Sunteți pe pagina 1din 15

NAMA : DIAN ASRI GUMILANG PRATIWI

NPM : 110.2011.079
IKF 234

1. Jelaskan dasar hukum VER dilihat dari sejarah perundang undangan Hindia
Belanda hingga undang undang yang berlaku saat ini yaitu, KUHP, KUHAP,
Undang undang yang berkaitan dengan kekerasan seperti perlindungan anak dan
UU perhapusan KDRT?
Jawab :
1) Dasar hukum VER disebut dalam Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang
berbunyi,
Pasal 1 : Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia,
merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta
tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada
benda yang diperiksa. . Pasal 2 : Dokter- dokter yang tidak mengikrarkan sumpah
jabatan dinegeri belanda maupun di Indonesia, Sebagai yang dimaksud dalam pasal 1,
boleh mngikrarkan sumpah atau janji sebagai berikut : saya bersumpah (berjanji bahwa
saya akan melakukan pekerjaan ilmu kedokteran, bedah dan kebidanan menurut
ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh undang undang sebai baiknya menurut
kemampuan saya dan bahwa saya tidak akan mengumumkan kepada siapapun juga,
segala sesuatu yang dipercayakan kepada saya atau yang saya ketahui karena pekerjaan
saya, kecuali kalau saya dituntut untuk memberi keterangan sebagai saksi atau ahli
dimuka pengadilan atau selain itu saya berdasarkan undang-undang diwajibkan uhntuk
memberi keterangan.
2) Pasal 322 KUHP : Visum et repertum dibuat atas kehendak undang undang maka
dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan, meskipun dokter
membuat tanpa seizing pasien.
3) Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang undang, tidak dipidana, sepanjang visum et repertum
tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya
dipergunakan dala proses peradilan.
4) KUHAP Pasal 133
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajuka permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehaiman atau dokter atau ahli lainnya.

2) Permintaan keterangan ahli sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan


secra tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaaan bedah mayat.
5) Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik POLRI berpangkat
serendah-rendahnya pembantu letnan dua, sedangkan pada wilayah polisi tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya
tertentu. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah rendahnya sersan
dua. Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksa telah ditandatangani
oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si pendatang menandatangani
surat tersebut selaku penyidik.
6) Pasal 179 KUHAP
Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter
untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP
sebagai berikut
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
7) UU pengapusan KDRT : Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT,
sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. UU PKDRT ini lahir
melalui perjuangan panjang selama lebih kurang tujuh tahun yang dilakukan para aktivis
gerakan perempuan dari berbagi elemen.
8) Undang Undang perlindungan anak :
Bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak belum
memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara komprehensif terjadinya
kekerasan seksual terhadap anak, sehingga perlu segera mengubah Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

2. Jelaskan mengenai asal kata forensic, dan apa manfaat ilmu kedokteran forensic
bagi individu masyarakat dan negara!
Jawab :
Forensik berasal dari Bahasa latin, Forensis yang berarti dari luar dan serumpun
dengan kata forum yang berarti tempat umum adalah bidang ilmu pengetahuan yang
digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan
ilmu atau sains.
Manfaat ilmu kedokteran forensic adalah 1) bermanfaat dalam urusan penegakan
hukum dan keadilan, dilingkup pengadilan 2) bermanfaat dalam segi kehidupan
bermasyarakat , misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil,
baik bagi pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi, dalam membantu
pemecahan masalah paternitas (penemuan ke-ayah-an), membantu upaya
keselamatan kerja dalam bidang industry dan otomotif dengan pengumpulan data
korban kecelakaan industry, maupun kecelakaan lalulintas dan sebagainya.
3. Kompetensi dasar apa saja yang harus dikuasai oleh dokter umum ketika ia
mendapat kasus, Death on Arrival diruamg IGD, dan bagaimana cara menentukan
apakah kematian tersebut wajar atau tidak wajar ?
Jawab :
DOA (Death on Arrival) merupakan keadaan dimana apasien atauy korban
ditemukan dalam keadaan sudah meninggal ditempat pelayanan. Jika dokter nenemukan
kasus DOA yang harus dilakukan adalah memeriksa pasien, melihat ada tanda kekerasan
atau kemungkinan kasus tindak pidana dan sebelumnya sudah melakukan wawancara
dengan pengantar mengenai kondisi terakhir jenazah dan kronologis kejadian. Jika
ditemukan atau dicurigai suatu tindak pidana atas kematian korban maka dokter
menganjurkan pengantar atau petugas Rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah
tempat kejadian perkara. Selanjutnya Jenazah ditahan di Rumah sakit sampai Penyidik
memutuskan untuk tindakan forensic selanjutnya. Sedangkan jika dalam pemeriksaaan
dan wawancara dengan pengantar, disimpulkan kematian wajar maka jenazah boleh
dibawa pulang.
Tanda tanda kematian:

