Sunteți pe pagina 1din 16

EKONOMI

Indikator Ekonomi di Dunia Trading Indonesia


Sebagai trader di dunia trading Indonesia, penting sekali untuk bisa mengerti tentang
berbagai faktor yang dapat memicu pergerakan di trading forex. Faktanya, perubahan di forex
biasanya bergantung kepada berbagai indikator ekonomi yang mempunyai peranan penting di
dalam pergerakan mata uang.

Berbagai indikator ekonomi di dunia trading Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah


Indonesia atau lembaga swasta yang telah menganalisa performa ekonomi secara mendalam.
Pialang berpengalaman di trading Indonesiatentunya sangat sensitif terhadap berbagai
indikator ekonomi. Laporan tentang berbagai indikator ekonomi telah dikeluarkan di waktu
tertentu dan memperlihatkan apakah Negara tertentu berkembang secara ekonomi atau tidak.
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini adalah salah satu indikator ekonomi yang digunakan oleh
para trader dan investor untuk menganalisa trading forex di Negara ini. Berbagai faktor yang
mempengaruhi trading forex di pasar trading Indonesia bisa termasuk statistic jumlah
rumah, jumlah pengangguran, serta kondisi politik dari pemerintahan itu sendiri. Contohnya
apabila sebuah Negara mengalami inflasi, jumlah besar pengangguran, guncangan politik,
maka bisa dipastikan angka tukar mata uangnya juga terpengaruh.

GDP juga merupakan indikator ekonomi yang digunakan oleh para trader di Indonesia untuk
melihat pasar forex. Namun, hal ini bukanlah satu-satunya indikator yang digunakan dalam
memprediksi forex di pasar trading Indonesia. Indikator lainnya adalah laporan penjualan
retail yang selalu dianggap sebagai indikator ekonomi yang bisa diandalkan, laporan produksi
industry,
serta
consumer
price
index
(CPI).
Singkat kata, trading forex di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor di atas. Berbagai
faktor tersebut mengikuti dan menciptakan trend tertentu. Itulah kenapa sangat penting untuk
memahami bagaimana setiap faktor mempengaruhi pasar forex di dunia trading Indonesia

Analisis Perekonomian Indonesia

2 Comments

Direktur Financial Reform Institute (FRI) Dr. Ikhsan Modjo menilai, Indonesia saat ini
jauh dari klaim mereka yang haus kekuasaan sebagai negara autopilot, sebab data
dan fakta justru menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia 2012 siap untuk lepas
landas. Bahkan mencapai kondisi terbaiknya, termasuk peringkat kelayakan
berinvestasi di Indonesia.
Dalam temu media di Warung Daun Cikini, Jakarta, Selasa (17/1), Ikhsan
mengungkapkan sejumlah fakta dan data yang menunjukkan betapa bertolak
belakangnya penilaian sejumlah pihak yang haus kekuasaan, bahwa seolah-olah
Indonesia saat ini sebagai negara autopilot.

Angka kemiskinan misalnya, menurut pengamat ekonomi itu, sesuai data Badan
Pusat Statistik (BPS) mengalami penurunan dalam 7 tahun terakhir, dari 36,1 juta
orang atau 16,66% pada Februari 2004 menjadi 29,9 juta orang atau 12,36% pada
September 2011.
Angka BPS dan World Bank juga menunjukkan, bahwa pembangunan semakin
merata. Dimana Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,08 (Maret 2011) menjadi
2,05 (September 2011), dan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,55 (Maret
2011) menjadi 0,53 (September 2011), lanjut Ikhsan.
Tingkat pertumbuhan ekonomi 2011 sebesar 6,5%, jelas Ikhsan, juga merupakan
yang tertinggi di /ASEAN. Sementara laju inflasi 3,79% menjadi yang terendah di
Asia Pasifik. Semua lembaga internasional memprediksikan ini akan terus bertahan
dalam beberapa tahun ke depan, terang Direktur Financial Reform Institute itu.
Masih ada fakta dan data lain yang ditunjukkan Ikhsan Mojo sebagai bukti
membaiknya perekonomian Indonesia, seperti angka ekspor yang tumbuh dua kali
lipat dari 70 miliar dollar AS (2004) menjadi 200 miliar dollar AS pada 2011. Rasio
Hutang terhadap PDB (0,25%), Cadangan Devisa (110 miliar dollar AS), bunga dasar
(6%), Defisit Anggaran (kurang dari 2% terhadap PDB), serta berbagai indikator
makro lain yang juga menunjukkan kekuatan dan stabilitas ekonomi Indonesia.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai 700 miliar dollar, lanjut
pengamat ekonomi itu, bahkan kini telah menempati peringkat ke-16 terbesar di
dunia. Sebuah peningkatkan secara dinamis yang menyebabkan Indonesia masuk
dalam G-20 (negara-negara dengan volume ekonomi terbesar di dunia).
Demikian pula, setelah hampir 30 tahun, Indonesia kembali peringkat Investment
Grade. Masuknya Indinesia dalam Investment Grade ini hampir pasti akan diiringi
mengalirnya lebih banyak investasi ke dalam negeri.
Pemerintahan di Era Orde Baru menghabiskan waktu 30 tahun untuk meraih
capaian ini, sementara Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya butuh
waktu 7 tahun, tegas Ikhsan.
Ia juga mengingatkan, bahwa Pemerintahan SBY menghasilkan capaian-capaian ini
dalam suasana politik kenegaraan yang demokrasi. Sementara Pemerintahan Orde
Baru mencapaianya dalam suasana pemerintahan yang cenderung otoritarian.
Sengaja Dibuat Mispersepsi
Ikhsan Modjo menduga penilaian sejumlah orang yang berorientasi kekuasaan
bahwa negara saat ini bak berjalan sendiri, negara autopilot, sengaja dibuat untuk
memberikan mispersepsi kepada masyarakat.

