Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Pendahuluan
Fungsi utama respirasi adalah memperoleh O 2 untuk digunakan oleh tubuh dan
mengeluarkan CO2 yang merupakan sisa metabolisme dari tubuh. Secara umum respirasi
diartikan sebagai proses menghirup dan menghembuskan udara. Sistem pernapasan dibentuk
oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu
proses pertukaran oksigen (O2) antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida
(CO2) antara darah dan atmosfer.Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara
darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah
sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi internal (pernapasan seluler) berlangsung di seluruh
sistem tubuh.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar penulis dan pembaca dapat mengetahui
organ-organ tubuh apa saja yang berperan dalam proses pernapasan dan bagaimana
mekanisme kerja organ-organ tersebut sehingga dapat terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida pada tubuh kita. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui apakah akibat yang
dapat timbul jika terjadi gangguan pada organ-organ pernapasan pada tubuh.
Sistem respirasi
Fungsi system pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke sel-sel
tubuh dan mentranspor karbondioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.
Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam
keseimbangan asam-basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal
tekanan darah.1
Struktur makro organ-organ respirasi
Saluran pernapasan terbagi kedalam dua bagian yaitu:
a. Saluran/organ pernapasan bagian atas yang terdiri atas:
1. Hidung
Berbentuk pyramid, pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan ujung bebasnya
disebut puncak hidung. Ke arah inferior memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang
yakni nares yang terpisah oleh septum nasi. Hidung terdiri atas rangka hidung dan cuping
hidung yang terdiri dari jaringan ikat. Rangka hidung terdiri dari tulang pada bagian atas dan
tulang rawan pada bagian bawah. Rangka bagian tulang terdiri dari os nasale, processus
frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis.
Rangka tulang rawannya terdiri dari cartilage septi nasi, cartilage nasi lateralis dan
cartilago ala nasi major dan minor yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling
dihubungkan. Otot-otot yang melapisi hidung adalah M. Nasalis dan M. Depressor septi nasi.
Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. facialis, A. dorsalis nasi
cabang A. ophtalmica dan A. infraorbitalis cabang A.Maxillaris interna. Pembuluh baliknya
menuju V. Facialis dan V.ophtlamica. persarafan motorik hidung oleh N.VII dan persarafan
sensorik hidung sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung oleh N. infra trochlearis
dan N. Nasalis externus cabang N.V1 dan sisi lateral oleh N.infraorbitalis cabang N.V 2.2 Pada
dinding lateral rongga hidung terdapat 3 elevasi yaitu: concha nasalis superior, medius, dan
inferior dan atapnya terdiri dari 3 regio yaitu regio sphenoidalis, ethmoidalis, dan rego frontonasale. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh processus palatinus ossis maxilla dan lamina
horizontalis ossis palatum yang berhubungan dengan rongga mulut melalui foramen
incisivus. Meatus nasi superior, inferior dan medial merupakan jalan udara rongga nasal yang
berada di bawah concha.1
2. Pharynx (tekak)
Pharynx merupakan sebuah pipa muskulomembranosa yang membentang dari basis
cranii sampai setinggi vertebra cervical 6 atau tepi bawah cartilage cricoidea. Paling lebar di
bagian superior. Di sebelah kaudal dilanjutkan dengan oesophagus (kerongkongan). Tempat
ini merupakan bagian tersempit saluran pencernaan selain appendix vermiformis. Di sebelah
cranial pharynx dibatasi oleh bagian posterior corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris
ossis occipitalis. Disebelah dorsal dan lateral pharynx terdapat jaringan penyambung longgar
yang menempati spatium peripharingeale. Di sebelah ventral, pharynx terbuka ke dalam
rongga hidung, mulut dan larynx dengan demikian dinding antriornya tidak sempurna. Ke
arah lateral pharynx berhubungan dengan cavum thympani lewat auditiva eusthachii.2
Berdasarkan letaknya pharynx dibagi menjadi 3 yaitu nasopharynx, oropharinx, dan
larinpharinx. Nasopharinx terdapat di area yang terdapat epitel bersilia dan tonsil serta
merupakan muara tuba eustachius. Adenoid atau tonsila pharyngeal berada di sekitar bursa
pharingea.3 Peradangan tonsila ini menimbulkan hipertrofi (pembesaran) akibatnya mungkin
menyumbat/menghambat aliran udara melalui hidung dan penderita bernapas melalui mulut,
menampilkan ekspresi wajah adenoid.2 Rongga nasofaring tidak pernah tertutup, berbeda
dengan orofaring dan laringofaring. Ke arah ventral nasofaring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana yang masing-masing terpisah oleh septum nasi.
