Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu keluarga masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencangkup
seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan
khususnya pada klien (Perry, Potter. 2005)
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan
sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang.
Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat,
dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran,
gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk
mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal
tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus
segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup
banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria
bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa
cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di
Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara
Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai
sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan
kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan
periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia
sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex,
nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya
ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat
ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh
cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat
menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun lakilaki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan
laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di
647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah
kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari,
rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi
cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan
karena nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini
dan hematologi.
b. Sebagai motivasi awal untuk melakukan penelitian khususnya dalam sistem imun
dan hematologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berlawanan mengenai organ yang sama. Mereka mengklaim bahwa timus tidak
eksis sebelumnya, dan berasal dari evolusi yang bertahap. Mereka masih tetap
mengatakan bahwa timus terbentuk melalui periode evolusi yang lebih panjang
dibanding banyak organ lainnya. Akan tetapi, tanpa timus, atau tanpa timus yang
telah tumbuh dan berkembang sempurna, sel-sel T tidak akan pernah belajar
mengenali musuh, dan sistem pertahanan tidak akan berfungsi. Seseorang tanpa
sistem pertahanan tidak akan hidup.(yahya,harun.2011)
b. Sumsum tulang
Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel
induk. Jika sel induk membelah yang pertama kali dibentuk adalah sel darah merah
yang belun matang dan sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit..
kemudian jika sel imatur membelah akan menjadi matang dan pada akhirnya
menjadi sel darh merah, sel darah putih atau trombosit.(radji,maksum.2010)
Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Jjika kandungan oksigen dalam jaringan tubuh atau jumlah sel darah merah
berkurang ginjal akan menghasilkan dan melepaskan eritropoetin. Sumsum tulang
memebentuk dan melepaskan lebih banyak sel darah putih sebagai respon
terhadap infeksi dan lebih banyak sel darah merah, secara normal sumsum tulang
akan memberikan respon dengan membentuk lebih banyak retikulosit.
(radji,maksum.2010)
c. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri
dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih
mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama
mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas
abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan
rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
Limpa mengandung sejumlah besar makrofag (sel pembersih). Makrofag menelan
dan mencernakan sel darah merah dan sel darah lainnya yang rusak dan tua, serta
bahan-bahan lain yang dibawa darah ke limpa. Ada satu sistem daur ulang kimiawi
yang sangat penting di sini. Sel makrofag di dalam limpa mengubah protein
hemoglobin, yang ditemu-kan dalam komposisi sel darah merah yang ditelannya,
menjadi bilirubin, yaitu pigmen empedu. Kemudian bilirubin ini dikeluarkan ke
sirkulasi vena dan dikirim ke hati. Dalam bentuk ini ia dapat saja dikeluarkan dari
tubuh bersama-sama empedu. Akan tetapi, molekul besi dalam bilirubin yang akan
dibuang ini merupakan bahan langka yang sangat berharga untuk tubuh. Oleh
karena itu zat besi ini diserap kembali di bagian tertentu usus halus. Dari sana, zat
besi ini mula-mula menuju ke hati lalu ke sumsum tulang. Di sini, tujuannya adalah
untuk membuang bilirubin yang merupakan bahan berbahaya, sekaligus untuk
memperoleh kembali zat besi.(yahya,harun.2011)
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah
(sel darah merah dan trombosit). Kata "menyimpan" mungkin menimbulkan kesan
seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan.
Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang.
Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah
merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit
juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.
Saat terjadi infeksi yang disebabkan oleh mikroba atau ada penyakit lainnya, maka
tubuh menyiapkan serangan bela diri dari musuh, men-dorong sel-sel prajurit untuk
menggandakan diri. Pada saat-saat seperti ini limpa menambah produksi limfosit
dan makrofag. Jadi, limpa juga berpartisipasi dalam "operasi darurat" yang
dilancarkan saat penyakit akan membahayakan tubuh. (yahya,harun.2011)
d. Nodus getah bening : limfa
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel
kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantorkantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika
diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus
limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan
bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di
seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada
pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di
sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di
dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.(yahya,harun.2011)
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh
limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di
sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh
limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta informasi mengenai
jaringan tadi. Infor-masi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh
limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan
diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening. (yahya,harun.2011)
Sistem limfatik tersusun atas serangkaian pembuluh yang menyebar keseluruh
tubuh. Pembuluh tersebut bermula dari kapiler limfa yang mengalirkan plasma tak
terabsorbsi dari rongga jaringan . kemudian bergabung menjadi pembuluh limfa,
yang pada gilirannya melintasi nodus limfa dan akhirnya mengosongkan diri ke
duktus torasikus besar dan bergabung dengan vena jugularis disisi kiri leher. Limf
adalah cairan yang terdapat dalam pembuluh limfaaliran limfa tergantung pada
kontraksi intrinsik pembuluh limfa, kontraksi otot, gerakan respirasi dan gravitasi.