Terhentinya pernafasan dan sirkulisasi, kulit pucat, tonus otot menghilang, dan
relaksasi, dilatasi pupil dan pupil sudah tidak reaktif terhadap cahaya, adanya
segementasi pembuluh darah retina dan pengeringan kornea.
Pada kematian yang diperkirakan kurang dari 20 menit,dapat kita pastikan dengan
melakukan pemeriksan ECG untuk memastikan henti jantung.
Tanda tanda pasti kematian: seperti livor mortis, rigor mortis, dan algor mortis.
Melalui pemeriksaan ini dapat kita perkirakan time of death.

Berdasarkan tanda tanda kematian seperti livor mortis, apabila ditemukan warna
yang tidak wajar dapat menunjukan etiologi kematian.
Apakah sudah ada tanda-tanda pembusukan.

Selain pemeriksaan tanda-tanda kematian, kita lakukan anamnesis dengan keluarga/


pengantar dan pemeriksaan fisik lain untuk menentukan arah etiologi dari kematian
pasien; wajar atau tidak wajarnya kematian pasien.

Berdasarkan anamnesis dapat kita verifikasi apakah estimasi time of death sesuai
dengan keterangan pengantar/keluarga, riwayat penyakit pasien , apakah pasien
memiliki underlying disease yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak.
Faktor usia pasien juga harus dipertimbangkan.
Selain itu, pada saat meninggal apakah pasien sedang beraktivitas, sedang tidur
atau beristirahat, apakah pasien mengalami gejala-gejala seperti nyeri dada, mual
muntah setelah mengkonsumsi makanan atau minuman tertentu.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, selain untuk mencari tandatanda kematian, namun juga untuk menilai apakah ada tanda tanda kekerasan,
keracunan, usaha bunuh diri, kecelakaan, dll.
Apabila dicurigai penyebab kematian tidak wajar, sebisa mungkin kita ambil
sample darah dan urin dari pasien dan segera konsultasikan ke dokter forensik.
Diagnosis pasien didasarkan apa yang kita dapatkan pada pemeriksaan yang kita
lakukan di IGD

4. Apakah yang menjadi dasar pemikiran bahwa seorang dokter dapat melakukan
pemeriksaan medis pada seorang pasien jika tidak membawa surat keterangan
visum. Apa dasar dokter tetap memeriksa pasien tersebut?
Jawab :
Orang tersebut dihadapan dokter berstatus sebagai pasien yang memiliki hak untuk
diperiksa, diobati atau dirawat. Sebagaimana tercantum dalam UU Republik Indonesia no. 29
tahun 2004 tentang praktek kedokteran dan pernyataan SK PB IDI yang dua diantaranya :
Nomer 2
Hak pasien untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi
kedokteran atau kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
Nomer 5
Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat etisnya
tanpa campur tangan dari pihak luar.