Oropharynx terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglotiss atau
setinggi corpus vertebra cervical 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah ventral berhubungan dengan
isthmus oropharyngeum dan berhadapan dengan aspek pharyngeal lidah. 2 Oropharinx
berfungsi menampung udara dari nasopharinx dan makanan dari mulut. Pada bagian ini
terdapat tonsila palatine pada bagian posterior dan tonsila lingualis (dasar lidah). 3
berfungsi sebagai spinchter oesophagus, namun kini dipandang sebagai otot intrinsic bagian
bawah oesophagus.2
6. Pleura
Merupakan selaput serosa yang membentuk sebuah kantong tertutup yang
terinvaginasi oleh paru. Bagian pleura yang melekat pada permukaan paru dan fissure-fissura
interlobaris paru disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis sedangkan yang melapisi
permukaan dalam separuh dinding thorax, menutupi sebagian besar diafragma dan strukturstruktur yang menempati daerah tengah thorax disebut pleura parietalis. Daerah diantara
kedua rongga pleura disebut mediastinum (ruang interpleura).2
Struktur mikro organ respirasi
1. Hidung
Kulit yang menutupi hidung dilapisi rambut sangat halus dengan kelenjar sebasea
besar. Bagian dalam hidung dilapisi empat jenis epitel. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut
ke dalam melalui nares ke dalam vestibulum, di mana sejumlah rambut kaku dan besar
menonjol ke saluran udara. Mereka ini diduga membantu menahan partikel debu yang besar
dalam udara yang dihirup. Beberapa milimeter ke dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng
ini beralih menjadi epitel kolumnar atau kuboid tanpa silia. Mereka ini berlanjut menjadi
epitel bertingkat kolumnar bersilia yang menutupi sisa dari rongga hidung, kecuali daerah
kecil di dinding dorsal yang dilapisi epitel olfaktoris sensoris. 4
Epitel hidung terdiri atas:
1. Sel-sel kolumnar bersilia
2. Sel goblet
3. Sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel, dianggap sebagai sel-sel induk bagi
penggantian jenis sel yang lebih berkembang
Pada manusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior.
Selain mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk lapisan di antara
bantalan mukus dan permukaan epitel. Silia melecut di dalam lapis cairan ini, mendorong
lapis mukus di atasnya ke arah faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang
mengandung kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina
propia juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid. Di bawah epitel
konka inferior terdapat pleksus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan. 4,5
Reseptor bagi sensasi mencium terdapat di dalam epitel olfaktoria, daerah khusus
pada mukosa hidung yang terdapat di atap rongga hidung dan meluas ke bawah sampai pada
kedua sisi septum serta sedikit ke atas konka nasalis superior. Epitel olfaktoris adalah epitel
bertingkat silindris tinggi, terdiri atas tiga jenis sel berbeda:4
1. Sel penyokong
Sel penyokong atau sel sustentakular berbentuk panjang dengan inti lonjongnya yang
terletak lebih ke apikal atau superfisial pada peitel. Permukaan aspeksnya yang lebar
mengandung mikrovili halus yang menonjol ke dalam lapisan mukus permukaan.
Bagian belakang dari sel-sel ini lebih langsing.
2. Sel basal
Sel basal adalah sel kecil pendek yang terletak di basis epitel dan di antara basis selsel penyokong dan sel olfaktoris. Merupakan sel-sel kecil basofilik kuat.
