Sunteți pe pagina 1din 32

edisi I tahun 2016

Perwujudan Infrastruktur Wilayah Nasional:

Peran Tata Ruang dan Pertanahan

Artikel Utama
One Map Policy dalam Mendukung
Pembangunan Infrastruktur Nasional

Sosialisasi Peraturan

Perpres No.2 Tahun 2015 tentang


RPJM Tahun 2015-2019

oleh: Dr. Ir. Nurwadjedi, M.Sc.


Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik
Badan Informasi Geospasial (BIG)

Ringkas Buku

Melihat dari Dekat

Kebijakan Satu Peta


(One Map Policy)

Studi Banding Tata Ruang dan Pertanahan di Inggris

karya: Dr. Asep Karsidi, M.Sc.

susunan
redaksi

daftar isi

Pelindung
Deputi Bidang Pengembangan Regional

Penanggung Jawab
Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Artikel Utama:

Pemimpin Redaksi
Santi Yulianti

Kebijakan Satu Peta dalam Mendukung


Pembangunan Infrastruktur Nasional
oleh: Dr. Ir. Nurwadjedi, M.Sc. (Deputi Bidang Informasi
Geospasial Tematik BIG)

Dewan Redaksi
Mia Amalia
Uke M. Hussein
Nana Apriyana
Rinella Tambunan

Sosialisasi Peraturan:

17

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015


tentang RPJMN 2015-2019

19

Kebijakan Satu Peta (One Map Policy):


Roh Pembangunan dan Pemanfaatan Informasi
Geospasial di Indonesia

22

Studi Banding Tata Ruang dan Pertanahan


di Inggris

Editor
Rini Aditya Dewi
Raditya Pranadi

Redaksi
Hernydawati
Aswicaksana
Rafi Noor
Elmy Yasinta Ciptadi
Idham Khalik
Riani Nurjanah
Aulia Oktriana Laadji
Meddy Chandra
Gita Nurrahmi
Fadiah Adlina Ulfah
Edi Setiawan
Zaharatul Hasanah

Desain & Tata Letak


Dodi Rahadian
Indra Ade Saputra

Distribusi & Administrasi


Sylvia Krisnawati
Pratiwi Khoiriyah

Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari


luar. Isi berkaitan dengan penataan ruang dan
pertanahan, serta belum pernah dipublikasikan.
Panjang naskah tidak dibatasi.
Bagi yang ingin berkontribusi mengisi buletin ini,
dapat mengirimkan naskah tulisan/artikel
serta data identitas diri ke alamat:
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
Kementerian PPN/Bappenas
Jl. Taman Suropati No.2
Gedung Madiun Lt.3
Jakarta 10310
atau
e-mail: trp@bappenas.go.id
website: http://www.trp.or.id
Isi tulisan/artikel berhak diedit oleh Redaksi.

Ringkas Buku:

Melihat dari Dekat:

1 dari redaksi
9 dalam berita
13

Kajian:

Pedoman Penyusunan
Strategi Komunikasi

25 data dan informasi

Mengenal Lebih Jauh:

Kedeputian Pengembangan
Regional

11 koordinasi trp
16 trp in frame
27 kliping berita

dari redaksi

dari redaksi
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena perkenan-Nya Buletin Tata Ruang dan Pertanahan (Buletin TRP)
Edisi I Tahun 2016 ini dapat terbit pada Bulan Juli 2016. Penerbitan Buletin TRP ini dalam rangka menyosialisasikan kebijakan
dan konsep pembangunan bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Buletin ini bukan hanya diperuntukan bagi kalangan internal
Kementerian PPN/Bappenas namun juga bagi anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), pemerintah
daerah dan para pemangku kepentingan penataan ruang dan pengelolaan pertanahan. Pada setiap edisinya, Buletin TRP
mengusung tema sesuai isu hangat di bidang Tata Ruang dan Pertanahan.
Pada Edisi I Tahun 2016, tema yang diangkat adalah Perwujudan Infrastruktur Wilayah Nasional: Peran Tata Ruang dan
Pertanahan. Tema ini dipilih sebagai upaya untuk mendapatkan gambaran sejauh mana pembangunan infrastruktur dapat
dilaksanakan serta mendukung hasil pelaksanaan pembangunan yang dikoordinasikan melalui kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2016 dalam rangka Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi
untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja Serta Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antarwilayah. Terlebih lagi dengan
keterkaitan pembangunan infrastruktur berbasis tata ruang dan pertanahan.
Pada rubrik artikel Buletin TRP mengulas mengenai kebijakan satu peta dalam mendukung pembangunan infrastruktur nasional
yang disusun oleh Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG). Kebijakan Satu Peta (KSP)
adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis
data, dan satu geoportal (Perpres KSP, 2016). Harapannya perencanaan pembangunan infrastruktur memerlukan dukungan data
Informasi Geospasial (IG). Diterapkannya Perpres KSP dengan output data Informasi Geospasial Tematik (IGT) atau peta tematik
yang clean dan clear skala 1:50.000 dapat membantu perencanaan pembangunan infrastruktur secara tepat pada tingkat
kabupaten/kota.
Pada rubrik lainnya Buletin TRP menyajikan informasi berkaitan dengan telah terbitnya Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -2019 sebagai peraturan yang perlu disosialisasikan.
Berbagai kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan diantaranya kegiatan Anugerah
Pangripta Nusantara 2016, Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2015 Kedeputian Pengembangan Regional dan mengulas tentang
keberadaan BKPRN. Ada pula rubrik melihat dari dekat sekilas kondisi pengelolaan tata ruang dan pertanahan di negara lain
berdasarkan pengalaman Staf Fungsional Perencana dalam kunjungannya ke London, Inggris. Tidak lupa pula kami sajikan
informasi terkait data dan informasi seputar peta dasar pertanahan, dan status Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sampai
bulan Mei 2016.
Besar harapan kami, Buletin TRP ini dapat menjadi wadah dialog dan diseminasi isu terkini bidang Tata Ruang dan Pertanahan.
Dengan demikian Buletin TRP ini dapat berkontribusi tidak hanya bagi perluasan khasanah wawasan para pelaku di bidang Tata
Ruang dan Pertanahan, namun juga sebagai umpan balik bagi perbaikan kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan di Indonesia.
Akhir kata, kami selalu menerima kritik dan saran dari pembaca demi peningkatan kualitas Buletin TRP.
Selamat membaca.
Salam.
Redaksi Buletin TRP

buletin tata ruang & pertanahan

prol

MENGENAL LEBIH JAUH:

KEDEPUTIAN BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL


KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS

Gambar: Gedung Kementerian PPN/Bappenas (kiri) | Deputi Bidang Pengembangan Regional dari masa ke masa, secara urut: Dr. Ir. Max Pohan, CES., M.A., Dr. Ir. Imron Bulikin, MURP. dan Dr. Ir. Arin Rudiyanto, M.Sc. (kanan).

Kedeputian Bidang Pengembangan Regional (dulu bernama


Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi
Daerah) adalah unsur pelaksana yang menjalankan
sebagian tugas dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
PPN/ Bappenas. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor
66 Tahun 2015 tentang Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional dan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas
Nomor 4 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian PPN/Bappenas, Deputi Bidang
Pengembangan Regional mempunyai tugas
menyelenggarakan pengoordinasian dan perumusan
kerangka ekonomi makro regional, serta pengoordinasian,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta pemantauan,
evaluasi, dan pengendalian perencanaan pembangunan
nasional di bidang regional.
Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang
Pengembangan Regional menyelenggarakan fungsi:
1. Pengkajian, pengoordinasian, dan perumusan kebijakan
di bidang perencanaan kerangka ekonomi makro regional
serta perencanaan pembangunan nasional, strategi
pembangunan nasional, arah kebijakan, serta
pengembangan kerangka regulasi, kelembagaan, dan
pendanaan di bidang pengembangan regional;
2. Pengoordinasian dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan
perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional
di bidang pengembangan regional;
3. Penyusunan rencana pembangunan nasional secara
holistik integratif di bidang pengembangan regional dalam
penetapan program dan kegiatan Kementerian/Lembaga/
Daerah;
4. Penggordinasian dan pengendalian rencana
pembangunan nasional dalam rangka sinergi antara
Rencana Kerja Pemerintah dan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara di bidang
pengembangan regional;
5. Pengoordinasian pelancaran dan percepatan
pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan di
bidang pengembangan regional, pelaksanaan program

buletin tata ruang & pertanahan

dan kegiatan pembangunan di bidang pengembangan


regional;
7. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
dan fungsi perencanaan pembangunan nasional di bidang
pengembangan regional; dan
8. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kedeputian Bidang Pengembangan Regional saat ini terdiri
dari 5 (lima) direktorat, antara lain Direktorat Pengembangan
Wilayah dan Kawasan, Direktorat Daerah Tertinggal,
Transmigrasi, dan Perdesaan, Direktorat Otonomi Daerah,
Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, serta
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan. Kedeputian Bidang
Pengembangan Regional dipimpin oleh seorang Deputi.
Sejak tahun 2007 hingga saat ini, Kedeputian Bidang
Pengembangan Regional telah mengalami 3 kali pergantian
pimpinan. Dari pergantian tersebut pula, Kedeputian Bidang
Pengembangan Regional juga
mengalami peningkatan kinerja yang
semakin baik.
Periode 2007-2013
Kedeputian Bidang Pengembangan
Regional (dan Otonomi Daerah)
periode 2007-2013 dipimpin oleh Dr.
Ir. Max Pohan, CES., M.A. Pak Max,
begitu beliau disapa merupakan
doktor administrasi publik lulusan
Universitas Gadjah Mada pada
Dr. Ir. Max Pohan, CES., M.A.
tahun 2009. Sebelumnya beliau
telah mengambil pendidikan jenjang
master of arts (M.A.) pada bidang Economic Policy and
Planning di Institute of Social Studies (ISS) The Hague,
Belanda tahun 1991 serta mendapat gelar insinyur (Ir.) pada
jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi
Bandung pada tahun 1980.

Secara umum pencapaian kinerja kedeputian hingga tahun


2013 telah mencapai sasaran strategis dengan tingkat
keberhasilan 100%. Adapun pada tahun 2013, indikator
kinerja yang telah tercapai antara lain: 1) muatan rancangan
RKP 2014 terkait lingkup pengembangan regional dan
otonomi daerah dengan RPJMN telah sesuai dengan
ditetapkannya Perpres Nomor 39 Tahun 2013 tentang RKP
2014; 2) kesesuaian antara muatan rancangan RKP 2014
terkait lingkup pengembangan regional dan otonomi daerah
dengan lingkup lainnya dalam RKP 2014 yang sudah
didetailkan dan dilengkapi dengan pelaksana program; 3)
waktu penyelesaian laporan hasil pemantauan atas
pelaksanaan rencana pembangunan nasional terkait lingkup
pengembangan regional dan otonomi daerah untuk
penyusunan RKP 2014 dilakukan secara tepat waktu; 4)
program atau kegiatan dalam RKP 2013 dan RPJMN 20102014 terkait lingkup pengembangan regional dan otonomi
daerah telah berhasil dipantau melalui aplikasi e-monev; 5)
waktu penyelesaian laporan hasil evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan/ evaluasi kebijakan/kajian terkait
lingkup pengembangan regional dan otonomi daerah
dilaksanakan tepat waktu; dan 6) Renja K/L terkait lingkup
pengembangan regional dan otonomi daerah dengan RKP
2014 dan pagu indikatif telah sesuai dengan yang ada
dalam pembahasan trilateral meeting.

Pengembangan Regional (dan Otonomi Daerah), yaitu


indikator kesesuaian RKPD Provinsi Tahun 2014 dengan
RKP Tahun 2014.
Selain itu, untuk indikator capaian sasaran Prioritas Nasional
(PN) tahun berjalan yang telah sesuai dengan rencana,
Kedeputian Pengembangan Regional (dan Otonomi Daerah)
bertanggungjawab terhadap pencapaian Prioritas Nasional
ke-10 (PN 10), yaitu Daerah Tertinggal, Terdepan, dan
Pasca Konik. Indikator tersebut dicapai melalui kegiatan
pemantauan dan evaluasi. Seluruh rencana kinerja yang
ditetapkan pada tahun 2014 telah dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan dalam RKP 2014 dan
Renstra Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2010-2014
serta telah mencapai kinerja keseluruhan sebesar lebih dari
100%.
Pelaksanaan kinerja Kedeputian Pengembangan Regional
(dan Otonomi Daerah) yang berkualitas juga ditunjang
dengan capaian anggaran yang memadai. Realisasi
anggaran Kedeputian Pengembangan Regional (dan
Otonomi Daerah) Tahun 2014 mencapai 88,07% dari total
alokasi anggaran.
Periode 2015-sekarang

Periode 2013-2015
Pada tahun 2014 Kedeputian Pengembangan Regional (dan
Otonomi Daerah) mengalami pergantian kepemimpinan.
Posisi Deputi digantikan oleh Dr. Ir. Imron Bulkin, MURP.
Selama beliau menjabat, pencapaian target kinerja
kedeputian telah tercapai maksimal dan beberapa
melampaui target yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Kedeputian
Pengembangan Regional (dan
Otonomi
Daerah) diamanatkan untuk
mempertanggungjawabkan
Dr. Ir. Imron Bulkin, MURP. pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
dalam menyusun dan mengelola
perencanan pembangunan Bidang
Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah berdasarkan
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PPN/Bappenas
Tahun 2010-2014.
Pada pertengahan tahun 2014, dilakukan revisi sasaran
strategis dan indikator kinerja Kementerian PPN/Bappenas
Tahun 2014. Dari 9 (sembilan) indikator kinerja utama,
Kedeputian Pengembangan Regional (dan Otonomi Daerah)
berkontribusi terhadap 8 (delapan) indikator kinerja utama
Kementerian PPN/Bappenas untuk mencapai 3 (tiga)
sasaran strategis. Dari 8 (delapan) indikator kinerja
Kementerian PPN/Bappenas, terdapat 1 (satu) indikator
khusus yang hanya dikontribusikan oleh Kedeputian Bidang

Pada tahun 2015 Kedeputian Pengembangan Regional


kembali mengalami pergantian kepemimpinan karena
adanya penataan organisasi pada lingkungan Kementerian
PPN/Bappenas. Deputi Pengembangan Regional dijabat
oleh Dr. Ir. Arin Rudiyanto, M.Sc. yang
sebelumnya merupakan Staf Ahli
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang
Pemerataan dan Kewilayahan. Selain
itu, akhir tahun 2015 terjadi perubahan
nomenklatur dari Kedeputian
Pengembangan Regional dan Otonomi
Daerah menjadi Kedeputian
Pengembangan Regional.
Tahun 2015, kinerja kedeputian
Dr. Ir. Arin Rudiyanto, M.Sc.
Pengembangan Regional memiliki 3
(tiga) sasaran strategis dan 8 (delapan)
indikator kinerja yang mendukungnya.
Pada masa ini, Kedeputian
Pengembangan Regional telah melakukan inovasi berupa
penyusunan aplikasi Sistem Knowledge Management (KM)
Kedeputian yang bertujuan untuk mendukung keterbukaan
informasi publik antar direktorat di lingkup Kedeputian
Pengembangan Regional dalam berbagi data, informasi, dan
pengetahuan lingkup wilayah dan tata ruang.
Sebagai bagian dari proses penyelenggaraan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian
PPN/Bappenas dibawah koordinasi Kedeputian
Pengembangan Regional telah berhasil menyelenggarakan
rangkaian Musyawarah Perencanaan Pembangunan tingkat
Nasional (Musrenbangnas) yang bertujuan untuk
sinkronisasi rencana kerja kementerian/lembaga pusat
dengan usulan pendanaan dan kegiatan dari daerah.

buletin tata ruang & pertanahan

Pangripta Nusantara Tahun 2015 (APN 2015). Semua


kegiatan Kementerian PPN/Bappenas pada Kedeputian
Pengembangan Regional secara berkelanjutan dilakukan
dalam rangka mendukung menyeimbangkan pembangunan
daerah dengan tujuan akhir berupa keseimbangan
pertumbuhan ekonomi antar wilayah yang inklusif dan
berkelanjutan serta memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat. [rp]

