Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Artikel Utama
One Map Policy dalam Mendukung
Pembangunan Infrastruktur Nasional
Sosialisasi Peraturan
Ringkas Buku
susunan
redaksi
daftar isi
Pelindung
Deputi Bidang Pengembangan Regional
Penanggung Jawab
Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
Artikel Utama:
Pemimpin Redaksi
Santi Yulianti
Dewan Redaksi
Mia Amalia
Uke M. Hussein
Nana Apriyana
Rinella Tambunan
Sosialisasi Peraturan:
17
19
22
Editor
Rini Aditya Dewi
Raditya Pranadi
Redaksi
Hernydawati
Aswicaksana
Rafi Noor
Elmy Yasinta Ciptadi
Idham Khalik
Riani Nurjanah
Aulia Oktriana Laadji
Meddy Chandra
Gita Nurrahmi
Fadiah Adlina Ulfah
Edi Setiawan
Zaharatul Hasanah
Ringkas Buku:
1 dari redaksi
9 dalam berita
13
Kajian:
Pedoman Penyusunan
Strategi Komunikasi
Kedeputian Pengembangan
Regional
11 koordinasi trp
16 trp in frame
27 kliping berita
dari redaksi
dari redaksi
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena perkenan-Nya Buletin Tata Ruang dan Pertanahan (Buletin TRP)
Edisi I Tahun 2016 ini dapat terbit pada Bulan Juli 2016. Penerbitan Buletin TRP ini dalam rangka menyosialisasikan kebijakan
dan konsep pembangunan bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Buletin ini bukan hanya diperuntukan bagi kalangan internal
Kementerian PPN/Bappenas namun juga bagi anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), pemerintah
daerah dan para pemangku kepentingan penataan ruang dan pengelolaan pertanahan. Pada setiap edisinya, Buletin TRP
mengusung tema sesuai isu hangat di bidang Tata Ruang dan Pertanahan.
Pada Edisi I Tahun 2016, tema yang diangkat adalah Perwujudan Infrastruktur Wilayah Nasional: Peran Tata Ruang dan
Pertanahan. Tema ini dipilih sebagai upaya untuk mendapatkan gambaran sejauh mana pembangunan infrastruktur dapat
dilaksanakan serta mendukung hasil pelaksanaan pembangunan yang dikoordinasikan melalui kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2016 dalam rangka Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi
untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja Serta Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antarwilayah. Terlebih lagi dengan
keterkaitan pembangunan infrastruktur berbasis tata ruang dan pertanahan.
Pada rubrik artikel Buletin TRP mengulas mengenai kebijakan satu peta dalam mendukung pembangunan infrastruktur nasional
yang disusun oleh Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG). Kebijakan Satu Peta (KSP)
adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis
data, dan satu geoportal (Perpres KSP, 2016). Harapannya perencanaan pembangunan infrastruktur memerlukan dukungan data
Informasi Geospasial (IG). Diterapkannya Perpres KSP dengan output data Informasi Geospasial Tematik (IGT) atau peta tematik
yang clean dan clear skala 1:50.000 dapat membantu perencanaan pembangunan infrastruktur secara tepat pada tingkat
kabupaten/kota.
Pada rubrik lainnya Buletin TRP menyajikan informasi berkaitan dengan telah terbitnya Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -2019 sebagai peraturan yang perlu disosialisasikan.
Berbagai kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan diantaranya kegiatan Anugerah
Pangripta Nusantara 2016, Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2015 Kedeputian Pengembangan Regional dan mengulas tentang
keberadaan BKPRN. Ada pula rubrik melihat dari dekat sekilas kondisi pengelolaan tata ruang dan pertanahan di negara lain
berdasarkan pengalaman Staf Fungsional Perencana dalam kunjungannya ke London, Inggris. Tidak lupa pula kami sajikan
informasi terkait data dan informasi seputar peta dasar pertanahan, dan status Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sampai
bulan Mei 2016.
Besar harapan kami, Buletin TRP ini dapat menjadi wadah dialog dan diseminasi isu terkini bidang Tata Ruang dan Pertanahan.