3. Sel olfaktoris
Sel olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris. Inti bulat atau lonjongnya menempati
daerah pada epitel yang terletak di antara inti sel penyokong dan sel basal. Aspeks sel
ofaktoris langsing dan mengarah ke permukaan epitel. Memancar dari apeks ini
adalah silia olfaktoris non-motil dan panjang yang terletak paralel terhadap
permukaan epitel dalam mukus di atas epitel. Silia ini berfungsi sebagai reseptor
untuk bau. Terjulur keluar dari basis sel yang langsing terdapat akson yang masuk ke
dalam jaringan ikat lamina propria di bawahmya, tempat mereka bergabung dalam
berkas-berkas kecil nervus olfaktorius tanpa mielin, yaitu fila olfaktoria. Saraf ini
akhirnya keluar dari cavum nasi dan berjalan ke dalam bulbus olfaktorius otak.
Di bawah epitel olfaktoris terdapat lamina propria, banyak mengandung kapiler,
pembuluh limfe, arteriol dan venul. Selain nervus olfaktorius, lamina propria juga
mengandung kelenjar olfaktoris tubuloalveolar bercabang dari Bowman. Kelenjar serosa ini
mencurahkan sekretnya melalui saluran sempit yang menembus epitel olfaktoris dan
bermuara pada permukaan. Sekret kelenjar ini membasahi mukosa olfaktoris dan
menyediakan pelarut yang dibutuhkan bagi substansi bebauan. 4,5
Rongga hidung/kavum nasi dipisahkan oleh septum nasi. Kavum nasi dibagi 2 yaitu
vestibulum nasi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan berubah menjadi epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet sebelum masuk fossa nasalia, terdapat kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat. Yang kedua yaitu fossa nasalis. Pada dinding lateral rongga hidung
terdapat 3 tonjolan tulang yang disebut konka. Konka nasalis medial dan inferior dilapisi
epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet sedangkan konka nasalis superior dilapisi epitel
khusus.
Fungsi dari membrana mukosa hidung adalah sebagai berikut:1
a. Penyaringan partikel kecil
Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu lapisan
mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian akan
disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.
b. Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk
Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta
dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.
c. Resepsi odor
Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng
kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera
penciuman.
2. Sinus paranasalis
Pada sinus paransalis terdapat epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Lamina
propria lebih tipis dari cavum nasi dan melekat pada periosteum bibawahnya. Kelenjarkelenjar disini memproduksi mukos yang akan dialirkan ke kavum nasi oleh gerakan siliasilia.4
3. Faring
Nasofaring epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, dibawah membrane
basalis, pada lamina propria terdapat kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat jaringan
limfoid yang membentuk tonsila faringea yang pada anak-anak sering membesar dan
meradang (adenositis).Orofarings epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
Laringofarings epitel bervariasi, sebagian besar berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.4
4. Laring
Laring epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet kecuali ujung plica vocalis
berlapis gepeng. Dindingnya terdiri dari tulang rawan hialin dan tulang rawan elatin, jaringan
ikat, otot skelet, dan kelenjar campur. Laring berfungsi untuk membentuk suara (fonasi) dan
mencegah benda-benda asing memasuki jalan nafas dengan adanya reflex batuk.4
Otot Pernapasan
Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai otot pernapasan.
Menurut kegunaannya otot otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk inspirasi,
mencakup otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan.
Otot inspirasi utama (Principal), yaitu:
Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) yang sering juga disebut sebagai otot
bantu napas , yaitu :
Saat napas biasa (quiet breathing), untuk ekspirasi tidak diperlikan kegiatan otot, cukup
dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekspirasi. Namun, ketika
ada serangan asma, sering diperlukan active breathing: dalam keadaan ini, untuk ekspirasi
diperlukan kontribusi kerja otot otot berikut.
yang masih dapat masuk ke dalam paru pada saat inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa
disebut volume cadangan inspirasi (IRV). Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif
dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa adalah volume
cadangan ekpirasi (ERV) dan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi
maksimal disebut volume residu (residual volume). Ruang di dalam saluran napas yang berisi
udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru
disebut ruang rugi pernapasan. Pengukuran kapasitas vital yaitu jumlah udara terbesar yang
dapat dikeluarkan dari paru setelah inspirasi maksimal, seringkali digunakan di klinik sebagai
indeks fungsi paru. Pada keadaan normal, jumlah udara yang diinspirasikan selama satu
menit sekitar 6 L. Ventilasi volunter maksimal (maximal voluntary ventilation) atau kapasitas
pernapasan maksimum (maximal breathing capacity adalah volume gas terbesar yang dapat
dimasukkan dan dikeluarkan selama 1 menit secara volunteer. Berkisar antara 125-170
L/menit normalnya.7,8
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru, kadang-kadang diperlukan
untuk menyatukan dua volume di atas atau lebih. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas
paru:7-8
a. Kapasitas inspirasi (Inspiratory Capacity)
Sama dengan volume tidal ditambah dengan volume cadangan inspirasi. Merupakan
jumlah udara (kira-kira 3500 ml) yang dapat dihirup oleh seorang mulai pada tingkat
ekspirasi normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas residual fungsional (Functional Residual Capacity)
Sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume sisa. Ini adalah jumlah
udara yang tersisa di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml).