Kegiatan Musrenbangnas ini juga merupakan perwujudan


dari salah satu indikator kinerja Kedeputian Pengembangan
Regional yakni mengenai kesesuaian RKPD Provinsi 2015
dengan RKP 2015. Pelaksanaan kegiatan dikoordinasikan
oleh Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman
(dulu bernama Direktorat Perkotaan dan Perdesaan) dan
menghasilkan daerah-daerah yang memiliki keterkaitan
dokumen RKPD Provinsi dengan RKP yang baik.
Mekanisme penilaian dilakukan melalui kegiatan Anugerah

tahukah anda

Berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.4 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
PPN/Bappenas (Pasal 149), telah ditetapkan susunan organisasi Deputi Bidang Pengembangan Regional yang terdiri
atas:
a. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan;
- Sub Direktorat Tata Ruang
- Sub Direktorat Pertanahan
- Sub Direktorat Informasi dan Sosialisasi Tata Ruang dan Pertanahan
b. Direktorat Pengembangan Wilayah dan Kawasan;
- Sub Direktorat Data dan Informasi Kewilayahan dan Kawasan
- Sub Direktorat Analisis Sosial dan Ekonomi Regional
- Sub Direktorat Kawasan Strategis
c. Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan;
- Sub Direktorat Daerah Tertinggal dan Rawan Bencana
- Sub Direktorat Transmigrasi dan Perbatasan
- Sub Direktorat Perdesaan
d. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman; dan
- Sub Direktorat Perkotaan
- Sub Direktorat Perumahan
- Sub Direktorat Air Minum
- Sub Direktorat Sanitasi
e. Direktorat Otonomi Daerah
- Sub Direktorat Aparatur Pemerintah Daerah
- Sub Direktorat Kelembagaan Pemerintah Daerah
- Sub Direktorat Keuangan Daerah
Deputi
Pengembangan Regional

Direktur Tata Ruang


dan Pertanahan

Kasubdit
Tata Ruang
Kasubdit
Pertanahan
Kasubdit
Informasi &
Sosialisasi Tata
Ruang dan
Pertanahan

Direktur
Pengembangan
Wilayah dan
Kawasan
Kasubdit Data
dan Informasi
Kewilayahan dan
Kawasan
Kasubdit Analisis
Sosial dan
Ekonomi
Regional
Kasubdit
Kawasan
Strategis

Direktur Daerah
Tertinggal,
Transmigrasi, dan
Perdesaan
Kasubdit Daerah
Tertinggal dan
Rawan Bencana
Kasubdit
Transmigrasi dan
Perbatasan
Kasubdit
Perdesaan

Direktur Perkotaan,
Perumahan dan
Permukiman
Kasubdit
Perkotaan
Kasubdit
Perumahan
Kasubdit
Air Minum
Kasubdit
Sanitasi

Gambar: Struktur Organisasi Kedeputian Bidang Pengembangan Regional


(Sumber: www.bappenas.go.id)

buletin tata ruang & pertanahan

Direktur Otonomi
Daerah
Kasubdit
Aparatur
Pemerintah
Daerah
Kasubdit
Kelembagaan
Pemerintah
Daerah
Kasubdit
Keuangan
Daerah

KEBIJAKAN SATU PETA DALAM


MENDUKUNG PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR NASIONAL

artikel utama

oleh: Dr. Ir. Nurwadjedi, M.Sc.


Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG)

engelolaan sumberdaya alam Indonesia dilakukan oleh banyak kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah
(Pemda), serta kalangan swasta dengan mengacu pada tugas dan fungsinya atau kepentingannya masing-masing. Begitu
juga dalam hal penyelenggaraan informasi geospasial (IG) yang merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan sumberdaya
alam. Kondisi ini mengakibatkan penyelenggaraan IG masih bersifat sektoral. Hal ini banyak menimbulkan terjadinya tumpangtindih penggunaan lahan atau konik pemanfaatan ruang, ketidakpastian informasi ruang, pengalokasian ruang di kawasan
terlarang, konik sosial, dan lainnya. Dampak penyelenggaraan IG yang bersifat sektoral ini tentunya juga dapat menghambat
pembangunan kawasan atau infrastruktur.
Pada tanggal 21 April tahun 2011 telah diundangkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (UU IG). Dalam UU IG, penyelenggaraan IG
berdasarkan jenisnya dikelompokkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar
(IGD) dan penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik
(IGT). Penyelenggaraan IGD dilakukan oleh Badan
Informasi Geospapsial/BIG (Pasal 22 ayat 2 UU IG),
sedangkan penyelenggaraan IGT dilakukan oleh instansi
pemerintah (K/L), Pemda, dan/atau setiap orang (Pasal 23
ayat 1 UU IG). Kebijakan Satu Peta (KSP) merupakan
pengaturan lebih lanjut tentang penyelenggaraan IGT oleh
K/L dan Pemda agar IGT antar K/L dan Pemda dapat
terintegrasi dengan mengacu pada peta dasar yang sama.
Manfaat IGT dari produk KSP ini diantaranya adalah untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan
esien, mempercepat pembangunan berbasis kewilayahan
(tata ruang dan infrastruktur), menghindari konik ruang,
menjamin kepastian lokasi investasi, dan sebagainya.
Pengalaman empiris BIG dalam mengkaji kualitas peta
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
menyimpulkan bahwa sebagian besar peta RTRW
Kabupaten/Kota menyimpulkan bahwa sebagian besar peta
RTRW Kabupaten/Kota yang ada tidak disusun dengan
menggunakan peta-peta tematik yang telah ditentukan
dalam Permen PU No. 20/2007 tentang Pedoman Teknis
Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial
Budaya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang. Tidak
digunakannya peta-peta tematik tersebut disebabkan oleh
belum tersedianya peta-peta tematik skala 1:50.000 baik di
K/L maupun Pemda. Hal ini mengakibatkan banyak peta
RTRW Kabupaten/Kota yang bermasalah, sehingga banyak
ditemukan konik pemanfaatan ruang di daerah.
Terkait dengan penyelesaian konik pemanfaatan ruang,
Pemerintah mengeluarkan Kebijakan Satu Peta yang
merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi VIII.
Kebijakan Satu Peta ini diatur dalam Perpres No. 9 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 (Perpres KSP).
Tujuan Perpres KSP ini adalah untuk mempercepat
penyediaan peta tematik skala 1:50.000 agar peta RTRW
Kabupaten/Kota dapat disusun dengan akurat. Peta RTRW

Kabupaten/Kota beserta peta tematik pendukungnya yang


akurat tersebut merupakan data IGT fundamental yang
dapat menjamin kepastian lokasi pemanfaatan ruang yang
berkelanjutan, termasuk untuk pembangunan infrastruktur.
Prinsip Kebijakan Satu Peta
Kebijakan Satu Peta (KSP) adalah arahan strategis dalam
terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi
geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu
geoportal (Perpres KSP, 2016). Keempat komponen KSP
ini merupakan persyaratan untuk menghasilkan IGT yang
akurat, mudah diakses, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Persyaratan satu referensi geospasial merupakan faktor
fundamental untuk menghasilkan IGT yang terintegrasi.
Dalam UU IG Pasal 19 dinyatakan bahwa IGT yang dibuat
oleh K/L dan Pemda wajib mengacu pada IGD (informasi
geospasial dasar, jaring kontrol geodesi dan dan peta
dasar). Pada tanggal 17 Oktober 2013, BIG sebagai
penyelenggara IGD telah meluncurkan Sistem Referensi
Geospasial Indonesia (SRGI 2013). SRGI 2013 merupakan
suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan
kompatibel dengan sistem koordinat global, yang digunakan
sebagai referensi tunggal dalam penyelenggaraan IG
nasional (BIG, 2013). Untuk mewujudkan implementasi
Perpres KSP, BIG telah menyerahkan peta Rupabumi
Indonesia (RBI) skala 1:50.000 yang mencakup seluruh
wilayah daratan NKRI kepada 18 K/L untuk digunakan
sebagai peta dasar dalam penyelenggaraan IGT.
Komponen satu standar dalam KSP berperan untuk
menstandarkan metode pemetaan agar IG yang dihasilkan
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu,
komponen satu standar ini berguna untuk mempercepat
pemetaan di Indonesia karena cakupan wilayahnya yang
sangat luas dan untuk menghadapi persaingan global
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Untuk menghadapi
tantangan ini, K/L maupun Pemda tidak dapat mutlak
melakukan pemetaan tematik sendiri. Standar pemetaan
dapat digunakan sebagai pengendali kualitas peta yang
dilakukan oleh pihak lain.
Persyaratan satu basis data dalam KSP diperlukan untuk

buletin tata ruang & pertanahan

menjamin IG mudah diakses dan dapat dimanfaatkan


bersama melalui jaringan internet. Implementasi KSP untuk
mewujudkan IG yang akurat memerlukan teknologi Sistem
Informasi Geospasial (SIG).
Pemanfaatan teknologi SIG pada
tahukah anda
hakekatnya adalah pemanfaatan data
IGD atau Informasi Geospasial Dasar adalah inbersama (berbagi pakai data IG) karena
formasi geospasial yang
pemanfaatan SIG memerlukan
berisi tentang objek yang
dapat dilihat secara langkumpulan data IG (Dataset IG) yang
sung atau diukur dari ketidak mungkin dapat diproduksi oleh
nampakan sik di muka
bumi dan yang tidak bepenyelenggara IG tunggal. Seperti yang
rubah dalam waktu yang
relatif lama.
dijelaskan oleh Burrough (1986), sistem
pengelolaan basis data (Database
IGT atau Informasi Geospasial Tematik adalah inManagement System/DBMS)
formasi geospasial yang
merupakan
salah satu komponen utama
menggambarkan satu
atau lebih tema tertentu
perangkat lunak SIG. Data IG
yang dibuat mengacu pamerupakan data dari hasil pengolahan
da IGD.
sumber:
dengan teknologi SIG. Dataset IG
UU RI No.4 Tahun 2011
berbasis SIG ini akan dapat
dimanfaatkan bersama untuk
diintegrasikan atau dipertukarkan apabila difasilitasi oleh
satu basis data (DBMS) yang standar.

Tujuan akhir implementasi KSP adalah agar ouput data IGT


yang dihasilkan oleh K/L (Walidata IGT) dapat dimanfaatkan
bersama melalui Jaringan Informasi Geospasial (JIGN).
Pentingnya satu geoportal dalam KSP adalah untuk
memenuhi persyaratan agar output data IGT yang clean
(IGT dari K/L telah terintegrasi dengan IGD) dan clear (Data
IGT antar K/L telah sinkron) dapat dimanfaatkan bersama
dan diintegrasikan satu sama lain dengan menggunakan
teknologi SIG yang ada di JIGN. Sebagaimana yang diatur
dalam Perpres Nomor 27 Tahun 2014, JIGN terdiri dari
simpul-simpul jaringan IG Pusat (di K/L) dan IG Daerah
(Pemda). Seluruh simpul jaringan IG diintegrasikan oleh
penghubung simpul jaringan IG yang ada di BIG.
Beroperasinya JIGN untuk berbagi pakai data IGT ini
bermanfaat untuk mendukung terwujudnya tata kelola
pemerintahan yang transparan dan esien.
Perpres Kebijakan Satu Peta
Penyelenggaraan IG dalam Perpres KSP bertujuan untuk
mendukung terwujudnya agenda prioritas Nawacita,
diantaranya adalah pembangunan infrastruktur. Kegiatan

penyelenggaraan IG ini mencakup 3 (tiga) tahap, yaitu


kompilasi IGT, integrasi IGT, dan sinkronisasi data IGT antar
K/L. Adapun target pencapaian yang telah ditetapkan dalam
Rencana Aksi KSP adalah untuk memproduksi Satu Peta
untuk 85 jenis IGT di 34 provinsi. Pencapaian target IGT
tersebut melibatkan 19 K/L. Jenis IGT yang menjadi target
pencapaian Perpres KSP dikelompokkan menjadi 2 (dua )
kelompok, yaitu IGT Status dan IGT Potensi. Rangkaian
proses kompilasi, integrasi, dan sinkronisasi IGT dan
kelompok jenis IGT diperlihatkan pada Gambar 1. dan Tabel
1.
Tahap kegiatan kompilasi dan integrasi IGT dimaksudkan
untuk penyelesaian permasalahan geometri peta,
sedangkan tahap sinkronisasi IGT adalah untuk
penyelesaian tumpang-tindih penggunaan lahan.
Penanggung jawab penyelesaian geometri peta ialah BIG
bekerjasama dengan K/L terkait yang tergabung dalam
Kelompok Kerja IGT (Satgas-1). Sedangkan
penanggungjawab penyelesaian konik ruang ialah
Kementerian Koordinator Perekonomian dengan melibatkan
K/L terkait yang berperan sebagai walidata IGT (Satgas-2).
Penyelesaian konik pemanfaatan ruang melibatkan K/L
terkait pengambil kebijakan penggunaan lahan yang
tumpang tindih. Proses sinkronisasi data IGT antar K/L yang
tumpang tindih tersebut sifatnya berjenjang, yaitu mulai dari
Pejabat Eselon II, Eselon I, Menteri, hingga Presiden.
Tabel 1. Kelompok IGT yang Menjadi Target Perpres KSP
IGT Status
1. Kehutanan (4 tema)
2. Migas dan minerba (2 tema)
3. Pertanahan (3 tema)
4. Perizinan lokasi (1 tema)
5. Transmigrasi ( 2 tema)
6. Kawasan khusus (4 tema)
7. Perencanaan ruang (12 Tema)
8. Tanah ulayat (1 tema)

K/L
PJ
1
1
3
1
1
3
5
1

IGT Potensi
Transportasi dan utilitas (21 tema)
Lingkungan (15 tema)
Potensi kawasan (20 tema)

K/L
PJ
4
6
3

Keterangan: PJ = Penanggungjawab
Sumber: Badan Informasi Geospasial

Rencana Aksi KSP


Rencana Aksi (Renaksi) percepatan pelaksanaan KSP
tahun 2016-2019 mempunyai target 85 jenis IGT di 34
provinsi dan meibatkan 19 K/L penanggungjawab.
Pencapaian target akan diselesaikan berdasarkan
kewilayahan (pulau-pulau besar). Rencana waktu
pencapaian target diawali dengan penetapan walidata IGT,
Kelompok Kerja IGT, dan penyerahan peta RBI
skala 1:50.000 kepada 18 K/L (B03 tahun 2016).
Secara ringkas, rencana waktu pencapaian target
KSP diperlihatkan pada Tabel 2.
Strategi Pencapaian Target KSP

Gambar 1. Rangkaian Proses Kompilasi, Integrasi, dan Sinkronisasi IGT


(Sumber: Badan Informasi Geospasial)

buletin tata ruang & pertanahan

Semangat implementasi percepatan pelaksanaan


KSP adalah berbagi pakai data IGT antar K/L
melalui JIGN. Oleh karena itu, kunci keberhasilan
pencapaian target IGT dalam Renaksi KSP terletak
pada faktor koordinasi dan sinergi antar K/L yang
terlibat dalam implementasi percepatan

pelaksanaan KSP. Mekanisme koordinasi dan sinergi antar


K/L sebagai walidata IGT dibangun melalui media Kelompok
Kerja IGT (Pokja IGT). Setiap Pokja IGT diketuai oleh
Pejabat Eselon II dari K/L yang berperan sebagai walidata
IGT dan beranggotakan Pejabat Eselon III dari K/L yang
terkait.
Tabel 2. Rencana Waktu Pencapaian Target Renaksi KSP
WILAYAH
PRIORITAS

NO.

TEMA
2016

2018

2019

85

17

85

Papua

17

85

Maluku

17

85

Jawa

17

85

Bali Nusa Tenggara

17

85

Kalimantan

85

Sulawesi

17

Sumatera

4
5

2017

Hasil kesepakatan yang dibangun melalui Rakornas IG dan


Rakortek Pokja IGT kemudian diimplementasikan ke dalam
siklus proses pelaksanaan pencapaian target Renaksi KSP,
yang mencakup kegiatan kompilasi IGT, integrasi IGT, dan
sinkronisasi IGT. Pelaksanaan setiap tahap kegiatan
mengacu pada pedoman yang telah disiapkan bersama oleh
BIG dan Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko
Perekonomian), yang dikendalikan oleh Kantor Staf
Kepresidenan RI melalui kegiatan monitoring dan evaluasi
setiap tiga bulan sekali. Pelaksanaan kegiatan tahap
kompilasi dan integrasi IGT tersebut dikoordinasi oleh BIG
dalam Satuan Tugas -1 (Satgas-1) Sekretariat Tim
Percepatan Pelaksanaan KSP, sedangkan pelaksanaan
kegiatan sinkronisasi data IGT antar K/L dikoordinasi oleh
Kemenko Perekonomian dalam Satuan Tugas -2 (Satgas-2).
Mekanisme kerja penyelesaian kegiatan integrasi dan
sinkronisasi IGT dilakukan melalui media Pokja IGT terkait.