Statemen itu jelas salah, tidak berdasar dan sensasi yang provokatif dari mereka
yang picik dan kebelet untuk berkuasa. Hingga menafikan sejumlah fakta, tutur
Ikhsan.
Ikhsan memperkirakan, beberapa program pemerintah di bidang ekonomi pada
tahun ini seperti program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) akan menurunkan angka pengangguran secara signifikan melalui
pembangunan infrastruktur, dengan penyediaan perluasan lapangan pekerjaan.
Ia mengimbau para elit negeri ini agar memiliki wisdom untuk generasi berikutnya,
dengan menanam benih kebaikan, bukan melemahkan negeri tapi justru sebaliknya
menguatkan negeri untuk tumbuh dan mencapai masa depan yang gemilang.(ES)
(Dikutip dari:http://www.setkab.go.id/berita-3479-ekonomi-indonesia-2012-siaplepas-landas.html)
Analisis:
Dalam artikel yang saya kutip diatas, disebutkan beberapa prestasi yang dicapai
perekonomian Indonesia, seperti:
- Angka kemiskinan yang menurun. Pada Februari 2004 angka kemiskinan berada di
36,1 juta jiwa atau 16.6%, sedangkan pada September 2011 angka kemiskinan
menurun di angka 29,9 juta jiwa atau di 12.36%.
- Pembangunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan yang pada maret 2011 berada di
angka 2.08 sedangkan pada September 2011 menurun di angka 2.05. berbanding
lurus degan indeks kedalaman kemiskinan, Indeks Keparahan Kemiskinan juga
mengalami penurunan yang semula berada di angka 0.55 pada Maret 2011, menjadi
0.53 pada September 2011.
- Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6.5% menjadi yang
tertinggi di ASEAN.
- Laju Inflasi Indonesia yang berada di angka 3.79% juga menyabet sebagai laju
inflasi terendah di Asia Pasifik.
- Masuknya Indonesia kembali dalam peringkat Investment Grade juga membawa
angin segar bagi perekonomian Indonesia.
Dari fakta-fakta yang telah saya ringkas diatas terlihat jelas memang kondisi
perekonomian Indonesia dalam kondisi segar bugar, akan tetapi banyak yang
terbutakan oleh angka-angka yang tertera di atas. Yang paling terlihat jelas timpang
dengan kenyataannya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi. Indonesia memang
bisa dikatakan sebagai negara ASEAN yang memiliki tingkat pertubuhan ekonomi
yang paling besar, tapi apakah itu bisa dijadikan cerminan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat? Tentu tidak. Karena jika kita mencoba lebih jeli lagi
melihat di sela-sela kehidupan masyarakat, terlihat bahwa yang kaya semakin kaya
dan yang miskin semakin miskin, pembangunan daerah satu yang luar biasa pesat,
berbanding terbalik dengan pembangunan di daerah lain. Tentu hal-hal tadi
menunjukkan bahwa pemerataan pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih minim.
Kemudian masalah indonesia kembali masuk dalam peringkat Investment Grade
setelah 30 tahun, itu memang akan membawa angin segar bagi Indonesia dan juga
para penanam modal asing. Namun pertanyaannya siapkah Indonesia? Siapkah
Indonesia mengatur dan meratakan arus investas ini sehingga tak merugikan
siapapun secara significant? Mampukah Indonesia meratakan daya beli masyarakat?
Menurut saya, masih ada banyak PR yang menumpuk untuk diselesaikan pemerintah
Indonesia, seperti:
- Berlakukan kebijakan yang dikeluarkan sebagaimana mestinya.
Karena banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah justru tidak berdampak apaapa karena kurangnya pengawasan dalam pelaksanaannya.
- Mengefisiensikan pembangunan daerah.
Pembangunan daerah menjadi hal yang sensitif karena tidak dapat dipungkiri bahwa
satu daerah dapat merasa iri terhadap satu daerah lainnya karena pesatnya
pembangunan daerah. Pembangunan daerah dilakukan harus berbanding lurus
dengan kebutuhan daerah tersebut supaya biaya yang dikeluarkan tidak menjadi siasia. Pertanyaannya mampukah Indonesia memberdayakan daerah-daerah pelosok?
- Pemerataan indeks manusia.
Kualitas indeks manusia juga dibutuhkan dalam meningkatkan perekonomian
indonesia. Semakin baik kualitas manusia maka semakin banyak manusia yang ahli
dan mengabdikan diri kepada perubahan Indonesia, namun kenyataannya Indonesia
masih minim dalam usaha peningkatan atau pemerataan indeks manusia, karena
pendidikan di Indonesia pun sudah terkotori oleh politik