Dengan demikian Buletin TRP ini dapat berkontribusi tidak hanya bagi perluasan khasanah wawasan para pelaku di bidang Tata
Ruang dan Pertanahan, namun juga sebagai umpan balik bagi perbaikan kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan di Indonesia.
Akhir kata, kami selalu menerima kritik dan saran dari pembaca demi peningkatan kualitas Buletin TRP.
Selamat membaca.
Salam.
Redaksi Buletin TRP
prol
Gambar: Gedung Kementerian PPN/Bappenas (kiri) | Deputi Bidang Pengembangan Regional dari masa ke masa, secara urut: Dr. Ir. Max Pohan, CES., M.A., Dr. Ir. Imron Bulikin, MURP. dan Dr. Ir. Arin Rudiyanto, M.Sc. (kanan).
Periode 2013-2015
Pada tahun 2014 Kedeputian Pengembangan Regional (dan
Otonomi Daerah) mengalami pergantian kepemimpinan.
Posisi Deputi digantikan oleh Dr. Ir. Imron Bulkin, MURP.
Selama beliau menjabat, pencapaian target kinerja
kedeputian telah tercapai maksimal dan beberapa
melampaui target yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Kedeputian
Pengembangan Regional (dan
Otonomi
Daerah) diamanatkan untuk
mempertanggungjawabkan
Dr. Ir. Imron Bulkin, MURP. pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
dalam menyusun dan mengelola
perencanan pembangunan Bidang
Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah berdasarkan
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PPN/Bappenas
Tahun 2010-2014.
Pada pertengahan tahun 2014, dilakukan revisi sasaran
strategis dan indikator kinerja Kementerian PPN/Bappenas
Tahun 2014. Dari 9 (sembilan) indikator kinerja utama,
Kedeputian Pengembangan Regional (dan Otonomi Daerah)
berkontribusi terhadap 8 (delapan) indikator kinerja utama
Kementerian PPN/Bappenas untuk mencapai 3 (tiga)
sasaran strategis. Dari 8 (delapan) indikator kinerja
Kementerian PPN/Bappenas, terdapat 1 (satu) indikator
khusus yang hanya dikontribusikan oleh Kedeputian Bidang
tahukah anda
Berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.4 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
PPN/Bappenas (Pasal 149), telah ditetapkan susunan organisasi Deputi Bidang Pengembangan Regional yang terdiri
atas:
a. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan;
- Sub Direktorat Tata Ruang
- Sub Direktorat Pertanahan
- Sub Direktorat Informasi dan Sosialisasi Tata Ruang dan Pertanahan
b. Direktorat Pengembangan Wilayah dan Kawasan;
- Sub Direktorat Data dan Informasi Kewilayahan dan Kawasan
- Sub Direktorat Analisis Sosial dan Ekonomi Regional
- Sub Direktorat Kawasan Strategis
c. Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan;
- Sub Direktorat Daerah Tertinggal dan Rawan Bencana
- Sub Direktorat Transmigrasi dan Perbatasan
- Sub Direktorat Perdesaan
d. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman; dan
- Sub Direktorat Perkotaan
- Sub Direktorat Perumahan
- Sub Direktorat Air Minum
- Sub Direktorat Sanitasi
e. Direktorat Otonomi Daerah
- Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah
- Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah
- Sub Direktorat Keuangan Daerah
Deputi
Pengembangan Regional
Kasubdit
Tata Ruang
Kasubdit
Pertanahan
Kasubdit
Informasi &
Sosialisasi Tata
Ruang dan
Pertanahan
Direktur
Pengembangan
Wilayah dan
Kawasan
Kasubdit Data
dan Informasi
Kewilayahan dan
Kawasan
Kasubdit Analisis
Sosial dan
Ekonomi
Regional
Kasubdit
Kawasan
Strategis
Direktur Daerah
Tertinggal,
Transmigrasi, dan
Perdesaan
Kasubdit Daerah
Tertinggal dan
Rawan Bencana
Kasubdit
Transmigrasi dan
Perbatasan
Kasubdit
Perdesaan
Direktur Perkotaan,
Perumahan dan
Permukiman
Kasubdit
Perkotaan
Kasubdit
Perumahan
Kasubdit
Air Minum
Kasubdit
Sanitasi
Direktur Otonomi
Daerah
Kasubdit
Aparatur
Pemerintah
Daerah
Kasubdit
Kelembagaan
Pemerintah
Daerah
Kasubdit
Keuangan
Daerah
artikel utama
engelolaan sumberdaya alam Indonesia dilakukan oleh banyak kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah
(Pemda), serta kalangan swasta dengan mengacu pada tugas dan fungsinya atau kepentingannya masing-masing. Begitu
juga dalam hal penyelenggaraan informasi geospasial (IG) yang merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan sumberdaya
alam. Kondisi ini mengakibatkan penyelenggaraan IG masih bersifat sektoral. Hal ini banyak menimbulkan terjadinya tumpangtindih penggunaan lahan atau konik pemanfaatan ruang, ketidakpastian informasi ruang, pengalokasian ruang di kawasan
terlarang, konik sosial, dan lainnya. Dampak penyelenggaraan IG yang bersifat sektoral ini tentunya juga dapat menghambat
pembangunan kawasan atau infrastruktur.
