Sunteți pe pagina 1din 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ADDISON DISEASE

MAKALAH

oleh
Kelompok 8

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2016

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ADDISON DISEASE


DAN SINDROM CUSHING

MAKALAH
disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Medikal dengan dosen
pengampu: Ns. Lantin Sulistyorini,S.Kep.,M.Kes.

oleh
Mega Rani Wulandari

142310101086

Rosita Amalia Dewi L

142310101094

Fitri Aditya Sari

142310101104

Nanda Ema Avista

142310101120

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2016

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Penyakit


Suatu kondisi berkurangnya sintesis hormon kortisol yang diakibatkan
oleh gangguan fungsi pada korteks adrenal, pada beberapa kasus sintesis
aldosteron juga terganggu. Penyakit Addison adalah gangguan yang
melibatkan terganggunya fungsi dari kelenjar korteks adrenal. Hal ini
menyebabkan penurunan produksi dua penting bahan kimia (hormon)
biasanya dirilis oleh korteks adrenal : kortisol dan aldosteron (Liotta EA et
all 2010). Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh
ketidakmampuan kelenjar adrenalis (korteks adrenalis) memproduksi
hormon glukokortikoid (kortisol), pada beberapa kasus didapatkan
ketidakmampuan memproduksi mineralokortikoid (aldosteron) yang
cukup bagi tubuh. Oleh karenanya penyakit Addison ini disebut juga
dengan chronic adrenal insufficiency atau hypocortisolism.
Kortisol diproduksi oleh kelenjar adrenalis yang dikontrol oleh
hipotalamus dan kelenjar hipofise di otak. Hipotalamus memberikan signal
kepada kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon adrenokortikotropin
(ACTH) yang menstimulasi kelenjar adrenalis memproduksi kortisol.
Apabila kelenjar adrenalis tidak dapat memproduksi cukup kortisol maka
keadaan

ini

disebut

insufficiency(hypocortisolism)

sebagai
atau

primary
Addison'

adrenocortical
disease.

Apabila

hipotalamus atau kelenjar hipofise tidak mampu bekerja dengan baik


dalam memproduksi cukup ACTH maka keadaan ini disebut sebagai
secondary adrenocortical insufficiency.

1.2 Epidemiologi
Penyakit Addison adalah penyakit yang jarang dan dapat terjadi pada
pria maupun wanita. Onset penyakit ini dapat terjadi pada semua usia.
Frekuensi penyakit Addison pada populasi manusia diperkirakan 1 dari
100.000. Beberapa penelitian dan informasi mendapatkan 40-60 kasus
dalam 1 juta populasi. 5-6 kasus dalam 1 juta populasi pertahun di US dan
dilaporkan sekitar 8 dalam satu juta populasi di UK. Faktor etnis
disebutkan tidak signifikan dalam epidemiologi penyakit Addison.
Tingkat kematian untuk penyakit Addison adalah 1,4 kematian per juta
kasus per tahun. Perkiraan ini sudah usang karena insiden TB terkait
penyakit Addison lebih besar ketika data ini dikumpulkan. Sebuah studi
Swedia melaporkan bahwa tingkat relatif dari kematian pada pasien
penyakit Addison adalah 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
sebelumnya. Keganasan, penyakit menular, dan kejadian kardiovaskular
adalah penyebab yang bertanggung jawab atas meningkatnya angka
kematian menjadi lebih tinggi. Diabetes melitus tercatat pada 12% dari
populasi ini, tetapi menyumbang hanya dalam jumlah kecil dengan tingkat
mortalitas secara keseluruhan lebih tinggi.
Berdasarkan seks Rasio laki-perempuan adalah 1:1.5-3.5. Berdasarkan
umur Addison penyakit dapat terjadi pada orang dari segala usia, namun
paling sering terjadi pada orang berusia 30-50 tahun. Ekspresi antibodi
korteks adrenal (ACAs) pada pasien tanpa gejala penyakit Addison
merupakan risiko yang signifikan terhadap pengembangan insufisiensi
adrenal. Risiko bervariasi dengan usia, anak-anak memiliki risiko tinggi
perkembangan dibandingkan dengan orang dewasa, dimana ekspresi
ACAs merupakan risiko 30% dari pengembangan menjadi penyakit
Addison (Liotta EA et all 2010).
1.3 Etiologi
Ketidakmampuan memproduksi hormon kortisol yang adekuat disebut
juga insufisiensi adrenal terjadi karena beberapa hal. Keadaan tersebut
disebabkan oleh gangguan di kelenjar itu sendiri (insufisiensi adrenal

primer) atau gangguan sekresi hormon ACTH oleh kelenjar hipofisis


(insufisiensi adrenal sekunder).
a. Insufisiensi Adrenal Primer
Sebagian besar penyakit