c. Kapasitas vital (Vital Capacity)
Sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah dengan volume tidal dan volume
cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paruparu seseorang setelah ia mengisinya sampai batas maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 ml).
d. Kapasitas total paru (Total Lung Capacity)
berjalan dari iga ke iga secara miring ke bawah dan ke depan. Iga-iga berputar seolah-olah
bersendi di bagian punggung, sehingga ketika otot-otot interkostalis eksternus berkontraksi,
iga-iga di bawahnya akan terangkat. Gerakan ini mendorong sternum ke luar dan
memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Setiap otot interkostalis eksternus
ataupun diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Muskulus scalenus dan sternocleidomastoideus merupakan otot-otot inspirasi tambahan yang
ikut membantu mengangkat rongga dada pada inspirasi kuat dan dalam.
Apabila otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks menurun dan terjadi ekpirasi
paksa. Kemampuan ini dimiliki oleh otot-otot interkostalis internus karena otot-otot ini
berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu
berkontraksi akan menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior
juga ikut membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam
serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdominal yang akan mendorong diafragma ke
atas.8
Transport CO2 dan O2
a.
Transport O2
Sekitar 97% oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berkaitan dengan
hemoglobin dan sisanya larut dalam plasma. Setiap molekul dalam keempat molekul besi
dalam
hemoglobin
berikatan
dengan
satu
molekul
oksigen
untuk
membentuk
oksihemoglobin. Ikatan ini tidak kuat dan reversible. Kapasitas oksigen adalah volume
maksimum oksigen yang dapat berikatan dengan sejumlah hemoglobin dalam darah.
Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume oksigen actual yang terikat pada
hemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin memperlihatkan persentase kejenuhan
hemoglobin pada garis vertikal dan tekanan parsial oksigen pada garis horizontal. Kurva ini
berbentuk sigmoid karena kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin bertambah jika
kejenuhan bertambah. Demikian pula, jika pelepasan oksigennya meningkat, kejenuhan
oksigen darah pun menurun. Hemoglobin dikatakan 97% jenuh pada PO 2 100 mmHg seperti
yang terjadi pada udara alveolar.1
Lereng kurva disosiasi ini menjadi tajam diantara tekanan 10-60 mmHg dan
mendatar diantara 60-100 mmHg. Dengan demikian, pada tingkat PO 2 tinggi, muatan yang
besar hanya sedikit memengaruhi kejenuhan hemoglobin. Jika PO2 turun sampai di bawah 50
mmHg seperti yang terjadi didalam jaringan tubuh, maka perubahan PO2 ini walaupun sangat
kecil dapat mengakibatkan perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan volume
oksigen yang dilepas.
Darah arteri secara normal membawa 97% oksigen dari kapasitasnya untuk
melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, pernapasan dalam atau menghirup oksigen murni
tidak dapat memberikan peningkatan yang berarti pada kejenuhan hemoglobin terhadap
oksigen, malahan O2 murni ini dapat menyebabkan defisiensi surfaktan sehingga alveol sulit
mengembang. Dalam darah vena, PO2 mencapai 40 mmHg dan hemoglobin masih 70%
jenuh, ini menunjukkan bahwa darah hanya melepas sekitar seperempat muatan oksigennya
saat melewati jaringan.1
Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan kurva disosiasi oksi-hemoglobin
dipengaruhi oleh ph, temperatur, konsentrasi 2,3 DPG, PO2, PCO2, dan elektrolit.9
Hemoglobin dan pH. Peningkatan PCO2 darah (penurunan ph darah dan peningkatan
konsentarsi ion hydrogen) melemahkan ikatan antara hemoglobin dan oksigen sehingga
kurva disosiasi oksi-Hb bergeser ke kanan sehingga oksigen lebih banyak dilepaskan ke
jaringan. Sel-sel yang bermetabolis aktif, seperti saat berolahraga, melepas lebih banyak
CO2 dan ion hydrogen. Efek peningkatan CO2 dan penurunan ph disebut efek bohr. Efek
ini semakin besar pada tingkat PO 2 yang rendah, seperti yang terjadi di dalam jaringan
P50 adalah indeks yang tepat untuk pemindahan kurva disosiasi oksi-Hb. PO2 inilah yang
menunjukkan hemoglobin 50% jenuh dengan oksigen. Semakin tinggi P 50, semakin
rendah afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
b.