Pada tanggal 21 April tahun 2011 telah diundangkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (UU IG). Dalam UU IG, penyelenggaraan IG
berdasarkan jenisnya dikelompokkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar
(IGD) dan penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik
(IGT). Penyelenggaraan IGD dilakukan oleh Badan
Informasi Geospapsial/BIG (Pasal 22 ayat 2 UU IG),
sedangkan penyelenggaraan IGT dilakukan oleh instansi
pemerintah (K/L), Pemda, dan/atau setiap orang (Pasal 23
ayat 1 UU IG). Kebijakan Satu Peta (KSP) merupakan
pengaturan lebih lanjut tentang penyelenggaraan IGT oleh
K/L dan Pemda agar IGT antar K/L dan Pemda dapat
terintegrasi dengan mengacu pada peta dasar yang sama.
Manfaat IGT dari produk KSP ini diantaranya adalah untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan
esien, mempercepat pembangunan berbasis kewilayahan
(tata ruang dan infrastruktur), menghindari konik ruang,
menjamin kepastian lokasi investasi, dan sebagainya.
Pengalaman empiris BIG dalam mengkaji kualitas peta
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
menyimpulkan bahwa sebagian besar peta RTRW
Kabupaten/Kota menyimpulkan bahwa sebagian besar peta
RTRW Kabupaten/Kota yang ada tidak disusun dengan
menggunakan peta-peta tematik yang telah ditentukan
dalam Permen PU No. 20/2007 tentang Pedoman Teknis
Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial
Budaya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang. Tidak
digunakannya peta-peta tematik tersebut disebabkan oleh
belum tersedianya peta-peta tematik skala 1:50.000 baik di
K/L maupun Pemda. Hal ini mengakibatkan banyak peta
RTRW Kabupaten/Kota yang bermasalah, sehingga banyak
ditemukan konik pemanfaatan ruang di daerah.
Terkait dengan penyelesaian konik pemanfaatan ruang,
Pemerintah mengeluarkan Kebijakan Satu Peta yang
merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi VIII.
Kebijakan Satu Peta ini diatur dalam Perpres No. 9 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 (Perpres KSP).
Tujuan Perpres KSP ini adalah untuk mempercepat
penyediaan peta tematik skala 1:50.000 agar peta RTRW
Kabupaten/Kota dapat disusun dengan akurat. Peta RTRW
K/L
PJ
1
1
3
1
1
3
5
1
IGT Potensi
Transportasi dan utilitas (21 tema)
Lingkungan (15 tema)
Potensi kawasan (20 tema)
K/L
PJ
4
6
3
Keterangan: PJ = Penanggungjawab
Sumber: Badan Informasi Geospasial
NO.