addison

disebabkan

oleh

destruksi korteks adrenal yang disebabkan oleh sistem imun


tubuh kita sendiri. Kira-kira 70% kasus penyakit Addison yang
dilaporkan merupakan penyakit autoimun di mana insufisiensi
adrenal terjadi ketika destruksi korteks adrenal mencapai 90%.
Keadaan ini menyebabkan kurangnya produksi hormon
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Kadang-kadang hanya
kelenjar adrenal yang terkenal, dikenal sebagai insufisiensi
adrenal idiopatik, atau kelenjar lainnya ikut terkenal yang
dikenal dengan sindrom defisiensi poliendokrin. Di negara
berkembang 20% kasus insufisiensi adrenal primer juga
menderita tuberkulosis. Dr. Thomas Addison mengidentifikasi
insufisiensi adrenal pertama kali dan menemukan 70-90%
kasus tuberkulosis dari otopsi yang dilakukannya. Penyebab
insufisiensi adrenal primer lainnya adalah infeksi kronis,
metatasis keganasan, dan pengangkatan kelenjar adrenal.
b. Insufisiensi Adrenal Sekunder
Bentuk penyakit Addison ini merupakan penanda
kurangnya hormon ACTH, yang dapat disebabkan kurangnya
produksi hormon kortisol kelenjar adrenal tapi produksi
hormon aldesteron normal. Bentuk temporer dari insufisiensi
adrenal sekunder dapat terjadi ketika seseorang mendapat
asupan hormon glukokortikoid misalnya prednison dalam
jangka waktu yang lama yang akan kembali normal bila
pengobatan dihentikan. Penyebab lain insufisiensi adrenal
sekunder adalah pengangkatan kelenjar adrenal atau tumor
benigna kelenjar adrenal, adanya hormon ACTH yang
diproduksi oleh sel tumor kelenjar hipofisis (sindroma
Cushing).
Menurut Corwin, 2005 penyebab terjadinya Addison Disease :
1) Proses autoimun

Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada


75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan
korteks adrenal, tampak bercak-bercak

fibrosis dan infiltrasi

limfosit korteks adrenal. Pada serum penderita didapatkan


antibodi

adrenal

yang

dapat

diperiksa

dengan

cara

Coonstest,ANA test, sertater dapat peningkatan imunoglobulin


G.
2) Tuberkulosis (Penyebaran hematogen infeksi tuberculosis
sistemik)
Kerusakan

kelenjar

Adrenal

akibat

tuberkulosis

didapatkan pada 21% dari penderita. Tampak daerah nekrosis


yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel
limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi
Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organorgan lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genitourinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta
kelenjar limpa.
3) Infeksi lain
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang
lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis,
serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang
sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.
4) Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar
adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon sedang
yang membloking enzim misalnya amfenon, amino- glutetimid
dll.
5) Iskemia
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia
korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.
6) Infiltrasi
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya
metastasis

tumor,

hemokromatosis.
7) Perdarahan

sarkoidosis,

penyakit

amiloid

dan

Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita


yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi
tumor adrenal.
8) Lain-lain
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan
kelainan kongenital.
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Addison Disease di antaranya menurut Patrick davey,
2006 :
a. Kegagalan adrenal primer
Jarang terjadi, kerusakan ini terjadi akibat sistem autoimun.
Untuk alasan yang tidak diketahui, sistem kekebalan tubuh
memandang korteks adrenal sebagai asing. Penyebab lain
kegagalan

kelenjar

adrenal

mungkin

termasuk

Tuberkulosis, infeksi lain dari kelenjar adrenal, penyebaran


kanker ke kelenjar adrenal, perdarahan ke kelenjar adrenal.
b. Kegagalan adrenal sekunder
Sering terjadi, terapi steroid jangka panjang menekan kadar
ACTH yang menyebabkan atrofi korteks adrenal- stress
fisik atau penghentian terapi steroid yang terlslu cepat
kemudian akan memicu terjadinya kegagalan adrenal.
c. Addisonian Crisis
Jika Addisons disease tidak diobati, krisis addisonian dapat
terjadi karena stress fisik, seperti cidera, infeksi atau
penyakit.
1.5 Patofisiologi
Hipofungsi

adrenokortikal

menghasilkan

penurunan

level

mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.


Penurunan

aldosteron

ketidakseimbangan

menyebabkan

elektrolit.Secara

kebanyakan

normal,

aldosteron

cairan

dan

mendorong

penyerapan Sodium (Na+) dan mengeluarkan potassium (K+). Penurunan


aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi sodium, sehingga hasil dari
rantai dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi air meningkat, volume
ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi, penurunan kardiak
output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya beban
kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular

melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian. Meskipun


tubuh mengeluarkan sodium berlebih, dan menyebabkan penurunan
natrium, mempertahankan kelebihan potassium dan menyebabkan
peningkatan kalium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada
aritmia, memungkinkan terjadinya kardiak arrest.
Penurunan glukokortikoid menyebabkan

meluasnya

gangguan

metabolic.Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan


memiliki efek anti-insulin.Sehingga, ketika glukokortikoid menurun,
glukoneogenesis menurun, sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan
glikogen hati.Klien menjadi lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual,
dan muntah.Gangguan emosional dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis
ringan hingga depresi berat.Di samping itu, penurunan glukokortikoid
mengurangi resistensi terhadap stress.Pembedahan, kehamilan, luka,
infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat
menyebabkan

krisi

Addison

(insufisiensi

adrenal

akut).Akhirnya,

penurunan kortisol menghasilkan kegagalan unruk menghambat sekresi


ACTH dari pituitary anterior.
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin,
pigmen warna gelap.Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan
pigmentasi kulit dan membrane mukosa.Sehingga klien dengan penyakit
Addison memiliki peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau
kecokelatan pun muncul. Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan
beberapa macam gejala pada laki-laki karena testes meningkatan produksi
jumlah hormone seksual. Namun, pada perempuan tergantung pada
korteks adrenal untuk mensekresi androgen secara adekuat.Hormonehormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang penting bagi
kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak diobati akan
berakhir fatal.
Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi
korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan
hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi otoimun atau idiopatik pada
kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit
Addison.Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan kedua