Sebagai pasien, orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang timbul akibat hubungan
dokter-pasien (kontak terapeutik). Sehingga dokter dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik maupun penunjang, kemudian menuliskannya sebagai rekam medis. Dan dokter dapat
memberikan terapi jika memang dibutuhkan sesegera mungkin. Sebagai korban hidup, orang
tersebut juga berstatus sebagai korban untuk dibuatkan visum et repertum (VeR). VeR merupakan
surat keterangan, jadi dapat dibuat berdasarkan rekam medis.
Pemeriksaan dokter yang dilakukan tanpa adanya surat permintaan visum (SPV) dapat
menyelamatkan barang bukti dalam waktu yang lebih cepat, agar kemungkinan hilangnya barang
bukti lebih sedikit. Jika SPV memang belum ada atau datang terlambat.

5. Apakah prinsip dasar identifikasi didalam kacamata kedokteran forensic. Kapan


seorang dokter menyatakan bahwa korban sudah teridentifikasi ?
Jawaban:
Identifikasi forensik adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Prinsip dasar identifikasi forensik adalah
membandingkan data antemortem (data semasa hidup) dan data postmortem (data
setelah kematian) pada orang yang tidak dikenal. Data yang diduga sebagai orang
hilang terkadang kurang lengkap, bahkan tidak ada. Nantinya diharapakan dengan
dilakukannya identifikasi ini, dokter forensik dapat menentukan identitas personal dari
pasien / korban, sehingga dapat membantu proses penyidikan lebih lanjut, sehingga
proses peradilan bisa berjalan dengan lancar. Membantu disini juga termasuk menentukan
dugaan sementara penyebab dari kematian korban, sehingga kitapun bisa menentukan,
apakah korban ini meninggal dengan wajar, atau tidak wajar. Tentunya tidak akan tegak
penyebab kematian apabila autopsi tidak dilakukan, tetapi setidaknya ada gambaran yang
didapat dari hasil identifikasi awal.
Identifikasi forensik dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan. Pemeriksaan ini
memiliki tujuan untuk mnentukan identitas personal, metode yang digunakan antara lain :
Identifikasi sidik jari.
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan sidik jari antemortem.

Ketepatan dari pemeriksaan ini lumayan diakui tepat.


Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah ke orang-orang yang

merasa kehilangan anggota keluarganya. Efektif jika korban belum membusuk.


Dokumen
Metode ini dilakukan dengan melihat semua dokumen yang ditemukan bersama

pasien, dokumen tersebut seperti KTP, SIM, dan kartu-kartu identitas lainnya.
Pakaian dan perhiasan

Metode ini dilakukan dengan mengidentifikasi pakaian dan perhiasan yang


digunakan korban, yang nantinya dicocokkan dengan pakain terakhir pasien

sebelum hilang.
Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna
mata, cacat/kelainan khusus, dan tatoo.
Gigi
Data gigi korban nantinya dicocokkan dengan ciri khas yang dimiliki pasien
Serologik
Untuk penentuan golongan darah korban
Eksklusi
Biasanya digunakan untuk identifikasi korban dari kecelakaan massal.
Identifikasi DNA
Semua pemeriksaan tersebut harus dilakukan, guna mengumpulkan data untuk
menentkan identitas personal korban.
Seorang dokter menyatakan bahwa korban sudah

teridentfikasi, apabila dari

semua metode identifikasi korban yang telah dilakukan, minimal dua pemeriksaan,
memberikan hasil positif atau tidak meragukan. Maksud disini tidak meragukan adalah
sesuai dengan data antemortem yang didapat dari keluarga dan sanak saudara
pasien/korban. Akan lebih baik jika pemeriksaan yang lain juga menghasilkan hasil
positif, sehingga makin tegak bahwa korban yang ditemukan sesuai dengan orang yang
dicari.
6. Apa itu etika, dana pa yang dimaksud etika kedokteran, jelaskan mengenai cara
dan bagaimana mengurai dilem etika didunia kedokteran ?
Jawab :
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan yang telah dikerjakan salah
atau benar, buruk atau baik. Etika juga dapat di definisikan sebagai refleksi dari apa yang
disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan orang atau kelompok profesi itu sendiri. Etika bermula saat manusia
merefleksikan unsur etis dalam menyampaikan pendapat spontan. Kebutuhan refleksi itu
dirasakan, karena pendapat etis seseorang tidak jarang berbeda dengan pendapat orang
lain. Karenanya diperlukan etika, dengan tujuan mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan manusia. Etika pun diartikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia dalam tiga
arti, yaitu sebagai berikut :

