Sunteți pe pagina 1din 12

Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tandatanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan
protein (Askandar, 2000).
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (WHO, 1999).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemi puasa dan postprandial,
aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis
hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari
penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa
dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.
Diabetes melitus adalah sekelompok gangguan metabolik kronik, ditandai oleh hiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak, protein, disebabkan
oleh defek sekresi insulin, sensitivas insulin atau keduanya dan mengakibatkan terjadinya
komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati. Diabetes melitus
merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat,lemak dan protein
yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap
insulin (Price and Wilson, 2005).
1.2

Klasifikasi

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis,
umur awitan dan riwayat penyakit. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa(Price and
Wilson, 2005) :
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen insulin, namun kedua
tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru
setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel-sel beta dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui
sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

1. Diabetes melitus tipe 2


Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen
insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering
dikaitkan dengan penyakit ini. Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95%
dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhirakhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal,
umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar
glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin banyak
terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas,
gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.
1. Diabetes gestasional (diabetes kehamilan)
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,
riwayat keluarga, dan riwayat diabetess gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan
adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara
genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada
kehamilan. Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah kriteria yang
diusulkan oleh OSullivan dan Maham (1973). Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila dua
atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral:
puasa, 105 mg/dl; 1 jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes
seperti ini penting karena penderita berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal
serta mempunyai frekuensi kematian janin viabel yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan
hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 hingga 28 minggu.
1. Tipe khusus lain
Tipe khusus lain adalah:

1. Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenal pada MODY. Diabetes subtipe ini
memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.
Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin

2. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan
akantosis negrikans

3. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik

4. Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali

5. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta

6. Infeksi.
1.3

Etiologi

Menurut ADA (2003), etiologi diabetes mellitus dikelompokkan sebagai berikut.:


1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
1. Melalui proses imunologik (autoimunologik)

2. Idiopatik

3. Diabetes Mellitus Tipe 2

Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi


insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin
1. Diabetes Mellitus Tipe Lain

1. Defek genetik fungsi sel :

1. kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3),

2. kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)

3. kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1)

4. DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
1. Penyakit eksokrin pancreas

2. Pankreatitis

3. Trauma/Pankreatektomi

4. Neoplasma

5. Cistic Fibrosis

6. Hemokromatosis

7. Pankreatopati fibro kalkulus


d. Endokrinopati:
1. Akromegali

2. Sindroma Cushing

3. Feokromositoma

4. Hipertiroidisme

1. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat,


pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon

2. Diabetes karena infeksi


g. Diabetes Imunologi (jarang)
h. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,Chorea, Prader Willi
1. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi
merupakan faktor resiko untuk DM Tipe 2
1. Pra-diabetes:

1. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)


b. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu).
1.4

Faktor Resiko

Faktor resiko untuk penyakit diabetes mellitus terutama pada dibetes mellitus tipe 2 yaitu antara
lain (ngumpulsehat, 2009) :
1. Ras dan etnik

2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes

3. Umur : resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan


meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).

5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan
bayi lahir dengan BB normal.

6. Faktor lain :

1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

2. Kurangnya aktivitas fisik.

3. Hipertensi (> 140/90 mmHg).

4. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

5. Diet tak sehat (unhealthy diet) : diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.

6. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin

7. Penderita sindrom metabolik

8. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya

9. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,PAD (Peripheral


Arterial Diseases)

1.5

Manifestasi Klinis

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus

diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita
diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia
(banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,
koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada
kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM. Tipe 2
seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian
ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya
lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan
umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh
darah dan syaraf.
1.6

Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa diabetes mellitus dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium


darah yang secara khusus memeriksa kadar glukosa dalam darah pemeriksaan kadar glukosa
darah yaitu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klonik, 2009) :
1. Kadar gula darah acak > 200 mg/dl

2. Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl

1.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009) :
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.


Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan
tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan
olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).
1. Terapi tanpa obat

2. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan
adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak,
sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik,
yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak
diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak
jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan,
ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari.
Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat

dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita
DM tanpa resiko masukan kalori yang berlebih.
1. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi
maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Olah raga akan
memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
1. Terapi Obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil
mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa
penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau
kombinasi keduanya.
1. Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel
Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolism karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30%
ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral. Prinsip kerja terapi
insulin adalah sebagai berikut :
1. Indikasi untuk terapi insulin antara lain :

1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin


endogen oleh sel-sel kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada

2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin


apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke

4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin,


apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

5. Ketoasidosis diabetic

6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia


hiperosmolar non-ketotik.

7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen


tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi
peningkatan kebutuhan insulin.

8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

10. Cara pemberian


Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin
pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit.

Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia
untuk penggunaan di klinik.
1. Penggolongan Sediaan Insulin
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal
mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan
menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin regular

2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)

3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat

4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)

Keterangan dan contoh sediaan untuk masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 6 (IONI,
2000 dan Soegondo, 1995b).

S-ar putea să vă placă și