kelenjar

adrenal

atau

infeksi

pada

kedua

kelenjar

tersebut.Tuberkolosis(TB) dan histoplamosis merupakan infeksi yang


paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar
adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses otoimun telah
menggantikan tuberkolosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun
peningkatan insidens tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipopisis juga
akan menimbulkan insufiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala Addison dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap
keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi
dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 minggu
dapat menekan fungsi korteks adrenal, oleh sebab itu kemungkinan
penyakit Addison harus diantifasi pada pasien yang mendapat pengobatan
kostikosteroid.(Wicaksono, 2013).
1.6 Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit addison tidak spesifik. Gejala yang muncul
biasanya berhubungan dengan kelelahan, kelemahan, anoreksia, nausea,
nyeri abdomen, gastroenteritis, diare dan labilitas mood. Pada orang
dewasa dengan penyakit addison dapat dijumpai penurunan berat badan 1
15 kg. Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan
air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein
sehingga didapat kelemahan sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu,
akibat metabolisme protein, terutama pada sel-sel otot menyebabkan otototot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang
setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.
Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison
dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia
dimana mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang
didapatkan (Liotta EA et all 2010). Nausea, Vomitus, dan nyeri abdomen
difus dijumpai sekitar 90% dari pasien dan biasanya merupakan inpending

dari krisis addison. Diare kurang umum daripada nausea, vomitus dan
nyeri abdomen dan terjadi pada sekitar 20% pasien. Jika dijumpai diare,
biasanya akan disertai dengan komplikasi dehidrasi dan harus segera
dihidrasikan. Gejala flu berulang telah dilaporkan dalam beberapa kasus.
Gangguan mood termasuk depresi, iritabilitas, dan konsentrasi
menurun. Diagnosis mungkin tertunda karena depresi komorbid atau
penyakit kejiwaan lainnya (Gardner DG et all 2007). Temuan fisik
termasuk hiperpigmentasi pada kulit dan membran mukosa, berkurangnya
rambut pubis dan aksila pada wanita, vitiligo, dehidrasi, dan hipotensi.
Membran mukosa oral hiperpigmentasi merupakan patognomonik untuk
penyakit ini (Liotta EA et all 2010). Pigmentasi pada penyakit Addison
disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasi
juga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid jangka
panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat meningkatnya
hormon

adrenokortikotropik.

Hormon

adrenokortikotropik

ini

mempunyaiMSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan


kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik (Ganong WF 1983).
Hiperpigmentasi pada kulit (lihat gambar di bawah) dianggap sebagai
ciri khas penyakit Addison dan dijumpai dalam 95% pasien dengan
insufisiensi adrenal kronis primer. Namun, hiperpigmentasi bukanlah
tanda universal ketidakcukupan adrenal. Tampilan kulit normal tidak
menyingkirkan diagnosis penyakit addison.

Gambar 1. Hiperpigmentasi pada kulit


Kulit mungkin tampak normal, atau vitiligo mungkin hadir.
Peningkatan pigmentasi menonjol di daerah kulit seperti lipatan kulit.
Hiperpigmentasi ini juga menonjol pada puting, aksila, perineum. Wanita

mungkin kehilangan androgen yang menstimulus pertumbuhan rambut,


seperti rambut pubis dan aksila, karena androgen diproduksi di korteks
adrenal. Pria tidak memiliki kehilangan rambut karena androgen pada lakilaki diproduksi terutama di testis (Liotta EA et all 2010).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah
dan urin. Tes diagnostic fungsi adrenalkortikal (Doenges, 2000)meliputi:
a. Uji ACTH
Meningkat secara mencolok (primer) atau menurun (sekunder).
Tes skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison.
Prosedurnya sebagai berikut: batas dasar plasma cortisol ditarik
(waktu 0). Kortisol plasma merespon ACTH secara intravena,
45 menit kemudian sampel darah diambil. Konsentrasi kortisol
seharusnya lebih besar dari pada 20 g/dl.
b. Plasma ACTH
Jika gagal menggunakan tes skrining, plasma ACTH dengan
akurat akan mengkategorisasikan dengan insufisiensi adrenal
primer (tinggi), atau sekunder (normal atau rendah).
c. Serum elektrolit
Serum sodium biasanya menurun, sementara potassium dan
kalsium biasanya meningkat. Walau pun demikian, natrium dan
kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya
aldosteron dan kekurangan kortisol.

d. ADH meningkat, aldosteron menurun, kortisol plasma menurun


dengan tanpa respons pada pemberian ACTH secara IM (primer)
atau secara IV.
e. Glukosa: hipoglikemia
f. Ureum/ kreatinin
Mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
g. Analisa gas darah: asidosis metabolic.
h. Sel darah merah (eritrosit)
Normositik, anemia normokromik (mungkin tidak nyata/
terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit
(Ht) meningkat (karena hemokonsentrasi). Jumlah limfosit
mungkin rendah, eosinofil meningkat.
i. Urine (24 jam)
17- ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik steroid
menurun. Kadar kortisol bebas menurun. Kegagalan dalam
pencapaian

atau

peningkatan

kadar

steroid

urin

setelah

pemeriksaan dengan pemberian ACTH merupakan indikasi dari


penyakit Addison primer (atrofi kelenjar adrenal yang permanen),
walaupun peningkatan kadar ACTH memberikan kesan penyebab
supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.
j. Sinar X
Jantung kecil, kalsifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal)
mungkin akan ditemukan.
k. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi,
jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan
hemoragik adrenal.
l. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non
spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik.