tataririaprilia.wordpress.com/2013/04/08/analisis-perekonomian-indonesia/

POLITIK
Kemampuan sistem politik indonesia
Oleh : Titus Umbu Jr

Sistem politik di indonesia memiliki beberapa kemampuan yang dapat digunakan untuk
mematangkan pembangunan politik di negara indonesia tercinta ini. Namun, dalam
implementasinya, kemampuan sistem politik kurang dimaksimalkan dengan baik sehingga
justru menghadirkan distorsi pada tataran konteks.
Untuk melihat kemampuan sistem politik di indonesia masa kini, maka perlu kita ketahui
terlebih dahulu, apa saja kemampuan sistem politik itu?. Kemampuan sistem politik
mencakup enam bidang, yakni kemampuan ; (1) Ekstraktif, Kemampuan mengelola sumbersumber material dan manusia dilingkungan luar maupun dalam. (2) Regulatif, Kemampuan
mengontrol dan mengendalikan perilaku individu/kelompok dalam sistem politik.
(3) Distributif, Kemampuan mengalokasikan berbagai jenis barang, jasa, kehormatan, status,
kesempatan. (4)Simbolis, sepeti, Parade, bendera, upacara kemiliteran, kunjungan pejabat
tinggi dan applaus yg diberikan pada pidato seorang tokoh. (5) Responsif, tanggap tidaknya
terhadap tuntutan/tekanan-tekanan. (6) Domestik dan internasional, kemampuan interaksi
luar dalam.
Setelah mengetahui enam jenis kemampuan sistem politik seperti dikatakan diatas, layaklah
kita membahasnya dalam konteks kekinian, bagaimana sistem politik dalam mengolah
kemampuannya.
Pertama, kemampuan ekstraktif, sistem politik dalam hal pengelolaan sumber-sumber
material belum mampu mengolah sumber daya alam untuk mensejahterakan rakyatnya,
meskipun eksplorasi bahkan eksploitasi terjadi dimana-mana, tetapi masyarakat tetap saja
bergumul dengan kemelaratan dan kemiskinan. Dalam kemampuan ekstraktif ini juga
memiliki fungsi untuk memanfaatkan sumber daya manusia yang ada, namun masih banyak
tenaga kerja handal yang tidak dimanfaatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena
proses rekrutmen politik yang tidak profesional, bahkan emosional.
Kedua, kemampuan regulatif, kemampuan regulatif adalah kemampuan yang sangat kritis
terjadi di negara ini. Mengapa tidak?. Regulasi sesungguhnya hadir sebagai pengontrol dan
pengendali tingkah laku dalam berjalannya sistem politik. Menjadi ironi ketika para pembuat
regulasi justru melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, bahkan cenderung
membentengi diri lewat peraturan yang dibuatnya. Telah banyak peristiwa besar yang
terjadi di negara kita saat ini, seperti DPR yang merupakan pembuat undang-undang, justru
mereka sendiri yang banyak melanggarnya. Selain itu, maraknya kasus mafia hukum yang
notabene dilakukan penegak hukum itu sendiri.
Ketiga, kemampuan distributif, kemampuan distributif berkaitan dengan alokasi barang
dan jasa, kemampuan sistem politik dalam mendistribusikan barang dan jasa belum
maksimal, karena masih banyak kesenjangan antara masyarakat kota dengan masyarakat di
pedesaan. Banyak kita temui ketidakmerataan distribusi barang dan jasa bagi daerah yang
mudah dijangkau dan yang tidak terjangkau. Contoh kecilnya, ketersediaan gedung sekolah
dan kesehatan bagi masyarakat serta tenaga pengajar dan medis. Selain itu, berkaitan
dengan alokasi kehormatan, status dan kesempatan, aktor-aktor politik di indonesia belum
bersedia mengalokasikan kehormatannya kepada pihak lain, sehingga yang terjadi hanya
oligarki kekuasaan, yang juga ditengarai adanya sistem dinasti dalam kancah politik.
Kesempatan kerja juga masih minim diciptakan oleh sistem politik, sehingga menimbulkan
banyak pengangguran.
Kempat, kemampuan simbolis, sistem politik di indonesia saat ini tidak melahirkan
pemimpin yang memiliki jiwa kemimpinan, karismatik dan relegius. Seperti kita ketahui sosok
pemimpin seperti Ir. Soekarno, yang karismatik dan Gusdur sebagai tokoh agama. Tepuk
tangan yang diberikan kepada pidato seorang tokoh politik merupakan dukungan moral dan
tanda penghormatan atas dirinya sebagai pemimpin. Namun sekarang yang kita lihat tidak
lagi terdapat pemimpin yang memiliki simbol tertentu, sehingga hanya melahirkan kepala
pemerintahan yang memimpin dengan sistem kerja struktural belaka.
Kelima, kemampuan responsif, mengenai responsivitas, sistem politik kurang
mengakomodasi segala kepentingan masyarakat dilingkungan sistem politik itu sendiri.
Karena selama ini kecenderungan kebijakan dibuat oleh para elite politik, dan terkadang tidak

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tuntutan masyarakatpun kurang direspon dengan


baik, meskipun ditekan dengan berbagai aksi demonstrasi.
Keenam, kemampuan domestik dan internasional, kemampuan domestik, sistem politik
masih lemah sehingga relasi antara pemerintah dan masyarakat kurang harmonis, hal ini
tergambar dari berbagai aksi ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah selama
ini. Mengenai kemampuan internasional, sistem politik indonesia sangat terbuka terhadap
kebijakan internasional dan membentuk relasi yang baik dengan dunia internasional. Namun
menjadi ironi ketika sistem politik indonesia memberikan kebebasan pada dunia internasional
untuk berinvestasi, justru mengorbankan masyarakatnya sendiri. Contoh riil yang terjadi saat
ini, dimana adanya perjanjian perdagangan bebas yang justru mematikan industri lokal.
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, kemampuan sistem politik dalam
mengelola potensi yang ada kurang maksimal. Akibatnya, indonesia masih terus bergumul
dengan permasalahan klasik yang urung diselesaikan. Indikator gagalnya sistem politik di
indonesia sudah tergambarkan melalui sedikit pembahasan diatas, meskipun kita tidak
menafikan ada prestasinya, namun yang lebih substansi, sistem politik belum mampu
melakukan kemampuan yang dimilikinya.
Dengan demikian, sistem politik sudah sewajarnya melakukan refleksi atas kinerja aktor
politik selama ini. Sehingga ada perbaikan dimasa yang akan datang demi terciptanya
lingkungan sistem politik yang mapan dan mampu mensejahterakan masyarakat yang
merupakan tujuan utama dari terbentuknya sistem politik itu sendiri. Semoga sistem politik
menyadari kemampuannya dan merealisasikannya dalam kehidupan politik.

maribelajarnulis.blogspot.com/2010/09/kemampuan-sistem-politikindonesia.html

HUKUM
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
undefined
undefined.undefined

by Marianis

Indonesia adalah Negara hukum, dimana setiap perbuatan yang melawan hukum harus diadili
sesuai dengan hukum yang berlaku. Idealnya, Setiap orang harus diperlakukan sama dihadapan
hukum, artinya bahwa dalam prosesnya hukum tidak memandang seseorang berdasarkan jabatan
atau kekuasaannya.
Namun dalam kenyataannya kedudukan hukum seringkali dipermalukan oleh aparat penegak
hukum itu sendiri. Dalam menjatuhkan putusan, seorang hakim harus objektif dan rasional.
Namun, tidak jarang dalam menjatuhkan putusan terkadang hakim seolah-olah mengaburkan
fakta-fakta dipersidangan. Saat ini hukum seolah bisa dibeli dengan uang. Bagi masyarakat
kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan
atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum.
Sebagai contoh, Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali
menghukum seorang yang hanya mencuri tiga buah kakao, begitu mudahnya menjebloskan ke
penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian
sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang
tersandung masalah hukum di negeri ini.
Mungkin Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan,
yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan
hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya
itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke

penjara dan hakim selalu berkata "meski langit akan runtuh namun hukum harus ditegakkan"
Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat
berkeliaran dengan bebasnya dengan alasan "TIDAK CUKUP BUKTI".