Sumber: Badan Informasi Geospasial

Sesuai dengan Peraturan Kepala BIG Nomor 13/2016, Pokja


IGT yang telah ditetapkan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pokja IGT Sumberdaya Air dan Daerah Aliran Sungai;


Pokja IGT Sumberdaya Lahan Pertanian dan Gambut;
Pokja IGT Neraca Sumberdaya Alam;
Pokja IGT Perubahan Iklim;
Pokja IGT Ekoregion;
Pokja IGT Perizinan Sektoral, Kawasan Hutan, Penutup
Lahan, dan Status Lahan;
7. Pokja IGT Transportasi;
8. Pokja IGT Tata Ruang;
9. Pokja IGT Sumberdaya Pesisir; Laut dan Pulau-pulau
Kecil;
10. Pokja IGT Kebencanaan;
11. Pokja IGT Sosial Budaya dan Atlas;
12. Pokja IGT Geospasial Intelijen;
13. Pokja IGT Migas dan Minerba; dan
14. Pokja IGT Masyarakat Hukum Adat.

Peta strategi pencapaian target IGT yang diawali dengan


pendekatan koordinasi dan sinergi untuk membangun
kesepakatan antar K/L disajikan pada Gambar 2. Proses
koordinasi dan sinergi antara K/L menjadi tanggungjawab
BIG dan dilakukan secara terus menerus. Kegiatan ini
diwujudkan dalam bentuk Rapat Koordinasi Nasional IG
(Rakornas IG) dan Rapat koordinasi Teknis IGT (Rakortek
Pokja IGT), untuk membahas permasalahan baik teknis
maupun nonteknis yang terkait dengan pengambilan
kebijakan tentang penganggaran, peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia (SDM) di bidang pemetaan, dan
sebagainya. Rakornas IG dilaksanakan satu kali dalam
setahun, dihadiri oleh seluruh anggota dari 14 Pokja IGT.
Sedangkan Rakortek Pokja IGT dilaksanakan minimal 3 kali
dalam setahun, dihadiri oleh anggota Pokja IGT itu sendiri.

Beroperasinya JIGN untuk berbagi pakai


data IGT ini bermanfaat untuk mendukung
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
transparan dan esien.

Pemanfaatan output nal KSP (IGT clean dan clear)


menggunakan media JIGN. Dalam JIGN, data IGT yang
clean dan clear disimpan di setiap simpul jaringan yang ada
di setiap K/L dan Pemda, yang menginduk ke simpul
jaringan IG di BIG. Dengan menggunakan JIGN, pengguna
dapat melakukan berbagi pakai data IGT dan
mengintegrasikannya untuk berbagai tujuan, misalnya untuk
analisa perencanaan pembangunan infrastruktur.
Pemanfaatan data IGT yang clean dan clear melalui JIGN
tersebut diharapkan akan berdampak pada terhindarnya
konik pemanfatan ruang antar sektor.
Terbangunn ya kesepakatan antar K/L
melalui pendekatan koordinasi dan sinergi

Tersusunnya
pedoman
kompilasi,
integrasi, dan
sinkronisasi
IGT

Terlaksananya
kegiatan
kompilasi IGT

Terlaksananya
kegiatan
integrasi IGT

Terlaksananya
kegiatan
sinkronisasi
IGT antar K/L

Terkendalinya
pelaksanaan
Renaksi KSP

Dimanfaatkanya IGT yang clean dan clear melalui JIGN

Terhindarinya konik
pemanfaatan ruang

Gambar 2. Peta strategi pencapaian target Renaksi KSP


(Sumber: Badan Informasi Geospasial)

Terpenuhinya kondisi seperti ini akan mendorong


terwujudnya good governance dalam mensukseskan
pembangunan nasional yang berkelanjutan. Seperti yang
dijelaskan oleh Harris (2000), terpenuhinya pembangunan
yang berkelanjutan disebakan oleh bertemunya antara
kepentingan faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Peran KSP untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur
Perencanaan pembangunan infrastruktur memerlukan
dukungan data IG. Diterapkannya Perpres KSP dengan
output data IGT (peta tematik) yang clean dan clear skala
1:50.000 dapat membantu perencanaan pembangunan
infrastruktur secara tepat pada tingkat kabupaten/kota.

buletin tata ruang & pertanahan

Output Perpres KSP tersebut yang terdiri dari kelompok peta


tematik status dan peta tematik potensi dapat digunakan
untuk membantu perencanaan pembangunan infrastruktur
sik seperti jalan raya, jalan kereta api, saluran irigasi, dan
lainnya. Kegunaan peta tematik dari output Perpres KSP
untuk mendukung pembangunan infrastruktur
disajikan pada Tabel 3.
Informasi yang diperoleh dari peta tematik output KSP
tersebut dapat digunakan untuk arahan pengembangan
infrastruktur sik yang lebih operasional untuk peningkatan
pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk mewujudkan hal ini,
tentunya diperlukan dukungan lembaga lain dalam
implementasi KSP. Dukungan utama lembaga lain yang
diperlukan dalam implementasi KSP adalah komitmen
berbagi pakai data karena hakekat implementasi KSP
adalah semangat berbagi pakai data antar K/L. Selain itu,
pihak lain yang terlibat dalam implimentasi KSP juga perlu
berkomitmen dalam penganggaran yang diperlukan.
Dukungan pengganggaran dari pihak lain ini dapat
direalisasikan apabila implementasi KSP ditetapkan sebagai
program/kegiatan prioritas nasional oleh K/L terkait.
Tantangan Implementasi KSP
Keberhasilan implementasi KSP dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti ketersediaan IGD, ketersediaan NSPK
(Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria) IGT, infrastruktur
dan kelembagaan simpul jaringan, ketersediaan SDM di
bidang IG dan anggaran, serta komitmen walidata IGT.
Untuk mensukseskan implementasi KSP, tantangan utama
yang dihadapi diantaranya adalah keterbatasan SDM di
bidang IG, belum terbentuknya infrastruktur dan
kelembagaan simpul jaringan IG, dan ego sektoral.
Keterbatasan SDM di bidang IGT di setiap K/L berpotensi
menjadi kendala dalam pencapaian target Renaksi KSP,
terutama yang terkait dengan penyediaan IGT potensi baru.
Mengingat volume-nya cukup besar, penyelesaian target
penyediaan IGT potensi baru tersebut memerlukan
partisipasi penyedia jasa industri di bidang IG (IGD dan
IGT). Di sisi lain, SDM di bidang IG yang tersedia di
penyedia jasa IG secara nasional masih terbatas. Untuk
mengatasi kendala ini, diperlukan penguatan SDM di bidang
IG di setiap K/L dengan melibatkan perguruan tinggi dan
organisasi profesi, seperti Masyarakat Penginderaan Jauh
Indonesia (MAPIN), Ikatan Surveyor Indonesia (ISI),
Himpunan Imu Tanah Indonesia (HITI), dan lainnya.

Pemanfaatan data IGT hasil output KSP melalui JIGN


dipengaruhi oleh infrastruktur dan kelembagaan simpul
jaringan IG yang ada di K/L dan Pemda. Untuk mewujudkan

hal ini, BIG telah mendorong K/L dan Pemda untuk


membangun simpul jaringan. Hingga kini, walaupun sudah
banyak simpul jaringan IG di K/L terkait yang telah
terhubung dengan simpul jaringan IG di BIG, JIGN masih
belum bisa dimanfaatkan untuk berbagi pakai data karena
datanya belum ada. Kondisi ini terutama disebabkan oleh
ego sektoral baik yang ada di internal maupun eksternal
antar K/L. Ego sektoral di internal K/L mengakibatkan
berbagai pakai data antar unit teknis eselon 1 masih belum
bisa dilakukan. Yang paling berat adalah ego sektoral antar
K/L (Eksternal K/L). Ego sektoral K/L ini harus segera
diakhiri melalui revolusi mental dengan lebih
mengedepankan kepentingan pembangunan nasional
daripada kepentingan sektor.
Tabel 3. Jenis peta tematik dan kegunaannya untuk mendukung
pembangunan infrastruktur
No.
Jenis Peta Tematik
Kelompok Peta Tematik Status
1.
Minerba dan migas
2.
Pertanahan
3.
Transmigrasi
4.
Kawasan khusus
5.
Perencanaan Ruang (RTRW)
6.
Perizinan pertanahan
7.
Tanah ulayat
8.
Kehutanan
Kelompok Peta Tematik Potensi
1.
Lingkungan
2.
Transportasi dan utilitas
3.
Potensi kawasan

Kegunaan
Identifikasi status lahan pertambangan
Identifikasi status lahan pertanahan
Identifikasi lahan yang telah digunakan
Identifikaksi lokasi pengembangan infrastruktur
Identifikasi kepastian lokasi pemanfaatan lahan
Identifikasi lahan yang telah digunakan
Identifikasi kepemilikan tanah adat
Identifikasi kawasan hutan dan izin pemanfaatannya
Idenfikasi karakter biofisik lingkungan
Identifikasi integrasi infrastruktur yang akan dikembangkan
Identifikasi wilayah pengembangan

Sumber: Badan Informasi Geospasial

Penutup
Kebijakan Satu Peta merupakan inti dari UU-IG dan
bertujuan untuk menjamin ketersediaan IG yang akurat,
mudah diakses, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kebijakan Satu Peta didenisikan sebagai arahan strategis
penyelenggaraan IG yang mengacu kepada satu referensi
geospasial, satu standar, satau basis data, dan satu
geoportal. Diterapkannya Kebijakan Satu Peta dapat
mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
transparan dan esien.
Penerapan Kebijakan Satu Peta melalui implementasi
Perpres Nomor 9/2016 (Perpres KSP) terutama difokuskan
untuk mempercepat penyediaan peta tematik skala 1:50.000
yang diperlukan untuk penyusunan peta RTRW
Kabupaten/Kota. Output dari Perpres KSP ini (IGT yang
Clean dan Clear) diharapkan akan dapat dimanfaatkan
bersama melalui JIGN. Untuk mewujudkan tujuan akhir ini,
implementasi Perpres KSP masih menghadapi berbagai
tantangan, terutama keterbatasan SDM di bidang IG,
infrastruktur dan kelembagaan simpul jaringan IG, dan ego
sektoral.

tahukah anda

- Kebijakan Satu Peta adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar,
satu basis daya, dan satu geoportal pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000.
- Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi tumpang tindih pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan:
1) Setiap
kementerian/lembaga
peta tematik (IGT) 1:50.000
Tantangan
Implementasi menyiapkan
KSP
2) Pengintegrasian dengan Informasi Geospasial Dasar (IGD)
3) Sinkronisasi dan penyelarasan antar data Informasi Geospasial Tematik (IGT)
4) Penyusunan rekomendasi dan penyelesaian masalah IGT

buletin tata ruang & pertanahan

dalam berita

Workshop Tim Koordinasi Strategis


Reforma Agraria Nasional

Hal-hal yang telah teridentikasi antara lain cakupan peta


dasar pertanahan, cakupan bidang tanah bersertikat,
permasalahan dan capaian pelaksanaan reforma agraria,
proporsi juru ukur terhadap total pegawai BPN, beban
tunggakan sertikat tanah transmigrasi, dan permasalahan
pelaksanaan program agraria daerah (PRODA) di
Kalimantan Timur.

Sumber: Dokumentasi TRP

Jakarta, (8/3) - Kegiatan tim koordinasi ini dilakukan sebagai


upaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan bidang
pertanahan sebagaimana tertuang dalam White Paper
Kebijakan Pertanahan Nasional yang meliputi kebijakan
pendaftaran tanah sistem publikasi positif (stelsel positif);
kebijakan redistribusi tanah dan access reform; kebijakan
penyediaaan tanah untuk kepentingan umum; kebijakan
sumber daya manusia bidang pertanahan; serta kegiatankegiatan koordinasi lintas sektor dan daerah. Secara umum,
capaian pelaksanaan kegiatan Sekretariat RAN pada tahun
2015 telah sesuai dengan rencana kerja yang telah
ditetapkan. Namun demikian, terdapat beberapa kegiatan
yang harus dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang.

Roadmap dari kegiatan reforma agraria mengacu pada


RPJMN 2015 -2019 yang secara teknis pelaksanaannya
dituangkan dalam RKP bidang pertanahan dalam bentuk
koordinasi dengan mitra kementerian/lembaga Sekretariat
Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional.
Kementerian ATR/BPN berharap Bappenas dapat mengawal
pelaksanaan kegiatan reforma agraria nasional dari sisi
perencanaan, penganggaran sampai dengan monitoring
evaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan terkait lintas
sektor dan daerah sehingga kegiatan ini menjadi prioritas
utama dalam program pembangunan nasional. [sy]

Dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan pertanahan


yang berkeadilan maka dibutuhkan koordinasi yang intensif
dari berbagai pemangku kepentingan terkait yang
melibatkan Kementerian/Lembaga. Beberapa tahun
sebelumnya, ada bagian temuan yang telah teridentikasi
seperti luas wilayah nasional yang terdiri atas luas wilayah
hutan dan luas wilayah nonhutan yang masih ada
perbedaan data antara Kementerian ATR/BPN dengan BIG.

Sumber: Dokumentasi TRP

Pembahasan Perubahan Materi PP 26/2008 Tentang RTRWN


Jakarta, (14/3) - Guna menindaklanjuti Rapat Harmonisasi
Rancangan PP Revisi RTRWN di Kementerian Hukum dan
HAM (Kemenkumham) pada 1 Maret 2016 bahwa akan ada
pertemuan khusus antara Bappenas dengan Kementerian
ATR/BPN, maka diadakan rapat pembahasan yang
bertempat di Gedung Madiun Lantai 3 Bappenas. Rapat
dihadiri oleh Dit. Transportasi; Dit. Perkotaan dan Pedesaan;
Dit. Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal; Dit. Kelautan
dan Perikanan; Dit. Industri, IPTEK, Pariwisata, dan
Ekonomi Kreatif; serta Dit. Kehutanan. Rapat ini bertujuan
untuk menajamkan masukan Bappenas terhadap RPP
RTRWN tersebut.
Beberapa masukkan dari direktorat-direktorat yang hadir
antara lain terkait penyempurnaan maupun penambahan
pasal, penyempurnaan beberapa denisi istilah, konrmasi
materi dalam PP dengan RPJMN 2015-2019, dan
sebagainya. Tindak lanjut dari rapat pembahasan ini adalah

Sumber: Dokumentasi TRP

Dit. Tata Ruang dan Pertanahan akan menyusun paparan


masukan Bappenas pada rapat dengan Kementerian ATR/
BPN dan Kemenkumham. Seluruh direktorat Bappenas yang
terlibat dalam RPP RTRWN ini diharapkan hadir dalam rapat
tersebut. [ra]

buletin tata ruang & pertanahan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional


(Musrenbangnas) 2016

Sumber: Google

Jakarta, (13/5) - Tema Musrenbangnas 2016 adalah


Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi untuk
Meningkatkan Kesempatan Kerja serta Mengurangi
Kemiskinan dan Kesenjangan Antar-Wilayah, diharapkan
Bappenas menjadi sistem integrator dan akan melakukan
pembicaraan tentang bagaimana mengalokasikan anggaran
untuk program prioritas sebagaimana diharapkan dalam
money follow program.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional
(Musrenbangnas) 2016 berlangsung sejak 20 April hingga 4
Mei dan menghasilkan kesepakatan atas rencana
pemerintah pusat (kementerian/lembaga) dengan usulan
prioritas program/kegiatan dari pemerintah daerah per
prioritas nasional yang dituangkan dalam bentuk Berita
Acara Kesepakatan Musrenbangnas 2016. Hasil tersebut
menjadi acuan untuk penyusunan Rancangan Akhir RKP
2017 serta untuk penyempurnaan Rancangan Awal
Rencana Kerja kementerian/lembaga dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2017.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil memaparkan
bahwa dalam proses penyusunan RKP 2017 dilakukan
perubahan pendekatan perencanaan pembangunan menjadi
holistik-tematik, terintegratif dan spasial serta pendekatan
anggaran menjadi money follow program. Pendekatan yang
lebih komprehensif ini dilaksanakan untuk menghindari
duplikasi program pembangunan. Sebab, satu program akan
didekati beberapa sektor dari berbagai kementerian/lembaga
dan dana yang ada akan difokuskan untuk program prioritas.
Akibat adanya perubahan ini, pendekatan dalam RKP 2017
akan mengefektifkan belanja pembangunan. Selain itu
program-program yang nomenklaturnya tidak jelas akan
dipangkas.
Menteri Sofyan menjelaskan, Akibat dari pendekatan RKP
2017, beberapa kementerian/ lembaga akan mendapatkan
anggaran tambahan secara substansial dibandingkan 2016,
dan beberapa akan mengalami penurunan anggaran.