TEMA
2016
2018
2019
85
17
85
Papua
17
85
Maluku
17
85
Jawa
17
85
17
85
Kalimantan
85
Sulawesi
17
Sumatera
4
5
2017
Tersusunnya
pedoman
kompilasi,
integrasi, dan
sinkronisasi
IGT
Terlaksananya
kegiatan
kompilasi IGT
Terlaksananya
kegiatan
integrasi IGT
Terlaksananya
kegiatan
sinkronisasi
IGT antar K/L
Terkendalinya
pelaksanaan
Renaksi KSP
Terhindarinya konik
pemanfaatan ruang
Kegunaan
Identifikasi status lahan pertambangan
Identifikasi status lahan pertanahan
Identifikasi lahan yang telah digunakan
Identifikaksi lokasi pengembangan infrastruktur
Identifikasi kepastian lokasi pemanfaatan lahan
Identifikasi lahan yang telah digunakan
Identifikasi kepemilikan tanah adat
Identifikasi kawasan hutan dan izin pemanfaatannya
Idenfikasi karakter biofisik lingkungan
Identifikasi integrasi infrastruktur yang akan dikembangkan
Identifikasi wilayah pengembangan
Penutup
Kebijakan Satu Peta merupakan inti dari UU-IG dan
bertujuan untuk menjamin ketersediaan IG yang akurat,
mudah diakses, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kebijakan Satu Peta didenisikan sebagai arahan strategis
penyelenggaraan IG yang mengacu kepada satu referensi
geospasial, satu standar, satau basis data, dan satu
geoportal. Diterapkannya Kebijakan Satu Peta dapat
mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
transparan dan esien.
Penerapan Kebijakan Satu Peta melalui implementasi
Perpres Nomor 9/2016 (Perpres KSP) terutama difokuskan
untuk mempercepat penyediaan peta tematik skala 1:50.000
yang diperlukan untuk penyusunan peta RTRW
Kabupaten/Kota. Output dari Perpres KSP ini (IGT yang
Clean dan Clear) diharapkan akan dapat dimanfaatkan
bersama melalui JIGN. Untuk mewujudkan tujuan akhir ini,
implementasi Perpres KSP masih menghadapi berbagai
tantangan, terutama keterbatasan SDM di bidang IG,
infrastruktur dan kelembagaan simpul jaringan IG, dan ego
sektoral.
tahukah anda
- Kebijakan Satu Peta adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar,
satu basis daya, dan satu geoportal pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000.
- Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi tumpang tindih pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan:
1) Setiap
kementerian/lembaga
peta tematik (IGT) 1:50.000
Tantangan
Implementasi menyiapkan
KSP
2) Pengintegrasian dengan Informasi Geospasial Dasar (IGD)
3) Sinkronisasi dan penyelarasan antar data Informasi Geospasial Tematik (IGT)
4) Penyusunan rekomendasi dan penyelesaian masalah IGT
dalam berita
Sumber: Google
10
koordinasi trp
11
Indikator Kinerja
Target
Tercapainya
perencanaan yang
terintegrasi, sinkron
dan sinergis
antardaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi
pemerintah dengan
penganggarannya
Realisasi
Predikat
Tercapai
Tidak
tercapai
Tidak
tercapai
Tercapai
Tercapai
Tercapai
Tercapai
12
kajian
Sumber: Google
13
14
Berdasar isu dan pemetaan target group atau target audiens dipetakan ada 3 (tiga) tingkatan grup yang perlu dilakukan
intervensi komunikasi karena keberadaan mereka sangat terkait dengan pencapaian tujuan diatas. Klasikasi dari target
group adalah tercantum dalam tabel berikut:
Tabel. Target Group dan Isu Strategis Komunikasi TRP
Jenis Audiens
Target Group
Isu Strategis
Audiens Primer
Target group yang terkait
langsung dalam koordinasi
& sinkronisasi untuk
pengambilan keputusan
(internal relation)
1. Internal Bappenas,
meliputi Direktorat terkait
dalam Kedeputian
Pengembangan Regional,
Biro Humas dan Biro
Pusdatinrenbang
Kementerian PPN/
Bappenas
2. Kementrian terkait dalam
BPKPRN (terutama
Kementerian Dalam
Negeri dan Kementerian
ATR/BPN)
Audiens Sekunder
target group yang terkait
langsung dalam
implementasi kebijakan TRP
(government relation)
1. Kementerian/lembaga
terkait
2. Pemda Provinsi
3. Pemda Kabupaten/Kota
4. Mitra non pemerintah
Audiens Tersier
Target group
berperpengaruh dalam
mendukung capaian tujuan
dan implementasi TRP
(community relation dan
media relation)
1. Publik/masyarakat umum
2. Institusi mass media
3. Sektor Swasta
Peningkatan pemahaman
publik dan pemangku
kepentingan terhadap TRP
Untuk pencapaian tujuan strategi bidang TRP, diperlukan pendekatan yang tepat diantaranya public
campaign, advokasi, mobilisasi sosial dan disertai dengan penguatan kapasitas (training/lokakarya) untuk melihat
beberapa permasalahan di daerah, salah satunya yaitu rendahnya kemampuan mengimplementasikan RTRW.