Ironi memang ketika hal itu terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat kita sekarang ini.
Kemajuan teknologi dan zaman tidak membuat pola pikir masyarakat kita menjadi lebih baik dan
menjunjung tinggi rasa keadilan serta kemanusiaan.
Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari
tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan
dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi
yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.
Sudah saatnya kita melakukan reformasi terhadap supremasi hukum di Indonesia untuk
menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia.
Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus
diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang
sama tanpa kecuali. Kita harus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan,
hakim dan jaksa sebagai tempat untuk mencari keadilan bukan tempat sogok menyogok..

empat-just-empat.blogspot.com/2011/06/analisis-penegakan-hukum-diindonesia.html

HANKAM
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertahanan Nasional
DIPOSKAN

OLEH

DEDY ARFIANS

ON

W E D N E S D A Y, S E P T E M B E R

19,

2012 0

COMMENT

DEFENSE

Letak geografis Indonesia yang strategis memiliki potensi ancaman yang


kedepannya akan semakin kompleks. Sementara itu, di sisi lain stabilitas
keamanan nasional belum kuat. Indonesia masih mengalami masa-masa transisi
dan konsolidasi (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan)
menuju negara yang demokratis. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara
yang terjadi saat ini makin bersifat multidimensional seiring dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan
komunikasi, Oleh karena itu segenap bangsa Indonesia dituntut dapat mengatasi
setiap ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari
dalam maupun luar negeri.
Kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan harga mati, sehingga upaya
untuk tetap menjaga negara tetap utuh dan berdaulat menjadi sangat penting.
Tulisan ini akan bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja dan
bagaimana peranan faktor kunci tersebut dalam menjaga pertahanan nasional.
Pembahasannya meliputi pemaparan tentang pentingnya faktor yang dianalisis
dalam pertahanan nasional dan menjelaskan data-data relevan yang terkait
dengan faktor-faktor tersebut.

Penentuan Faktor Penting Dalam Pertahanan Nasional


Untuk dapat membangun strategi dan kebijakan yang efisien, perlu
diperhatikan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pertahanan
nasional. Berdasarkan penelitian LIPI (2007), faktor yang mempengaruhi
pertahanan yaitu: (1) anggaran pertahanan; (2) jumlah penduduk suatu negara;
(3) ancaman konvensional dan non konvensional; (4) anggaran pertahanan
negara lain; (5) kemampuan keuangan pemerintah; (6) harga alutsista; dan (7)
jumlah personil sistem pertahanan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anggaran pertahanan
dipengaruhi secara positif oleh keenam faktor di atas. Namun dalam tulisan ini
hanya dibahas tiga dari tujuh faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
upaya menjaga pertahanan yaitu ancaman konvensional dan non konvensional,
anggaran pertahanan, dan jumlah personil sistem pertahanan.
Faktor Ancaman Konvensional dan Non Konvensional
Ancaman merupakan segala bentuk gangguan langsung, tidak langsung, terlihat
ataupun tidak terlihat terhadap kedaulatan; basis-basis vital nasional (ekonomi,
militer, dan informasi); penduduk; teritorial, ataupun segala bentuk usaha
serangan secara konvensional, inkonvensional, maupun asimetrik terhadap suatu
bangsa dalam skala nasional (Widodo, 2003). Berikut ini merupakan tabel
ancaman potensial yang menjadi sumber konflik.
Tabel 1. Ancaman Potensial Yang Menjadi Sumber Konflik

Sumber: Dispenad, Jakarta-Indonesia. 2003. http://mabesad.mil.id/artikel5/future_defence1.htm

Hampir semua ancaman potensial yang terdapat pada tabel 1 telah terjadi di
Indonesia, misalnya peredaran obat-obatan. Indonesia disebut sebagai Surga
Narkoba Dunia karena jumlah pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,8 juta
orang (Statistik BNN, 2011) atau sekitar 1,5 persen dari total jumlah penduduk.
Ancaman lainnya berupa gerakan separatis seperti lepasnya Timor Leste dari
Indonesia, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), upaya disintegrasi Papua, dan
penguasaan Pulau Sipidan dan Ligitan oleh Malaysia.
Koseptualisasi, operasionalisasi, dan kategori ancaman harus dapat dilihat
secara holistik. Tujuannya agar negara dapat melihat dan memformulasikan
secara komprehensif mengenai bentuk dan strategi pertahanan apa yang sesuai
dalam upaya menghadapi ancaman. Adanya persamaan persepsi dan kebutuhan

akan pertahanan dan keamanan negara menjadi lebih penting dari pada alutsista
maupun personil pertahanan.
Sejatinya masyarakat adalah garda pertahanan terdepan yang dapat
menjaga keamanan negara. Kesadaran akan adanya ancaman konvensional dan
non konvensional dapat menjadi stimuli terbesar yang dapat membuat berbagai
pihak memiliki pola berfikir dan sikap untuk bersatu dan berusaha untuk
melindungi tanah airnya secara bersama-sama.
Faktor Kekuatan Ekonomi
Kekuatan ekonomi dalam tulisan ini diukur menggunakan pendekatan
(proxy) anggaran pertahanan,Anggaran bersifat sangat penting karena akan
menentukan kinerja sektor pertahanan. Sesuai dengan teori ekonomi, insentive
system akan mempengaruhi performance. Namun hal tersebut sebenernya tidak
akansufficient tanpa asumsi adanya rasa kebangsaan dan nasionalisme yang
tinggi.
Selain itu, anggaran pertahanan menjadi penting untuk mewujudkan
pertahanan nasional yang kuat, diperlukan prasyarat anggaran militer yang
mencukupi. Namun, kemampuan pemerintah dalam menyediakan anggaran
pertahanan memang sangat terbatas jika dihadapkan dengan kebutuhannya
Efek negatifnya pembangunan pertahanan saat ini relatif belum dapat
diperhatikan secara optimal sehingga kapabilitas pertahanan belum mampu
untuk mencegah, mengantisipasi, dan mengatasi ancaman keamanan nasional.
Anggaran pertahanan yang dikeluarkan tergantung pada kemampuan
ekonomi masing-masing negara. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana
posisi anggaran pertahanan Indonesia jika dibandingkan dengan seluruh negara
di dunia perlu dilakukan standardisasi dengan menggunakan analisis ZScore yang diolah dengan menggunakan SPSS17.
Tabel 2. Postur Anggaran Pertahanan Indonesia Terhadap 171 Negara Tahun
2000 2011

Sumber: SIPRI Military Expenditure Database, 2012. Diolah.

Berdasarkan hasil pengolahan data 171 negara, dapat diketahui bahwa dalam
kurun waktu sebelas tahun anggaran pertahanan Indonesia berada pada kisaran
0,20490 s.d. 0,13482 standar deviasi di bawah rata-rata anggaran pertahanan
negara lain di dunia. Jadi, anggaran pertahanan Indonesia memang masih sangat
minim jika dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia.
Pertanyaan yang mungkin timbul adalah negara mana saja yang memiliki
anggaran militer yang besar? kemudian adakah keterkaitan antara anggaran
militer yang besar dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki suatu negara?. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut dilakukan analisis penghitungan menggunakan
variabel anggaran militer dan total populasi di dunia.
Tabel 3. Postur Anggaran Pertahanan Global Tahun 2011

Sumber: Global Fire Power,2012. Diolah.