10

buletin tata ruang & pertanahan

Semua program dan anggaran multiyears dijamin sehingga


tidak ada program yang berjalan bisa terhenti.
Perihal Dana Alokasi Khusus (DAK), Menteri Sofyan
menyebutkan pemberian DAK terhadap kegiatan prioritas
akan dialokasikan dengan pola Inpres. Ini adalah dana yang
dijanjikan presiden dan akan diberikan pada kabupaten
tertentu dengan pola Inpres seperti jaman pemerintahan
Orde Baru. DAK akan difokuskan pada pembangunan
kawasan ekonomi, pengembangan pariwisata, konektivitas
nasional, dan kembali kedaulatan pangan.
RKP 2017 juga berupaya memasukkan aspek revolusi
mental yang mainstreaming di semua kegiatan. Semua
kegiatan pembangunan harus memasukkan aspek revolusi
mental. Misalnya membangun proyek dengan kualitas tinggi,
membangun proyek dengan harga yang wajar, menetapkan
penegakan hukum dan disiplin sehingga dengan demikian
pembangunan sik juga diikuti dengan nonsik. Selain itu
regulasi turut menjadi perhatian utama dalam RKP 2017.
Akan dicicil di setiap provinsi bertahap dari beberapa
kementerian/lembaga. Sehingga pelaksanaan penyusunan
RKP 2018 akan lebih baik lagi dari pelaksanaan saat ini dan
diskusinya bersifat lebih substansial, tegas Menteri Sofyan.
Musrenbangnas tahun ini ditutup oleh Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf kalla di
Istana Negara Jakarta pada Rabu (11/5). Dalam acara
penutupan Musrenbangnas 2016 sejumlah menteri Kabinet
Kerja tampak hadir antara lain Menpan RB Yuddy
Chrisnandi, Menhan Ryamizard Ryacudu, Menlu Retno
Marsudi, Menag Lukman Hakim Saifuddin, Menristek Dikti
M. Nasir, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti,
serta Kapolri Badrodin Haiti. Hadir pula Gubernur dari
seluruh Indonesia, terutama Gubernur DKI Jakarta, Sulawesi
Tengah, Gorontalo dan Nusa Tenggara Barat yang
menerima penghargaan MDGs dan Anugerah Pangripta
Nusantara. [ra]

koordinasi trp

Anugerah Pangripta Nusantara 2016


- Penilaian Dokumen oleh Tim Penilai Teknis yang
beranggotakan Perencana Muda sampai dengan
Perencana Madya ataupun Pejabat Eselon III di
Kementerian PPN/ Bappenas;
- Penilaian Proses Perencanaan oleh Tim Penilai Utama
dan Tim Penilai Independen. Tim Penilai Utama adalah
Pejabat Eselon II di Kementerian PPN/Bappenas;
- Verikasi Dokumen dan Proses Perencanaan oleh Tim
Penilai Independen yang beranggotakan para ahli di
berbagai bidang penting yang dibutuhkan dalam
perencanaan pembangunan nasional.

Gambar. Menteri PPN/Bappenas menyerahkan penghargaan kepada para pemenang


Anugerah Pangripta Nusantara Tahun 2016 (sumber: setkab.go.id)

esuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004


tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
Perencanaan Pembangunan adalah rangkaian proses
kegiatan dalam menentukan tindakan masa depan yang
tepat melalui serangkaian pilihan, yang ditujukan untuk
mencapai tujuan pembangunan. Perencanaan yang baik
menjadi salah satu penentu keberhasilan pencapaian tujuan
dan sasaran pembangunan nasional. Salah satu langkah
untuk meningkatkan mutu rencana pembangunan adalah
memberikan penghargaan kepada daerah yang telah
berhasil menyusun dokumen rencana pembangunan secara
baik. Penilaian penghargaan ini diharapkan dapat
memberikan dorongan semangat bagi masing-masing
daerah untuk meningkatkan mutu dokumen rencana
pembangunan. Selain itu, pemberian penghargaan ini juga
dapat memperkuat kerjasama dan kemitraan dalam
mewujudkan perencanaan pembangunan yang lebih
bermutu. Pemberian penghargaan dalam Anugerah
Pangripta Nusantara (APN) 2016 merupakan kegiatan
yang dilakukan setiap tahunnya bertepatan dengan
pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta yang diselenggarakan
pada tanggal 20 April 2016. Kegiatan APN tahun 2016 diikuti
oleh 34 provinsi dan seluruh kabupaten/kota untuk penilaian
RKPD.
Pemberian Anugerah Pangripta Nusantara telah
dilaksanakan sejak tahun 2011. Sejak tahun tersebut, proses
seleksi serta indikator penilaian telah mengalami cukup
banyak perbaikan. Pada tahun 2016 ini, seleksi seluruh
provinsi/kabupaten/kota dilaksanakan melalui:

Kategori penghargaan sesuai dengan SK Menteri PPN/


Kepala Bappenas Nomor: 3359/SES/05/2016. Kategori
untuk provinsi ditetapkan dengan tiga kategori yaitu (a)
Provinsi dengan Perencanaan Terbaik; (b) Provinsi dengan
Perencanaan Inovatif; dan (c) Provinsi dengan Perencanaan
Progresif. Untuk kabupaten/kota ditetapkan dengan dua
kategori, yaitu: (a) Kabupaten/Kota dengan Perencanaan
Terbaik; dan (b) Kabupaten/Kota dengan Perencanaan
Inovatif.
Pemberian penghargaan berupa piala dan piagam untuk
para penerima penghargaan tingkat Provinsi dengan
perencanaan terbaik II, III, serta penerima penghargaan
tingkat Kab/Kota perencanaan terbaik I, II, III dan
Perencanaan Inovatif Kab/Kota telah diberikan pada saat
pembukaan Musrenbangnas di Hotel Bidakara. Sedangkan
untuk penghargaan tingkat Provinsi dengan Perencanaan
Terbaik I, Perencanaan Inovatif dan Perencanaan Progresif
diberikan pada saat penutupan Musrenbangnas 2016
tanggal 11 Mei 2016 bertempat di Istana Negara. Pemberian
piala di Istana Negara disaksikan oleh Presiden Republik
Indonesia dan dihadiri oleh seluruh Menteri, Sekretariat
Jenderal, Gubernur, dan Sekretaris Daerah. Daftar penerima
penghargaan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel. Daftar penerima penghargaan untuk Pemerintah Daerah berprestasi dalam
perencanaan pembangunan

Provinsi/Kabupaten/Kota dengan Perencanaan


Terbaik I
Provinsi DKI Jakarta
Terbaik I
Kota Batu
Terbaik II
Provinsi Jawa Barat
Terbaik II
Kota Denpasar
Terbaik III Provinsi DI Yogyakarta
Terbaik III Kabupaten Donggala
Inovatif
Provinsi DKI Jakarta
Inovatif
Kabupaten Donggala
Progresif
Provinsi Gorontalo
Sumber: Data Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas

Semoga prestasi ini dapat memotivasi semua Pemerintah


Daerah untuk terus meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan di daerah masing-masing. [sy]

Penyusunan Laporan Kinerja (LKj) Tahun 2015


Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

irektorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian


PPN/Bappenas mempunyai tanggungjawab atas
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam mengelola
perencanaan pembangunan khususnya Bidang
Pengembangan Regional yang berdasarkan Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian PPN/Bappenas Tahun


2015-2019. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29
Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2004

buletin tata ruang & pertanahan

11

tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Perjanjian Kinerja,


Pelaporan Kinerja dan Reviu atas Laporan Kinerja,
Direktorat TRP wajib menyusun Laporan Kinerja (LKj) yang
mencakup informasi mengenai rencana, target dan capaian
kinerja (realisasi) yang telah dilaksanakan dalam Tahun
Anggaran 2015.
Isu utama pengembangan wilayah dalam RPJMN 20152019 ialah besarnya kesenjangan antarwilayah, khususnya
kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Diperlukan arah pengembangan wilayah yang dapat
mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan
wilayah KTI (Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara
dan Papua) dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan
di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.
Pada tahun 2015, sebagai Penanggungjawab penulisan
penyusunan LKj 2015 lingkup Kedeputian Pengembangan
Regional (UKE I) dibawah koordinasi Direktorat Perkotaan
dan Pedesaan. Untuk penyusunan Laporan Kinerja UKE II
Tahun 2015 Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
dikoordinasikan oleh Sub Direktorat Informasi dan
Sosialisasi (Sub Dit. Infosos TRP).
Koordinasi dilakukan melalui rapat koordinasi internal,
melalui media internet, atau berkomunikasi langsung
dengan para penanggung jawab. Sesuai dengan Perjanjian
Kinerja Tahun 2015, ringkasan capaian yang dihasilkan
selama Tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel.
Berdasarkan tabel, untuk melihat kesesuaian indikator renja
K/L 2016 dengan RKP 2016 bidang TRP telah dilakukan
kesesuaian muatan dengan dibandingkan antara sasaran,
program, kegiatan, indikator, target, dan anggaran antara
Renja K/L 2016 dengan RKP 2016. Pada Tahun 2015, Renja
K/L 2016 yang dianalisis adalah Renja Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk Bidang
Tata Ruang dan Pertanahan serta Renja Direktorat

Sinkronisasi Urusan Daerah I, Kementerian Dalam Negeri.


Tingkat kesesuaian antara muatan Renja K/L 2016 dengan
RKP 2016 Bidang TRP tidak mencapai target indikator
kinerja yaitu 50 persen dari target 80 persen. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan SOTK Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/BPN dan penyesuaian Arsitektur
dan Informasi Kinerja (ADIK) yang dilakukan pada
pertengahan tahun 2015.
Dengan tersusunnya laporan kinerja Direktorat Tata Ruang
dan Pertanahan Tahun 2015 diharapkan menjadi dasar
evaluasi untuk memperbaiki kinerja di level UKE II
(direktorat) sehingga dapat senantiasa memberikan hasil
yang terbaik untuk meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan di bidang tata ruang dan pertanahan di tahun
berikutnya. [sy]
Tabel. Target dan Realisasi Kinerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
Sasaran Strategis

Indikator Kinerja

Target

Tercapainya
perencanaan yang
terintegrasi, sinkron
dan sinergis
antardaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi
pemerintah dengan
penganggarannya

Realisasi

% Kesesuaian antara muatan RKP


2016 dengan RPJMN 2015 -2019
100%
100%
bidang tata ruang dan pertanahan
% kesesuaian muatan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja K/L)
80%
50%
2016 dengan RKP 2016 Bidang tata
ruang dan pertanahan
% kesesuaian rancangan Rencana
Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKA K/L)
50%
60%
2016 dengan RKP 2016 bidang tata
ruang dan pertanahan
Terlaksananya program % kesesuaian kajian pendukung
- program
perencanaan, pemantauan, evaluasi
100%
100%
pembangunan Bidang dengan lingkup Bidang TRP
Tata Ruang dan
Pertanahan sesuai
% program atau kegiatan di dalam
dengan rencana.
RKP 2015 yang dipantau dan tahun
sebelumnya yang dievaluasi untuk
60%
60%
lingkup bidang tata ruang dan
pertanahan
Meningkatnya peran
% dokumen perencanaan atau
Kementerian
pelaporan lainnya yang
100%
100%
PPN/Bappenas terkait disetujui/disepakati oleh pemberi
koordinasi kebijakan
tugas (Presiden, Wapres, Menko)
pembangunan nasional % K/L/P yang menindaklanjuti
lainnya Bidang Tata
program-program penugasan khusus
50%
50%
Ruang dan Pertanahan lingkup Bidang TRP
Sumber: Laporan Kinerja (LKj) Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan TA 2015

Predikat
Tercapai

Tidak
tercapai

Tidak
tercapai

Tercapai

Tercapai

Tercapai

Tercapai

Dinamika Penyusunan Agenda Kerja BKPRN 2016-2017

ebagai tindak lanjut Rakernas BKPRN 5 November


2015, telah dilakukan penyusunan rancangan Agenda
Kerja BKPRN 2016-2017. Rancangan tersebut diolah dari
hasil 4 sidang komisi berikut: i) Integrasi Nawacita ke dalam
Rencana Tata Ruang; ii) Penguatan Peran Lembaga
Koordinasi Penataan Ruang di Daerah; iii) Sinkronisasi
Rencana Tata Ruang dan pembangunan; serta iv)
Pengelolaan Konik Pemanfaatan Ruang.
Usulan program lintas K/L dari seluruh sidang komisi
tersebut dicermati pada tanggal 25 November 2015, dan
juga disinkronkan karena terdapat usulan yang sama dari
lebih dari 1 sidang komisi. Selanjutnya dilakukan penajaman
melalui beberapa kali pembahasan teknis, terakhir pada
tanggal 7 April 2016.
Rancangan agenda kerja BKPRN 2016-2017 yang terdiri
atas 24 program lintas K/L, telah didistribusikan Direktorat

12

buletin tata ruang & pertanahan

Gambar. Rapat Teknis BKPRN (sumber: v2.bkprn.org)

Tata Ruang dan Pertanahan kepada K/L terkait. Nantinya


implementasi agenda kerja BKPRN akan dipantau oleh
Sekretariat BKPRN, sebagai bahan penyusunan rancangan
Laporan Kegiatan Semester BKPRN. Tentunya dibutuhkan
dukungan kerjasama berbagai pihak terkait untuk efektivitas
pemantauan dan pelaporan realisasi agenda kerja BKPRN.
[sy]

Penyusunan Pedoman Strategi Komunikasi


Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

kajian

Sumber: Google

omunikasi merupakan hal yang esensial dalam


kehidupan kita. Komunikasi merupakan aktivitas
penting dalam kehidupan organisasi dan juga dalam
kehidupan secara umum. Kita semua berinteraksi dengan
sesama dengan melakukan komunikasi. Komunikasi dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana maupun yang
kompleks, dan teknologi kini telah merubah cara manusia
berkomunikasi secara drastis.

Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang terucap


belaka, melainkan bentuk dari segala interaksi: senyuman,
anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap badan,
ungkapan minat, sikap dan perasaan yang sama.
Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci
dalam komunikasi. Tanpa penerimaan pengertian yang
sama, maka yang terjadi adalah dialog antara orang satu.
Oleh karenanya, dalam suatu organisasi yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling bergantung atau adanya
koordinasi, tujuan organisasi tersebut tidak akan tercapai
tanpa manajemen dan komunikasi.
Manajemen ada, jika ada tujuan yang akan dicapai dan
diselesaikan. Korelasi antara ilmu komunikasi dengan
organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus pada
manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan
organisasi. Tujuan organisasi tidak terlepas dari peran
pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
mampu menguasai komunikasi dengan baik pula. Dengan
penguasaan komunikasi yang baik seorang pemimpin
memiliki nilai tambah, baik dalam kehidupannya secara
umum, maupun dalam mengkontribusikan dirinya di tempat
kerja, sehingga lebih produktif.
Komunikasi juga dikatakan sebagai inti dari kepemimpinan.
Kepemimpinan yang efektif dapat dicapai melalui proses
komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin kepada
anggotanya. Visi pemimpin bisa saja bagus, namun tanpa
komunikasi yang efektif, maka visi tersebut tidak akan
pernah bisa terwujud. Dalam mengkomunikasikan visi, maka
pemimpin harus bisa menyampaikan suatu gambaran di
masa depan yang mendorong antusiasme serta komitmen
orang lain.
Melihat kebutuhan diatas maka adanya strategi komunikasi
dan informasi yang tepat sasaran menjadi kebutuhan
penting bagi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (Dit.
TRP), Kementerian PPN/Bappenas dan juga Kementerian/
Lembaga (K/L) terkait yang tergabung dalam Badan

Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Hal


tersebut berhubungan dengan penyiapan, pelaksanaan,
perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi penyusunan,
dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang
tata ruang dan pertanahan, serta pemantauan dan penilaian
atas pelaksanaannya, termasuk didalamnya fungsi informasi
dan sosialisasi. Direktorat TRP Bappenas dibawah
Kedeputian Pengembangan Regional mempunyai Sub
Direktorat Informasi dan Sosialisasi (Subdit Infosos) yang
bertugas mengumpulkan data dan informasi tata ruang dan
pertanahan, melaksanakan inventarisasi kebijakan di bidang
tata ruang dan pertanahan, serta melakukan sosialisasi
dalam pelaksanaannya.
Strategi komunikasi penting dilakukan untuk mengetahui
posisi target audiens. Selain itu strategi komunikasi juga
berguna untuk mendorong kebijakan Tata Ruang dan
Pertanahan (TRP) sebagai acuan, dapat diadopsi, dan
diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan. Hal
inilah yang didiskusikan dalam forum diskusi dan konsultasi
yang diselenggarakan oleh Subdit Informasi dan Sosialisasi
Direktorat TRP Bappenas tanggal 13 Januari 2016 di Hotel
Millenium Jakarta. Kegiatan ini disupervisi oleh PROTARIH
(Program Tata Ruang dan Investasi Hijau Papua) dan
didukung oleh tenaga konsultan dari Speak Indonesia.
Peserta berasal dari direktorat-direktorat Bappenas, Biro
Pusdatinrenbang dan Biro Humas Bappenas, Bina Bangda
Kemdagri, dan Kementerian ATR/BPN.
Dalam kesempatan tersebut Biro Humas Bappenas, yang
menjadi salah satu narasumber, memberikan contoh isu
komunikasi di pemerintahan. Rata-rata para menteri di
Indonesia masih terlihat kurang paham terhadap data-data
yang bersifat detail, sehingga kurang tepat jika
menggunakan menteri sebagai komunikator untuk
mensosialisasikan informasi detail ke media massa. Hal ini
lebih cocok ditangani oleh Eselon I atau Eselon II
kementerian tersebut. Sementara itu, kata-kata yang
digunakan untuk penulisan pada kebijakan RPJMN, bagi
orang awam yang bukan spesik di bidangnya, dianggap
seperti berkhayal, kurang jelas, dan seakan menutup-nutupi
apa yang menjadi kegiatan sebenarnya. Hal ini harus
diperbaiki dengan menggunakan kata-kata straight to the
point agar pesan yang disampaikan dapat diterima audiens.
Di akhir dari kegiatan ini, Bapak Deputi Gubernur DKI
Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Oswar Mungkasa, mantan Direktur Tata Ruang dan

buletin tata ruang & pertanahan

13

Pertanahan Bappenas, memberikan insight atas kritikannya


terhadap situs Kementerian PPN/Bappenas dan proses
komunikasi eksternal terkait kebijakan-kebijakan
pemerintah. Menurut Oswar, komunikasi pada dasarnya
sangat bergantung pada dua hal, yaitu komitmen dan
campaign. Maka dari itu pihak-pihak yang bekerja
menyuarakan kebijakan pemerintah harus berkomitmen dan
concern terhadap kampanye pemerintah.
Penyusunan dokumen strategi komunikasi yang dilakukan
oleh Direktorat TRP selama tahun 2015 dan awal tahun
2016 bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
upaya-upaya komunikasi yang dilakukan terkait bidang tata
ruang dan pertanahan, serta menjadi panduan bagi seluruh
staf dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi maupun

sharing pengetahuan/informasi, terutama mengenai


kebijakan pembangunan bidang tata ruang dan pertanahan.
Dengan demikian, hasil yang diperoleh akan memberikan
gambaran rumusan kebutuhan lembaga berkaitan dengan
strategi komunikasi bidang tata ruang dan pertanahan.
Gambaran rumusan kebutuhan tersebut diperoleh dari
penjajakan kebutuhan melalui assessment, adanya rencana
aksi kegiatan atau tindak lanjut sosialisasi, dan koordinasi
terkait strategi komunikasi bidang tata ruang dan
pertanahan. Diharapkan dokumen strategi komunikasi ini
tepat sasaran dan dapat dilengkapi dengan panduan singkat
mengenai cara menyusun dan menggunakan strategi
komunikasi bidang tata ruang dan pertanahan. [sy]

Strategi Komunikasi Bidang Tata Ruang dan Pertanahan


Periode 2016-2019
Ruang lingkup Strategi Komunikasi Tata Ruang dan Pertanahan (TRP) 2015-2019 meliput semua kegiatan perencanaan
komunikasi untuk mendorong agar kebijakan tata ruang dan pertanahan menjadi acuan dan diimplementasikan oleh
pemangku kepentingan melalui proses intervensi perubahan perilaku target group sesuai arahan RPJMN Nasional ke-3
(2015-2019). Upaya untuk menyusun dokumen strategi komunikasi tata ruang dan pertanahan menjadi hal penting
mengingat beberapa regulasi telah diturunkan dalam upaya memperbaiki kualitas penyajian informasi dan membangun
komunikasi yang bersifat dua arah, dalam rangka melibatkan partisipasi semua pihak pemangku kepentingan dan
masyarakat sipil. Penyusunan dokumen strategi komunikasi berlandaskan pada regulasi, antara lain UU Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 65 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengenai
peran serta masyarakat
Tujuan komunikasi bidang tata ruang dan pertanahan adalah mendorong agar kebijakan nasional tata ruang dan
pertanahan menjadi acuan dan diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan. Skema antara goals dan
perumusan tujuan komunikasi TRP tergambar dalam skema dibawah ini:

ARAHAN RPJMN 2015-2019


Kapasitas kelembagaan tata ruang yang mantap
dan ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan
rencana tata ruang

Tujuan Komunikasi Tata Ruang


Mendorong agar kebijakan TRP menjadi acuan,
diadopsi dan diimplementasikan oleh pemangku
kepentingan

Target Grup Primer:


Sinkronisasi dan Sinergi

Target Grup Sekunder:


Kebijakan TRP menjadi
acuan dari berbagai sektor

ISU STRATEGIS TATA RUANG


1. RTR sebagai acuan pembangunan berbagai sektor
2. Pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang
3. Kelembagaan penyelenggara tata ruang

ISU STRATEGIS PERTANAHAN


1. Jaminan kepastian hukum Hak Masyarakat atas tanah
2. Ketimpangan P4T serta kesejahteraan masyarakat
3. Kinerja pelayanan pertanahan
4. Ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

Gambar 1. Skema Perumusan Tujuan Komunikasi TRP


(Sumber: Dokumen Strategi Komunikasi Tata Ruang dan Pertanahan, 2016)

14

buletin tata ruang & pertanahan

Target Grup Tersier:


Memperluas pemahaman
publik dan pemangku
kepentingan terkait

Berdasar isu dan pemetaan target group atau target audiens dipetakan ada 3 (tiga) tingkatan grup yang perlu dilakukan
intervensi komunikasi karena keberadaan mereka sangat terkait dengan pencapaian tujuan diatas. Klasikasi dari target
group adalah tercantum dalam tabel berikut:
Tabel. Target Group dan Isu Strategis Komunikasi TRP
Jenis Audiens

Target Group

Isu Strategis

Audiens Primer
Target group yang terkait
langsung dalam koordinasi
& sinkronisasi untuk
pengambilan keputusan
(internal relation)

1. Internal Bappenas,
meliputi Direktorat terkait
dalam Kedeputian
Pengembangan Regional,
Biro Humas dan Biro
Pusdatinrenbang
Kementerian PPN/
Bappenas
2. Kementrian terkait dalam
BPKPRN (terutama
Kementerian Dalam
Negeri dan Kementerian
ATR/BPN)

Sinkronisasi dan Sinergi


lintas sektor

Audiens Sekunder
target group yang terkait
langsung dalam
implementasi kebijakan TRP
(government relation)

1. Kementerian/lembaga
terkait
2. Pemda Provinsi
3. Pemda Kabupaten/Kota
4. Mitra non pemerintah

Kebijakan TRP menjadi


acuan untuk berbagai sektor

Audiens Tersier
Target group
berperpengaruh dalam
mendukung capaian tujuan
dan implementasi TRP
(community relation dan
media relation)

1. Publik/masyarakat umum
2. Institusi mass media
3. Sektor Swasta

Peningkatan pemahaman
publik dan pemangku
kepentingan terhadap TRP

Sumber: Dokumen Strategi Komunikasi Tata Ruang dan Pertanahan, 2016

Untuk pencapaian tujuan strategi bidang TRP, diperlukan pendekatan yang tepat diantaranya public
campaign, advokasi, mobilisasi sosial dan disertai dengan penguatan kapasitas (training/lokakarya) untuk melihat
beberapa permasalahan di daerah, salah satunya yaitu rendahnya kemampuan mengimplementasikan RTRW.

Gambar 2. Opsi Pendekatan Komunikasi TRP


(Sumber: Dokumen Strategi Komunikasi Tata Ruang dan Pertanahan, 2016)

Pada dasarnya message atau pesan adalah suatu isi atau substansi yang akan disampaikan kepada target
sasaran/target group untuk menggerakkan perilaku kearah yang diharapkan. Pengunaan pesan yang ideal dirancang
secara khusus (tailored message) untuk khalayak yang spesik, dan tidak bisa disama ratakan kepada semua kecuali
pesan yang bersifat sangat umum (biasanya untuk pesan komersial). Tag Line atau kata kunci utama untuk memayungi
semua pesan dalam target grup TRP direkomendasikan sebagai berikut: (1) Tata ruang yang baik, investasi
pembangunan berkelanjutan; dan (2) Tata Ruang untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sumber:
[1] Dokumen Strategis Komunikasi Tata Ruang dan Pertanahan. (2016). Kementerian PPN/Bappenas RI

buletin tata ruang & pertanahan

15

Rangkaian Aktivitas Direktorat Tata Ruang dan


Pertanahan (Januari-Mei 2016)

16

trp in frame

Foto 1. Dit. TRP melaksanakan Lokakarya Strategi Komunikasi,


13 Januari 2016

Foto 2. Demo pelaksanaan Knowledge Management untuk lingkungan Kedeputian


Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, 10 Februari 2016

Foto 3. Rapat Teknis BKPRN, 18 Februari 2016

Foto 4. Penilaian Tahap 2 Anugerah Pangripta Nusantara (APN) 2016


Prov. DKI Jakarta, 18 Februari 2016

Foto 5. Bilateral Meeting antara Dit. TRP dengan


Kementerian ATR/BPN, 3 Maret 2016

Foto 6. Rapat Teknis BKPRN,


16 April 2016

Foto 7. Dit. TRP menerima kunjungan dari DPRD Prov. Gorontalo,


12 Mei 2016

Foto 8. FGD Pengembangan Aetropolis Kertajati, 25 Mei 2016

buletin tata ruang & pertanahan

Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015


tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019

sosialisasi peraturan

ada tanggal 8 Januari 2015 yang lalu Pemerintah secara resmi telah mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional untuk jangka waktu tahun 2015 hingga 2019 mendatang. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2015-2019 oleh Presiden. Penetapan RPJMN oleh Presiden merupakan amanat konstitusi yang tertuang di dalam Pasal
19 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Presiden diharuskan
dapat menetapkan RPJMN melalui Perpres paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dilantik. Perpres ini terdiri dari batang tubuh yang
berisi pasal-pasal yang mengatur RPJMN 2015-2019 ini dan lampiran yang memuat penjabaran secara teknis dan menyeluruh
mengenai RPJMN 2015-2019 dalam bentuk 3 (tiga) buku.
RPJMN disusun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Menteri PPN/Bappenas). Sebelum menyusun rancangan
akhir RPJMN 2015-2019, Kementerian PPN/Bappenas
melakukan koordinasi dan sinkronisasi program bersama
daerah-daerah agar tidak terjadi tumpang tindih aturan serta
program antara pemerintah pusat dan daerah. Koordinasi
dan sinkronisasi dilakukan melalui Musyawarah Rencana
Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) yang
dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2014 lalu.
Pelaksanaan Musrenbangnas itu sendiri diawali dengan
rangkaian pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi lainnya
di tingkat pusat, regional, dan daerah seperti Rapat
Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus),
Musrenbang tingkat daerah dan Musrenbang tingkat
regional (Musrenbangreg) yang berlangsung pada Oktober
hingga November 2014. Setelah dibahas dan disepakati
pada Musrenbangnas, rancangan RPJMN kemudian dibawa
oleh Menteri PPN/Bappenas pada sidang kabinet untuk
dibahas bersama dan dapat ditetapkan oleh Presiden.
RPJMN merupakan dokumen perencanaan pembangunan
pada tingkat nasional pada masa periode 5 (lima) tahun.
RPJMN 2015-2019 adalah rencana pembangunan untuk
masa periode terhitung sejak tahun 2015 sampai dengan
tahun 2019. RPJMN adalah tahapan ketiga dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025 yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Undangundang Nomor 17 Tahun 2007.
Pada Perpres ini dinyatakan bahwa RPJMN 2015-2019 ini
berisi penjabaran dari visi, misi, dan program kerja Presiden
dan Wakil Presiden hasil Pemilihan Umum tahun 2014.
RPJMN 2015-2019 disusun sebagai penjabaran dari visi,
misi, dan agenda (Nawacita) Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dengan
menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun
sebelumnya oleh Kementerian PPN/Bappenas dan
berpedoman pada RPJPN 2005-2025.
RPJMN memuat strategi mengenai pembangunan nasional,
kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas
kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh. Gambaran
perekonomian yang dimaksud termasuk arah kebijakan
skal dalam rencana kerja, berupa kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RPJMN


