Sunteți pe pagina 1din 11

UJIAN FORENSIK IKF 234

Balqis Toda
1102011060

1. Jelaskan dasar hukum Ver dilihat dari sejarah perundang-undangan


hindia belanda, hingga undang-undang yang berlaku saat ini, yaitu
KUHP, KUHAP, undang-undang yang berkaitan dengan kekerasan
seperti perlindungan anak dan UU perhapusan KDRT!
Visum et repertum merupakan salah satu bentuk bantuan
dokter dalam penegakan hukum dan proses peradilan. Visum et
repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan
sehingga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem
peradilan. Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang
perkara tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan bukti-bukti
forensik yang cukup. Penentuan derajat atau kualifikasi luka
memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan
beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa
keadilan. Bagi praktisi kesehatan diharapkan agar dapat
mengupayakan prosedur pembuatan VeR khususnya VeR perlukaan
yang memenuhi standar karena memiliki dampak yuridis yang luas
dan dapat menentukan nasib seseorang.
Nama Visum Et Repertum tidak pernah disebut dalam KUHAP
maupun hukum acara pidana sebelumnya. Nama Visum Et
Repertum disebut dalam statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2
yang berbunyi
1. Visa Reperta
Dari dokter-dokter, dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan
pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri
Belanda atau Indinesia, atau atas sumpah khusus sebagai
dimaksud dengan pasal 2 mempunyai daya bukti dalam perkaraperkara pidana, sejauh tu mengandung keterangan tentang yang
dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa
2. Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di
negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah/janji
sebagai berikut, psfs Stasblad 1882 no 97 pasal 38
Pasal pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang
sepadan dengan VER adalah psal 186 dan 187, yang berbunyi
Pasal 186 keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan

Pasal 187 (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendpat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadany.
Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai
dengan ketentuan KUHAP. Pasal 184(1) alat bukti yang sah adalah
1. Keterangan saksi
2. keterangan ahli
3. surat
4. petunjuk
5. keterangan terdakwa.
Dari pasal-pasal di atas nampak bahwa yang dimaksud
dengan keterangan ahli maupun surat (butir c) dalam KUHAP adalah
sepadan dengan VER dalam STB no 35 tahun 1937. Perbedannya
adalah bahwa keterangan ahli adalah keterangan atau pendapat
yang dibuat oleh ahli (dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak
hanya terbartas pada apa yang dilihat dan ditemukan oleh si
pembuat. Oleh karena berdasarkan keilmuannya, maka keterangan
ahli atau surat tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas
dasar pemeriksaan medik.
VER adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Oleh karena VER dibuat atas
kehendak undang-undang, maka dokter tidak dapat dituntut karena
membuka rahasia pekerjaan sebagaimana yang diatur dalam pasal
322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal
50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan
untuk melaksanakn ketentuan undang undang, tidak dipadana,
sepanjang VER tersebut hanya diberikan kepada isntasni penyidik
yang memintanya, untuk selanjutnya diberikan dalam proses
peradilan
2. Jelaskan mengenai asal kata forensik dan apa manfaat ilmu
kedokteran forensik bagi individu, masyarakat, dan negara?
Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang spesialistik dari ilmu
kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
Diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk
membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan
yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang
meninggal akibat suatu peristiwa, diperlukan seorang ahli dalam
bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak
yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan
membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan
kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam kazanah Ilmu
Kedokteran Forensik.

