Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
CYSTOCENTESIS
Kelompok Va:
Septi Rubiyani B04061375 ( )
Septiani Purwanti H B04062593 ( )
Bahtiar Hidayat H B04062864 ( )
Khoirun Nisa B04063319 ( )
Ikrar Trisnaning H.U B04063461 ( )
A. Latar Belakang
Cystocentesis adalah suatu tindakan yang digunakan oleh dokter
hewan untuk mengkoleksi urin dari hewan. Jarum ditusukkan ke vesica
urinaria kemudian sampel urin diambil. Cystocentesis dapat dilakukan pada
hewan dengan posisi dorsal recumbency, lateral recumbency, atau oblique.
Posisi dari hewan tergantung dari pilihan operator saat melakukan
cystocentesis.
Cystocentesis biasanya menggunakan jarum berukuran 25 22, dan
spuid bervolume 3 ml, dengan posisi jarum saat pengambilan sampel urin
450. Cystocentesis dilakukan untuk mengambil sampel urin dari vesica
urinaria untuk pemeriksaan urinalysis, seperti adanya kontaminasi dari
bakteri, adanya ruptur sel, debris, atau infeksi saluran urinasi bagian bawah.
Cystocentesis juga dapat dilakukan tanpa melakukan pembedahan.
Tehnik ini lebih mengurangi rasa sakit yang dialami oleh hewan. Abdomen
dipalpasi untuk mengetahui posisi dari vesica urinaria dan ditahan agar tidak
bergeser. Cystocentesis sebaiknya dilakukan pada biagian apex dari vesica
urinaria. Area dilakukannya cystocentesis haruslah bersih dan steril,
sebelum dilakukan cystocentesis terlebih dahulu dibersihkan menggunakan
antiseptik.
Hal utama dari cystocentesis, jika sampel urin tidak diperoleh pada
tusukan pertama, percobaan berikutnya dilakukan tusukan sekitar 1- 2 cm
pada bagian cranial atau caudal dari tusukan yang pertama.
B. Tujuan
Mengetahui dan mampu mempraktekkan cystocentesis sebagai usaha
yang dilakukan oleh dokter hewan untuk mengkoleksi sampel urin untuk
pemeriksaan urinalysis, seperti adanya kontaminasi dari bakteri, adanya
ruptur sel, debris, atau infeksi saluran urinasi bagian bawah, serta sebagai
awalan sebelum melakukan cystotomi.
Umur : 6 Bulan
Warna : Abu-abu, putih
Tanda khusus : Ujung ekor bengkok
B. Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan yaitu seekor kucing, alkohol 70%, NaCl
fisiologis, sediaan xilazine, sediaan ketamine, penisilin, betadine, antibiotik
oxytetracyclne, antibiotik amoxilin, sediaan atropin, revanol, benang catgut, dan
benang silk.
C. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu seperangkat alat bedah
minor (4 buah towl clam, 2 buah pinset anatomis dan syrorgis, 1 gagang scalpel
dan balde, 3 buah gunting, 4 buah tang arteri lurus anatomis, 2 buah tang arteri
bengkok anatomis, 2 tang arteri lurus syrorgis, dan 1 buah needle holder),
perlengkapan operator dan asisten (2 buah penutup kepala, 2 buah masker, 4
buah sikat, 2 buah handuk, 2 pasang sarung tangan, dan 2 buah pakaian
bedah), needle berpenampang bulat, needle berpenampang segitiga, tampon,
spoit 3 ml, kain penutup, lap, koran, tali, timbangan, alat cukur, penggaris,
thermometer, dan stethoscope, dan stopwatch.
D. Langkah Kerja Praktikum
D.1. Persiapan Pra Operasi
1. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari
debu), kemudian disterilisasi dengan radiasi atau dengan desinfektan (alkohol
70%).
2. Persiapan peralatan
Satu set peralatan bedah minor disiapkan. Peralatan yang sudah dicuci
bersih dan dikeringkan ditata dalam wadah mulai dari needle holder, tang arteri,
gunting, scalpel, pinset syrorgis, pinset anatomis, dan towl clamp. Kemudian
wadah berisi peralatan tersebut dibungkus dengan dua lapis kain. Pertama, kain
lapis pertama disiapkan dan wadah diposisikan di tengah kain dengan posisi
sejajar. Sisi kain yang dekat dengan tubuh kita dilipat hingga menutupi wadah
dan ujung lainnya dilipat mendekati tubuh. Sisi kanan dilipat dilanjutkan dengan
sisi yang kiri. Kain lembar kedua disiapkan, wadah yang sudah terbungkus kain
lapis pertama diletakkan di tengah dengan posisi diagonal. Ujung kain yang
dekat tubuh dilipat hingga menutupi peralatan (wadah). Sisi kanan dilipat
4
dilanjutkan sisi kiri. Ujung lainnya dilipat mendekati tubuh dan diselipkan.
Peralatan yang sudah terbungkus dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu
100C selama 1 jam.