BAB 2. PATHWAYS

Kerusakan
Putuitari

Kerusakan
kelenjer adrenal

Komplikasi dari penyakit seperti TB

Destruksi Kortek Adrenal

Ifusiensi kortek adrenal

Penurunan Kadar
Aldesteron

Ketidakseimbangan
elektrolit

Penurunan
sekresi ACTH

MSH

Penyerapan Na
(hiponatremia)

Peningkata
n

reabsrobi K
(hiperkalsemia)

pigmentasi

Peningkatan
ekskresi air

Hilangnya volume
ekstra seluler
(dehidrasi)

Kekurangan
Volume Cairan

Penurunan
Androgen

Kortisol

kulit
Warna kulit
menjadi

Penurunan
glikosteroid
Penurunan
glukoseogenesi
s

Penurunan
hormone
testosterone,
prgesteron

Penurunan libido
dan hilangnya
rambut pubis

Hipoglikem
Penurunan
glikogen
hati

Disfungsi
Seksualitas

kelabu
Ganggguan
Citra Tubuh

Kelemaha
n otot
Lemah
dan lelah
Intolerasi
Aktifitas

Penyemb
uhan
luka
lambat
Menurunny
a tahanan
vaskuler
veriver

Anoreksia
Penurunan
BB
Mual dan
muntah

Ketidakseimb
angan Nutrisi
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Ny.A datang bersama suaminya yaitu Tn.A ke RS Citra
Husada berusia 35 tahun, datang dengan keadaan lemah.
Klien mengatakan bahwa 2 hari tidak enak makan dan
merasa mual muntah dan terdapat nyeri pada abdomen
saat di tekan. Selain itu klien juga mengatakan bahwa dari
kemaren sering keluar masuk kamar mandi sekitar 5 kali
dalam sehari. Klien mengatakan bahwa tidak mampu untuk
melakukan aktivitas apapun sehingga hanya berbaring di
tempat tidur. Klien juga telihat sangat kurus dan menurut
keluarga

klien

mengalami

penurunan

berat

badan

sebanyak 10 kg. Dari pemeriksaan fisik, bentuk dada


simetris tidak terdapat cuping hidung,tidak tampak ictus
cordis, bising usus meningkat, terdapat hiperpigmentasi
pada kulit dan kulit terlihat kering dan bibir kering, TD :
90/70 mmHg, pada

pemeriksaan ACTH dikategorikan

insufisiensi adrenal primer, pada serum elektrolit menurun


dan terdapat peningkatan potassium dan kalsium, ADH
meningkat, pada pemeriksaan urin terdapat diuresis dan
klien oliguria. Klien tampak cyanosis. Pada AGD terdapat
asidosis metabolic. Klien pernah menderita tuberkulosis
namun dari keluarganya maupun keluarga suaminya belum
pernah yang mengalami penyakit tersebut. Dx medis :
Addison Disease.
3.1 Pengkajian

a. Identitas Klien
Berdasarkan umur Addison penyakit dapat terjadi pada orang dari
segala usia, namun paling sering terjadi pada orang berusia 30-50
tahun. Berdasarkan seks Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1 :
1,5-3,5
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik : Addison Disease
2) Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa 2 hari tidak enak makan
dan merasa mual muntah dan terdapat nyeri pada
abdomen

saat

di

tekan.

Selain

itu

klien

juga

mengatakan bahwa dari kemarin sering keluar masuk


kamar mandi sekitar 5 kali dalam sehari. Klien
mengatakan bahwa tidak mampu untuk melakukan
aktivitas apapun sehingga hanya berbaring di tempat
tidur.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. A merasakan lemas, kurangnya nafsu makan, mual muntah .
Klien juga telihat sangat kurus dan menurut keluarga
klien mengalami penurunan berat badan sebanyak
10 kg. Terdapat hiperpigmentasi pada kulit dan kulit
terlihat kering serta bibir kering, TD : 90/70 mmHg.
4) Riwayat Kesehatan terdahulu
a) Penyakit yang pernah dialami
Klien pernah menderita tuberkulosis namun
dari keluarganya maupun keluarga suaminya
belum

pernah

yang

mengalami

tersebut.
b) Alergi (obat, makanan, plaster, dll)
Ny.A tidak ada alergi obat atau makanan
5) Riwayat Penyakit Keluarga

penyakit

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit Addison sebelumnya.


Belum pernah ada yang mengalami Tuberkulosis. Addison Disease
bukan merupakan penyakit herediter.
6) Riwayat Psikososial
Ny. A terlihat bingung, apatis dan letargi pada saat datang ke rumah
sakit. Keluarga juga mengatakan bahwa Ny. A tidak bisa
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
c. Pengkajian Keperawatan
1) Aktivitas/istirahat
Gejala:
a) Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari)
b) Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
Tanda:
a) Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang minimal.
b) Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
c) Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.
d) Latergi.
2) Sirkulasi
Tanda:
a) Hipotensi termasuk hipotensi postural.
b) Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
c) Nadi perifer melemah.
d) Pengisisan kapiler memanjang.
e) Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam
keabu-abuan (peningkatan pigmentasi).
3) Integritas ego
Gejala:
a) Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit
fisik/pembedahan, perubahan gaya hidup.
b) Ketidakmampuan menghadapi stres.
Tanda: Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
4) Eleminasi

Gejala:
a) Diare sampai dengan adanya kontipasi
b) Kram abdomen.
c) Perubahan frekuensi dan karateristik urine.
Tanda: Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
5) Makanan/cairan
Gejala:
a) Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah
b) Kekurangan zat garam
c) Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda: Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
6) Neurosensori
Gejala:
a) Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
b) Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis,
kelemahan otot.
c) Penurunan toleransi

terhadap

keadaan

dingin

atau

stres.