Ilmu kedokteran forensik telah dikenal sejak zaman Babilonia,


yang mencatat ketentuan bahwa dokter saat itu mempunyai
kewajiban untuk memberi kesembuhan bagi para pasiennya dengan
ketentuan ganti rugi bila hal tersebut tidak tercapai. Sejarah
mencatat Anthitius, seorang dokter di zaman Romawi kuno yang
pada suatu Forum, semacam institusi peradilan waktu itu,
menyatakan bahwa dari 21 luka yang ditemukan pada tubuh
maharaja Julius Caesar, hanya satu luka saja, yang menembus sela
iga ke-2 sisi kiri depan yang merupakan luka yang mematikan.
Nama kedokteran Forensik dikatakan berasal dari forum ini.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, ternyata ilmu
kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan
penegakan hukum dan keadilan di lingkup pengadilan saja, tetapi
juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain,
misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil,
baik bagi pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi,
dalam membantu pemecahan masalah paternitas, membantu upaya
keselamatan kerja dalam bidang industri dan otomotif dengan
pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun kecelakaan
lalu lintas, dan sebagainya.
Tugas dokter selain sebagai tenaga medis, juga dituntut
kewajibannya untuk membantu aparat penegak hukum dalam
menegakkan keadilan. Perbedaan mendasar antara tujuan ilmu
kedokteran forensik dengan kedokteran umum ialah tugas dari
kedokteran forensik menentukan hubungan kausal dalam suatu
tindak pidana yang menyebabkan kecederaan atau gangguan
kesehatan, berbeda dengan kedokteran umum yang lebih sering
memeriksa dan mengobati.
Manfaat ilmu kedokteran forensik bagi individu, yaitu
membantu seseorang dalam menegakkan keadilan, baik untuk
orang hidup maupun orang yang sudah meninggal. Contohnya pada
kasus penganiayaan atau kekerasan dalam rumah tangga, seorang
korban meminta untuk dilakukan visum. Sebagai seorang dokter,
selain berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan diagnostik dan
memberikan perawatan atau pengobatan yang sesuai, dokter juga
wajib untuk melakukan pemeriksaan diagnotik secara menyeluruh,
dan diharapkan dapat menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh
korban, apa penyebabnya, dan akibat yang timbul terhadap
kesehatan korban. Sedangkan pada korban yang meninggal, dokter
diharapkan dapat mengidentifikasi korban dan dapat menjelaskan
penyebab kematian, mekanisme terjadinya kematian, perkiraan
saat kematian, dan perkiraan cara kematian.
Bagi masyarakat dan negara, manfaat ilmu kedokteran
forensik yaitu untuk membantu menegakkan hukum, baik untuk
korban hidup maupun korban mati. Untuk itu, dalam bidang ilmu
kedokteran forensic dipelajari tatalaksana medikolegal, tanatologi,

traumatology, toksikologi, teknik pemeriksaan, dan segala sesuatu


yang terkait, agar semua dokter dalam memenuhi kewajibannya
membantu penyidik, dapat benar-benar memanfaatkan segala
pengetahuan kedokterannya untuk kepentingan peradilan serta
kepentingan lain yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.
3. Kompetensi dasar apa saja yang harus dikuasi oleh dokter umum
ketika ia mendapat kasus death on arrival di ruang IGD dan
bagaimana cara menentukan, pakah kematian tersebut wajar atau
tidak wajar?
Pada pasien death on arrival, sebagai dokter umum kita harus
menentukan apakah terdapat tanda-tanda kematian.
Tanda tanda kematian:
1. Terhentinya pernafasan dan sirkulisasi, kulit pucat, tonus otot
menghilang, dan relaksasi, dilatasi pupil dan pupil sudah tidak
reaktif terhadap cahaya, adanya segementasi pembuluh darah
retina dan pengeringan kornea
2. Pada kematian yang diperkirakan kurang dari 20 menit, dapat
kita pastikan dengan melakukan pemeriksan ECG untuk
memastikan henti jantung.
3. Tanda tanda pasti kematian: seperti livor mortis, rigor mortis,
dan algor mortis. Melalui pemeriksaan ini dapat kita perkirakan
time of death.
4. Berdasarkan tanda tanda kematian seperti livor mortis, apabila
ditemukan warna yang tidak wajar dapat menunjukan etiologi
kematian.
5. Apakah sudah ada tanda-tanda pembusukan.
Dilakukan anamnesis dengan keluarga atau pengantar dan
pemeriksaan fisik lain untuk menentukan arah etiologi dari kematian
pasien; wajar atau tidak wajarnya kematian pasien.
1. Berdasarkan anamnesis dapat kita verifikasi apakah estimasi
time of death sesuai dengan keterangan pengantar/keluarga,
riwayat penyakit pasien , apakah pasien memiliki underlying
disease yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak.
Faktor usia pasien juga harus dipertimbangkan.
2. Selain itu, pada saat meninggal apakah pasien sedang
beraktivitas, sedang tidur atau beristirahat, apakah pasien
mengalami gejala-gejala seperti nyeri dada, mual muntah
setelah mengkonsumsi makanan atau minuman tertentu.
3. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, selain untuk
mencari tanda- tanda kematian, namun juga untuk menilai
apakah ada tanda tanda kekerasan, keracunan, usaha bunuh
diri, kecelakaan, dll.