Selanjutnya pembukaan bungkusan sebelum operasi. Bungkusan paling
luar dibuka di belakang meja/jauh dari meja operasi. Kemasan diletakkan di
meja. Lipatan ditarik ke arah tubuh pembuka. Kemudian dilanjutkan dengan
menarik masing-masing ujung lipatan. Bungkusan diserahkan ke tim steril.
Bungkusan diletakkan ke meja steril/meja alat. Bungkusan yang lebih dalam
dibuka oleh tim steril dengan menarik lipatan ke arah tubuh. Diikuti dengan ujung
lipatan berikutnya kemudian kemudian diletakkan di atas meja alat yang steril.
3. Persiapan obat-obatan
Obat-obatan yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:
- Desinfektan : Alkohol 70%
- Preanestesi : Atropin sulfa ( dosis 0,025 mg/kg BB )
- Sedatif : Xylazine ( dosis 2 mg/kg BB )
- Anestetik : Ketamin ( dosis 10-15 mg/kg BB )
- Anti pendarahan : Adona, vitamin K ( dosis 1-5 mg/kg BB )
- Cairan infus : NaCl Fisiologis, Ringer laktat
- Antibiotik : Oxytes ( dosis 14 mg/kg BB ), Amoxicillin ( dosis
20 mg/kg BB PO selama 5 hari post operasi ),
penicillin.
4. Persiapan perlengkapan operator dan asisten 1
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten 1, yaitu tutup kepala,
masker, sikat tangan (2 buah per orang), handuk kecil, baju operasi, dan sarung
tangan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi dengan urutan
tertentu. Baju operasi dilipat sedemikian hingga bagian yang bersinggungan
dengan pasien berada di dalam. Duk dilipat sedemikian hingga bagian yang
bersinggungan langsung dengan permukaan duk dilipat ke dalam. Baju operasi,
duk serta perlengkapan yang lain kemudian dibungkus dengan dua lapis kain
seperti membungkus peralatan dengan urutan dari bawah, yaitu sarung tangan
yang sudah dibungkus dengan kertas/plastik/alumunium foil, baju operasi yang
telah dilipat, handuk yang telah dilipat, dua sikat yang bersih, masker, dan yang
teratas penutup kepala. Kemudian perlengkapan yang sudah dibungkus
dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 60C selama 15-30 menit.
5
Bila perlu pasien kucing diberikan obat untuk mengatasi rasa nyeri
selama 1 sampai 3 hari setelah operasi serta antibiotik topikal (bioplasenton).
Plester dan perban diganti setelah 3 hari.
2. Pencucian peralatan
Alat setelah digunakan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci.
Disikat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai
pasien). Dibilas dengan air yang mengalir sebanyak 10-15 kali (dimulai dari ujung
yang pertama disikat). Dikeringkan dengan ditata di rak. Peralatan yang sudah
kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi.
8
3. Pencucian perlengkapan
Masker, tutup kepala, handuk dan baju operasi yang telah selesai
digunakan dilaundri/dicuci dengan sabun, dibilas dan dikeringkan. Perlengkapan-
perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi sebagaimana proses pra operasi
tadi.
4. Ruang operasi
Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu dan
disterilisasi baik dengan radiasi atauoun menggunakan desinfektan berupa
alkohol 70%.
parameter I II III IV V
p s m p s m p s m p s m p s M
Nafas 48 - 40 48 40 40 44 48 44 44 44 44 24 36 40
Jantung 152 - 132 116 120 116 126 124 144 144 144 132 132 148 140
Suhu 39,4 - 39,8 39,5 40,1 39,5 39,5 39,1 39,1 38,1 38,8 39,2 38,2 39,2 -
Makan + +
+ + + + + + + + + + + + +
Minum +
- - + + + + + - + + + + + +
Urinasi +
+ + + + + + + + + + + + + +
Defekasi -
+ - - + + + + - + + + + + +
Skor
-
feses 4 - - 3 2 2 2 - 2 2 2 3 3 2
B. PEMBAHASAN
Sumber: http://www.biologycorner.com/anatomy/digestive/cat/cat01.jpg
Gambar 1 Anatomi organ dalam kucing.
Sayatan dimulai dari kulit, kemudian lemak subcutis yang dalam hal ini
cukup tebal pada pasien (kucing bernama Totori). Setelah lapisan lemak subcutis
dikuakkan terlihat garis putih yang disebut linea alba, linea alba kemudian
disayat sekaligus dengan peritoneum. Omentum yang muncul ditarik keluar
untuk memudahkan eksplorasi. Setelah ditemukan, bladder langsung dikeluarkan
untuk mendapatkan dinding dorsal. Dalam mencari bladder diperlukan kehati-
hatian agar tidak tertukar dengan organ lain yang posisinya berdekatan. Perlu
dipahami bahwa dinding bladder pada umumnya tipis sehingga tampak
transparan dengan vaskularisasi yang banyak. Dinding bladder terdiri atas
empat lapis, yaitu lapis serosa yang bersinggungan dengan organ-organ lain,
lapisan muskular, lapisan submukosa, serta lapis mukosa yang berhadapan
dengan lumen bladder (Sahaja 2009).