Transport CO2
Karbondioksida yang berdifusi ke dalam darah dari jaringan di bawah ke paru-paru
H2CO3
H+ + HCO3-
Reaksi diatas berlaku untuk 2 arah, bergantung konsentrasi senyawa. Jika konsentrasi
CO2 tinggi seperti dalam jaringan, maka reaksi berlangsung ke kanan sehingga lebih banyak
terbentuk ion hydrogen dan bikarbonat. Dalam paru yang konsentrasi CO 2 nya lebih rendah,
reaksi ini brlangsung ke kiri dan melepaskan karbondioksida.
Pergeseran klorida. Ion bikarbonat bermuatan negative yang terbentuk dalam sel darah
merah berdifusi ke plasma dan hanya menyisahkan ion bermuatan positi berlebihan.
Untuk mempertahankan pH darah, ion bermuatan negative lain yang sebagian besar ion
klorida bergerak masuk ke dalam sel darah merah. Inilah yang disebut chloride shift.
Akibat adanya chloride shift, kadar Cl- darah vena < dari darah arteri. Selanjutnya, HCO3akan bertindak sebagai buffer untuk mengontrol pH darah dalam plasma.
buffer fosfat, dan larutan buffer protein. Sistem buffer itu sendiri terdiri atas natrium
bikarbonat (NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3), dan asam karbonat (H2CO3).
Pengaturan keseimbangan asam basa dilakukan oleh paru paru sehingga nilai Ph
menjadi standar (normal) melalui pengangkutan kelebihan CO 2 dan kelebihan H2CO3 dari
darah yang dapat meningkatkan Ph. Ventilasi dianggap memadai apabila suplai O 2 seimbang
dengan kebutuhan O2. Demikian juga pembuangan CO2 melalui paru paru yang harus
seimbang dengan pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat
mempertahankan kadar PCO2 sebesar 40 mmHg.7
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan ekstrasel
juga meningkat. Sebaliknya, penurunan metabolisme memperkecil konsentrasi CO2. Jika
kecepatan ventilasi paru paru meningkat, kecepatan pengeliaran CO2 juga meningkat, dan
ini menurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam cairan ekstrasel. Peningatan dan
penurunan ventilasi alveolus akan mempengaruhi Ph cairan ekstrasel. Peningkatan PaCO 2
menurunkan pH, sebaliknya penurunan PaCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi
alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H+. Sebaliknya konsentrasi ion H+ dapat
memengaruhi kecepatan kecepatan ventilasi alveolus ( umpan balik). Kadar ph yang rendah,
konsentrasi ion H+ yang tinggi disebut asidosis, sebaliknya ph yang tinggi kadar ion H + yang
rendah disebut alkalosis.
Cairan basa (alkali) digunakan untuk mengoreksi asidosis. Keadaan asidosis dapat
disebabkan karena henti jantung dan koma diabetikum. Contoh cairan alkali antara lain
natrium (sodium laktat) dan natrium bikarbonat. Laktat merupakam garam dari asam lemah
yang dapat mengambil ion H+ dari cairan, sehingga mengurangi keasaman (asidosis). Ion H +
diperoleh dari asam karbonat (H2CO3), yang mana terurai menjadi HCO3- (bikarbonat) dan
H+. Selain sistem pernapasan, ginjal juga berperan untuk mempertahankan asam basa yang
sangat kompleks. Ginjal mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk ion bikarbonat sehingga
ph darah normal. Jika ph plasma turun dan menjadi lebih asam, ion hidrogen dikeluarkan dan
bikarbonat dibentuk kembali.7,8
Pengendalian pernapasan
Pengaturan aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non kimia. Secara non kimia,
ada 3 pusat pengendalian pernapasan normal secara volunteer yang terletak di korteks cerebri
dan impuls dikirimkan ke neuron motorik otot pernapasan melalui jaras kortikospinalis
yaitu:9
1. Pusat respirasi:
Terletak pada formation reticularis medulla oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi
ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi dan terdapat 2 kelompok neuron. 6,9
Kelompok-kelompok neuron tersebut adalah kelompok dorsal dan kelompok ventral.