4. Apabila dicurigai penyebab kematian tidak wajar, sebisa


mungkin kita ambil sample darah dan urin dari pasien dan
segera konsultasikan ke dokter forensik.
5. Diagnosis pasien didasarkan apa yang kita dapatkan pada
pemeriksaan yang kita lakukan di IGD.
4. Apakah yang menjadi dasar pemikiran bahwa seorang dokter dapat
melakukan pemeriksaan medis pada seorang pasien jika tidak
membawa surat keterangan visum. Apa dasar dokter tetap
memeriksa pasien tersebut?
Pasien memiliki hak untuk diperiksa, diobati atau dirawat.
Sebagaimana tercantum dalam UU Republik Indonesia no. 29 tahun
2004 tentang praktek kedokteran dan pernyataan SK PB IDI yang
dua diantaranya :
Nomer 2
Hak pasien untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu
sesuai dengan standar profesi kedokteran atau kedokteran gigi dan
tanpa diskriminasi.
Nomer 5
Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
klinik dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
Sebagai pasien, orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban
yang timbul akibat hubungan dokter-pasien (kontak terapeutik).
Sehingga dokter dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
maupun penunjang, kemudian menuliskannya sebagai rekam medis.
Dan dokter dapat memberikan terapi jika memang dibutuhkan
sesegera mungkin. Sebagai korban hidup, orang tersebut juga
berstatus sebagai korban untuk dibuatkan visum et repertum (VeR).
VeR merupakan surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan
rekam medis.
5. Apakah prinsip dasar identifikasi didalam kacamata kedokteran
forensik? Kapan seorang dokter menyatakan bahwa seorang korban
sudah teridentifikasi?
Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan
diatur dalam KUHP pasal 133
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaanbketerangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya.

2. Permintaan keterangaran ahli sebagaimana yang dimaksud


dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksa.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik
dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi
cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.
Seorang
dokter
menyatakan
bahwa
korban
sudah
teridentifikasi, apabila dari semua metode identifikasi korban yang
telah dilakukan, minimal dua pemeriksaan, memberikan hasil positif
atau tidak meragukan. Maksud disini tidak meragukan adalah sesuai
dengan data antemortem yang didapat dari keluarga dan sanak
saudara pasien/korban. Akan lebih baik jika pemeriksaan yang lain
juga menghasilkan hasil positif, sehingga makin tegak bahwa korban
yang ditemukan sesuai dengan orang yang dicari.
6. Apa itu etika dan apa yang dimaksud etika kedokteran, jelaskan
mengenai cara dan bagaimana mengurai dilema etika di dunia
kedokteran?
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika
berkaitan dengan konsep yang dimiliki individu ataupun kelompok
untuk menilai apakah tindakan yang telah dikerjakan salah atau
benar, buruk atau baik. Etika juga dapat di definisikan sebagai
refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala
sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan orang
atau kelompok profesi itu sendiri. Etika bermula saat manusia
merefleksikan unsur etis dalam menyampaikan pendapat spontan.
Kebutuhan refleksi itu dirasakan, karena pendapat etis seseorang
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Karenanya
diperlukan etika, dengan tujuan mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan manusia.
Etika kedokteran adalah seperangkat perilaku anggota profesi
kedokteran dalam hubungannya dengan klien/pasien, teman
sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari
keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medik
ditinjau dari segi norma-norma/nilai-nilai moral. Tujuan dari etika
profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah
terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan
mencegah agar dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap
profesional maka perlu kiranya membentuk kode etik profesi
kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan
profesinya tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal. Tunutan
tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter.