Berdasarkan postur anggaran pertahanan global di atas, pada tahun 2011


hingga saat ini Amerika Serikat tetap merupakan market of the last resort
untuk semua negara. Posisi Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan
militer nomor satu mendorong dirinya melaksanakan posisi unilateralisme
(tindakan sepihak). Negara-negara yang tergabung dalam G7 juga menguasai
64% dari total anggaran pertahanan di dunia, fakta tersebut memperkuat
argumen hasil penelitian Pradhan (2010). Pradhan (2010) mengatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi mempengaruhi anggaran pertahanan dan anggaran
pertahanan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Perbedaan jumlah populasi dan kesenjangan Produk Domestik Bruto (PDB)
yang tercermin dari pengeluaran untuk anggaran militer menyebabkan
terjadinya disparitas atau kesenjangan antar negara. Negara anggota GNB, yang
populasinya sekitar 28% memiliki anggaran pertahanan 23%. Sedangkan negara
BRIC + Indonesia, yang populasinya mencapai 58% penduduk dunia, total

anggaran pertahanannya hanya14% saja. Jelas terlihat bahwa negara dengan


perekonomian tinggi (G7) sangat peduli dengan kekuatan militernya, hal ini
tercermin dari anggaran pertahanan yang mereka miliki.
Faktor Jumah Personil Sistem Pertahanan
Tabel 4. Rasio Personil Pertahanan per Total Populasi 2011 (Selected Country)

Sumber: Global Fire Power,2012. Diolah.

*) Total personil pertahanan, tidak termasuk pasukan cadangan.


**) Sumber: Wikipedia

Berdasarkan data pada tabel 4, dapat diketahui bahwa skor rasio ARMY/POP
hampir sama untuk tiap negara yang dijadikan observasi. Namun untuk skor
rasio ARMY/REG, Italia dan Inggris memiliki skor rasio tertinggi karena kuantitas
personil pertahanan mereka miliki hampir sama dengan luas wilayah negaranya.
Dalam ekonomi, kuantitas SDM yang banyak diperlukan, akan tetapi
produktivitas tenaga kerja juga merupakan salah satu aspek penting untuk
diukur untuk menilai kinerja. Dalam militer salah satu aspek yang harus
mendapat perhatian adalah kuantitas tentara, tanpa mengesampingkan kualitas

tentara. Kualitas atau skilltentara harus ditingkatkan seiring dengan upaya


peningkatan kesejahteraannya.
Poin yang dapat dikaji dari tabel 4 yaitu ketersediaan personil pertahanan
tidak perlu terlalu banyak, namun jumlahnya harus optimal dalam memenuhi
kebutuhan, dengan memperhatikan periode peak dan off peak. Perlu kajian lebih
lanjut mengenai berapa jumlah TNI yang ideal harus tersedia untuk tiap luas
wilayah dan jumlah penduduk. Untuk membantu personil pertahanan, rakyat
(bagian dari total populasi) harus dapat berperan aktif dalam menjaga
pertahanan negara, terutama dalam menghadapi perang non-militer.
Secara umum pembahasan dalam tulisan ini dapat disimpulkan dan
direkomendasikan sebagai berikut: (1) Dalam menghadapi ancaman, diperlukan
persamaan persepsi dan kebutuhan akan pertahanan dan keamanan negara
Masyarakat menjadi garda pertahanan terdepan yang dapat menjaga keamanan
negara dari ancaman, oleh karena itu diperlukan kesadaran akan adanya
ancaman yang dapat membuat berbagai pihak memiliki pola berfikir dan sikap
untuk bersatu dan berusaha untuk melindungi tanah airnya secara bersamasama; (2) pemerintah harus meningkatkan tingkat perekonomian agar porsi
anggaran untuk pertahanan dapat dialokasikan lebih besar, mengingat rata-rata
pengeluaran pertahanan Indonesia dalam kurun waktu 2000 2011 berada di
bawah rata-rata dunia. Anggaran pertahanan yang optimal dan efisien dalam
penggunaannya sangat penting untuk mewujudkan pertahanan nasional yang
kuat; (3) kuantitas tentara perlu ditingkatkan sampai dengan tingkat yang ideal
jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. Porsi kuantitas
tentara yang optimal harus diikuti dengan peningkatan kualitas dan
kesejahteraannya. Jika ketiga faktor tersebut berhasil dengan baik, maka
pertahanan nasional akan semakin kuat dan dapat terpelihara
darfians.blogspot.com/2012/09/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Hankam
01-06-2009

Pertahanan Negara

Sistem Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia -Bagian 4


Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan
dengan cara (Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan
sesuai dengan kondisi obyektif bangsa dan negara Indonesia, pandangan hidup
bangsa dan budaya bangsa.

1.Umum
Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan dengan cara
(Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi obyektif
bangsa dan negara Indonesia, pandangan hidup bangsa dan budaya bangsa. Pertahanan Negara
Indonesia merupakan instrumen dari politik nasional, terutama politik keamanan nasional.
Perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan,
memberikan pengalaman sejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indone sia dalam
melaksanakan perjuangan selanjutnya. Pengalaman sejarah perjuangan tersebut khususnya
selama perang kemerdekaan telah mewujudkan tradisi yang selanjutnya menjadi nilai penting
sebagai dasar penyelenggaraan pertahanan dan keamanan untuk melindungi segenap bangsa
dari berbagai kemungkinan ancaman baik yang bersifat kasar (ancaman militer) maupun yang
halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Salah satu nilai tadi adalah "Perang
Wilayah/Perang Rakyat Semesta" (Perata) yang dirumuskan dalam Seminar Seskoad II pada