Kesemutan/baal/lemah.
Tanda:
a) Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna kadar
natrium rendah), latergi, kelemahan mental, peka rangsang, cemas,
koma (dalam keadaan krisis)
b) Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat lesi), astenia
(pada keadaan krisis).
c) Rasa kecap/penciuman

berlebihan,

ketajaman

pendengaran

meningkat.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala:
a) Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
b) Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada keadaan
krisis).
8) Pernapasan
Gejala: Dipsnea
Tanda: Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas,
krakel, ronki (pada keadaan infeksi)
9) Keamanan
Gejala: Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.

Tanda:
a) Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar
matahari atau hitam seperti perunggu) yang menyeluruh atau
berbintik-bintik.
b) Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermia
(keadaan krisis).
c) Otot menjadi kururs
d) Gangguan tidak mampu berjalan.
10) Seksualitas
Gejala:
a) Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.
b) Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal: berkurangnya
rambut-rambut pada tubuh terutama pada wanita.
c) Hilangnya libido.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Lemah
2) Tanda-Tanda Vital
Suhu : 36,8 C
Nadi : Takikardi 110x/menit
TD
: 90/70 mmHg
RR
: Takipnea 24x/menit
3) Kepala dan Wajah
Wajah pucat, tulang kepala normal, terdapat nyeri kepala karena
hipotensi
4) Mata
Simestris, konjungtiva merah muda, tidak terdapat lesi dan
benjolan, selera putih
5) Telinga
Tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
6) Hidung
Tidak ada lesi, bentuknya simetris, tidak ada gangguan penciuman
7) Mulut
Mukosa mulut kering, lidah terlihat pucat, tidak ada lesi pada gusi
8) Leher
I : tidak ada massa, tidak ada pembesaran vena jugularis
P :tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri tekan
9) Dada / Thorak
Pemeriksaan paru :
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi
otot bantu nafas(dipsneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi

P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
Pemeriksaan Jantung :
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus Cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
10) Abdomen
I : Bentuk simetris
A : Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
11) Genatalia dan Sekitar Anus
Terdapat Hemoroid
12) Ekstremitas
Pasien tampak lemah, terdapat nyeri, penurunan tonus otot,
penurunan rentang gerak, kelemahan otot, atrofi otot
13) Kulit dan Kuku
I : kulit kering, telapak tangan dan kaki pucat
P : tidak ada nyeri tekan, turgor kering
14) Status dan neurologis
Gemetar, kesemutan, disorientasi waktu, letargi, kelelahan mental,
cemas, peka rangsangan
e. Terapi
1) Infus NaCl 0,9% 2000 cc/ 24 jam
2) Ceftriaxone 2x1 gram , IV
3) Dexamethasone 2 x1 amp, IV
4) Ranitidine 3x1 amp, IV
5) Novalgin 3x1 amp, IV
6) Neurobion 1x1 Amp, IM
7) Paracetamol 3 x 500 mg

f. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium


Indikator
Kalium
Natrium
Gula Darah
Ureum
Kreatinin

Pada pasien
5,8 meq/L
121 meq/L
62 mg/dl
48 mg/dl
1,0 mg/dl

Normal
3,1-4,3 meq/L
135 meq/L
70-115 mg/dl
8-26 mg/dl
0,5-1,3 mg/dl

Keterangan
Meningkat
Menurun
Menurun
Meningkat
Normal

Pada pasien yang mengalami Addison Disease, dengan pemeriksaan


laboratorium menunjukkan kadar glukosa darah yang rendah, biasanya
kadar natrium plasma juga rendah tapi jarang dibawah 120 mEq/L dan
kadar kalium darah meningkat, tetapi jarang diatas 7 mEq/L. Penderita
biasanya mengalami asidosis dengan kadar bikarbonat plasma antara
15-20 mEq/L. Kadar ureum juga meningkat.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Kekurangan Volume

Cairan

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan input dan output


b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan hipoglikemia
c. Intoleransi aktifitas berhubungan

dengan

penurunan

produksi energi metabolisme, perubahan kimia tubuh,


ketidakseimbangan cairan elektrolit dan kelemahan otot
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hiperpigmentasi
e. Disfungsi seksualitas berhubungan dengan penurunan
libido atau perubahan struktur tubuh yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual

3.3 Intervensi Keperawatan


N

Diagnosa Keperawatan

o
1

Kekurangan
Cairan
dengan

NOC

Volume Setelah

NIC

dilakukan

asuhan a. Dapatkan riwayat tentang lama a. Membantu memperkirakan

berhubungan keperawatan selama 3 x 24


jam,

klien

dapat

ketidakseimbangan input mempertahankan


dan output

keseimbangan

cairan

dan

elektrolit.
Kriteria Hasil :
a. TTV
normal

dalam

Rasional

batas

(N:80-100

x/mnt S: 36-370C ,

dan

intensitas

gejala

dari

penurunan

volume

total

pasien atau keluarga.