Kelompok dorsal terutama terdiri dari neuron I. serat-serat saraf yang keluar dari neuron I
sebagian besar berakhir di motor-neuron medulla spinalis dan akan mempersarafi otot-otot
inspirasi. Lepas muatan neuron I menyebabkan gerakan inspirasi. Sebagian serat saraf dari
kelompok dorsal menuju kelompok ventral. Kelompok ventral terdiri dari 2 neuron yaitu
neuron I dan neuron E yang kedua-duanya tidak aktif pada pernapasan tenang. Bila
kebutuhan ventilasi meningkat neuron I ventral diaktifkan melalui rangsang dari kelompok
dorsal. Impulse melalui serat saraf yang keluar dari neuron I kelompok ventral akan
merangsang motor neuron yang mempersarafi otot-otot inspirasi tambahan melalui N. XI dan
N X.6
Neuron E akan dirangsang I dorsal untuk mengeluarkan impulse yang menyebabkan
kontraksi otot-otot ekspirasi (terjadi ekspirasi aktif). Neuron E sebaliknya mengeluarkan
impulse yang menghambat neuron I dorsal. I dorsal menghentikan aktifitasnya sendiri
melalui rangsang hambatan.6
2. Pusat apneustik
Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat
inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls averen vagus dari
reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan maka terjadi
apneustik.9
3. Pusat pneumotaksis
Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama N.Vagus menghambat pusat apneustik
secara periodic. Pada hiperpnea, pusat pneumotaksis ini merangsang pusat respirasi.9
Secara kimia, pengaturan pernapasan dipengaruhi oleh penurunan tekanan oksigen
darah arteri dan peningkatan tekanan CO 2 atau konsentrasi hydrogen darah arteri. Kondisi
tersebut akan meningkatkan tingkat aktivitas pusat respirasi. Namun, kemoreseptor pada SSP
sangat peka terhadap kekurangan oksigen jadi yang bekerja pada saat terjadi penurunan
oksigen di arteri adalah kemoreseptor perifer. Kemoreseptor perifer menjadi tempat perantara
terjadinya hiperventilasi pada peningkatan CO2 darah arteri. Kemoreseptor perifer ada glomus
caroticum dan aortikum. Reseptor di glomes carotikum dan aorticum akan terangsang oleh
peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah arteri, namun yang paling peka adalah
reseptor di glomes caroticum.5
Kesimpulan
Sistem pernapasan memiliki fungsi yang tidak hanya berhubungan untuk
respirasi, tetapi juga sebagai alat pembau, untuk mengatur tekanan kapiler darah, dan lainnya.
Sesak napas merupakan salah satu contoh gangguan sistem pernapasan yang berhubungan
dengan fungsi pernapasan sebagai fungsi untuk respirasi. Sistem pernapasan terdiri dari
beberapa alat pernapasan yang terbagi menjadi 2 zona yaitu zona konduksi dan zona respirasi
yang keduanya berfungsi untuk menghasilkan volume kapasitas paru yang dapat diukur
melalui spirometer.
Daftar pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta:EGC; 2010.
2. Gunadi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.
3. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta:Salemba Medika; 2011.
4. Fawcett DW, Bloom. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2010.h.629-49.
5. Fiore M. Atlas histologi: Di Fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.174-85.
6. Ganong W F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2008.
7. Alimul A A. Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan. Edisi ke2. Jakarta: Salemba
Medika; 2009.
8. Tamsuri A. Klien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Jakarta: EGC; 2009.
9. Asmadi. Teknik procedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba Medika; 2010.