Januari 1962 dan ditetapkan pada Agustus 1966 dalam Seminar AD II sebagai Doktrin Perang
Wilayah/Perang Rakyat Semesta.
Dalam rangka integrasi ABRI, pada Nopember 1966 Seminar Hankam menetapkan Doktrin
Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI "Catur Dharma Eka Karma" disingkat Cadek. Seminar
Hankam tersebut juga menghasilkan Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Hankamnas dan
Wawasan Nasional. Dengan Wawasan Nusantara ini ABRI tidak menonjolkan kepentingan suatu
matra dan kepentingan salah satu bidang perjuangan (politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam). Sepanjang perjalanan sejarahnya doktrin Hankam selalu mengalami pengembangan.
Pada tahun 1991 Cadek ditata kembali dan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan masa
mendatang, menjadi dua doktrin yaitu: a. Doktrin "Pertahanan Keamanan Negara" sebagai
Doktrin Dasar yang disahkan oleh Menteri Pertahanan, dan b. Doktrin "Perjuangan TNI ABRI
(Catur Dharma Eka Karma)", sebagai Doktrin Induk yang disahkan oleh Pangab.
Di era reformasi berdasarkan UUD RI 1945 (Amandemen) Bab III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII
Pasal 30 telah ditetapkan UU No. 3 tahun 2002. Sishankamrata diubah menjadi Sistem
Pertahanan Semesta (Sishanta). Selanjutnya mengacu pada UU No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Doktrin Perjuangan TNI ABRI Cadek diubah
menjadi Doktrin TNI "Tri Dharma Eka Karma" (Tridek).
Dewasa ini Sishankamrata yang bertumpu pada perlawanan teritorial mengundang tanggapan
dari kalangan masyarakat khususnya mereka yang meragukan relevansi Sishankamrata dengan
TNI sebagai kekuatan utama menghadapi tantangan di era globalisasi. Sebagai contoh dapat
dikemukakan beberapa isu yang dikemukakan pada Seminar "Democratic Total Defence" yang
diselenggarakan oleh beberapa LSM dengan Dephan RI pada tanggal 28 Agustus 2007 yang fokus
bahasannya adalah perbandingan penyelenggaraan Sistem Pertahanan Total di negara-negara
demokratis. Isu-isu tersebut antara lain sebagai berikut:
a.Gambaran tentang Sistem Pertahanan Total Indonesia.
b.Apakah Sistem Pertahanan Total di Indonesia telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi?
c.Apakah Sistem Pertahanan Total yang ada mampu mengatasi hakikat ancaman masa kini yang
dapat berupa ancaman konvensional atau ancaman lainnya (misalnya terorisme, kejahatan
terorganisir, atau ancaman lintas nasional lainnya)?
d.Dengan melihat berbagai implementasi Sistem Pertahanan Total di negara lain pelajaran apa
yang dapat diperoleh yang dapat diimplementasikan di Indonesia.
Beberapa isu lain yang sering dikemukakan para pemikir di bidang pertahanan NKRI antara lain
adalah:
a.Adanya kekhawatiran bahwa Komando Teritorial yang mendampingi Pemerintahan Sipil akan
digunakan tidak hanya untuk maksud penyelenggaraan pertahanan, tetapi juga sebagai
tumpuan untuk memperkuat pemerintahan yang berkuasa.
b.Apakah Sishankamrata dapat diimplementasikan? Padahal dalam jangka panjang kondisi TNI
sebagai kekuatan inti Sishankamrata jumlah dan kualitas pasukannya yang dapat dikatagorikan
profesional serta anggaran latihan, sistem senjata yang tergolong modern masih terbatas dan
tidak memadai dihadapkan pada luasnya posisi-posisi strategis yang harus dipertahankan di
seluruh Nusantara.
c.Apakah Sishankamrata masih relevan untuk dipertahankan sebagai konsep pertahanan NKRI?
Atau diambil konsep lain seperti yang dikehendaki oleh mereka yang terobsesi oleh sistem
pertahanan negara asing (adikuasa).
d.Menghadapi berbagai isu tersebut, dewasa ini diperlukan kejelasan bagaimana kehendak
bangsa dalam menjalankan pertahanan negara.
Tulisan hasil sarasehan Alumni Akmil ini diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan
tersebut dan dapat pula memberikan pencerahan kepada generasi muda TNI untuk dijadikan
bekal pengabdiannya kepada Negara dan Bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa
depan.
2.Landasan Filosofis dan Landasan Hukum
Indonesia merupakan negara hukum, oleh sebab itu untuk memenuhi aspek legalitas, sistem
pertahanan keamanan yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan negara
diselenggarakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Doktrin Hankamrata sebagai
strategi dari Hankamnas yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai falsafah bangsa
adalah doktrin dasar yang digali, dikembangkan oleh TNI(AD) dari hasil pengalamannya dalam
memperjuangkan, merebut dan mengisi kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945. Sebagai ajaran, asas, prinsip serta konsep yang mendasar dan diyakini
kebenarannya, berdasarkan hasil pemikiran terbaik, doktrin ini mengalir dari pandangan hidup
bangsa dan dikembangkan secara nalar dan dinamis dengan pengalaman dan teori sehingga