Pada dasarnya message atau pesan adalah suatu isi atau substansi yang akan disampaikan kepada target
sasaran/target group untuk menggerakkan perilaku kearah yang diharapkan. Pengunaan pesan yang ideal dirancang
secara khusus (tailored message) untuk khalayak yang spesik, dan tidak bisa disama ratakan kepada semua kecuali
pesan yang bersifat sangat umum (biasanya untuk pesan komersial). Tag Line atau kata kunci utama untuk memayungi
semua pesan dalam target grup TRP direkomendasikan sebagai berikut: (1) Tata ruang yang baik, investasi
pembangunan berkelanjutan; dan (2) Tata Ruang untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sumber:
[1] Dokumen Strategis Komunikasi Tata Ruang dan Pertanahan. (2016). Kementerian PPN/Bappenas RI
15
16
trp in frame
sosialisasi peraturan
ada tanggal 8 Januari 2015 yang lalu Pemerintah secara resmi telah mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional untuk jangka waktu tahun 2015 hingga 2019 mendatang. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2015-2019 oleh Presiden. Penetapan RPJMN oleh Presiden merupakan amanat konstitusi yang tertuang di dalam Pasal
19 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Presiden diharuskan
dapat menetapkan RPJMN melalui Perpres paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dilantik. Perpres ini terdiri dari batang tubuh yang
berisi pasal-pasal yang mengatur RPJMN 2015-2019 ini dan lampiran yang memuat penjabaran secara teknis dan menyeluruh
mengenai RPJMN 2015-2019 dalam bentuk 3 (tiga) buku.
RPJMN disusun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Menteri PPN/Bappenas). Sebelum menyusun rancangan
akhir RPJMN 2015-2019, Kementerian PPN/Bappenas
melakukan koordinasi dan sinkronisasi program bersama
daerah-daerah agar tidak terjadi tumpang tindih aturan serta
program antara pemerintah pusat dan daerah. Koordinasi
dan sinkronisasi dilakukan melalui Musyawarah Rencana
Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) yang
dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2014 lalu.
Pelaksanaan Musrenbangnas itu sendiri diawali dengan
rangkaian pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi lainnya
di tingkat pusat, regional, dan daerah seperti Rapat
Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus),
Musrenbang tingkat daerah dan Musrenbang tingkat
regional (Musrenbangreg) yang berlangsung pada Oktober
hingga November 2014. Setelah dibahas dan disepakati
pada Musrenbangnas, rancangan RPJMN kemudian dibawa
oleh Menteri PPN/Bappenas pada sidang kabinet untuk
dibahas bersama dan dapat ditetapkan oleh Presiden.
RPJMN merupakan dokumen perencanaan pembangunan
pada tingkat nasional pada masa periode 5 (lima) tahun.
RPJMN 2015-2019 adalah rencana pembangunan untuk
masa periode terhitung sejak tahun 2015 sampai dengan
tahun 2019. RPJMN adalah tahapan ketiga dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025 yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Undangundang Nomor 17 Tahun 2007.
Pada Perpres ini dinyatakan bahwa RPJMN 2015-2019 ini
berisi penjabaran dari visi, misi, dan program kerja Presiden
dan Wakil Presiden hasil Pemilihan Umum tahun 2014.
RPJMN 2015-2019 disusun sebagai penjabaran dari visi,
misi, dan agenda (Nawacita) Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dengan
menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun
sebelumnya oleh Kementerian PPN/Bappenas dan
berpedoman pada RPJPN 2005-2025.
