Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2
per 1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran.
Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas
35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian
pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih). Sumber lain
mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua
suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik
lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan
pada ibu yang usianya terlalu muda.
Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000
kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control)
menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat.
Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down
berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi
kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara
20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada
usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80%
kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35,
menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada
faktor risiko lain diketahui.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana Konsep Dasar dari Down Syndrom?
2. Seperti apa penelitian terkait intervensi pada anak dengan down syndrom?
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
fisik
dan
mental.
Syndrome
Down
adalah
suatu
kondisi
c. InfeksiInfeksi juga dikaitkan dengan sindrom down, tetapi sampai saat ini
belum ada ahli yang mampu menemukan virus yang menyebabkan sindrom
down ini.
d. AutoimunPenelitian Fial kow (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh
kembang anak karangan Soetjiningsih) secara konsisten mendapatkan adanya
perbedaan antibodi ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down dengan
anak yang normal.
e. Usia ibuUsia ibu diatas 35 tahun juga mengakibatkan sindrom down. Hal ini
disebabkan karena penurunan beberapa hormon yang berperan dalam
pembentukan janin, termasuk hormon LH dan FSH.
f. AyahPenelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 30% kasus penambahan
kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan faktor
dari ibu.
2. Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi
Translokasi kromosom 21 dan 15.
3. Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga menyebabkan
kesalahan DNA menuju ke RNA.
4. Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam kandungan.
5. Frekwensi coitus akan merangsang kontraksi uterus, sehingga dapat berdampak pada
janin.
C. Manifestasi Klinis
Berat pada bayi yang baru lahir dengan penyakit sindrom down pada
umumnya kurang dari normal, diperkirakan 20% kasus dengan sindrom down ini
lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Anak-anak yang menderita
sindroma down memiliki penampilan yang khas:
1. Bentuk tulang tengkoraknya asimetris atau ganjil dengan bagian belakang
kepalanya mendatar (sutura sagitalis terpisah).
2. Lesi pada iris mata (bintik Brushfield), matanya sipit ke atas dan kelopak mata
berlipat-lipat (lipatan epikantus) serta jarak pupil yang lebar.
3. Kepalanya lebih kecil daripada normal. (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal
serta Leher pendek dan besar
4. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease (kelainan
jantung bawaan). kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat
meninggal dengan cepat.
5. Hidungnya datar (Hidung kemek/Hipoplastik) lidahnya menonjol, tebal dan kerap
terjulur serta mulut yang selalu terbuka.
6. Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali
hanya memiliki satu garis tangan pada telapak tangannya. Tapak tangan ada
hanya satu lipatan
7. Jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar
8. Jari kelingking hanya terdiri dari dua buku dan melengkung ke dalam (Plantar
Crease).
9. Telinganya kecil dan terletak lebih rendah
10. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita sindroma
Down tidak pernah mencapai tinggi badan rata-rata orang dewasa)
11. Keterbelakangan mental.
12. Hiper fleksibilitas.
13. Bentuk palatum yang tidak normal
14. Kelemahan otot
Namun tidak semua ciri ciri di atas akan terpenuhi pada penderita
penyakit sindrom down, berdasarkan penelitian terakhir orang dengan penyakit
sindrom down juga dapat mengukir prestasi seperti kebanyakan orang yang normal.
D. Patofisiologi
Penyebab yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena
diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan nondisjunction pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini
dapat mempengaruhi pada proses menua.
E. Komplikasi
1. Penyakit Alzheimers (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
F. Prognosis
Sebanyak 44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup
sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita
ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada
syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih
dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
G. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom
down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini,
antara lain:
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX
atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina
dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down
terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi
kromosom 14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar
1%, sedangkan translokasi kromosom 5-15%)
a) Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak awal kelahiran, sehingga dilakukan
pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya.
b) Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin oleh
dokter ahli mata
c) Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom down akan mengalami gangguan
pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa bayi dan prasekolah ataupun
kegemukan pada masa sekolah dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasama dengan ahli
gizi.
d) Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang yan dianggap sangat
mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis)
2. Pendidikan
a. Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan sindrom down adalah membuat
desain bangunan dengan menerapkan konsep rangsangan untuk tempat
pendidikan anak-anak down's syndrome. Ada tiga jenis rangsangan, yakni
fisik, akademis dan sosial. Ketiga rangsangan itu harus disediakan di dalam
ruangan maupun di luar ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu
melihat dunia sebagai sesuatu yang menarik untuk mengembangkan diri dan
bekerja.
b. Taman bermain atau taman kanak kanak
Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang berkumpul
dan bermain bersama (outdoor) seperti :
a) Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
b) Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk bermain
bersama hewan dan tanaman
3. Intervensi dini.
Pada akhir akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang
dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak
dengan sindrom down. Akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini,
latihan khusus untuk motorik halus dan kasar dan petunjuk agar anak mau
berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak akan mampu menolong diri sendiri,
seperti belajar makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat
membentuk perkembangan fisik dan mental.
