awalnya mata kanan yang kena, kemudian
disusul oleh mata kiri.
2. Riwayat penyakit
a. Sekarang
: Nyeri mata, sakit kepala, kemampuan penglihatan berkurang
dan Pasien didiagnosa glaukoma
b. Dahulu
: Pasien mengalami penurunan kemampuan melihat yang
dirasakan pasien sejak satu tahun yang lalu.
c. keluarga
: keluarga pasien tidak mempunyai riwayat penyakit galukoma
3. Pemeriksaan Fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata
a. Penurunan kemampuan penglihatan
b. Nyeri mata dapat disertai sakit kepala
c. Air mata berlebihan tetapi tidak terdapat udem pada palpebra
d. Didapatkan konjungtiva hiperemi siliar
e. Kornea keruh, pupil middilatasi, lonjong, dan refleks mata positif namun
cenderung menurun.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pada pemeriksaan tonometri schiotz terjadi peningkatan TIO dengan nilai 30
mmHg ( tonometri digunakan untuk mengukur TIO, glaukoma di curigai bila
TIO > 22 mmHg)
b. Lapangan pandang menyempit
c. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snelen chart di dapatkan nilai
30/50 pada mata kanan, 20/50 pada mata kiri.
C. Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
Ds:
- Peningkata Nyeri kronik
- pasien mengatakan nyeri pada
n tekanan
mata, mata secara akan keluar
12

pasien mengatakan sakit kepala

intra okuler

Do:
- Air mata berlebihan dan tidak
Ds:
-

terdapat udem pada palpebra


TD: 140/90 mmHg
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i
Peningkatan
Pasien

mengatakan

mengalami

penurunan penglihatan sejak 1


-

tekanan

Gangguan persepsi sensori

intra

okuler ( TIO )

tahun yang lalu


Pasien mengeluhkan nyeri pada
mata

Do:
- Didapatkan konjungtiva hiperemi
-

siliar
Kornea keruh, pupil middilatasi,
lonjong, dan refleks mata positif

namun cenderung menurun.


Terjadi peningkatan TIO ( 30

mmHg)
TD: 140/90 mmHg
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i

D. Diagnosa
1. Nyeri kronik b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
2. Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d berubahnya ketajaman penglihatan
ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif
E. Intervensi
Diagnosa
NOC
Intervensi
Dx 1:
Tujuan:
Pain management:
Nyeri kronik b/d Setelah dilakukan - Lakukan
pengkajian
peningkatan
tekanan

tindakan

komperehensif termasuk lokasi

intra keperawatan 2x24

okuler (TIO)
Ds:
- pasien
mengatakan

jam

secara

nyeri,

nyeri

berkurang
NOC:
- Skala nyeri (5
13

karakteristik,

frekuensi,

skala nyeri, dan durasi nyeri


Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan
Evaluasi pengalaman nyeri masa

nyeri

pada

mata,

mata

secara

akan

ke 2)
Pasien

tidak

dalam dan distraksi


Atur posisi pasien (posisi semi

fowler)
Kontrol lingkungan yang dapat

mengeluhkan
yeri

keluar
pasien

lampau
Ajarkan teknik relaksasi napas

mengatakan

mempengaruhi nyeri seperti suhu

sakit kepala
Do:
- Air

ruangan,

mata

udem

kebisingan.
Berikan
analgetik

mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasi dengan dokter jika

pada

palpebra
TD:
140/90

mmHg
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i

Dx II:
Gangguan
persepsi

sensori

penglihatan

b/d

penglihatan

tidak berhasil

Tujuan:
Setelah dilakukan

a. Peningkatan komunikasi: defisit

tindakan

penglihatan
Kenali diri

memasuki ruang pasien


Menerima reaksi pien terhadap

kerusakan penglihatan
Catat reaksi pasien

keperawatan 5x24
penggunaan

penglihatan

ketajaman
di

kembali normal

rusaknya

tandai

dengan NOC:
- Pasien
kehilangan lapang
menunjukkan
pandang progresif
penglihatan
Ds:
- Pasien

untuk

ada keluhan dan tindakan nyeri

jam

berubahnya

dan

berlebihan dan
tidak terdapat

pencahayaan

penglihatan

ketika

terhadap
misal:

depresi, menarik diri dan menolak


-

kenyataan
Andalkan
yang

yang optimal
-

tanpa

sendiri

penglihatan

tersisa

mestinya
Gambarkn

pasien

sebagi

mana

lingkungan

kepada

pasien

mengatakan

penurunan

mengalami

kemampuan

penurunan

penglihatan

b. Manajemen lingkungan
- Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien, hilangkan bahaya

14

penglihatan

lingkungan,

sejak 1 tahun
-

yang lalu
Pasien
mengeluhkan
nyeri

misal

permadani

yang bisa di lepas-lepas dan kecil.


Hilangkan objek-objek yang

membhayakan dari lingkungan


Lindungi posisi klien dengan
pelindung tempat tidur

pada

mata
Do:
- Didapatkan
konjungtiva
-

hiperemi siliar
Kornea keruh,
pupil
middilatasi,
lonjong,

dan

refleks

mata

positif namun
cenderung
-

menurun.
Terjadi
peningkatan
TIO

30

mmHg)
TD:
140/90

mmHg
- HR: 100 x/i
RR: 24 x/i

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik
optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun
kenaikan tekanan intra okuli adalah salah satu dari faktor risiko primer, ada atau
tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. (Skuta, 2009-2010).
15

Untuk mengevaluasi kualitas hidup pada penderita glaukoma dapat menggunakan


instrumen kuesioner khusus yang dirancang untuk glaukoma (Spacth G,Walt J,
Keener J., 2006)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E Marlynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Ilyas, Sidharta. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah : Brunner & Suddart Ed. 8 Vol 1. Jakarta : EGC

16

S-ar putea să vă placă și