kebenarannya bersifat relatif hakiki dan berjangka panjang. Oleh karena itu Doktrin
Hankamrata harus menjiwai ketentuan perundang-undangan penyelenggaraan pertahanan
negara.
Meskipun ketentuan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian tak terpisahkan
dari daya rangkum doktrin, dan keduanya bersumber dari nilai-nilai falsafah, ajaran, dan
konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945, namun keduanya berkembang dengan sifat
dan keberadaan fungsional yang berbeda. Peraturan perundang-undangan mengalir dari Batang
Tubuh UUD 1945 yang dijiwai oleh Pembukaannya, merupakan sumber hukum yang melahirkan
berbagai ketentuan hukum, sedangkan doktrin TNI(AD) mengalir dari nilai-nilai falsafi, ajaran,
dan konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 yang melahirkan patokan, pegangan,
pedoman, petunjuk. Dengan kata lain, apabila ketentuan perundang-undangan memberikan
kekuatan hukum terhadap upaya-upaya dalam segenap dinamika tata kehidupan nasional sesuai
doktrin, tetapi doktrin memberikan panduan instrumental bagi proses mencapai sasaran.
Seharusnya UU memberikan kekuatan hukum pada pelaksanaan doktrin, tidak malahan
membatasi ruang gerak dan menghambat implementasi doktrin.
Di era reformasi pesta-pora demokrasi yang kebablasan telah menghasilkan berbagai
ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang mengalir dari Batang Tubuh UUD 1945
yang sudah diamandemen sehingga mengandung pasal-pasal yang rawan distorsi terhadap nilainilai dasar/falsafi yang terkandung dalam Pembukaannya. Di pihak lain, doktrin dasar dan
doktrin induk pertahanan dikembangkan dan dijabarkan oleh TNI berdasarkan nilai-nilai yang
mendasari jatidiri bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai akibatnya
ruang gerak TNI dalam upayanya untuk mengimplementasikan Hankamrata akan selalu
terkendala oleh berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang disusun
berdasarkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa, terutama yang mengarah pada
demokrasi liberal, individualisme dan kapitalisme.
Ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang diberlakukan di era reformasi adalah:
a.UUD RI 1945 (Amandemen) BAB III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII Pasal 30;
b.UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
c.UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI;
d.Keputusan Panglima TNI No. KEP/2/I/2007 tgl. 12 Januari 2007 tentang Tri Dharma Eka Karma
(Tridek).
3.Relevansi Sishankamrata Saat Ini
Sebagai landasan logis bagi pemahaman tentang Sishankamrata adalah persepsi yang
komprehensif bahwa sistem kehidupan berbangsa-bernegara mencakup berbagai dimensi yang
fundamental dan eksistensial seperti ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya serta pertahanan
dan keamanan (Hankam). Oleh karena bersifat saling terkait dan tidak dapat saling meniadakan
(mutually exclusive) tetapi justru saling komplementer dan interdependen, maka pembangunan
dimensi-dimensi tersebut harus digulirkan secara maksimal untuk mencapai hasil optimal
dengan prinsip saling mendukung dan menguatkan. Misalnya pembangunan politik dan
ekonomi dapat berjalan baik manakala situasi Hankamnas bersifat positif-kondusif. Sebaliknya,
pembangunan Sishankamnas tidak mungkin berjalan tanpa dukungan dimensi-dimensi lainnya.
Sishankamnas sebagaimana sistem kehidupan bangsa lainnya (politik, ekonomi dan
sebagainya) dibangun dan digerakkan untuk menunjang upaya pembangunan atau transformasi
nasional menuju tercapainya Cita-Cita/Tujuan Nasional. Untuk mencapai Tujuan Nasional
(Tunas) tersebut terdapat banyak aspek yang harus dilindungi, dijaga/dikawal dan
diimplementasikan yakni berbagai Kepentingan Nasional (Kepnas). Dengan apakah Kepnas
dikawal, dilindungi dan diimplementasikan? Jawabannya, dengan sistem kehidupan nasional
(Sisnas), dan dalam konteks ini adalah Sishankamnas. Pertanyaan berikutnya, bagaimakanakah
Sishankamnas sebagai bagian integral dari Sisnas itu didesain? Ada dua hal yang harus dijadikan
bahan pertimbangan. Pertama, harus ada ada berbagai instrumen bangsa yang memang perlu
untuk digunakan dalam kerangka tersebut seperti falsafah bangsa, falsafah bangsa tentang
perang, politik luar negeri dan sebagainya. Kedua, harus dilakukan penilaian (assesment) atau
telah tajam terhadap lingkungan strategis (Lingstra) yang terus berkembang secara dinamis
termasuk mengikuti kemajuan Ilpengtek, yang darinya kita dapat merumuskan potensi ancaman
atau ancaman potensial terhadap bangsa-negara, seperti dipaparkan pada bab-bab sebelumnya.
Menghadapi kondisi kehidupan bangsa yang memiliki sekian banyak ancaman potensial, niscaya
perlu pembangunan dan pengerahan total potensi dan kekuatan bangsa secara efektif. Dengan
demikian, Sishankamrata merupakan konsep dan doktrin yang tetap relevan dalam kehidupan
bangsa kita sebagai wadah, isi dan tata laku pertahanan nasional di masa depan dengan revisi
nilai instrumental agar tetap relevan dan kontekstual. Apalagi Sishan semacam ini juga
dijadikan konsep pertahanan di banyak negara maju seperti Swiss, Israel, Singapura, Prancis
dan lain-lain.