Cystotomi ataupun cystocentesis sebaiknya dilakukan pada dinding
bagian dorsal bladder. Hal ini berkaitan dengan hukum gravitasi. Bladder
merupakan tempat penampungan urin, berdasarkan hukum gravitasi cairan
tentunya akan mengumpul di ventral. Bila sayatan dilakukan pada dinding bagian
ventral, tentu besar kemungkinan urin akan merembes ke rongga perut dan
menyebabkan peritonitis. Namun berdasarkan Duncan (2002) cystotomi dapat
dilakukan pada dinding bladder bagian ventral bila diperlukan identifikasi
dan/atau kateterisasi uretra terbuka. Pada operasi kali ini dilakukan tindakan
cystocetesis tanpa dilakukan cystotomi. Cystocentesis dilakukan pada dinding
bladder bagian dorsal dengan vaskularisasi yang sedikit (lihat lampiran gambar 4
(B)). Dalam hal ini seharusnya cystocentesis dilakukan dengan spoit 3 ml, namun
11
karena keterbatasan alat maka digunakan spoit 1 ml. Di sekitar bladder diberi
tampon agar urin tidak mengontaminasi rongga perut sehingga dapat
menimbulakan peritonitis. Volume urin yang dikeluarkan sekitar 3,5 ml. Volume
yang cukup sedikit ini dikarenakan pada saat bladder dikeluarkan, pasien urinasi.
Dari hasil pengamatan, bladder pasien normal dan tidak terdapat kalkuli.
Cystocentesis sebenarnya juga dapat dilakukan tanpa melakukan
pembedahan. Tehnik ini lebih mengurangi rasa sakit yang dialami oleh hewan.
Abdomen dipalpasi untuk mengetahui posisi dari vesica urinaria dan ditahan agar
tidak bergeser. Cystocentesis sebaiknya dilakukan pada bagian apex dari vesica
urinaria. Area dilakukannya cystocentesis haruslah bersih dan steril, sebelum
dilakukan cystocentesis terlebih dahulu dibersihkan menggunakan antiseptik. Hal
utama dari cystocentesis, jika sampel urin tidak diperoleh pada tusukan pertama,
percobaan berikutnya dilakukan tusukan sekitar 1- 2 cm pada bagian cranial atau
caudal dari tusukan yang pertama.
Cystotomi pada umunya dilakukan untuk mengeluarkan kalkuli yang
menyebabkan penyumbatan pada saluran kencing dan biasanya dibarengi
dengan biopsi mukosa serta kultur. Setelah dilakukan pembuangan kalkuli
melalui cystotomi, perlu dilakukan radiografi untuk memastikan semua kalkuli
sudah benar-benar dihilangkan dari bladder (Cornell 2000). Selain itu, cystotomy
juga dilakukan bila terdapat kista, untuk pengobatan kasus ureter ektopik, serta
untuk diagnosa infeksi saluran kencing resisten (Duncan 2002). Sayatan diawali
pada lapisan serosa sampai lapisan mukosa. Menurut Duncan (2002) penjahitan
pada cystotomy bisa dilakukan dengan jahitan tunggal, ganda, bahkan triplet
bergantung pada ketebalan dinding bladder. Bila dinding bladder cukup tebal
maka hanya dilakukan jahitan tunggal, dan jahitan sebaiknya tidak menembus
hingga ke lumen. Namun pada umumnya dilakukan jahitan ganda dengan lapis
pertama pada seromuskular menggunakan jahitan cushing diikuti jahitan lambert.
Bahkan kadang dilakukan tiga lapis jahitan, dalam hal ini mukosa dijahit
tersendiri menggunakan jahitan bersambung (simple continuous suture).
Sebelum dilakukan penjahitan peritoneum dan linea alba, bladder
direposisi dengan lokasi injeksi (cystocentesis) diselimuti dengan omentum untuk
mempercepat persembuhan. Peritoneum dan linea alba dijahit dengan jahitan
sederhana menggunakan benang catgut yang dapat diserap oleh tubuh serta
jarum (needle) berpenampang bulat untuk jaringan lunak (lihat lampiran 3
gambar 4 (C)). Jahitan selalu diawali dari ujung dan pangkal sayatan kemudian
12
SIMPULAN
Cystocentesis dengan bedah dilakukan pada wilayah hipogastrium dan
diawali laparotomi medianus posterior. Cystocentesis sebaiknya dilakukan pada
dinding bladder bagian dorsal dengan vaskularisasi yang sedikit. Cystocentesis
merupakan cystotomi paling sederhana, yaitu mengeluarkan urin menggunakan
spoit 3 ml dan jarum 25-22 G.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran I
(A) (B)
(C) (D)
Lampiran 2
Suhu (C)
(A)
(B)
(C)
16
(A) (B)
(C) (D)
(E)
(F)