4. Penyuluhan terhadap orang tua
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita
memandang bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan
orang tua tidak menerima diagnosa itu sementara waktu, hal ini perlu disadari
bahwa orang tua sedang mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa
dirinya siap menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan
selanjutnya adalah bahwa anak dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang
sama dengan anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan.
Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa
itu sindrom down, karakteristik fisik dan antisipasi masalah tumbuh kembang
anak. Orang tua juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik, perkembangan
mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah
yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.
I. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit sindrom down
antara lain :
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan
(lebih dari 3 bulan). Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 35 tahun harus dengan hatihati dalam memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko
melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa
dicegah, karena Down Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan oleh
kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi
3.
2. Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat
menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau
Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen
9
10
Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak
yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik.
Kedua, berdasarkan pada metode SI, peningkatan keseimbangan berdiri
disebabkan oleh input taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh
reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya,
sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sehingga seseorang dapat merasakan adanya
bahaya dari lingkungan sekitar yang akan menganggu sikap berdiri kemudian
berusaha mempertahankan keseimbangan berdirinya merupakan peran dari sistem
taktil tersebut.
Proses terjadinya mekanisme diatas selaras dengan penelitian Uyanik and
Kayihan (2013) dengan judul Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular
Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children. Penelitian
tersebut memperoleh hasil bahwasannya kombinasi kedua metode NDT dan SI dapat
memperbaiki achievement of postural control is significant for endurance against
gravity and muscle strength.
Input proprioseptif yaitu memberikan rasa sendi. Rasa sendi disini dimaksudka
nagar anak mengenal sendi yang ia punya, bahwa sendi dapat menekuk, bahwa sendi
dapat menopang tubuh atau berat badannya. Sistem propioseptif terdapat pada serabut
otot, tendon, dan ligament, yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui
posisi dan gerakan tubuh. Ketika anak bersikap berdiri dan merasakan berat badannya
sehingga ia harus berusaha mempertahankan keseimbangan berdirinya maka sistem
propriosepsif yang berperan.
Input vestibular ialah memberikan rasa keseimbangan tubuh kemudian muncul
reaksi proteksi dari tubuh untuk tetap mempertahankan tubuh agar tidak jatuh. Sistem
vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan
serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot,
keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Ketika anak bersikap berdiri dan mulai
mengatur tubuh harus seimbang maka sistem vestibular yang berperan. Akibat dari
pemberian terapi dengan metode-metode diatas seorang anak yang mengalami
gangguan keseimbangan berdiri akan mendapatkan pengalaman input input tentang
bagaimana
ia
harus
mempertahankan
sikap
berdirinya
agar
tetap
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Alireza (2010) tentang comparison
beetwen the effect of neuro developmental treatment and sensory integration
therapyon gross motor function in children with cerebral palsy. Didapatkan hasil
bahwa terapi metode neuro developmental treatment dan sensory integration selama
1 jam memberikan pengaruh terhadap perkembangan gross motor function.
Hasilpenelitian ini menyatakan bahwa bahwa kombinasi neuro developmental
treatment dan sensory integration lebih baik daripada hanya neuro developmental
treatment untuk meningkatkan keseimbangan berdiri anak down syndrome.
B. Pengaruh Terapi Bermain Menyusun Menara Donat Terhadap Peningkatan
Kemampuan Motorik Anak Down Syndrome Usia Sekolah Di Slb Negeri
Semarang
Angka kejadian down syndrome rata-rata di seluruh dunia adalah 1 pada setiap
700 kelahiran. Menurut catatan Indonesia Centre for Biodiversity dan Biotechnology
(ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down
syndrome. Kemampuan anak down syndrome sangat lambat di bandingkan dengan
anak normal, karena itu anak down syndrome membutuhkan rangsangan untuk dapat
meningkatkan kemampuan motoriknya salah satunya dengan bermain menggunakan
menara donat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi
bermain menyusun menara donat terhadap peningkatan kemampuan motorik anak
down syndrome usia sekolah di SLB Negeri Semarang. Hasil penelitian menunjukan
kemampuan motorik anak down syndrome sebelum diberikan intervensi terapi
bermain menyusun menara donat 21 anak (70%) tidak mampu, dan 9 anak (30%)
mampu. Kemudian setelah diberikan intervensi hasil meningkat sebanyak 14 anak
(46,7%) tidak mampu, dan 16 anak (53,3%) mampu. Rekomendasi hasil penelitian ini
adalah perlu dikembangkan terapi bermain yang berbeda-beda untuk anak down
syndrome agar kemampuan motoriknya dapat meningkat lagi.