RPJMN memuat strategi mengenai pembangunan nasional,
kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas
kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh. Gambaran
perekonomian yang dimaksud termasuk arah kebijakan
skal dalam rencana kerja, berupa kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
17
18
ringkas buku
Ringkas Buku:
ahun 2010, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kecewa dengan jawaban lembagalembaga yang memiliki fungsi mengelola hutan terkait luasan areal hutan di Indonesia untuk
kepentingan penghitungan karbondioksida, pasalnya, saat itu masing-masing lembaga tidak
memberi jawaban yang pasti dan menyampaikan data yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan referensi dasar dari peta yang disusun. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada
sidang kabinet Desember 2010 menyampaikan bahwa harus ada satu peta sebagai rujukan. Oleh
karena itu, sebagai langkah lebih lanjut lahirlah Kebijakan Satu Peta.
Pengertian dan Implementasi
Penyelenggaraan
pembangunan informasi
Geospasial (IG) dengan
Kebijakan Satu Peta atau One
Map Policy dilandasi oleh UU No 4/2011 tentang Informasi
Geospasial. Tujuan undang-undang ini adalah (1) menjamin
ketersediaan dan akses IG yang dapat dipertanggungjawabkan, (2) mewujudkan kebergunaan dan
keberhasilgunaan IG melalui kerja sama, koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi, (3) mendorong penggunaan IG
dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Untuk
melaksanakan UU ini disiapkan pula beberapa produk
hukum sebagai peraturan perundangan turunannya,
diantaranya:
1. Perpres No. 94 Tahun 2011 tentang BIG
2. Inpres No. 10 Tahun 2011 tentang PPIB
3. Inpres No.6 Tahun 2012 tentang Citra Tegak
4. Perpres No. 27 Tahun 2014 tentang JIGN
19
20
21
elama kunjungan studi banding ke Inggris yang didanai dari Program Protarih Kerajaan Inggris, penulis berkesempatan
untuk melihat kelembagaan pertanahannya yaitu disebut Land Registry UK. Land Registry ini merupakan lembaga
pemerintah non kementrian yang dibentuk tahun 1862. Tugasnya terutama adalah mendaftarkan kepemilikan (sertikasi) atas
tanah dan properti di Inggris dan Wales.
Lembaga ini dipimpin oleh Chief Executive dan Chief Land
Registrar yang bertanggung jawab kepada Secretary of
State for Business Innovation and Skills (Menteri Inovasi dan
Keahlian Bisnis). Dalam tugasnya lembaga ini bekerja untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dan transparansi data
sebagai bagian dari pusat pelayanan data dan informasi
kepada publik. Pendanaan dilakukan secara mandiri melalui
pengenaan biaya dari setiap jasa yang diberikan oleh
lembaga ini, yang kemudian di audit secara berkala untuk
meningkatkan akuntabilitas lembaga dan diumumkan
kepada publik.
Pelayanan dari lembaga ini dilakukan dalam bentuk:
1. Pengawasan properti berupa pengelolaan database dan
risiko risiko yang timbul pada satu persil properti
2. Informasi harga property dengan secara rutin
menginformasikan keputusan dari pembeli dan penjual
tentang: (1) Indeks Harga Rumah, (2) Properti yang
tersedia dan harganya.
