Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.
Pada masa balita, perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan anak
terdapat masa kritis, sehingga diperlukan rangsangan atau stimulasi yang
berguna agar potensi anak berkembang secara optimal. Anak yang mendapat
stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi
(Soetjiningsih, 2003).
Tumbuh kembang optimal dapat tercapai apabila ada interaksi antara
anak dan orang tua, terutama peranan orang tua sangat bermanfaat bagi
proses perkembangan anak secara keseluruhan karena orang tua dapat segera
mengenali kelainan proses perkembangan anaknya sejak dini (Soetjiningsih,
2003). Dalam pemantauan perkembangan anak ada empat aspek yang dapat
dinilai, yaitu motorik kasar, motorik halus, personal sosial dan bahasa
(Hartanto, 2011).
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan
anak. Kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan
pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, sensori motor,
psikologis, emosi dan lingkungan disekitar anak (Soetjiningsih, 2003).
Beberapa
data
menunjukkan
angka
kejadian
anak
dengan
usia 5 sampai dengan 14 tahun. Dari hasil evaluasi langsung terhadap anak
usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan
hasil wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan
bahasa pada anak adalah sekitar 4% sampai dengan 5% (Soetjiningsih,
2003). Berdasarkan data kunjungan pasien di ruang poli tumbuh kembang
RS Dr. Kariadi Semarang selama bulan Juni sampai November 2004 dimana
100 dari 250 jumlah kunjungan melakukan pemeriksaan Denver
Developmental Screening Test (DDST) dan dari 100 ditemukan gangguan
bahasa sebanyak 75% kasus lain antara lain malnutrisi, retardasi mental dan
ADHD (hiperaktif dan autisme). Hartanto (2011), menerangkan selama
tahun 2007 di poliklinik tumbuh kembang anak RS Dr. Kariadi Semarang
didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru datang dengan keluhan
terlambat
bicara,
13
(2,98%)
di
antaranya
didapatkan
gangguan
perkembangan bahasa.
Kemampuan bahasa anak harus ditingkatkan dengan menjaga
hubungan sehat antara orang tua dengan anak. Hubungan yang sehat (penuh
perhatian dan kasih sayang dari orang tua), memfasilitasi perkembangan
anak yang optimal sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan
anak mengalami kesulitan atau keterlambatan dalam perkembangan
bahasanya (Yusuf, 2004).
Yulie (2010), gangguan wicara pada anak adalah salah satu kelainan
yang sering dialami oleh anak-anak dan terjadi pada 1 dari 12 anak atau 5%
sampai 8% dari anak-anak prasekolah. Hal ini mencakup gangguan
berbicara 3% dan gagap 1%. Untuk menghindari hal ini, ayah dan ibu perlu
saling mendukung memenuhistimulasi bayi. Berdasarkan hasil penelitian
Subinarto (2004) menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya sering
mengajaknya bicara saat mereka bayi ternyata memiliki tingkat IQ yang jauh
lebih tinggi. Disamping itu, kosakata mereka juga jauh lebih kaya dibanding
dengan anak-anak yang jarang sekali mendapatkan stimulasi verbal sewaktu
mereka masih bayi. Kualitas perkembangan bahasa pada anak sangat
tergantung pada perilaku orang tua. Orang tua yang bersifat santai, penuh
keyakinan akan dirinya sendiri dan berwatak gembira, ia akan bercakapcakap dengan bayinya, sementara mengurus bayinya sehingga secara
otomatis bayi telah mendapatkan rangsangan dari orang tua. Sebaliknya jika
ibu bersifat tegang dan tidak yakin akan dirinya sendiri, ia akan berdiam diri
sehingga bayinya tidak menerima rangsangan apa-apa (Ebrahim, 2005).
Di Indonesia masalah keterlambatan perkembangan masih sangat
banyak padahal program peningkatan kualitas anak di Indonesia menjadi
salah satu prioritas pemerintah. Sampai saat ini belum ada data pasti
mengenai
jumlah
anak
Indonesia
yang
mengalami
keterlambatan
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan
penelitian tersebut adalah Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan orang
tua tentang stimulasi verbal dengan perkembangan bahasa pada anak
prasekolah di TK PGRI 116 Bangetayu Wetan.
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua tentang stimulasi
verbal dengan perkembangan bahasa pada anak prasekolah di TK PGRI
116 Bangetayu Wetan.
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
D.
Manfaat Penelitian
1.
2.
Ilmu Keperawatan
a.
Memajukan
perkembangan
ilmu
keperawatan
khususnya
Dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang topik yang terkait yaitu
pengetahuan orang tua tentang stimulasi verbal sehingga diketahui
faktor lain yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak
prasekolah.
3.
Orang Tua
a.
b.
c.
4.
Peneliti
a.
Menambah
pengetahuan
tentang
stimulasi
verbal
pada
E.
Bidang Ilmu
Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu keperawatan anak.
F.
Keaslian Penelitian
Peneliti/Tahun
1. Eko
Jaenudin/
2000
di
Kelurahan
Kuningan
Semarang
Utara
2. Noviana
Rahma
Wulansari/
2009di Desa
Plangitan
Kecamatan
Pati
Kabupaten
Pati
3. Novi
Suprihatin/
2008 di TK
Kartini
Kecamatan
Mijen
Kabupaten
Demak
Judul
Desain
Penelitian
Sampel
Hasil
Stimulasi Keluarga
pada Perkembangan
Bicara Anak Usia 6
sampai 36 Bulan
Analitik
Observasional
Anak usia 6
sampai 36
bulan
dengan
jumlah 127
anak.
Hubungan
pola asuh
orang tua
dengan
kemampuan
motorik anak
usia
prasekolah
Deskriptif
korelatif
dengan
pendekatan
cross sectional
Anak
prasekolah
jumlah 42
anak.
Dari 42 anak
usia prasekolah
yang diteliti
50,0%
mendapatkan
pola asuh
demokratis dari
orang tua mereka
31,0% lainnya
mendapatkan
pola asuh otoriter
dan 19,0%
mendapatkan
pola asuh
permisif.
Hubungan
pola asuh dan
tingkat
pendidikan
orang tua
terhadap
kemampuan
sosialisasi
anak
prasekolah
Jenis penelitian
Diskriptif
korelatif
dengan
pendekatan
cross sectional
60
orang
tua, dan 60
anak
usia
prasekolah
Dari 60
responden 41
responden
(63,8%) orang
tua mempunyai
pola asuh
demokratis.
Pendidikan
orang tua PT
sebanyak 20
responden
(33,3%).
Diketahui
sebagian besar
anak (75,0%)
mempunyai
kemampuan
sosialisasi baik