Beberapa prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh


dokter dalam pendekatan penyelesaian masalah/dilema etik yaitu
seperti penerapan prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Kedua
prinsip beneficience yaitu seorang dokter selalu berusaha
mengerjakan suatu tindakan dengan sebaik-baiknya. Kebaikan juga
memerlukan
pencegahan
dari
kesalahan
atau
kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain, ketiga prinsip keadilan (justice) oleh dokter
untuk terapi yang sama dan adil terhadap semua pasien yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. lalu
prinsip nonmalaficience yaitu dokter berusah melakukan tindakan
agar tidak menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologik
pada pasien lalu prinsip veracity (kejujuran) yaitu
dokter
menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti, dan kebenaran adalah
dasar dalam membangun hubungan saling antara dokter-pasien,
lalu prinsip kerahasiaan yaitu dokter harus menjaga informasi
tentang pasien nya tersebut tak ada satu orangpun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien
dengan bukti persetujuannya seperti diskusi tentang klien diluar
area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga
tentang pasien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
7. Apa definisi hukum dari istilah malpraktek medis, jelaskan prinsipprinsip atau kaidah menegakan bahwa suatu kasus kelalaian dalam
praktek kedokteran adalah kasus malpraktek medis?
Makna atau pengertian malpraktik terdapat dalam Pasal 11
ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
(UU Tenaga Kesehatan) dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (UU Praktik Kedokteran);
Pasal 360 KUHP lazim digunakan untuk menuntut dokter atas
dugaan malpraktek medis. Pasal 359 digunakan bila menyebabkan
kematian. Dua macam tindak pidana menurut Pasal 360 yakni: (1)
...karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka
berat... (2) ...karena kesalahannya menyebabkan orang lain lukaluka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu
tertentu...
Dari Ayat (1) dapat dirinci unsur-unsurnya:
a) Adanya kelalaian;
b) Adanya wujud perbuatan;
c) Adanya akibat luka berat;
d) Adanya hubungan kausal antara luka berat dengan wujud
perbuatan.
Ayat (2) mengandung unsur-unsur:

a) Adanya kelalaian;
b) Adanya wujud perbuatan;
c) Adanya akibat: luka yang menimbulkan penyakit; luka yang
menjadikan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu;
d) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat.
8. Apakah yang dimaksud dengan kematian dalam kacamata
kedokteran forensik, apakah berbeda dengan kematian dari
kacamata hukum, yaitu sesuai dengan undang-undang tentang
kesehatan?
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu
Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga
sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem
kardiovaskular, dan sistem pernapasan yang menetap (irreversible).
Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan
suara napas tidaj terdengar pada pemeriksaan auskultasi. Mati suri
(suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga
sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran
listrik dan tenggelam. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu
kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat
setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ
atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler
pada tiap organ tidak bersamaan. Mati serebral ialah suatu
kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem
lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi
dengan bantuan alat. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian
dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial
yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan.
Sedangkan definisi kematian menurut UU no.36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai:
Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantungsirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara
permanen, atau apabila kematian batang otak telah dibuktikan
Kedokteran forensik menjelaskan secara lengkap tanda
kematian yang dibagi menjadi dua yaitu tanda pasti dan tidak pasti,
sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan kematian hanya
mendefinisikan bahwa tanda kematian apabila fungsi sistem tubuh

terbukti telah terhenti dimana tanda kematian tersebut merupakan


diantaranya adalah tanda tidak pasti dalam kematian menurut
kacamata Kedokteran Forensik sehingga kurang menguatkan bukti
kematian menurut keterangan medis.

9. Jelaskan sejarah Ver, beserta batasan dan substansinya dikaitkan


dengan ilmu kedokteran?
Nama visum et repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP
maupun hukum acara pidana sebelumnya (RIB=Reglemen Indonesia
yang diBarui). Nama visum et repertum sendiri hanya disebut di
dalam Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang berbunyi :
1. Visa reperta dari dokter-dokter yang dibuat atas sumpah jabatan
yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran
di Belanda atau di Indonesia, atau sumpah khusus sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkaraperkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang
dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa.
2. Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di
Belanda maupun di Indonesia sebagai yang dimaksud dalam
pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (janji) sebagai berikut :
Sedangkan bunyi sumpah dokter yang dimaksud dalam pasal
1 di atas adalah lafal sumpah seperti pada Statsblad 1882 No 97,
pasal 38 (berlaku hingga 2 Juni 1960) yang berbunyi :
"Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan melakukan pekerjaan
ilmu kedokteran, bedah, dan kebidanan menurut ketentuanketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang sebaik-baiknya
menurut kemampuan saya dan bahwa saya tidak akan
mengumumkan kepada siapapun juga segala sesuatu
yang
dipercayakan kepada saya atau yang saya ketahui karena pekerjaan
saya, kecuali kalau saya dituntut untuk memberi keterangan
sebagai saksi atau ahli di muka pengadilan atau selain itu saya
berdasarkan
undang-undang
diwajibkan
untuk
memberi
keterangan."
Dari bunyi Stb 350 tahun 1937 terlihat bahwa :
1. Nilai daya bukti visum et repertum dokter hanya sebatas
mengenai hal yang dilihat atau ditemukannya saja pada korban.
Dalam hal demikian, dokter hanya dianggap memberikan
kesaksian mata saja.
2. Visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah
mengucapkan sumpah sewaktu mulai menjabat sebagai dokter,
dengan lafal sumpah dokter seperti yang tertera pada Statsblad
No 97 pasal 38 tahun 1882. Lafal sumpah dokter ini digunakan
sebagai landasan pijak pembuatan visum et repertum.

Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter


yang sepadan dengan visum et repertum adalah pasal 186 dan 187.
Pada pasal 186 dijelaskan bahwa keterangan ahli ialah segala hal
yang dinyatakannya di sidang pengadilan. Artinya keterangan ahli
ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia
menerima jabatan atau pekerjaan. Sedangkan pada pasal 187, butir
(c) dinyatakan bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal
atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.
Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai dengan
ketentuan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) yang menyatakan
bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Dari pasal-pasal tersebut
tampak bahwa yang dimaksud dengan keterangan ahli maupun
surat (butir c) dalam KUHAP adalah sepadan dengan yang dimaksud
dengan visum et repertum dalam Stb no.350 tahun 1937.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat
(KUHAP) adalah keterangan atau pendapat yang dibuat oleh ahli
(termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak hanya terbatas
pada apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat. Oleh karena
itu berdasarkan keilmuannya maka keterangan ahli atau surat
tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas dasar
pemeriksaan medik.
Nama visum et repertum hingga saat ini masih dipertahankan
walaupun dengan konsep yang berbeda dengan konsep yang lama.
Nama visum et repertum ini digunakan untuk membedakan
surat/keterangan ahli yang dibuat dokter dengan surat/keterangan
ahli yang dibuat oleh ahli lain yang bukan dokter
substansi visum et repertum, yaitu:
1.

Pembukaan
kata pro justitia yang diletakan di bagian atas. kata ini
menjelaskan bahwavisum et repartum khusus di buat utntuk
tujuan peradilan .
2.
pendahuluan
bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repartum
dan instansi kesehatannya, unstasi penyidik pemintanya berikut
nomor dan tanggal surat permintaanya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
3.
pemberitaan
bagian ini berisi hasil pemeriksaan medis tentang keadaan
kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan
perkaranya . Apa yang dilihat, dan ditemukan sepanjang
pengetahuan kedokteran, tindakan medis yang dilakukan. bila

korban meninggal dan dilakukan autopsy, maka diuraikan


keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan
matinya orang tersebut.
4.
kesimpulan
bagian ini berisikan pendapat dokter berdasarkan keilmuannya,
mengenai jenis perlukaan/ cedar yang ditemukan dan jenis
kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau
sebab kematiannya.
5.
Penutup
bagian ini berisikan kalimat baku semikianlah visum et repartum
ini saya buatdengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya
dan mengingat sumpah sesuai kitab undang-undang hokum acara
pidana.
Batasan visum et repartum:
ada 8 hal yang harus diperhatikan pihak berwenang meminta dokter
untuk visum et repartum korban hidup yaitu:
1. harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. langsung menyerahkan kepada dokter, tidak boleh dititip
melalui korban atau keluarganya. juga tidak boleh melalui jasa
pos.
3. bukan kejadian yang sudah lewat lewat sebab termasuk
rahasia jabatan dokter.
4. ada alasan mengapa korban dibawa ke dokter.
5. ada identitas korban.
6. ada identitas pemintanya.
7. mencantumkan tanggal permintaanya.
8. orban diantar oleh penyidik/polisi/jaksa.
Ada 8 hal juga yang harus diperhatikan saat pihak berwenang
meminta dokter untuk membuat visum et repartum jenazah:
1. harus tertulis tidak boleh lisan.
2. harus sedini mungkin.
3. tidak bisa permintaanya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. ada keterangan terjadinya tindakan kejahatan.
5. memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. ada identitas pemintanya.
7. mencantumkan tanggal permintaanya.
8. korban diantar oleh polisi.

S-ar putea să vă placă și