3. Pencarian data dan infromasi praktek hukum properti
yang selama ini dilakukan misalnya informasi di database
untuk kepentingan pembeli akta tanah, status property
dan risiko banjir
4. Registrasi dengan mendaftarkan setiap penjualan dan
salinan akta dikirimkan kepada pembeli, hal ini guna
meningkatkan keyakinan bagi pemilik dan Keamanan
bagi peminjam
22
23
Sumber: Google
24
Gambar 1. Status Monitoring RTRW Provinsi di Indonesia yang belum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)
(sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI)
Total
Daerah
Proses di
Daerah
34
Sudah
Mendapat
Pembahasan
Persetujuan
BKPRN
Substansi
Menteri
0
5
Perda RTRW
29
85.29 %
Total
Daerah
Kabupaten
Kota
Jumlah
415
93
508
Sudah
Mendapat
Rekom Pembahasan
Revisi
Persetujuan
Gub
BKPRN
Substansi
Menteri
8
1
3
44
0
0
0
5
8
1
3
50
Total
Rekom Pembahasan
Revisi
Daerah
Gub
BKPRN
120
34
154
92
30
122
117
20
137
86
9
95
2
0
2
1
0
1
5
0
5
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
2
1
0
1
Sudah Mendapat
Persetujuan
Substansi Menteri
25
4
29
0
0
0
16
1
17
4
0
4
Perda RTRW
92
30
122
91
30
121
94
19
113
81
9
90
77.50%
88.24%
79.22%
98.91%
100%
99.18%
80.34%
95%
82.48%
94.18%
100%
94.73%
Perda RTRW
359
88
446
86.51 %
94.62 %
87.99%
25
Gambar 1. Status Monitoring RTRW Provinsi di Indonesia yang belum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sumber:
[1] Laporan Kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional RI, 2015
Sulawesi
Nanggroe Aceh
Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Banten
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Maluku Utara
Maluku
Papua Barat
Papua
26
89,96%
40,49%
76,93%
4,62%
56,12%
10,56%
29,71%
36,27%
33,06%
73,96%
27,36%
9,32%
25,78%
76,75%
99,98%
21,47%
99,39%
75,45%
94,43%
27,41%
26,42%
82,00%
19,82%
36,28%
81,60%
90,93%
32,35%
61,07%
40,05%
23,95%
32,09%
37,25%
11,78%
4,81%
kliping berita
esuai dengan slogan Kabinet Kerja Jokowi-JK yakni kerja, kerja, kerja! maka diharapkan pemerintah sektor dapat
membantu percepatan pembangunan nasional. Salah satu wujud nyata dilakukan Kementerian Dalam Negeri dengan
mencabut 3.143 Perda dan Permendagri (Kompas, 18 Juni 2016). Peraturan yang dicabut adalah peraturan yang bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi, dan yang menghambat investasi di Indonesia. Pemerintah berusaha mencari jalan tengah
bersama masyarakat dan investor dengan mengedepankan fakta-fakta berdasarkan peraturan yang berlaku di setiap daerah.
JANUARI
Larangan Bakar Lahan Lindungi Masyarakat
Larangan membakar lahan dalam Peraturan Daerah
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan di Provinsi Jambi yang disahkan akhir tahun lalu
menjadi instrumen melindungi masyarakat. Namun, aturan
itu masih perlu diperkuat dengan kesiapan transfer teknologi
dan pendampingan bagi petani membuka lahan tanpa bakar.
Larangan bakar harus dilihat sebagai upaya melindungi
masyarakat karena tidak dapat lagi ke depannya
dimanfaatkan atau dijadikan kambing hitam para pihak yang
mengambil keuntungan atas praktik buka lahan dengan cara
bakar," kata Jaya Nofrianto, aktivis lingkungan dari Lembaga
Bantuan Hukum Lingkungan Jambi, Sabtu (2/1). Pihaknya
mengapresiasi keluarnya perda itu sebagai terobosan
produk hukum sesuai komitmen Presiden Joko Widodo di
Paris mengenai target menekan emisi 29 persen pada tahun
2030. Aparat perlu didorong memperkuat penegakan hukum
dengan menggunakan banyak pendekatan (multidoors) agar
memberi efek jera bagi para pembakar lahan. (Kompas, 4
Januari 2016)
Pembangunan Infrastruktur Harus Melibatkan
Masyarakat
Pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah diharapkan
sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang atau RUTR
serta melibatkan masyarakat dalam pengembangan
ekonomi daerah setempat. Dengan demikian, pembangunan
infrastruktur dengan
pengembangan
suatu wilayah dapat
berjalan beriringan.
Manfaat infrastruktur
yang telah dibangun
pun dapat dipetik
secara maksimal.
Kalau kepala
daerah taat dengan
RUTR yang
diterjemahkan ke
dalam rencana tata ruang wilayah, pembangunan akan lebih
terarah. Sebaliknya, kalau seenaknya sendiri, yang terjadi
mismatch," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.
Menurut Agus, ada banyak contoh pembangunan
nfrastruktur yang tidak didukung konsistensi kepala daerah
terhadap RUTR atau RTRW. Dia memberikan beberapa
contoh, misalnya di DKI Jakarta, tumbuhnya kawasan bisnis
27
28