Dalam penelitian ini, usia responden antara 7 14 tahun (usia sekolah) seperti
yang tercantum dalam tabel 5.1 didapatkan usia responden minimum yaitu 7 tahun,
maksimum 14 tahun, rata-rata usia responden 9,96 tahun, dan standar deviasi sebesar
2,09. Pada tahap usia sekolah, terjadi pertumbuhan biologis, psikososial, kognitif dan
spiritual yang begitu signifikan sebagai modal untuk masuk ke tahap berikutnya.
Pada usia sekolah awal adalah fase di mana anak mulai terlepas dari orang tuanya dan
12
mulai berinteraksi dengan lingkungan. Rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6
sampai 12 tahun memiliki berbagai periode. Yang masing-masing menguraikan
karakteristik penting dari periode tersebut. Periode usia ini sering kali disebut usia
sekolah atau masa sekolah. Periode ini dimulai dengan masuknya anak ke lingkungan
sekolah, yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak
dengan orang lain. Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari
budaya masa kanak-kanak, dan menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya,
yang merupakan hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga.
Hasil penelitian Aubert (2008) dalam Down Syndrome: Sensory Integration,
Vestibular Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children
menunjukan bahwa anak usia 6 sampai 12 tahun sudah mampu mengamati dan
memiliki anggapan yang sama dengan orang dewasa. Sumber utama stabilitas
postural pada anak-anak dan orang dewasa adalah somatosensorial. Gerakan umum
dan refleks memungkinkan adaptasi kontrol motorik, sedangkan kontrol postural
mampu mengembangkan gerakan.
Pada penelitian ini didapatkan hasil distribusi frekuensi jenis kelamin
responden sebagian besar adalah perempuan sebanyak 20 responden (66,7%) dan
sisanya adalah laki-laki sebanyak 10 responden (33,3%). Artinya dalam penelitian
yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan data bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan.
Pada penelitian tahun 1994, dari 340 siswa SLB, laki laki dan perempuan, di
Semarang terdapat 42 kasus sindrom down di Semarang (12,3%), secara keseluruhan
jumlah sindrom down jenis kelamin laki-laki sama dengan jenis kelamin perempuan.
Selanjutnya pada penelitian siswa SLB-C di Kotamadia Semarang pada tahun 2000
menunjukkan frekuensi penderita sindrom down 14% (32/235) dengan distribusi jenis
kelamin yang juga sama pada laki laki dan perempuan. Sindrom Down yang
ditemukan pada penelitian ini menunjukkan angka yang hampir mirip dengan angka
yang pernah dilaporkan oleh peneliti lain pada bangsa Kaukasia, tetapi pada
penelitian lain jumlah penderita perempuan lebih banyak dari pada penderita laki-laki
(Sultana, 2004).
13
Penelitian ini juga di dukung oleh Semium (2006) dalam The Role of the
Vestibular System in Motor Development yang menyatakan bahwa Perempuan lebih
banyak menderita penyakit retardasi mental dikarenakan perempuan memiliki bentuk
kromosom XY, sehingga terdapat abnormalitas sel-sel flagile X syndrome. Flagile X
syndrome ini adalah mutasi gen pada ujung kromosom X yang rusak, sedangkan lakilaki memiliki bentuk kromosom XX.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa
kemampuan motorik halus anak down syndrome data yang diperoleh sebanyak 21
anak (70%) dalam kategori tidak mampu dan 9 anak (30%) dalam kategori mampu.
Dari hasil tersebut menunjukan bahwa kebanyakan anak down syndrome akan
mampu jika dilatih terus menerus. Anak down syndrome ini termasuk dalam kategori
anak yang mampu latih, artinya adalah mereka dapat melakukan semua kegiatan yang
mereka lakukan dengan cara dilatih secara terus-menerus sampai mereka bisa, apabila
mulai jarang dilatih maka mereka secara bertahap akan lupa lagi cara melakukan
kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini sesuai penjelasan Santoso (2005), bahwa
kemampuan motorik anak down syndrome rendah, sebab intelegensi yang dimiliki
anak down syndrome juga rendah.
Kemampuan motorik proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang
anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengan kematangan
syaraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah
merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam
tubuh yang dikontrol oleh otak. Berbagai hambatan yang dialami oleh anak down
syndrome, salah satu diantaranya adalah hambatan kemampuan motorik. Menurut
Soemantri (dalam Budiman, 2011, hlm.165) perkembangan anak down syndrome
tidak secepat anak normal. Ada keyakinan bahwa semakin rendah intelek seorang
anak akan semakin rendah pula kemampuan motoriknya, demikian pula sebaliknya.