b. Pantau TTV, catat perubahan

cairan.
b. Hipotensi postural

tekanan darah pada perubahan

merupakan bagian

posisi, kekuatan nadi perifer.


c. Ukur dan timbang BB setiap hari.
d. Kaji rasa haus, kelelahan, nadi

hipovolemia akibat

cepat,

pengisian

kapiler

memanjang, turgor kulit jelek,


membran

mukosa

kering,

kekurangan
hormon aldosteron
dan
curah

penurunan
jantung

TD: 120/80 mmHg).


sebagai
akibat
warna kulit dan temperatur.
b. Rasa haus tidak ada.
e. Periksa perubahan status mental
penurunan
c. CRT < 3 detik.
d. Hematokrit
dan
dan sensori.
kortisol.
f. Auskultasi bising usus. Catat c. Memberikan
perkiraan
hemoglobin
dalam
mual dan muntah.
kebutuhan
akan
batas normal
g. Berikan perawatan mulut secara
penggantian volume cairan
e. Asupan dan keluaran
teratur.
dan
keefektifan

klien seimbang dalam h. Pertahankan


24

jam

(0,5-

kenyaman

pengobatan. Kenaikan BB

lingkungan. Lindungi pasien

yang cepat akibat retensi

1cc/kgBB/jam)
dari cahaya atau sejenisnya.
cairan dan natrium akibat
f. Turgor kulit elastis. i. Anjurkan pasien untuk istirahat
pengobatan steroid.
g. Membran
mukosa
lebih banyak.
d. Untuk
mengindikasikan
klien baik / lembab. j. Anjurkan cairan oral > 3000
berlanjutnya hipovolemia
h. BB ideal: (TB-100)ml/hr
sesuai
dengan
dan
mempengaruhi
10%(TB-100)
kemampuan pasien.
kebutuhan pengobatan.
k. Kolaborasi pemberian cairan
e. Dehidrasi
berat
(larutan salin dan larutan
menurunkan curah jantung
glukosa).
dan perfusi jaringan otak.
l. Kolaborasi
pemberian
obat
f. Kerusakkan fungsi cairan
(kortison).
cerna
menigkatkan
m. Kolaborasi tentang pasang
kehilangan cairan dan
/pertahankan kateter.
n. Pantau
pemeriksaan
elektrolit.
g. Membantu
menurunkan
laboratorium.
rasa tidak nyaman dan
pertahankan

kerusakkan

membran mukosa.
h. Menghindari
berlebih

panas

mencegah

kehilangan cairan.
i. Mengurangi
membatasi

dan
hipotensi

ortostatik dan menurunkan


resiko

penurunan

kesadaran dan trauma.


j. Kembalinya fungsi saluran
cerna

memungkinkan

pemberian cairan.
k. Sebagai cairan pengganti
untuk

mengatasi

kekurangan natrium.
l. Obat
pilihan
untuk
mengganti

kekurangan

kortison dan meningkatkan


reabsorbsi natrium.
m. Memfasilitasi pengukuran
haluaran dengan akurat.
n. Peningkatan kadar ureum
dan
mengindikasikan

kreatini

kerusakkan
2

Ketidakseimbangan
nutrisi

kurang

kebutuhan
berhubungan
hipoglikemia

tingkat

sel

karena dehidrasi.
Setelah dilakukan tindakan a. Catat adanya kulit yang dingin a. Gejala hipoglikemia dengan
dari keperawatan selama 3x24 jam
tubuh kebutuhan

nutrisi

klien

dengan kembali adekuat.


Kriteria Hasil

a. Adanya peningkatan BB
sesuai tujuan.
b. BB ideal sesuai TB : (TB100)-10%(TB-100).
c. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi.
d. Tidak ada tanda-tanda mal

atau basah, perubahan tingkat

timbulnya tanda tersebut

kesadaran, nadi yang cepat,

dan

nyeri

pemberian

kepala,

sempoyongan.
b. Berikan lingkungan
nyaman

untuk

dan

mungkin

pemberian

perlu

glukosa

dan

tambahan

yang

glukokortikoid.
makan b. Lingkungan yang nyaman

misalnya bebas dari bau tidak

dapat meningkatkan nafsu

sedap, tidak terlalu ramai,

makan dan memperbaiki

udara yang tidak nyaman.


intake makanan.
c. Berikan informasi tentang c. Perencanaan menu

yang

menu pilihan.
disukai dapat merangsang
nutrisi.
d. Pertahankan status puasa
nafsu
makan
dan
e. Tidak terjadi penurunan
sesuai indikasi.
meningkatkan
intake
BB yang berarti
e. Lakukan
pemeriksaan
f. TTV dalam batas normal (
makanan.
terhadap kadar gula darah
d. Mengistirahatkan
Nadi: 80-100x/menit, TD:
sesuai indikasi.
gastrointestinal,
120/80 mmHg, Suhu: 36- f. Kolaborasi
dengan
mengurangi rasa tidak enak
370C, dan RR: 16memberikan glukosa IV dan

24x/menit).

obat-obatan sesuai indikasi.

dan kehilangan cairan dan


elektrolit

berhubungan

dengan muntah.
e. Mengkaji kadar gula darah
dan kebutuhan terapi, jika
menurun

sebaiknya

pemberian

glukokortikoid

dikaji kembali
f. Memperbaiki hipoglikemia,
dan
3

Intoleransi

aktifitas Setelah

berhubungan
penurunan
energi

dilakukan

produksi jam, klien dapat beraktivitas


metabolisme, secara normal.