RPJMN 2015-2019 adalah pedoman untuk menjamin
pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden, dan
juga sekaligus untuk menjaga arah pembangunan nasional
agar konsisten dengan tujuan di
dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan RPJPN 2005-2025.
Pada penyelenggaraan
pemerintahan, RPMJN menjadi
pedoman bagi pemerintah
dalam menyusun Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) dan
bagi kementerian/lembaga
dalam menyusun rencana
pembangunan jangka
menengah kementerian/
lembaga atau yang sering
disebut sebagai rencana
strategis (renstra) kementerian/
Gambar. Lampiran Perpres No.5
Tahun 2015 (sumber: Google)
lembaga. Selain itu, sesuai
dengan Pasal 2 ayat (3) pada Perpres ini, RPJMN berfungsi
sebagai bahan proses penyusunan dan penyesuaian RPJM
Daerah dengan tetap memperhatikan tugas dan fungsi
daerah dalam mencapai sasaran nasional yang termuat di
dalam RPJMN.
Pemerintah daerah dan kementerian/lembaga harus
melaksanakan program-program yang ada pada RPJMN
dengan sebelumnya melakukan konsultasi dan koordinasi
terlebih dahulu dengan Kementerian PPN/Bappenas dalam
melakukan proses penyusunan RPJM Daerah maupun
renstra. Hal ini disebutkan pada Pasal 3 ayat (2) dan (3).
Dalam proses implementasi dari apa yang termuat di dalam
RPJMN, perlu dilakukan adanya pemantauan dan evaluasi
terhadap keberlangsungan proses pelaksanaan kegiatan
berdasarkan RPJMN tersebut. Pada Pasal 4 ayat (1)
Perpres ini, Presiden mengamanatkan Menteri PPN/
Bappenas untuk melakukan pemantauan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan RPJMN. Pemantauan dan evaluasi
dilakukan secara berkala pada waktu paruh tahun dan akhir
tahun terakhir pelaksanaan RPJMN.
Agenda Pembangunan Nasional
Pada lampiran Perpres disebutkan bahwa untuk menuju

buletin tata ruang & pertanahan

17

dan tujuan dalam proses membangun, pembangunan


nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu
memprioritaskan pada upaya mencapai:
1) kedaulatan pangan;
2) kecukupan energi; dan
3) pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan.
Proses pembangunan nasional yang tertuang di dalam
lampiran (Buku I) RPJMN 2015-2019 juga harus semakin
mengarah kepada:
1) kondisi peningkatan kesejahteraan berkelanjutan;
2) warganya berkepribadian dan berjiwa gotong royong;
3) masyarakatnya memiliki keharmonisan antarkelompok
sosial; dan
4) postur perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan
yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas,
berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta
kemampuan iptek sambil bergerak menuju kepada
keseimbangan antarsektor ekonomi dan antarwilayah;
serta
5) semakin mencerminkan keharmonisan antara manusia
dan lingkungan.
Kebijakan pembangunan nasional yang ditulis dalam
RPJMN 2015-2019 memiliki visi pembangunan
Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong. Upaya
untuk mewujudkan visi ini tertuang melalui 7 Misi
Pembangunan tahun 2015-2019, yaitu:
1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga
kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi
dengan mengamankan sumber daya maritim, dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan.
2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan
demokratis berlandaskan negara hukum.
3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan
memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang
tinggi, maju, dan sejahtera.
5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan
nasional.
7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam
kebudayaan.
Agenda satu tahun pertama dalam RPJMN 2015-2019, di
dalam Perpres ini juga dimaksudkan sebagai upaya dalam
membangun fondasi untuk melakukan akselerasi yang
berkelanjutan pada tahun-tahun berikutnya, disamping
melayani kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat yang
tergolong mendesak. Sementara, agenda lima tahun selama
tahun 2015-2019 sendiri diharapkan juga akan meletakkan
fondasi yang kokoh bagi tahap-tahap pembangunan
selanjutnya.
Secara umum strategi pembangunan nasional pada RPJMN
2015-2019 menggariskan 4 (empat) hal, yaitu norma-norma
pembangunan yang diterapkan dalam RPJMN 2015-2019,

18

buletin tata ruang & pertanahan

Gambar. Bappenas bertugas memantau dan mengevaluasi proses


pelaksanaan RPJMN (sumber: www.bappenas.go.id)

dimensi pembangunan, kondisi perlu, serta quickwins


dan program lanjutan lainnya.
Norma pembangunan yang diterapkan dalam RPJMN
2015-2019 adalah sebagai berikut:
1) Membangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
dan masyarakat
2) Setiap upaya meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran,
produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang
makin melebar yang dapat merusak keseimbangan
pembangunan. Perhatian khusus kepada peningkatan
produktivitas rakyat lapisan menengah-bawah, tanpa
menghalangi, menghambat, mengecilkan dan mengurangi
keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi
agen pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
3) Aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan
daya dukung lingkungan dan mengganggu keseimbangan
ekosistem.
Adapun dimensi pembangunan nasional dalam RPJMN
2015-2019 terdiri dari:
1) Dimensi Pembangunan Manusia, artinya pembangunan
dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan
masyarakat melalui bidang pendidikan, kesehatan,
perumahan, dan mental/karakter
2) Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, dengan
prioritas kedaulatan pangan, kedaulatan energi &
ketenagalistrikan, kemaritiman dan kelautan, serta
pariwisata dan industri
3) Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan, artinya
pembangunan harus dapat menghilangkan/memperkecil
kesenjangan yang ada, baik kesenjangan antarkelompok
pendapatan, maupun kesenjangan antarwilayah.
Sementara itu, kondisi perlu yaitu kondisi-kondisi yang
diperlukan sebagai syarat pembangunan berkualitas, antara
lain kepastian dan penegakan hukum, keamanan dan
ketertiban, politik dan demokrasi, serta tata kelola dan
reformasi birokrasi. Quickwins berarti hasil pembangunan
nasional harus dapat segera diihat hasilnya karena output
cepat dapat dijadikan contoh dan acuan bagi masyarakat
tentang arah pembangunan yang sedang berjalan, sekaligus
dapat meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat.
[rp]

ringkas buku

Ringkas Buku:

Kebijakan Satu Peta (One Map Policy): Roh Pembangunan


dan Pemanfaatan Informasi Geospasial di Indonesia

ahun 2010, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kecewa dengan jawaban lembagalembaga yang memiliki fungsi mengelola hutan terkait luasan areal hutan di Indonesia untuk
kepentingan penghitungan karbondioksida, pasalnya, saat itu masing-masing lembaga tidak
memberi jawaban yang pasti dan menyampaikan data yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan referensi dasar dari peta yang disusun. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada
sidang kabinet Desember 2010 menyampaikan bahwa harus ada satu peta sebagai rujukan. Oleh
karena itu, sebagai langkah lebih lanjut lahirlah Kebijakan Satu Peta.
Pengertian dan Implementasi
Penyelenggaraan
pembangunan informasi
Geospasial (IG) dengan
Kebijakan Satu Peta atau One
Map Policy dilandasi oleh UU No 4/2011 tentang Informasi
Geospasial. Tujuan undang-undang ini adalah (1) menjamin
ketersediaan dan akses IG yang dapat dipertanggungjawabkan, (2) mewujudkan kebergunaan dan
keberhasilgunaan IG melalui kerja sama, koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi, (3) mendorong penggunaan IG
dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Untuk
melaksanakan UU ini disiapkan pula beberapa produk
hukum sebagai peraturan perundangan turunannya,
diantaranya:
1. Perpres No. 94 Tahun 2011 tentang BIG
2. Inpres No. 10 Tahun 2011 tentang PPIB
3. Inpres No.6 Tahun 2012 tentang Citra Tegak
4. Perpres No. 27 Tahun 2014 tentang JIGN

Gambar 1. Grak berbagai Peraturan Perundangan terkait Informasi Geospasial

Kebijakan Satu Peta bertujuan agar terbangunnya informasi


geospasial yang andal melalui penyelenggaraan yang tertib,
terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna. Kebijakan Satu
Peta merupakan kebiajakan yang mengarahkan agar dalam
penyusunan dan pemanfataan Informasi Geospasial harus
memenuhi 4 (empat) hal, yaitu satu referensi, satu standar,
satu database, dan satu geoportal. Berikut penjelasan dari
masing-masing komponen:
a. Satu Referensi

Kegiatan survei dan pemetaan dalam pelaksanaan


proses pembangunan IG harus merujuk kepada satu
referensi yang baku. Referensi ini dibangun oleh Badan
Informasi Geospasial (BIG) sebagai satu-satunya
lembaga yang membangun Informasi Geospasial Dasar
(IGD). IGD terdiri dari Jaring Kontrol Geodesi (JKG) dan
Peta Dasar. JKG merupakan titik ikat paku pada proses
pengukuran pemetaan di lapangan agar setiap titik yang
dicatat koordinatnya dan posisi ketinggiannya memiliki
nilai yang pasti. Dengan JKG yang baku dan setiap
kegiatan pemetaan merujuk pada JKG, maka akan
dihasilkan peta-peta yang akurat dan terintegrasi. Setelah
itu, BIG pun bertanggung jawab membuat peta dasar
yang baku sebagai rujukan pembuatan peta tematik pada
kementerian/lembaga lain.
b. Satu standar.
Peta tematik disusun oleh satu atau lebih lembaga yang
berkepentingan. Untuk menghindari overlap karena
berasal dari beberapa stakeholder, maka perlu disusun
keseragaman format untuk kandungan, bentuk, atau kenis
sajiannya. Format tersebut tertuang dalam kaidah yang
baku berupa Norma Standar Prosedur dan Kriteria
(NSPK) yang menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Standar ini mengatur mengenai klasikasi objek, metode,
cara survei pemetaan, dan pembuatan peta.
c. Satu database
Informasi geospasial merupakan pengintegrasian antara
data spasial dan data statistik atau data lainnya sebagai
atribut dari data spasial. Oleh karena itu dalam
pembangunnya diperlukan sistem basis data yang sama.
Dalam UU IG diamanatkan bahwa sistem basis data
geospasial meliputi pengaturan kelembagaannya, tata
laksana, dan tata kelola disamping pembakuan basis
data, substansi aspek spasial, dan atributnya. Satu
geodatabase ini merupakan upaya agar pembangunan IG
yang melibatkan banyak kepentingan dilakukan dalam
satu langkah yang jelas dan pasti.
d. Satu geoportal
Informasi geospasial harus mudah diakses dan dibagipakaikan (sharing) sehingga perlu ada infrastrukurnya.
Infrastruktur tersebut berupa Jaring Informasi Geospasial
Nasional (JIGN). Melalui JIGN inilah kemudian dibangun
satu platform berbagipakai data dan informasi geospasial
berupa Geospasial Portal Nasional yang dikenal dengan
Ina Geoportal (Indonesia Geospasial Portal /
http://tanahair.indonesia.go.id)
Pada tahun 2014, terbitlah Perpres No. 27 Tahun 2014
tentang Jaringan Informasi Geospasial (JIGN) menggantikan

buletin tata ruang & pertanahan

19

Perpres No. 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial


Nasional. Perpres ini menyempurnakan peraturan
sebelumnya dalam rangka implementasi UU IG. Perpres
yang baru mewajibkan terbangunnya simpul jaringan data
spasial di masing-masing lebaga pemerintah. Simpul
jaringan merupakan institusi yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pengumpulan, pemeliharaan,
pemutakhiran, pertukaran, dan penyebarluasan data
geospasial tertentu (tematik). Simpul jaringan di setiap
K/L/Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki 3 (tiga) fungsi
untuk menunjang pembangunan IG nasional, yaitu: sebagai
wali data spasial, unit kliring, dan pusat data geospasial.
Pembangunan simpul jaringan merupakan proses untuk
mendorong terwujudnya inisiatif tentang mekanisme
penyediaan akses dan berbagi pakai data dan informasi
geospasial antar institusi K/L/Pemda yang terkoordinasi.
Saat ini BIG telah memiliki Geospatial Support Command
Center (GSCC) yang melakukan pemantauan status
keaktifan simpul jaringan. Telah terbangun 25 simpul
jaringan dari pusat dan daerah yang menjadi percontohan.
UU IG mengamanatkan bahwa dalam kurun waktu 2 (dua)
tahun sejak diundangkan, peraturan perundangan
turunannya harus sudah disiapkan serta diberi waktu selama
3 tahun sebagai masa transisi untuk menyelaraskan produk
IG yang telah dibangun agar sesuai dengan amanah UU IG.
Sampai tahun 2014, BIG telah melakukan beberapa upaya
dalam rangka pelaksanaan UU IG tersebut, yaitu:
a. Hingga tahun 2014 telah terbit beberapa Peraturan
Pemerintah (PP) dan Peraturan/Keputusan Kepala BIG
sebagai turunan dari UU IG. Salah satunya ialah PP No 9
Tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
b. Kesiapan Informasi Geospasial Dasar dan Infrastruktur
Lainnya. Sebagaimana diamanatkan bahwa
pembangunan IG terdiri dari Informasi Geospasial Dasar
(IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). IGT
dibangun dengan merujuk pada IGD yang dibuat oleh BIG
untuk menjamin terbangunnya IG yang dapat
dipertanggungjawabkan. Berikut jenis-jenis IG yang perlu
disiapkan untuk mendukung Kebijakan Satu Peta.

memiliki 10.000 titik kontrol vertikal. BIG juga atelah


mencanangkan Datum Tunggal (SRGN13) sebagai
sistem referensi geospasial Nasional untuk dijadikan
acuan dalam kegiatan survei dan pemetaan agar
menghasilkan IG yang dapat diintegrasikan. Untuk
kesediaan peta dasar, telah tersedia Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI) skala 1:250.000 untuk seluruh Indonesia
dan Peta RBI skala 1:25.000 untuk Pulau Jawa, Nusa
Tenggara, dan Sulawesi. Sedangkan RBI skala 1:10.000
dan 1:5.000 baru pada beberapa kota/kabupaten saja.
Untuk ketersediaan infrastruktur lainnya, BIG telah
membangun infrastruktur jaring data spasial nasional
(JDSN) dan membangun Portal Geospasial Nasional
yang dikenal dengan Ina Geoportal berbasis sistem
informasi geogras (GIS).
c. Strategi percepatan dan pembangunan IGD dengan
prioritas Peta RBI 1:50.000 dan 1:25.000 dengan
mekanisme kerja sama dengan pengguna serta
pemerintah daerah. Mekanisme kerja sama juga
dilakukan dengan adanya Rakornas dan Rakorda sebagai
forum komunikasi dan koordinasi pembangunan IG bagi
antar K/L dan juga bagi Pemerintah Daerah.
Membumikan Informasi Geospasial
Informasi geospasial merupakan bahasa dasar mengenai
kondisi sik tempat wilayah kita, Indonesia. Dalam bagian
terakhir buku Kebijakan Satu Peta karya Dr. Asep Karsidi ini,
dibahas mengenai pentingnya Informasi Geospasial dan halhal terkait berhubungan dengan informasi geospasial.
Penulis berbagi pengetahuan mengenai Pentingnya SDM
kelautan dalam Penguasaan Teknologi Geospasial,
mengurangi risiko bencana dengan melek peta, bantuan BIG
dalam mengatasi berbagai persoalan DKI Jakarta, informasi
geospasial untuk optimalisasi otonomi daerah,
mengintegrasikan informasi geospasial, informasi geospasial
menunjang ketahanan pangan, dukungan BIG dalam
pemberantasan narkotika, pemetaan terintegrasi untuk
kesejahteraan rakyat, menata nama-nama geogra, peranan
data geospasial dalam pengelolaan pulau-pulau terluar,
paradigma baru: semua orang bisa membuat peta secara
interaktif. Disini penulis ingin menunjukkan pentingnya
informasi geospasial yang dapat digunakan dan berkaitan
dalam berbagai bidang: bencana, pangan, narkotika,
kesejahteraan, perbatasan, dan sebagainya. Oleh karena itu
semakin menunjukkan pentingnya Kebijakan Satu Peta
menjadi pegangan baku bagi penyelenggaraan informasi
geospasial agar manfaatnya menjadi tepat guna.
Cakupan Isi Buku
Buku ini terdiri atas 5 bab yang menjelaskan mengenai
dasar-dasar, tujuan, hingga pengimplementasian kebijakan
satu peta di Indonesia.

Gambar 2. Jenis-jenis data Informasi Geospasial (IG)

Pada tahun 2014 telah terbangun JKGN horizontal


sebanyak 700, namun masih kurang 573 titik. Sedangkan
untuk JKGN vertikal masih kurang 4.089 titik untuk

20

buletin tata ruang & pertanahan

Bab pertama menjelaskan dasar-dasar dalam kebijakan


satu peta. Dengan judul 'One Map Policy', bab ini
menjelaskan mengenai landasan hukum kebijakan satu
peta, transformasi Bakorsustanal menjadi BIG, sejarah
kebijakan satu peta, serta sifat-sifat yang perlu dipenuhi
dalam penyusunan dan pemanfaatan Informasi Geospasial.