a) Ilmu tentang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam bermasyarakat bahkan dalam berprofesi sekalipun,
b) Kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, atau pribadi seseorang,
c) Nilai yang mengenal benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika dikelompokan menjadi dua definisi yang pernah disampaikan, yaitu:
a) Etika merupakan karakter individu, bahwa orang yang beretika adalah orang baik.
Merupakan pemahaman manusia sebagai individu atau pribadi yang beretika.
b) Etika merupakan hukum sosial, merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta
membatasi perilaku manusia, bila seseorang beretika pasti memahami norma yang
berlaku dalam kehidupan dan tidak mungkin melakukan hal buruk yang akan
mencerminkan pribadinya menjadi tidak beretika. Etika membutuhkan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi, sehingga etika merupakan suatu ilmu.
Kehadiran organisasi profesi berupa kode etik profesi jelas diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk
penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian. Sebuah profesi hanya memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para profesional tersebut ada kesadaran
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukan. Istilah profesi merupakan suatu hal yang
berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan yang dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian, sehingga banyak yang bekerja tetapi belum tentu memiliki profesi sesuai. Salah
satu profesi dari beberapa profesi yang ada maka terdapat juga istilah dari etika kedokteran.
Etika kedokteran adalah seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam
hubungannya dengan klien/pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan
bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medik ditinjau dari segi
norma-norma/nilai-nilai moral. Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi
atau mencegah terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah
agar dokter dalam menjalani profesinya dapat bersikap profesional maka perlu kiranya
membentuk kode etik profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan
profesinya tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal. Tunutan tersebut kita kenal dengan
kode etik profesi dokter.
Sebagai profesi kedokteran, banyak sekali dilema yang akan dihadapi oleh seorang
dokter, penguraian dilemma etika di dunia kedokteran dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara
dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang
yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan
apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis
bertambah sulit dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional. Contoh pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering
ditemui dilema etik, misalnya pasien dengan kematian batang otak dan pasien dengan
penyakit terminal misalnya gagal ginjal lalu pasien menuntut haknya untuk dilakukan
transplantasi ginjal.
Ada beberapa prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh dokter dalam pendekatan
penyelesaian masalah/dilema etik yaitu seperti penerapan prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap

kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai, dengan itu dokter menghargai hak hak pasien
dalam membuat keputusan tentang pengobatan dirinya sebagai pasien. Kedua prinsip
beneficience yaitu seorang dokter selalu berusaha mengerjakan suatu tindakan dengan
sebaik-baiknya. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain,
ketiga prinsip keadilan (justice) oleh dokter untuk terapi yang sama dan adil terhadap semua
pasien yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam praktek profesional ketika dokter bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan,
lalu prinsip nonmalaficience yaitu dokter berusah melakukan tindakan agar tidak
menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologik pada pasien lalu prinsip veracity
(kejujuran) yaitu dokter menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan
bahwa pasien sangat mengerti, dan kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan
saling antara dokter-pasien, lalu prinsip kerahasiaan yaitu dokter harus menjaga informasi
tentang pasien nya tersebut tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya seperti diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang pasien dengan
tenaga kesehatan lain harus dicegah. Prinsip-prinsip tersebut yang harus selalu di
pertimbangkan, dipahami dan dijalankan oleh seorang dokter.
7. Apa definisi hokum dari istilah mal praktek medis , jelaskan prinsip prinsip atau
kaidah menegakan bahwa suatu kasus kelalaian dalam praktik kedokteran adalah
kasus malpraktik medik ?
Jawaban:
Makna atau pengertian malpraktik tidak terdapat pada peraturan perundangundangan, namun terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang
Tenaga Kesehatan (UU Tenaga Kesehatan) dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (UU Praktik Kedokteran).
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga
kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:
a. Melalaikan kewajiban;
b. Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah
sebagai tenaga kesehatan;
c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.
Akibat malpraktek medis yang menjadi tindak pidana harus berupa akibat yang sesuai
dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang, seperti :