Logika atau basis argumentasi Sihankamrata dapat digambarkan sekilas dengan mengacu pada
kebiasaan umum (habitus universal) dalam Rekayasa Sishan. Idealnya, sebuah negara memiliki
Sishan di mana kekuatan riil yang dimilikinya lebih unggul daripada kekuatan yang mengancam
(ancaman potensial). Jika belum dapat mencapai kekuatan ideal tersebut maka biasanya
dibangun aliansi dalam rangka memelihara balance of power. Namun bila hal itu pun tidak
dapat dilakukan maka tidak ada pilihan lain selain Perang Rakyat. Bagi Indonesia,
membangun kekuatan ideal masih jauh dari mungkin karena terhadang kendala anggaran.
Untuk beraliansi membangun pakta pertahanan pun tidak mungkin karena prinsip politik luar
negeri yang bebas-aktif. Dengan demikian, langkah realistis yang merupakan pilihan logis
adalah Sishankamrata (total defence).
Memang, isu tentang relevansi Sishankamrata dengan dinamika perubahan situasi dan kondisi
sudah terjadi sejak lama. Disadari bahwa Doktrin memang harus berkembang sejalan dengan
perkembangan situasi dan kondisi khususnya perkembangan Ilpengtek, namun dari segi lain
Sishankamrata yang merupakan hakikat dari Doktrin Dasar Hankamnas dan dirumuskan
berdasarkan pengalaman, penghayatan para perumusnya yang langsung mengalami sendiri
perjuangan TNI(AD) dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tetap harus dipertahankan. Sistem
Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta merupakan pengembangan dari doktrin perang
wilayah yang pertama kali dicetuskan pada seminar Seskoad I pada Desember 1960. Dengan
berpedoman pada pengalaman perang merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
NKRI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, setelah disesuaikan dengan kondisi baru
dirumuskan Konsep Doktrin Perang Wilayah/Perang Rakyat Semesta.
Seperti disinggung di atas, sesungguhnya strategi perang wilayah/perang rakyat semesta telah
dilaksanakan di berbagai negara, khususnya negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi
negara-negara adikuasa yang pada umumnya memiliki keunggulan dalam sistem persenjataan
dan profesionalisme. Beberapa negara yang dijadikan acuan dalam perumusan hankamrata
antara lain adalah Yugoslavia1 yang pada Perang Dunia II, menggunakan pertahanan teritorial
(territorial defence) serta melakukan pertahanan rakyat semesta (total peoples defence)
berhasil mengalahkan tentara pendudukan fasis Jerman dan sekutu-sekutunya yang unggul
dalam persenjataan dan profesionalisme. Setelah invasi Sovyet ke Czechoslovakia tahun 1968,
kepemimpinan Yugoslavia mewaspadai ancaman yang sama sesewaktu dapat menjadi kenyataan
terhadap Yugoslavia. Invasi terhadap Czechoslovakia menunjukkan bahwa bala siap dari negara
yang lemah tidak mungkin dapat menghadapi serangan masif dari agresor yang secara kualitatif
dan kuantitatif lebih unggul. Berdasarkan pengalaman perjuangannya menghadapi Jerman,
pada tahun 1969 Yugoslavia menetapkan Undang-undang Pertahanan yang didasarkan pada
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta.
Selain Yugoslavia, negara yang dijadikan acuan dalam perumusan Sistem Hankamrata adalah
Vietnam. Untuk itu TNI-AD pernah mengirimkan suatu misi militer ke Hanoi mempelajari sistem
pertahanan serta perlawanan rakyat sebagai bahan perbandingan.2 Dengan menggunakan
pertahanan teritorial, Vietnam melakukan perang rakyat semesta berhasil mengusir tentara
pendudukan Perancis. Dengan mengandalkan kekuatan rakyat, pada Mei 1954 pejuang Vietnam
di bawah pimpinan Jenderal Vo Nguyen Giap dengan transportasi yang sederhana (sepeda dan
kuda) mengangkut artileri berat dan artileri pertahanan udara melalui hutan lebat dimalam hari
untuk menempati kedudukan di pegunungan sekitar Dien Bhien Phu, kemudian menyerang dan
mengusir tentara Perancis yang jauh lebih unggul dalam teknologi dan persenjataan. Bahkan
dengan melakukan Perang Rakyat Semesta yang berkepanjangan (berlarut) dari tahun 1959
sampai tahun 1975, berkat kepemimpinan Ho Chi Minh yang kharismatik, People's Army of
Vietnam (PAVN) berhasil mengusir tentara AS yang jauh unggul dalam persenjataan.
Di era globalisasi dimana hakekat ancaman telah berkembang menjadi multidimensi mencakup
semua bidang kehidupan bangsa (Ipoleksosbudhankam), baik yang bersifat kasar (ancaman
militer) maupun yang halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Oleh sebab itu maka
kekuatan yang dikembangkan untuk menghadapi ancaman tersebut juga harus mempunyai
kemampuan yang multi demensi pula, tidak hanya berupa kemampuan militer (Sistek), tetapi
juga juga kemampuan non-militer (Sissos) yang melibatkan seluruh potensi bangsa, baik fisik
maupun psikis.
Beberapa contoh perang terkini yang menjadi bukti keberhasilan Sishanrata antara lain adalah:
a.Serangan masif yang dilakukan oleh tentara AS yang dilakukan untuk menangkap pemimpin
pemberontak Somalia ternyata gagal, bahkan tentara AS yang unggul dalam persenjataan dan
profesionalisme itu harus ditarik mundur karena besarnya korban dan kerugian yang dialami.
b.Pasukan AS tidak dapat mentuntaskan hasil serangannya ke Irak, bahkan korban besar terus
berjatuhan. Korban tentara AS yang tewas dalam perang Irak dewasa ini telah mendekati angka
3000 orang sebagian besar justru terjadi setelah Saddam Hussein tertangkap. Bahkan dewasa ini
Pemerintah AS dibayangi kegagalan tujuan invasinya ke Irak karena ketidaksanggupannya

mengatasi kekacauan yang terus terjadi.


c.Meskipun pasukan NATO berhasil meruntuhkan pemerintahan Taliban di Afghanistan namun
sisa-sisa pasukan Taliban masih tetap aktif dan merupakan ancaman aktual bagi pasukan NATO
di Afganistan. Bahkan Afganistan berpotensi untuk perang saudara kembali apabila pasukan
NATO ditarik dari Afganistan.
d.Meskipun politis Rusia tetap menguasai Chechnya tetapi gangguan dari gerilyawan Chechnya
yang mengakibatkan korban-korban yang besar di pihak pasukan Rusia terus terjadi.
e.Kekuatan bersenjata Palestina dari segi persenjataan dan profesionalisme militer (Sistek),
kalah jauh dari kekuatan bersenjata Israel, namun perlawanan rakyat semesta Palestina yang
berupa gerakan Intifada (Sissos) masih menyulitkan Israel dalam mengendalikan wilayah
Palestina di West Bank dan Gaza Strip. Di samping korban fisik, dari aspek ekonomi, gerakan
intifada yang berupa ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum penjajah, pemogokan umum,
grafitti, barikade di jalanan, dan pelemparan batu dalam demonstrasi oleh para pemuda serta
boikot terhadap industri mikro, industri jasa dan pariwisata telah menimbulkan kerugian dalam
jumlah yang besar di pihak Israel.
Contoh-contoh tersebut di atas membuktikan bahwa keunggulan persenjataan dan
profesionalisme bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan. Pengalaman menunjukkan
bahwa ternyata keunggulan teknologi persenjataan dan profesionalisme dapat diimbangi oleh
strategi perlawanan rakyat semesta yang dilengkapi dengan patriotisme, daya juang dan
semangat tidak mengenal menyerah serta taktik dan strategi yang tepat dan cerdik.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, bagi Indonesia yang dalam jangka pendek masih belum
mampu mengembangkan sistek yang modern mengungguli negara-negara adidaya, bahkan
negara-negara jiran, doktrin Hankamrata bukan hanya relevan, tetapi telah diyakini oleh TNI
kebenarannya.
Sishankamrata erat kaitannya dengan jatidiri TNI sebagai kekuatan utama. Bahwa pengalaman
TNI dengan ke-khas-an jatidirinya dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
secara bersamaan telah melahirkan suatu sistem pertahanan yang sesuai dengan kondisi
geografi, demografi dan budaya bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pertahanan Keamanan
Rakyat Semesta (Hankamrata). Dengan demikian maka pada dasarnya antara jatidiri TNI dengan
doktrin Hankamrata terdapat kaitan timbal balik yang erat, karena doktrin Hankamrata disusun
dengan memperhatikan jatidiri TNI sebagai komponen utama sistem, dan sebaliknya
keberhasilan doktrin Hankamrata tergantung kepada kadar komitmen TNI terhadap jatidirinya
sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional.
Oleh sebab itu maka Sishankamrata yang dilaksanakan melalui Sistem Perang Berlarut yang
mengkombinasikan penggunaan Sistem Senjata Teknologi (Sistek) didukung oleh sikap politik
seluruh rakyat yang anti agressor sebagai Sissos, diyakini mempunyai prospek untuk dapat
digunakan menghadapi musuh yang kuat yang berhasil menduduki bagian-bagian tertentu dari
wilayah darat NKRI.

www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=284&type=8

S-ar putea să vă placă și