Bermain adalah sebagai terapi karena anak down syndrome mengalami berbagai
perasaan
yang
tidak
menyenangkan.
Pada
anak
yang
belum
dapat
14
Hal ini sesuai dengan teori Supartini (2002, hlm.125) yaitu kegiatan bermain
sangat efektif dilakukan untuk memantau tingkat perkembangan anak. Selain itu saat
melakukan permainan, aktifitas sensorik dan motorik merupakan komponen terbesar
yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi
otot. Artinya bermain mampu untuk meningkatkan perkembangan kemampuan
motorik anak.
Hasil penelitian Arendt (2003) dalam The influence of rotary vestibular
stimulation upon motor development of nonhandicapped and Down syndrome infants
menunjukan anak dengan down syndrome dapat mengalami peningkatan yang lebih
besar dalam keterampilan motorik pada tahap awal penelitian. Sebuah korelasi positif
ditemukan perubahan dalam waktu yang konstan dalam perkembangan motorik.
Artinya anak down syndrome akan lebih bisa meningkatkan motoriknya apabila
mereka di berikan terapi yang tepat.
Kemampuan motorik halus anak down syndrome terdapat peningkatan
diperoleh data sebelum diberikan terapi menara donat anak yang mampu sebanyak 9
anak (30%) dan setelah diberikan terapi bermain anak yang mampu menjadi
sebanyak 16 anak (53,3%).
Kemampuan motorik anak down syndrom sangat lambat dibandingkan anak
normal, dalam segala aktivitas yang dilakukan perlu bantuan orang lain. Salah
satunya adalah dalam melakukan aktivitas bermain seperti menyusun menara donat.
Gambaran kemampuan motorik halus anak down syndrome usia sekolah di SLB
Negeri Semarang adalah bahwa masih banyak anak-anak yang tidak mampu untuk
melakukan terapi bermain menara donat karena di sekolah mereka lebih sering
mendapatkan permainan seperti puzzle, meronce, menggambar dan mewarnai.
Menurut hasil pengamatan saat dilakukan penelitian sebelum dilakukan terapi
bermain menyusun menara donat kebanyakan anak down syndrome baru terpapar
dengan terapi bermain yang diberikan oleh peneliti, oleh karena itu banyak dari anak
down syndrome belum mampu untuk melakukan terapi bermain tersebut. Kemudian
setelah dilatih terus menerus selama 45 menit dan di ukur menggunakan lembar
observasi sebanyak 8 parameter hasil yang di dapatkan kemampuan motorik halus
anak down syndrome sebagian besar meningkat.
15
17
dan dapat bebas bergerak dan bermain dengan teman mereka. Pembagian zoning juga
dilakukan pada ruang luar yang di bagi menjadi 3 zona yaitu: ampiteater untuk anakanak melakukan pertunjukan untuk melatih percaya diri, kebun dan mini zoo untuk
anak belajar
mengenal dan merawat tumbuhan dan hewan, dan ruang luar (taman bermain,
kolam renang, dan area santai, lintasan sepeda) dipakai untuk berlatih motoric dan
sensori. Sirkulasi pada bangunan. Untuk system sirkulasi, agar anak tidak mengalami
disorientasi maka sirkulasi didesain terpusat agar anak mampu melihat ke seluruh
bangunan yang ada dan dapat memutuskan ke mana mereka akan pergi. Sistem
sirkulasi linear diterapkan agar anak belajar focus. Untuk lebih menonjol dinding
diberi warna netral (coklat) agar anak dapat melihat dan juga sebagai alat
pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom Down adalah kecacatan kromosom bercirikan kehadiran bahan
genetik salinan tambahan kromosom pada keseluruhan trisomi 21 atau sebahagian,
disebabkan translokasi kromosom (wikipedia melayu). Anak dengan sindrom down
adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang
terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih).
18
Penyebab yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena
diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan nondisjunction pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini
dapat mempengaruhi pada proses menua.
Anak dengan kebutuhan khusus seperti ini sangat diperlukan berbagai
metode dan perlindungan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
seperti merangsang perkembangan motorik halus dan kasar pada anak.
3.2 Saran
Dalam melakukan perawatan pada anak dengan syndrome down, seorang
perawat harus mempu mengajak keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam setiap
kegiatan keperawatan. Hal ini ditujukan untuk memberikan pendidikan kepada
keluarga keluargalah yang dituntut untuk bisa melakukan perawatan home care serta
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak yang berkebutuhan khusus.
19