A. Kealpaan yang Menyebabkan Kematian


Pasal 359 KUHP selalu didakwakan terhadap kematian yang diduga disebabkan
kesalahan dokter. Pasal 359 merumuskan barangsiapa karena kesalahannya
menyebabkan orang lain mati disamping adanya sikap batin culpaseta kalimat
menyebabkan orang lain mati, yakni:
a. Harus ada wujud perbuatan;
b. Adanya akibat perbuatan berupa kematian; dan
c. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.;
Sikap batin culpa bukan ditujukan pada perbuatan, tetapi pada
kematian. Culpa dapat dibedakan tiga macam, berdasarkan sudut tingkatannya:

akibat

a. Kelalaian yang tidak disadari, pembuat tidak menyadari bahwa perbutan yang hendak
dilakukan dapat menimbulkan akibat terlarang dalam hukum. Hubungannya dengan
pelayanan kesehatan, dokter tidak mengetahui bahwa perbuatan yang hendak
diperbuatnya dapat mengakibatkan kematian;
b. Kealpaan yang disadari, adanya kesadaran terhadap timbulnya akibat dari tindakan
medis yang hendak diwujudkan. Dokter meyakini bahwa akibat tersebut tidak akan
timbul, namun setelah tindakan medis dilakukan ternyata akibat tersebut timbul; dan
c. Termasuk dalam kealpaan yang disadari, telah disadari bahwa akibat bisa timbul,
namun yakin tidak akan timbul. Setelah tindakan dilakukan dan timbul gejala-gejala yang
mengarah pada timbulnya akibat. Telah berbuat yang cukup untuk menghindarinya,
namun kenyataanya setelah tindakan akibatpun timbul.
B.

Kealpaan yang Menyebabkan Luka-Luka

Pasal 360 KUHP lazim digunakan untuk menuntut dokter atas dugaan malpraktek medis.
Pasal 359 digunakan bila menyebabkan kematian. Dua macam tindak pidana menurut
Pasal 360 yakni: (1) ...karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka
berat... (2) ...karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu...
Dari Ayat (1) dapat dirinci unsur-unsurnya:
a) Adanya kelalaian;
b) Adanya wujud perbuatan;
c) Adanya akibat luka berat;
d) Adanya hubungan kausal antara luka berat dengan wujud perbuatan.
Ayat (2) mengandung unsur-unsur:
a) Adanya kelalaian;
b) Adanya wujud perbuatan;

c) Adanya akibat: luka yang menimbulkan penyakit; luka yang menjadikan halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu;
d) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat.
Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengenai
perbuatan yang dapat dipidana antara lain:
1
2
3
4

5
6
7
8

Melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki Surat Tanda Register (Pasal 75 ayat (1));
Melakukan Praktek kedokteran tanpa memiliki Surat Ijin Praktek (Pasal 76);
Menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi (Pasal 77);
Menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi (Pasal 78);
Tidak memasang papan nama (Pasal 79 huruf a);
Tidak membuat rekam medis (Pasal 79 huruf b);
Tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 51 (Pasl 79 huruf c), dan;
Korporasi atau perseorangan yang mempekerjakan dokter atau dokter gigi tanpa tidak
memiliki surat tanda registrasi dan ijin praktek (Pasal 80).