cairan

elektrolit

kelemahan otot.

a. Saturasi oksigen dalam


dan

batas

normal

klien

dan

kemampuan

kaji
klien

untuk beraktivitas.
b. Pantau TTV sebelum, selama,

perubahan kimia tubuh, Kriteria Hasil :


ketidakseimbangan

kelemahan
tingkat

saat

beraktivitas.
b. Mampu menyeimbangkan

dan

asupan

energy untuk fungsi seluler.


penyebab a. Pasien
biasanya
telah

asuhan a. Tentukan

dengan keperawatan selama 3 x 24

memberikan

setelah

aktivitas

mengalami
tenaga,

penurunan

kelelahan

otot

menjadi terus memburuk

setiap hari.
; b. Kolapsnya sirkulasi dapat

hentikan aktivitas jika tanda

terjadi sebagai akibat sterss

tanda

aktivitas jika curah jantung

vital

tidak

dalam

rentang normal bagi klien atau

terus meningkat.
c. Memastikan

sumber

aktivitas dan istirahat.


c. Menunjukkan

jika ada tandatanda bahwa


aktivitas

tidak

dapat

peningkatan tenaga dan

ditoleransi.
c. Pantau asupan nutrisi.
dalam d. Rencanakan aktivitas bersama

kemampuan.
d. Berpartisipasi

aktivitas.
e. TTV dalam batas normal
(N:

80-100x/mnt,

120/80mmHg,

S:

energy

meningkatkan

kemandirian

dan ketahanan.
36- e. Bantu klien untuk mengubah
posisi

secara

yang

adekuat.
d. Mengurangi kelelahan dan
mencegah ketegangan pada

jantung.
pasien dan keluarga yang e. Untuk melatih

TD:

370C, RR 16-24 x/menit).

-sumber

otot-otot

pada klien dan menghindari


adanya ulkus.

berkala,

bersandar, duduk, berdiri, dan


4

Gangguan

citra

berhubungan
hiperpigmentasi

ambulasi sesuai toleransi.


mampu a. Beri kesempatan pasien untuk a. Membina

tubuh Pasien

dengan mengungkapkan penerimaan

mengungkapkn

perasaan

peningkatan

hubungan

dan

keterbukaan

terhadap keadaan diri sendiri

tentang

keadaannya,

dengan pasien, membentuk

diungkapkan secara verbal.

tunjukkan perhatian, bersikap

dalam mengevaluasi berapa

Ditandai dengan :
Pasien

menunjukkan

kemampuan
terhadap

adaptasi

perubahan

yang

tidak menghakimi
b. Dorong
pasien
membuat

daftar

orang terdekat.
c. Dorong
pasien

banyak masalah yang dapat


untuk

diubah oleh pasien.


bantuan b. Pasien
tidak
merasa
sendirian
untuk

berguna

dan

merasa
dalam

ditandai pasien berpartisipasi

membuat

aktif dalam bekerja/ bermain/

berpartisipasi

berhubungan dengan orang


lain.

pilihan

dalam

perawatan diri.
d. Sarankan
pasien
menggunakan
management

dan

berhubungan dengan orang


lain.
c. Data

membantu

untuk

meningkatan

tingkat

ketrampilan

kepercayaan

diri,

stres,

misal:

teknik relaksasi, visualisasi

memperbaiki harga diri dan


meningkatkan

perasaan

dan bimbingan imajinasi.


terhadap pengendalian diri.
e. Sarankan untuk mengunjungi d. Meminimalkan
perasaan
seseorang yang penyakitkan
telah terkontrol.
f. Tindakan kolaborasi dengan:

stres, frustasi, meningkatkn


kemampuan

koping

kemampuan

dan
untuk

rujuk ke pelayanan sosial,


konseling

dan

mengendalikan diri.
kelompok e. Dapat menolong pasien

pendukung sesuai kebutuhan

untuk melihat hasil dari


pengobatan
dilakukan.
f. Pendekatan

yang

telah

komprehensif

dapat membantu memenuhi


kebutuhan

pasien

untuk

memelihara tingkah laku.

Disfungsi

seksual

penurunan

b.d Pasien

dapat

perubahan

menerima a. Bantu

struktur

tubuh

libido/perubahan struktur terutama pada fungsi seksual


tubuh

yang

ditandai yang

dialaminya

dengan perubahan dalam kreteria hasil :


Mengekspresikan
mencapai
kepuasaan
kenyamanan
seksual
Mengekspresikan
kepercayaan diri

dengan

pasien

mengekspresikan

untuk
perubahan

fungsi tubuh termaksud organ


seksual.
b. Diskusikan beberapa pilihan
agar

dicapai

(seperti

kenyamanan

posisi

dalam

melakukan hubungan seksual,


dan juga kapan dilakukannya
hubungan
suasana

seksual,
yang

juga

diinginkan

dalam hubungan)
c. Berikan pendidikan kesehatan
tentang
seksual.

penurunan

fungsi

a. Mengungkapkan
permasalahan
b. Memberikan

solusi

atas masalah klien.