Gambar 3. Komponen Kebijakan Satu Peta

Bab kedua menjelaskan contoh kasus tentang pentingnya


kebijakan satu peta untuk menghindari konik dalam
penguasaan lahan. Konik penguasaan lahan diindikasikan
dengan adanya tumpang tindih perizinan sektoral. Pada bab
ini dijelaskan mengenai faktor teknis maupun nonteknis
yang mengakibatkan terjadinya konik perizinan sektoral
tersebut. Contoh kasus disajikan dengan penjelasan
metodologi dan hasil kajian potensi konik penguasaan
lahan pada seluruh wilayah daratan Indonesia. Hasil kajian
menyatakan bahwa luasan wilayah potensi konik
penguasaan lahan yang cukup masif berada di Kalimantan,
Sumatera, dan Papua. Untuk menghindari adanya konik
perizinan sektoral diperlukan adanya keterbukaan dan akses
masyarakat terhadap informasi geospasial terkait sesuai
dengan kepentingannya.

jatuh tempo peraturan tersebut pada 21 April 2014. Pada


bab ini dijelaskan mengenai upaya-upaya apa saja yang
sudah dilakukan sejak diterbitkannya undang-undang
informasi geospasial di tahun 2011. Upaya-upaya tersebut
termasuk regulasi-regulasi pendukung, pembangunan Jaring
Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) dan peta-peta dasar, serta
infrastruktur berbagi pakai. Dalam setiap upaya tersebut
memang belum sepenuhnya selesai dan masih perlu banyak
penyempurnaan, oleh karena itu dijelaskan pula mengenai
strategi percepatan pembangunan IGD dan
penyelenggaraan rakornas dan rakorda sebagai forum
koordinasi antar pemangku kepentingan untuk mengawal
dan mensinergiskan keberjalanan pembangunan informasi
geospasial di bawah garis Kebijakan Satu Peta (One Map
Policy)

Bab ketiga menjelaskan mengenai pensinergian


pembangunan informasi geospasial melalui simpul jaringan.
Pada bab ini dijelaskan juga mengenai denisi simpul
jaringan, tipe simpul jaringan, tata kelola simpul jaringan,
dan bagaimana mensinergikan pembangunan informasi
geospasial tersebut. Simpul jaringan di setiap kementerian
atau lembaga dan pemerintah daerah pada seluruh
tingkatan membentuk Jaring Informasi Geospasial Nasional
(JIGN) yang berfungsi untuk berbagi pakai data dan
informasi geospasial secara nasional. Masing-masing simpul
bertanggung jawab untuk menjaga kualitas dari data
geospasial tematiknya. BIG, satu-satunya lembaga
penyelenggaraan IGD sebagai rujukan semua kepentingan
dalam melakukan IGT, menjadi lembaga penghubung simpul
yang bertanggung jawab memastikan infrastruktur berbagi
data tersebut berhasil guna dan berdaya guna.

Bab kelima bertajuk Membumikan Informasi Geospasial.


Bab ini terdiri atas beberapa artikel mengenai informasi
geospasial yang telah dimuat di Majalah Sains Indonesia.
Artikel-artikel terkait dengan pentingnya SDM kelautan
dalam penguasaan teknologi geospasial, mengurangi risiko
bencana dengan melek peta, bantuan BIG dalam mengatasi
berbagai persoalan DKI Jakarta, informasi geospasial untuk
optimalisasi otonomi daerah, mengintegrasikan informasi
geospasial, informasi geospasial menunjang ketahanan
pangan, dukungan BIG dalam pemberantasan narkotika,
pemetaan terintegrasi untuk kesejahteraan rakyat, menata
nama-nama geogra, peranan data geospasial dalam
pengelolaan pulau-pulau terluar, paradigma baru: semua
orang bisa membuat peta secara interaktif. Bab kelima
ditutup dengan pengalaman penulis pada User Conference
ESRI di Sandiego, California yang membicarakan mengenai
konteks dan kandungan informasi geospasial. [ds]

Bab keempat menjelaskan mengenai kesiapan BIG dalam


mengimplementasikan UU No. 4 Tahun 2011 mengingat

buletin tata ruang & pertanahan

21

melihat dari dekat

Studi Banding Mengenai


Tata Ruang dan Pertanahan di Inggris

oleh: Ir. Nana Apriyana, M.T.


Staf Fungsional Perencana Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas RI

elama kunjungan studi banding ke Inggris yang didanai dari Program Protarih Kerajaan Inggris, penulis berkesempatan
untuk melihat kelembagaan pertanahannya yaitu disebut Land Registry UK. Land Registry ini merupakan lembaga
pemerintah non kementrian yang dibentuk tahun 1862. Tugasnya terutama adalah mendaftarkan kepemilikan (sertikasi) atas
tanah dan properti di Inggris dan Wales.
Lembaga ini dipimpin oleh Chief Executive dan Chief Land
Registrar yang bertanggung jawab kepada Secretary of
State for Business Innovation and Skills (Menteri Inovasi dan
Keahlian Bisnis). Dalam tugasnya lembaga ini bekerja untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dan transparansi data
sebagai bagian dari pusat pelayanan data dan informasi
kepada publik. Pendanaan dilakukan secara mandiri melalui
pengenaan biaya dari setiap jasa yang diberikan oleh
lembaga ini, yang kemudian di audit secara berkala untuk
meningkatkan akuntabilitas lembaga dan diumumkan
kepada publik.
Pelayanan dari lembaga ini dilakukan dalam bentuk:
1. Pengawasan properti berupa pengelolaan database dan
risiko risiko yang timbul pada satu persil properti
2. Informasi harga property dengan secara rutin
menginformasikan keputusan dari pembeli dan penjual
tentang: (1) Indeks Harga Rumah, (2) Properti yang
tersedia dan harganya.
3. Pencarian data dan infromasi praktek hukum properti
yang selama ini dilakukan misalnya informasi di database
untuk kepentingan pembeli akta tanah, status property
dan risiko banjir
4. Registrasi dengan mendaftarkan setiap penjualan dan
salinan akta dikirimkan kepada pembeli, hal ini guna
meningkatkan keyakinan bagi pemilik dan Keamanan
bagi peminjam

Pegawai lembaga ini per 1 September 2015 adalah 4.357


orang, setara dengan 3.900 full-time dan sebanyak 39,37%
paruh waktu. Dengan jumlah pegawai seperti itu, gambaran
kualitas pelayanan lembaga ini adalah layanan pelanggan
yang didasarkan pada indikator kepuasan pelanggan,
dengan rata-rata 94% untuk tahun 2014-2015. Sebanyak
78,8% dari total pendaftaran selesai dalam 12 hari dan
55,35% dari total pendaftaran selesai langsung di hari
diterimanya pendaftaran tersebut. Sebanyak 98.1 persen
dari pendaftaran sesuai dengan standar kualitas internal.
Ruang lingkup pelayanan adalah pemberian sertikasi tanah
sebagai sarana di mana negara memberikan keamanan/
perlindungan untuk pemilik lahan dan properti. Bukti
kepemilikan dicatat dalam daftar tanah (Land Register).
Sebanyak 24.3 juta hak milik yang sudah terdaftar atau
mencapai 87 persen dari lahan di Inggris dan Wales.
Dijelaskan juga manfaat dari sertikasi adalah:
1. Perlindungan kepemilikan atas properti yang bernilai
milyaran pounds
2. Memberikan keamanan untuk pinjaman hipotek
perumahan sebesar lebih dari 1trilyun pounds
3. Meningkatkan keyakinan untuk pihak pembeli, penjual,
dan peminjam
4. Memantapkan pasar properti menjadi dasar ekonomi dan
dapat menghasilkan pendapatan
5. Esiensi dalam proses jual-beli
6. Jaminan negara terhadap hak milik

Gambar 1. Negara-negara yang menggunakan badan survey dan pemetaan RICS


(sumber: Dokumentasi Penulis)

22

buletin tata ruang & pertanahan

Gambar 2. Prinsip-prinsip Profesional menurut Lord Benson


(sumber: Dokumentasi Penulis)

Yang menjadi pengguna layanan dari lembaga Land


Register UK adalah developer, agen pengurus tanah, dan
ahli properti lainnya.
Salah satu faktor yang menunjang dalam pelaksanaan tugas
land registry itu adalah pelaksanaan survey dan pemetaan.
Di Inggris kebutuhan akan survey dan pemetaaan ini
dilaksanakan secara professional oleh (RICS) yang berupa
badan profesional yang sudah diakui secara global (lihat
Gambar 1). Misi dari lembaga ini adalah untuk menjadi
sumber acuan yang diakui secara luas dalam semua aspek
survey dan pemilikan, penempatan,pengembangan, dan
pengelolaan properti di Inggris dan untuk memperluas
pengakuan tersebut di seluruh dunia. Dalam pelaksanaan
kerjanya sangat professional dengan didasarkan pada 5
prinsip seperti terlihat dalam gambar 2. Dalam
pengembangan organisasi nya didasarkan pada pendekatan
CPD atau Continual Professional Development bagi Ahli
surveyor adalah upaya meningkatkan dan memelihara
keprofesionalan yang spesik sesuai kriteria dari surveyor
secara berkesinambungan. Seorang profesional harus
selalu meng-update kemampuan dan kompetensinya, agar
selalu mampu memenuhi tuntutan pelayanan kepada
pengguna jasanya yang selalu meningkat kebutuhan dan
harapannya dan mampu memecahkan permasalahan yang
dihadapinya dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi.
Sekilas tentang Sistem Pertanahan di Inggris
Sistem kepemilikan tanah di Kerajaan United Kingdom
(Inggris Raya + Irlandia Utara) pada prinsipnya menganut
Azas Perlekatan (accsesie). Artinya bahwa kepemilikan
tanah tidak hanya meliputi permukaan bumi saja, melainkan
termasuk apa yang ada dipermukaan dan dibawah tanah,
sebagaimana dalam The Law of The Property Right 1925
dan Trust of Land and Appoinment of Trustees Act 1996,
yaitu:
1. Kepemilikan atas permukaan bumi beserta unsur-unsur
yang terdapat di permukaan;
2. Bagian bawah bumi beserta unsur-unsur yang terdapat di
dalamnya;

3. Semua produk alam; dan


4. Air.
Sementara itu di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA), kepemilikan tanah di Indonesia pada
prinsipnya menganut Azas Pemisahan Horizontal. Artinya
bahwa tanah yang dapat dikuasai dan dimiliki hanyalah
sebatas pada permukaan bumi saja (kulit bumi) beserta
ruang yang ada diatasnya setinggi sewajarnya dalam rangka
penggunaan tanah tersebut. Sedangkan benda-benda lain
yang ada diatas tanah, dan segala kandungan mineral dan
lain-lain yang ada dibawahnya, tunduk pada ketentuan
hukum yang lain (tidak menyatu dengan tanah).
Sistem hukum pertanahan yang dianut di Inggris adalah
sistem Anglo-Saxon, yaitu suatu sistem hukum yang
didasarkan pada yurisprudensi (keputusan-keputusan hakim
terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakimhakim selanjutnya). Sistem Anglo-Saxon tidak menjadikan
peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama
sistemnya. Sendi utamanya adalah pada yurisprudensi.
Sistem hukum Anglo-Saxon berkembang dari kasus-kasus
konkret dan dari kasus konkret tersebut lahir sebagai kaidah
dan asas hukum. Karena itu sistem ini sering disebut
sebagai sistem hukum yang berdasarkan kasus (case law
system). Dalam perkembangannya, yurisprudensi makin
penting sebagai sumber hukum sistem kontinental. Begitu
pula peraturan perundang-undangan pada sistem anglo
saxon makin menduduki tempat yang penting. Sistem
hukum Anglo-Saxon, mulai berkembang di Inggris pada
abad XI yang sering disebut sebagai Sistem Common Law
dan Sistem Unwritten Law (tidak tertulis). Walaupun disebut
sebagai unwritten law tetap tidak sepenuhnya benar, karena
di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumbersumber hukum yang tertulis (statutes).
Konsepsi yang berlaku di tanah anglo saxon adalah
konsepsinya feodal bahwa semua tanah adalah milik raja,
tidak ada orang lain yang memiliki tanah. Hak Penguasaan
Atas Tanah Tertinggi (HPAT) adalah hak milik raja.
Dikarenakan berdasar pada suatu konsep feodal bahwa

buletin tata ruang & pertanahan

23

semua tanah adalah milik raja, dimana tidak ada


seorangpun yang memiliki tanah kecuali raja, maka tanah
yang dikuasai dan digunakan adalah tanah milik raja. Di
negara-negara lain yang tidak lagi merupakan kerajaan
tetapi masih menganut konsep feodal, HPAT yang tertinggi
ada pada negara sebagai pengganti kedudukan raja. HPAT
yang bersumber pada hak milik raja dengan sendirinya tidak
ada yang setingkat hak milik.
Bagi mereka yang mendapatkan penguasaan tanah dari raja
diwajibkan membayar menyerahkan sebagian (seperdua
atau sepertiga) dari hasil tanahnya kepada raja, jika yang
dikuasainya adalah tanah pertanian. Dalam konsepsi ini,
semua tanah adalah milik raja dan siapapun hanya
menguasai dan menggunakan tanah milik Lord-nya sebagai
tenant.
Hak-hak penguasaan atas tanah secara perorangan:
- Fee hold estate (estate in fee simple and life estate).
Jangka waktu penguasaan tanahnya tidak ditetapkan.
- Lease hold: lama penguasaan tanahnya sekian tahun.
Pemegang lease bisa memberikan penguasaan tanahnya
kepada pihak lain dengan sub lease untuk Jangka waktu
yang kurang dari jangka waktu lease induknya.
Fungsi pendaftaran tanah di Inggris adalah merupakan
syarat berpindahnya hak atas tanah dari penjual ke pembeli.
Inggris menganut sistem publikasi positif yang selalu
menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of title)
atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan
penyajian data yuridis hak atas tanah. Dengan
menggunakan sistem publikasi positif ini negara menjamin
kebenaran data yang disajikan. Orang boleh mempercayai
penuh data yang disajikan dalam register. Orang yang akan
membeli tanah atau kreditor yang akan menerima tanah
sebagai agunan kredit yang akan diberikan tidak perlu raguragu mengadakan perbuatan hukum dengan pihak yang
namanya terdaftar dalam register sebagai pemegang hak.
Kelebihan dari sistem publikasi positif adalah:

Sumber: Google

24

buletin tata ruang & pertanahan

1) Adanya kepastian hukum (hak mutlak) bagi pemegang


sertikat;
2) Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah membutuhkan
waktu yang lama, petugas pendaftaran tanah
melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti, dan biaya
yang relatif tinggi.Adanya peranan aktif pejabat kadaster;
3) Mekanisme penerbitan sertikat dapat dengan mudah
diketahui publik. Karena keterbukaan menadi prasyarat
utama.
Sementara itu sistem pendaftaran yang lain adalah sistem
publikasi negatif yang digunakan pada beberapa negara
termasuk Indonesia. Sistem publikasi negatif digunakan
untuk melindungi pemegang hak yang sebenarnya,
sehingga pemegang hak yang sebenarnya akan selalu
dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama
siapa pun. Meskipun tercatat dalam buku pendaftaran tanah,
dalam sistem publikasi negatif negara hanya secara pasif
menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta
pendaftaran, sehingga setiap saat dapat digugat oleh orang
yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut. Dalam sistem
publikasi negatif adalah karakteristiknya adalah:
1) Pemegang hak yang sesungguhnya terlindungi dari pihak
lain yang tidak berhak atas tanahnya tanpa adanya batas
waktu,
2) Tidak ada kepastian atas keabsahan sertikat karena
setiap saat dapat atau mungkin saja digugat dan
dibatalkan jika terbukti tidak sah penerbitannya; dan
3) Peranan pejabat pendaftaran tanah/adaster yang pasif
tidak mendukung ke arah akurasi dan kebenaran data
yang tercantum dalam sertiikat.serta mekanisme kerja
pejabat kadaster yang kurang transparan kurang dan
dapat dipahami masyarakat.
Sumber:
[1] http://hanyblush.blogspot.co.id/2010/09/hukum-tanah-inggrisanglo-saxon
[2] Wibowo Turnady, http://www.jurnalhukum.com/sistempublikasidalampendaftarantanah/

data & informasi

Status RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota


Seluruh Indonesia
(status tanggal 29 Mei 2016)

Gambar 1. Status Monitoring RTRW Provinsi di Indonesia yang belum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)
(sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI)

ancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan


sebuah pedoman bagi pemerintah berupa arahan
kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan ruang dalam
sebuah wilayah. RTRW disusun berdasarkan pendekatan
wilayah administratif secara hierarki, yaitu pada tingkat
nasional berupa RTRW Nasional, tingkat provinsi berupa
RTRW Provinsi, tingkat kabupaten berupa RTRW
Kabupaten, hingga tingkat kota berupa RTRW Kota.

Berdasarkan dari Kementerian ATR/BPN RI per 29 Mei


2016, masih terdapat 5 provinsi di Indonesia yang belum
mengatur RTRW dalam bentuk perda namun substansi
sudah mendapat persetujuan oleh menteri, diantaranya
adalah Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi
Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi
Kalimantan Utara (lokasi daerah dapat dilihat pada Gambar
1. diatas).