8. Apa yang dimaksud dengan kematian dalam kacamata kedokteran forensic, apakah
berbeda dengan kematian dari kacamata hokum, yaitu sesuai dengan undangundang tentang kesehatan ?
Jawab:
Dalam kedokteran forensik terdapat istilah tanatologi yaitu bagian dari Ilmu Kedokteran
Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah
tentang mati, yaitu Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga
sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem
pernapasan yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks,
nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara
napas tidaj terdengar pada pemeriksaan auskultasi. Mati suri (suspended animation,
apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan
dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan
pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam. Mati seluler (mati
molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat
setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbedabeda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan. Mati
serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. Mati otak (mati

batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya
mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak
dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa
menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan
dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
A. Tanda kematian tidak pasti
1
2
3
4
5
6

Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.


Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
Kulit pucat.
Tonus otot menghilang dan relaksasi.
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata
B. Tanda kematian pasti
1) Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan atau merah ungu
(livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau
stagnasi darah karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi,
bukan bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras. Bercak tersebut mulai
tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak
tersebut makin luas dan lengkap, menetap 8-12 jam pasca kematian klinis.
Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita menekannya.
2) Kaku mayat (rigor mortis) adalah kekakuan yang terjadi pada otot disertai dengan
sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi
primer; hal mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada
protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot
Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi
kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera
setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer
Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi
Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah
3) Penurunan suhu tubuh (Algor Mortis) adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat
terhentinya produksi panas dan terjadi pengeluaran panas terus-menerus
disebabkan perbedaan suhu antara mayat dengan likungannya.
4) Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat
autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium welchii. Gas
pembusukan akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang
berwarna hijau kehitaman. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian

seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Terlihat
pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah
yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan
disertai bau busuk.
5) Adiposera atau lilin mayat adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak atau berminyak berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
pasca mati.
6) Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cepat
sehingga terjadi pengeringan yang menghentikan pembusukan dalam waktu 12-14
minggu.
Sedangkan definisi kematian menurut UU no.36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai:
Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan sistem
pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang
otak telah dibuktikan
Kematian menurut kacamata Kedokteran Forensik dan Undang-Undang
Kesehatan terdapat perbedaan dimana dalam kedokteran forensik menjelaskan
secara lengkap tanda kematian yang dibagi menjadi dua yaitu tanda pasti dan
tidak pasti, sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan kematian hanya
mendefinisikan bahwa tanda kematian apabila fungsi sistem tubuh terbukti telah
terhenti dimana tanda kematian tersebut merupakan diantaranya adalah tanda
tidak pasti dalam kematian menurut kacamata Kedokteran Forensik sehingga
kurang menguatkan bukti kematian menurut keterangan medis.
9. Jelaskan sejarah VER beserta batasan dan substansinya dikaitkan dengan ilmu
kedokteran ?
Jawab :
visum et repertum di buat berdasarkan undang-undang yaitu pasal 120, 179,133 ayat 1
KUHP , maka dokter tidak dapat di tuntut karena membuka rahasia pekerjaan
sebagaimana di atur dalam pasal 322 KUHP meskipun dokter membuat nya tanpa
seizin pasien.
Sejarah Visum Et Repertum di Indonesia
Nama visum et repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP maupun hukum acara
pidana sebelumnya (RIB=Reglemen Indonesia yang diBarui). Nama visum et
repertum sendiri hanya disebut di dalam Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang
berbunyi :
1

Visa reperta dari dokter-dokter yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di Belanda atau di Indonesia, atau sumpah
khusus sebagai yang dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkaraperkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter
pada benda yang diperiksa.

Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di Belanda maupun di


Indonesia sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (janji)
sebagai berikut :
Sedangkan bunyi sumpah dokter yang dimaksud dalam pasal 1 di atas adalah lafal
sumpah seperti pada Statsblad 1882 No 97, pasal 38 (berlaku hingga 2 Juni 1960) yang
berbunyi :
"Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan melakukan pekerjaan ilmu kedokteran,
bedah, dan kebidanan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh undangundang sebaik-baiknya menurut kemampuan saya dan bahwa saya tidak akan
mengumumkan kepada siapapun juga segala sesuatu yang dipercayakan kepada saya
atau yang saya ketahui karena pekerjaan saya, kecuali kalau saya dituntut untuk
memberi keterangan sebagai saksi atau ahli di muka pengadilan atau selain itu saya
berdasarkan undang-undang diwajibkan untuk memberi keterangan."
Dari bunyi Stb 350 tahun 1937 terlihat bahwa :

Nilai daya bukti visum et repertum dokter hanya sebatas mengenai hal yang dilihat
atau ditemukannya saja pada korban. Dalam hal demikian, dokter hanya dianggap
memberikan kesaksian mata saja.

Visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah mengucapkan
sumpah sewaktu mulai menjabat sebagai dokter, dengan lafal sumpah dokter seperti
yang tertera pada Statsblad No 97 pasal 38 tahun 1882. Lafal sumpah dokter ini
digunakan sebagai landasan pijak pembuatan visum et repertum.
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan
visum et repertum adalah pasal 186 dan 187. Pada pasal 186 dijelaskan bahwa
keterangan ahli ialah segala hal yang dinyatakannya di sidang pengadilan. Artinya
keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Sedangkan pada
pasal 187, butir (c) dinyatakan bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang
diminta secara resmi kepadanya. Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah
sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) yang menyatakan bahwa
alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
keterangan terdakwa. Dari pasal-pasal tersebut tampak bahwa yang dimaksud dengan
keterangan ahli maupun surat (butir c) dalam KUHAP adalah sepadan dengan yang
dimaksud dengan visum et repertum dalam Stb no.350 tahun 1937.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat (KUHAP) adalah
keterangan atau pendapat yang dibuat oleh ahli (termasuk dokter) berdasarkan
keilmuannya, tidak hanya terbatas pada apa yang dilihat dan ditemukan oleh si
pembuat. Oleh karena itu berdasarkan keilmuannya maka keterangan ahli atau surat
tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas dasar pemeriksaan medik.

Nama visum et repertum hingga saat ini masih dipertahankan walaupun dengan
konsep yang berbeda dengan konsep yang lama. Nama visum et repertum ini
digunakan untuk membedakan surat/keterangan ahli yang dibuat dokter dengan
surat/keterangan ahli yang dibuat oleh ahli lain yang bukan dokter
substansi visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
kata pro justitia yang diletakan di bagian atas. kata ini menjelaskan bahwavisum et
repartum khusus di buat utntuk tujuan peradilan .
2. pendahuluan
bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repartum dan instansi
kesehatannya, unstasi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat
permintaanya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
3. pemberitaan
bagian ini berisi hasil pemeriksaan medis tentang keadaan kesehatan atau sakit atau
luka korban yang berkaitan dengan perkaranya . Apa yang dilihat, dan ditemukan
sepanjang pengetahuan kedokteran, tindakan medis yang dilakukan. bila korban
meninggal dan dilakukan autopsy, maka diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang
berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut.
4. kesimpulan
bagian ini berisikan pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis
perlukaan/ cedar yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta
derajat perlukaan atau sebab kematiannya.
5. penutup
bagian ini berisikan kalimat baku semikianlah visum et repartum ini saya buatdengan
sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan mengingat sumpah sesuai kitab undangundang hokum acara pidana.

batasan visum et repartum:


ada 8 hal yang harus diperhatikan pihak berwenang meminta dokter untuk visum et
repartum korban hidup yaitu:
1
2
3
4

harus tertulis, tidak boleh secara lisan.


langsung menyerahkan kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. juga tidak boleh melalui jasa pos.
bukan kejadian yang sudah lewat lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
ada alasan mengapa korban dibawa ke dokter.

5
6
7
8

ada identitas korban.


ada identitas pemintanya.
mencantumkan tanggal permintaanya.
orban diantar oleh penyidik/polisi/jaksa.