c. Menambah
pengetahuan tentang
penurunan
seksual

fungsi

3.4 Implementasi Keperawatan


TGL/Jam

Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Kekurangan
Volume
Cairan a. Mempertahankan catatan intake dan output yang
berhubungan
ketidakseimbangan
output

dengan
input

b.
dan
c.
d.
e.
f.

akurat.
Memonitor status hidrasi.
Memonitor TTV.
Memonitor masukan makanan atau cairan.
Berkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi.
Mendorong keluarga untuk membantu pasien

g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

makan.
Hipovolemia management.
Memonitor status cairan.
Memonitor tingkat HB dan HT.
Memonitor berat badan.
Mendorong pasien untuk menambah intake oral.
Memberian cairan IV.
Memonitor adanya tanda dan gejala kelebihan

volume cairan.
n. Memonitor adanya tanda gagal ginjal.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang a. Mencatat adanya kulit yang dingin atau basah,

TTD

Kelompo
k8

Kelompo

dari

kebutuhan

berhubungan

tubuh

perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat,

dengan
b.

hipoglikemia

k8

nyeri kepala, dan sempoyongan.


Memberikan lingkungan yang nyaman untuk
makan misalnya bebas dari bau tidak sedap, tidak

terlalu ramai, udara yang tidak nyaman.


c. Memberikan informasi tentang menu pilihan.
d. Mempertahankan status puasa sesuai indikasi.
e. Melakukan pemeriksaan terhadap kadar gula
darah sesuai indikasi.
f. Kolaborasi dengan memberikan glukosa IV dan
obat-obatan sesuai indikasi.
Intoleransi aktifitas berhubungan a. Menentukan penyebab kelemahan klien dan
dengan

penurunan

produksi

energi metabolisme, perubahan


kimia tubuh, ketidakseimbangan
cairan elektrolit dan kelemahan
otot

mengkaji

tingkat

kemampuan

klien

untuk

beraktivitas.
b. Memantau TTV sebelum, selama, dan setelah
aktivitas ; hentikan aktivitas jika tandatanda vital
tidak dalam rentang normal bagi klien atau jika
ada tandatanda bahwa aktivitas tidak dapat
ditoleransi.
c. Memantau asupan nutrisi.
d. Merencanakan aktivitas bersama pasien dan
keluarga yang meningkatkan kemandirian dan

Kelompo
k8

ketahanan.
e. Membantu klien untuk mengubah posisi secara
berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi
Gangguan
berhubungan

Citra

sesuai toleransi.
Tubuh a. Memberi
kesempatan
dengan

hiperpigmentasi

mengungkapkan

pasien

untuk

perasaan tentang keadaannya,

tunjukkan perhatian, bersikap tidak menghakimi


b. Mendorong pasien untuk membuat daftar bantuan

Kelompo
k8

orang terdekat.
c. Mendorong pasien untuk membuat pilihan dan
berpartisipasi dalam perawatan diri.
d. Menyarankan pasien untuk menggunakan
ketrampilan management stres, misal: teknik
relaksasi, visualisasi dan bimbingan imajinasi.
e. Menyarankan untuk mengunjungi seseorang yang
penyakitkan telah terkontrol.
f. Tindakan kolaborasi dengan: rujuk ke pelayanan
sosial, konseling dan kelompok pendukung sesuai
kebutuhan
Disfungsi seksual b.d penurunan a. Membantu
libido/perubahan struktur tubuh
yang ditandai dengan perubahan

pasien

untuk

mengekspresikan

perubahan fungsi tubuh termaksud organ seksual.


b. Mendiskusikan beberapa pilihan agar dicapai

Kelompo
k8

dalam
seksual

mencapai

kepuasaan

kenyamanan (seperti posisi dalam melakukan


hubungan seksual, dan juga kapan dilakukannya
hubungan seksual, juga suasana yang diinginkan
dalam hubungan)
c. Memberikan pendidikan
penurunan fungsi seksual.

kesehatan

tentang

3.5 Evaluasi Keperawatan


No.
Dx
1

Tanggal

Evaluasi
S

: Klien mengatakan bahwa


Kelomp
sudah tidak sering

merasakan haus
O : Turgor kulit elastis
Membran
mukosa

A
P
S
O

TTD

baik/lembab
: Masalah teratasi
: Hentikan Intervensi
: Klien mengatakan nafsu
nafsu makan meningkat
: Berat badan meningkat

ok 8

Kelomp
ok 8

Tidak ada tanda mal nutrisi

A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
S : Klien mengatakan sudah
Kelomp
dapat melakukan aktivitas
ok 8
O : Klien tampak kuat
Saturasi Oksigen normal
TTV normal
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
S : Klien mengatakan bahwa
Kelomp
sudah menerima jika

ok 8

kulitnya
mengalami perubahan
O : Klien tampak lebih percaya
diri terhadap perubahan yang
dialaminya
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
S : Klien mengatakan lebih
Kelomp
percaya diri
O : klien sudah mengungkapkan ok 8
perasaan dan
mengekspresikan nyaman
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Behrman & Kliegman, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Ganong WF. Medula dan korteks adrenal. Dalam:
Ganong WF. Editor. Fisiologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Harijanto, Robert. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida., dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Sabiston, David. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah
Vol.2 Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
http://www.lifeextension.com/protocols/metabolic-health/adrenal-disorders/page03 (diakses pada tanggal 28 Oktober 2016)
http://dokumen.tips/documents/addison-disease-558495108b06d.html(diakses
pada tanggal 28 Oktober 2016)

S-ar putea să vă placă și