Setiap pemerintah daerah memiliki wewenang dalam


penyelenggaraan penataan ruang sesuai dengan Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
diantaranya yaitu wewenang untuk mengatur, membina, dan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ruang di
wilayah yuridiksi masing-masing. Pengaturan terhadap
penataan ruang diatur di dalam peraturan daerah (perda).

Sementara itu, untuk RTRW tingkat kabupaten dan kota


perkembangannya sudah mencapai hingga 90% dari total
jumlah kabupaten dan kota yang ada di Indonesia. Data
statistik perkembangan RTRW tingkat kabupaten dan kota
dapat dilihat pada Tabel 2., dan secara detailnya per lokasi
pulau pada Tabel 3. [rp]

Hingga saat ini, perkembangan status RTRW yang ada di


Indonesia baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2.
Tabel 1. Perkembangan RTRW Provinsi di Indonesia
RTRW
Provinsi

Total
Daerah

Proses di
Daerah

34

Sudah
Mendapat
Pembahasan
Persetujuan
BKPRN
Substansi
Menteri
0
5

Perda RTRW

29

85.29 %

Tabel 2. Perkembangan RTRW Kabupaten dan Kota di Indonesia


RTRW

Total
Daerah

Kabupaten
Kota
Jumlah

415
93
508

Sudah
Mendapat
Rekom Pembahasan
Revisi
Persetujuan
Gub
BKPRN
Substansi
Menteri
8
1
3
44
0
0
0
5
8
1
3
50

Tabel 3. Perkembangan RTRW Kabupaten/Kota di Indonesia per Pulau


J
Kabupaten
Kota
Jumlah
Kabupaten
Jawa dan Bali Kota
Jumlah
Kabupaten
Kalimantan
Kota
dan Sulawesi
Jumlah
Nusa Tenggara, Kabupaten
Maluku, dan Kota
Papua
Jumlah
Sumatera

Total
Rekom Pembahasan
Revisi
Daerah
Gub
BKPRN
120
34
154
92
30
122
117
20
137
86
9
95

2
0
2
1
0
1
5
0
5
0
0
0

1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
2
0
2
1
0
1

Sudah Mendapat
Persetujuan
Substansi Menteri
25
4
29
0
0
0
16
1
17
4
0
4

Perda RTRW
92
30
122
91
30
121
94
19
113
81
9
90

77.50%
88.24%
79.22%
98.91%
100%
99.18%
80.34%
95%
82.48%
94.18%
100%
94.73%

Perda RTRW

359
88
446

86.51 %
94.62 %
87.99%

buletin tata ruang & pertanahan

25

Status Tingkat Cakupan Peta Dasar Pertanahan


di Luar Kawasan Hutan se-Indonesia
(status Tahun 2015)

Gambar 1. Status Monitoring RTRW Provinsi di Indonesia yang belum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)

Gambar 1. Status Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Indonesia Tahun 2015


(sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI)

Tabel 1. Tingkat Persentase Cakupan Peta Dasar Pertanahan


di Indonesia Tahun 2015

akupan Peta Dasar Pertanahan secara nasional saat ini


berdasarkan data Kementerian ATR/BPN RI mencapai
51,6%. Inventarisasi terhadap ketersediaan peta dasar
pertanahan penting karena menjadi dasar dalam proses
penyusunan peta pertanahan lainnya, diantaranya Peta
Penggunaan Tanah, Peta Neraca Penggunaan Tanah
Kesesuaian Rencana, Peta Zona Nilai Tanah, Peta
Pendaftaran Tanah, Peta Cadangan Tanah, dan sebagainya.
Cakupan wilayah yang telah dipetakan menjadi informasi
penting sebagai landasan dalam membangun infrastruktur
pertanahan.
Pada tahun 2015 tingkat persentase cakupan peta dasar
pertanahan sangat tinggi (>80%) berada di wilayah Nusa
Tenggara dan sekitarnya. Proses inventarisasi peta dasar
pertanahan di wilayah ini sangat baik. Sementara tingkat
persentase terendah berada di wilayah Papua yang baru
mencapai kurang dari 20%.

Cakupan Peta Dasar Pertanahan

Sumatera

Jawa

Bali & Nusa


Tenggara

Kalimantan

Sumber:
[1] Laporan Kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional RI, 2015

Sulawesi

Maluku & Papua

Tingkat Persentase Cakupan

Nanggroe Aceh
Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Kep. Bangka Belitung
Lampung
Banten
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Maluku Utara
Maluku
Papua Barat
Papua

Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, 2015

26

buletin tata ruang & pertanahan

89,96%
40,49%
76,93%
4,62%
56,12%
10,56%
29,71%
36,27%
33,06%
73,96%
27,36%
9,32%
25,78%
76,75%
99,98%
21,47%
99,39%
75,45%
94,43%
27,41%
26,42%
82,00%
19,82%
36,28%
81,60%
90,93%
32,35%
61,07%
40,05%
23,95%
32,09%
37,25%
11,78%
4,81%

kliping berita

Berita Tata Ruang dan Pertanahan

(Januari - Juni 2016)

esuai dengan slogan Kabinet Kerja Jokowi-JK yakni kerja, kerja, kerja! maka diharapkan pemerintah sektor dapat
membantu percepatan pembangunan nasional. Salah satu wujud nyata dilakukan Kementerian Dalam Negeri dengan
mencabut 3.143 Perda dan Permendagri (Kompas, 18 Juni 2016). Peraturan yang dicabut adalah peraturan yang bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi, dan yang menghambat investasi di Indonesia. Pemerintah berusaha mencari jalan tengah
bersama masyarakat dan investor dengan mengedepankan fakta-fakta berdasarkan peraturan yang berlaku di setiap daerah.
JANUARI
Larangan Bakar Lahan Lindungi Masyarakat
Larangan membakar lahan dalam Peraturan Daerah
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan di Provinsi Jambi yang disahkan akhir tahun lalu
menjadi instrumen melindungi masyarakat. Namun, aturan
itu masih perlu diperkuat dengan kesiapan transfer teknologi
dan pendampingan bagi petani membuka lahan tanpa bakar.
Larangan bakar harus dilihat sebagai upaya melindungi
masyarakat karena tidak dapat lagi ke depannya
dimanfaatkan atau dijadikan kambing hitam para pihak yang
mengambil keuntungan atas praktik buka lahan dengan cara
bakar," kata Jaya Nofrianto, aktivis lingkungan dari Lembaga
Bantuan Hukum Lingkungan Jambi, Sabtu (2/1). Pihaknya
mengapresiasi keluarnya perda itu sebagai terobosan
produk hukum sesuai komitmen Presiden Joko Widodo di
Paris mengenai target menekan emisi 29 persen pada tahun
2030. Aparat perlu didorong memperkuat penegakan hukum
dengan menggunakan banyak pendekatan (multidoors) agar
memberi efek jera bagi para pembakar lahan. (Kompas, 4
Januari 2016)
Pembangunan Infrastruktur Harus Melibatkan
Masyarakat
Pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah diharapkan
sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang atau RUTR
serta melibatkan masyarakat dalam pengembangan
ekonomi daerah setempat. Dengan demikian, pembangunan
infrastruktur dengan
pengembangan
suatu wilayah dapat
berjalan beriringan.
Manfaat infrastruktur
yang telah dibangun
pun dapat dipetik
secara maksimal.
Kalau kepala
daerah taat dengan
RUTR yang
diterjemahkan ke
dalam rencana tata ruang wilayah, pembangunan akan lebih
terarah. Sebaliknya, kalau seenaknya sendiri, yang terjadi
mismatch," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.
Menurut Agus, ada banyak contoh pembangunan
nfrastruktur yang tidak didukung konsistensi kepala daerah
terhadap RUTR atau RTRW. Dia memberikan beberapa
contoh, misalnya di DKI Jakarta, tumbuhnya kawasan bisnis

baru di TB Simatupang karena ada JORR. Kemudian


rencana pembangunan Bandara Kertajati di Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat, yang tidak jelas hendak menyasar
penumpang dari mana. Sebab, jika bandara tersebut
dibangun, jaraknya jauh dari Kota Bandung dan Jakarta.
(Kompas, 5 Januari 2016)
FEBRUARI
Penataan Ruang Butuh Pendekatan Budaya
Penataan ruang di kawasan pedesaan butuh pendekatan
budaya dan pemetaan partisipatif. Itu diharapkan mengatasi
konik kepentingan di masyarakat, mempercepat
pembangunan di desa, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi warga. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa menyebutkan, desa jadi subyek pembangunan
agar bisa mengatur diri sendiri. Karena itu, butuh
pendekatan partisipatif.
Pembangunan desa selama
ini teknokratik dan birokratik.
Padahal, yang diperlukan,
pembangunan dirasakan
warga desa," ujar Menteri
Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Marwan Jafar. Terkait Peta Desa, diharapkan
bisa membuat kebijakan yang bermanfaat bagi warga desa.
Informasi geospasial bisa dipakai setiap desa dan lintas
desa di antaranya untuk pengembangan badan usaha milik
desa, revitalisasi pasar, pendirian sentra pertanian, dan
peternakan. (Kompas, 25 Februari 2016)
MARET
Tata Ruang DIY Harus Dibenahi
Kondisi tata ruang di Daerah
Istimewa Yogyakarta,
terutama Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Sleman,
dinilai penuh masalah
sehingga harus dibenahi.
Selama beberapa tahun
terakhir, jumlah bangunan
komersial meningkat signikan tanpa diimbangi
penambahan ruang publik dan ruang terbuka hijau yang
sepadan. Muncul juga konik akibat perebutan ruang.
Beberapa masalah perebutan ruang antara warga dan
investor terjadi di DIY. Warga di sejumlah desa di Sleman
menolak pembangunan apartemen yang terjadi dua tahun

buletin tata ruang & pertanahan

27

terakhir. Warga Kampung Sosrokusuman, Kota Yogyakarta,


bersengketa dengan investor yang mengklaim telah membeli
jalan di kampung itu. Menanggapi hal itu, Ketua DPRD DIY
Yoeke Indra Agung mengatakan, keistimewaan DIY
seharusnya tidak hanya tecermin dalam regulasi, tetapi juga
dalam pengaturan tata ruang di provinsi tersebut. Pemda
DIY dan DPRD DIY berencana menyusun peraturan daerah
istimewa tentang tata ruang sebagai turunan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
(Kompas, 1 Maret 2016)

Pemerintah pusat berupaya mengurai masalah reklamasi di


Teluk Jakarta. Setelah Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan mengeluarkan keputusan menteri tentang
langkah-langkah penyelesaian reklamasi pantai utara
Jakarta dari sisi lingkungan, Menteri Kelautan dan Perikanan
mengeluarkan rekomendasi penghentian sementara proses
reklamasi hingga seluruh ketentuan yang diamanatkan
undang-undang telah dipenuhi. Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti juga menyoroti adanya rencana
pulau-pulau yang tak bisa diakses masyarakat umum.

Menata Kepulauan Seribu Tidak Bisa Sembarangan

Bagaimana nasib nelayan dan masyarakat nanti kalau tak


punya akses ke laut? Maka dari itu, zonasi harus ada untuk
menetapkan kawasan mana yang tetap bisa dipelihara dan
diakses masyarakat, katanya. Susi menekankan peraturan
daerah zonasi wilayah pesisir harus diselesaikan lebih
dahulu sebelum reklamasi dilanjutkan. Zonasi ini penting
guna menjamin nelayan tetap mempunyai akses di Teluk
Jakarta sehingga tak kehilangan mata pencarian. (Kompas,
16 April 2016)

Kepulauan Seribu, kawasan dengan sedikitnya 110 pulau itu


dinobatkan menjadi satu dari tujuh pengembangan wisata
bahari baru di Indonesia. Selain Kepulauan Seribu, juga ada
Wakatobi dan Raja Ampat. Wisata di halaman depan Ibu
Kota ini telah menyumbang pendapatan asli daerah DKI
Jakarta Rp 3 triliun. Untuk menata dan mengembangkannya,
satu hal penting yang harus disediakan adalah akses
transportasi yang mudah. Untuk itu, pembangunan bandar
udara di Pulau Panjang harus serius pengerjaannya.
Jika DKI tidak mampu, pemerintah pusat bisa ambil alih.
Semua program utama pembangunan sik nanti ditangani
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,"
tutur Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari
Indroyono Soesilo. Namun, sebelum bicara teknis
pengembangan, harus ditetapkan bentuk pengelolaan
kawasan tersebut nantinya. Apakah kawasan ekonomi
khusus seperti di Belitung, otorita, atau tetap di bawah
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (Kompas, 6 Maret 2016)
Pemerintah Terus Dorong Hutan Adat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus
mendorong perhutanan sosial di Sumatera Barat. Tidak
hanya hutan nagari, hutan kemasyarakatan, dan lainnya,
implementasi skema tersebut juga dilakukan dengan hutan
adat. Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kabupaten
Tanah Datar menjadi dua wilayah di Sumatera Barat yang
ditargetkan segera memiliki hutan adat. Peraturan daerah
pengakuan masyarakat hukum adat sangat penting karena
menjadi bagian syarat penetapan hutan adat sebagai hak
masyarakat hukum adat (MHA). Syarat penetapan, yakni
adanya MHA yang diakui oleh perda dan ada peta wilayah
adat yang disahkan kepala daerah, areal yang diajukan
seluruhnya atau sebagian berupa hutan, serta ada surat
pernyataan dari MHA untuk penetapan areal tersebut
sebagai hutan adat. Selain mendorong Mentawai dan Tanah
Datar, KLHK juga sedang memproses penetapan hutan adat
di enam lokasi. Lima di antaranya di Jambi, yakni Hutan
Adat Serampas, Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Padun
Gelanggang, Hutan Adat Bukit Tinggai, Hutan Adat Tigo
Lurah Permenti yang Berenam, dan Hutan Adat Tigo Lurah
Kemantan. Adapun satu lagi di Sulawesi Selatan, yakni
Hutan Adat Ammatoa Kajang. (Kompas, 16 Maret 2016)
APRIL
Pemerintah Pusat Rekomendasikan Penghentian
Reklamasi

28

buletin tata ruang & pertanahan

Reforma Agraria Efektifkan Pemanfaatan Tanah


Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, program
reforma agraria merupakan pengakuan negara terhadap
keberadaan masyarakat. Mereka bisa memanfaatkan lahan
yang ada untuk berwirausaha. Reforma agraria bertujuan
untuk mengefektifkan pemanfaatan tanah agar dapat
terkelola dengan baik, terutama untuk memberikan
kepastian tanah guna kesejahteraan masyarakat. Tidak
hanya program reforma agraria, pihaknya juga memperkuat
program pertahanan lainnya, seperti redistribusi tanah her,
prona, BMN, tanah pemda, dan wakaf. Redistribusi tanah
reforma agraria khusus di Kabupaten Ciamis seluas 30,9498
hektare. Semua tanah itu merupakan bekas tanah dari
perusahaaan HGU PT Raya Sugarindo Inti yang berakhir
haknya pada 31 Desember 2016. Semula tanah itu akan
dimanfaatkan untuk jalan menuju tempat wisata Icakan,
tempat permakaman umum, pariwisata, tanah kas desa,
fasilitas pendidikan, dan lainnya. (Republika Online, 25 Mei
2016)
JUNI
RDTR Ditinjau Ulang Sesuai Kondisi
Peninjauan kembali rencana detail tata ruang (RDTR) kota
dan zonasi mulai disosialisasikan di sejumlah kecamatan di
Jakarta Timur. Sejauh ini, tata ruang kota di Jakarta Timur
yang telah direncanakan dengan matang baru sebatas
sungai dan jalan. Peninjauan kembali itu untuk merespons
perubahan yang telah terjadi, baik karena perubahan fungsi
bangunan maupun proyek-proyek pemerintah terkini. Lewat
sosialisasi, pemerintah memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa izin mendirikan bangunan (IMB) yang
telah dipegang warga nantinya bisa ditinjau kembali. Hal itu
berhubungan dengan perkembangan zona permukiman
yang ada serta proyek pembangunan pemerintah. Proyek
pemerintah juga akan memengaruhi tata ruang kota.
(Kompas, 13 Juni 2016)

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan


Kementerian PPN/Bappenas
Jl. Taman Suropati No.2 Gedung Madiun Lt.3
Jakarta 10310
e-mail: trp@bappenas.go.id
website: http://www.trp.or.id

S-ar putea să vă placă și