1
2
3
4
5
6
7
8

dan ada 8 hal juga yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat visum et repartum jenazah:
harus tertulis tidak boleh lisan.
harus sedini mungkin.
tidak bisa permintaanya hanya untuk pemeriksaan luar.
ada keterangan terjadinya tindakan kejahatan.
memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
ada identitas pemintanya.
mencantumkan tanggal permintaanya.
korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaain embuat Visum et repartum, dokter harus mencatat tanggal dan
jam, penerimaan surat permintaan, dan mecatat nama petugas yang mengantar korban. batas
waktubagi dokter untuk menyerahkan hasil visum et repartum kepada penyidik selama 20 hari.
bila belum selesai batas waktu menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

S-ar putea să vă placă și

  • Pendahuluan MRKH 1
    Pendahuluan MRKH 1
    Document2 pagini
    Pendahuluan MRKH 1
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Cover H
    Cover H
    Document1 pagină
    Cover H
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Cover Tesis
    Cover Tesis
    Document25 pagini
    Cover Tesis
    elisabeth aprilia
    Încă nu există evaluări
  • Cover Tesis
    Cover Tesis
    Document25 pagini
    Cover Tesis
    elisabeth aprilia
    Încă nu există evaluări
  • Ujian-Galuh Kresna Bayu
    Ujian-Galuh Kresna Bayu
    Document9 pagini
    Ujian-Galuh Kresna Bayu
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • BAB 2 Miniproject
    BAB 2 Miniproject
    Document18 pagini
    BAB 2 Miniproject
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Meningoensefalitis
    Meningoensefalitis
    Document1 pagină
    Meningoensefalitis
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Cover Tesis
    Cover Tesis
    Document25 pagini
    Cover Tesis
    elisabeth aprilia
    Încă nu există evaluări
  • Hepatits B
    Hepatits B
    Document60 pagini
    Hepatits B
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Dosis Anak
    Dosis Anak
    Document1 pagină
    Dosis Anak
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Soal Pre Asi
    Soal Pre Asi
    Document1 pagină
    Soal Pre Asi
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Kematian Pasien Death on Arrival
    Kematian Pasien Death on Arrival
    Document11 pagini
    Kematian Pasien Death on Arrival
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Laporan Kasus Meningoencepalitis
    Laporan Kasus Meningoencepalitis
    Document31 pagini
    Laporan Kasus Meningoencepalitis
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Sikap
    Sikap
    Document2 pagini
    Sikap
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Bab I
    Bab I
    Document3 pagini
    Bab I
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Onani
    Onani
    Document3 pagini
    Onani
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • 234
    234
    Document3 pagini
    234
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Ujian Balqis Toda
    Ujian Balqis Toda
    Document11 pagini
    Ujian Balqis Toda
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • 235
    235
    Document3 pagini
    235
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Daftar Nama Peserta Kepaniteraan Ikf 233-234
    Daftar Nama Peserta Kepaniteraan Ikf 233-234
    Document1 pagină
    Daftar Nama Peserta Kepaniteraan Ikf 233-234
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Cover
    Cover
    Document1 pagină
    Cover
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Ambulance
    Ambulance
    Document11 pagini
    Ambulance
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Penanganan Pasien Kritis
    Penanganan Pasien Kritis
    Document24 pagini
    Penanganan Pasien Kritis
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Referat Anestesi Regional
    Referat Anestesi Regional
    Document45 pagini
    Referat Anestesi Regional
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Penanganan Pasien Kritis
    Penanganan Pasien Kritis
    Document24 pagini
    Penanganan Pasien Kritis
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Anestesi Regional
    Anestesi Regional
    Document56 pagini
    Anestesi Regional
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Penanganan Pasien Kritis
    Penanganan Pasien Kritis
    Document24 pagini
    Penanganan Pasien Kritis
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Apendicitis
    Apendicitis
    Document21 pagini
    Apendicitis
    Hafiz Arqursoy
    Încă nu există evaluări
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document7 pagini
    Daftar Isi
    aribfarras
    Încă nu există evaluări