(smeltzer,bare,2000)
Kelenjar limfe berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10-15 mm. Kelenjar
limfe yang disebut juga getah bening merupakan cairan dengan susunan lisis
hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Perbedaannya adalah
dalam cairan limfe banyak mengandung sel limfosit, tidak mengandung CO2,
mengandung sedikit O2. cairan limfe ini berasal dari cairan jaringan yang masuk
melalui proses filtrasi ke dalam saluran kapiler limfe dan seterusnya akan masuk
kedalam sistem peredaran darah melalui vena. Fungsi kelenjar limfe adalah
menaring cairan limfe dari bahan-bahan asing, pembentukan limfosit, membentuk
antibodi dan menghancurkan mikro-organisme. (radji,maksum.2010)
e. Pembuluh limfe
Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena
dan sebagian meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe ke dalam
ruang-ruang jarinagn. Susunan pembuluh limfe disebut juag susunan tengah karena
merupakan saluran antara darah dan jaringan dimana terdapat zat-zat koloid.
Garam elektrolit tidak dapat masuk kedalam kapiler darah akan tetapi masuk
melalui kapiler-kapiler saluran limfe. Struktur limfe serupa dengan vena kecil akan
tetapi lebih banyak katup. Pembuluh kapiler limfe yang terkecil,lebih besar daripada
pembuluh kapiler darah dan terdiri dari selapis endotelium. (radji,maksum.2010)
Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :
1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra. Duktus torasikus ini merupakan
kumpulan pembuluh limfe yang berasal dari kepala kiri, leher kiri, dada sebelah kiri,
bagian perut anggota gerak bagian bawah dan alat-alat dalam rongga perut.
2. Duktus limfatikus dekstra, menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari
kepala kanan, leher kanan, dada kanan dan lengan sebelah kanan yang bermuara
pada vena kava subklavia dektra.
Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke
dalam sirkulasi darah. Menyaring dan menghancurkan mikroorganismedan
menghasilkan antibodi.( radji,maksum.2010)
2. Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi
a. Gambaran Umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun
sistem adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein,
antibodi dan sitokin/kemokin.Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan
terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat
meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun adalah proses pertahanan tubuh
terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun non spesifik dan
spesifik.
b. Imunitas Non Spesifik
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk
mencegah,mengontrol dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang
terjadinya imunitas spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya
bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan akibat kerusakan sel (heat shock protein)
dan memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.
c. Komponen-komponen yang Berperan dalam Sistem Imun
1) Komponen Sistem Imun Spesifik
Barier Sel Epitel
Sel epitel yang utuh merupakan barier fisik terhadap mikroba dari lingkungan dan
menghasilkan peptida yang berfungsi sebagai antibodi natural. Didalam sel epitel
barier juga terdapat sel limfosit T dan B, tetapi diversitasnya lebih rendah daripada
limfosit T dan B pada sistem imun spesifik. Sel T limfosit intraepitel akan
menghasilkan sitokin, mengaktifkan fagositosis dan selanjutnya melisiskan
mikroorganisme. Sedangkan sel B limfosit intraepitel akan menghasilkan IGM.
(urrahman,zhiya.2010)
2) Neutrofil dan Makrofag
Ketika terdapat mikroba dalam tubuh, komponen pertama yang bekerja adalah
neutrofil dan makrofag dengan cara ingesti dan penghancuran terhadap mikroba
tersebut. Hal ini di karenakan makrofag dan neutrofil mempunyai reseptor di
permukaannya yang bisa mengenali bahan intraselular (DNA), endotoxin dan
lipopolisakarida pada mikroba yang selanjutnya mengaktifkan aktifitas antimikroba
dan sekresi sitokin.
3) NK Sel
NK sel mampu mengenali virus dan komponel internal mikroba. NK sel di aktifasi
oleh adanya antibodi yang melingkupi sel yang terinfeksi virus, bahan intrasel
mikroba dan segala jenis sel yang tidak mempunyai MCH class I. Selanjutnya NK sel
akan menghasilkan porifrin dan granenzim untuk merangsang tterjadinya apoptosis.
.(urrahman,zhiya.2010)
B. FILARIASIS
2. Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema
tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel)
bila tungkai diangkat.
b. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal
reservoir, vector
- lingkungan social ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
Istiadat, Kebiasaan dsb,
Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
(Witagama,dedi.2009)
a. Daur hidup filariasis
Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan
hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial
ekonomibudaya)
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam
otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari
untuk brugia atau 10 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3
sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir
semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa
hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi
stadium 4 yang kemudian bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe.
Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan
dan betina, cacing dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di
saluran limfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas
( saluran limfe aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di
daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ).
Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk
embrionik/mikrofilaria ) dalam jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari.
Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh
limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe
masuk ke dalam sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia
ini terutama sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6
pagi. Pada saat siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan
mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah
paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai
bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada
saat itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang
lebih rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal.
Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk
larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva
stadium 3 dalam waktu 10 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun
dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun.
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp.
Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian
filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis.
Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex spp.,
Aedes spp. dan Mansonia spp.
Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic
sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi
peningkatan kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis)
yang disebabkan oleh peningkatan populasi penderita di per-kotaan akibat
urbanisasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut. (Witagama,dedi.2009)
Tabel 1 Berbagai karakteristik penyebab filariasis dan manifestasi klinis utama yang
ditimbulkannya.
Spesies Penyebaran Vektor Tempat hidup cacing dewasa Tempat hidup mikrofilaria
Manifestasi klinis utama
Wuchereria bancrofti Negara Tropis Nyamuk Saluran limfe Darah Limfangitis
Elefantiasis
Hidrokel
Brugia malayi AsiaSelatan,Timur, dan Tenggara Nyamuk Saluran limfe Darah
Limfangitis
Elefantiasis
Brugia timori
Di beberapa pulau di Indonesia Nyamuk
Saluran limfe
Darah
Limfangitis
Elefantiasis
Loa-loa
Afrika Tengah dan Barat
Chrysops spp.
Jaringan ikat
Darah
Calabar Sweeling
Onchorcerca valvulus Afrika,Yaman, Amerika Tengah dan Selatan Simulium spp. Kulit
Kulit Dermatitis, nodula,lesi mata
Perbedaan antara W.bancrofti dan B. malayi dapat dilihat pada tabel di bawah.
Perbedaan B. timori dengan B. malayi adalah warna selubung dari B. timori adalah
biru, sedangkan B. malayi berwarna pink, selain itu terdapat pada cephalic space
dimana B. timori 3:1, sedangkan B. malayi 2:1.
Tabel 2. perbedaan b brancofti dan b malayi.
4. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju
pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva
stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk
produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi
disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde
tersebut maka akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit
mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6,
TNF . Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi
eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga
akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang
terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi
sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi
maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan
terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan
granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal
ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan
menyebabkan perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)
5. Pathway / WOC
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan
limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari
sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke
stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia
yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di
daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik
inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok
ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis
yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan
malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis
akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria
jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi.
Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas
penderita serta membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin
laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Limfadenitis
inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya
sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam
setahun.
Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis paling
sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadangkadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri, dan
sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu
bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun
sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses,
memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu
hingga 3 bulan.
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat
ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas,
tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran di
tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan,
tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan
kelelahan. Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah.
Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya.
(Witagama,dedi.2009)
7. Komplikasi
a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara,
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e. Kiluria : kencing seperti susu
karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang
menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.
(T.Pohan,Herdiman.2009)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis
klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and
Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis
filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan
gejala menahun.
b. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada
pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang
hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat
ditentukan species cacing filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance
sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang
dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik,
sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis
parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan
korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
(Marty,Aileen,M.2009)
9. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk
filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat
ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi
samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau
tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian,
pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan
asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi,
limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik
terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan
lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi
beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala
klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.
(Harun,riyanto.2010)
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga
dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau
diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering
menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat
dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang
memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral
sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah
dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak
berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6
mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat
badan selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan
selama 23 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala
akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan
lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan
hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010)
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan
di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai,
perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara
teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki,
mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan
terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada
beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan
Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai <
1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma.
Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat
ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.
1. Dosis standar Dosis tunggal 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti
selama 15 hari, dan untuk filariasis brugia selama 10 hari. 2. Dosis bertahap Dosis
tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia kurang
dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis
bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia. 3. Dosis rendah Dosis tunggal
1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu
sekali selama 40 minggu. (Marty,Aileen,M.2009) 10. Pencegahan ` Pemberantasan
filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara pengobatan
untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor.
Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan tujuan:
1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0% 2. Menurunkan microfilarial
(mf) rate menjadi < 5% 3. Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR) Sasaran
pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih ada penularan
dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran ditujukan pada: 1. Daerah
bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit
kaki kearah ujung kaki dan klien mengatakan nyeri semakin terasa jika kaki yang
sakit dibawa bergerak. Klien mengatakan kakinya yang sakit tampak lebih besar
dari yang satunya. Saat pengkajian didapat klien masih mengeluh demam sebelum
masuk RS, terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki keujung kaki,
skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang, nyeri tekan (+), non piting oedema (+),
klien tamapak meringis ketika berjalan. TTV TD 130/60 mmHg, RR 24 x/i, N 110 x/i,
S 38,5C, Wajah klien tampak memerah. Dari hasil pemeriksaan darah diperoleh
data Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung
jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit
15%, monosit 1%. kesadaran komposmentis dengan GCS 15 (E 4, V 5, M 6). Dari
pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor
runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Unit : perawatan penyakit dalam Tanggal masuk : 13 maret 2011
Ruang /kamar : III / A Tanggal pengkajian : 14 maret 2011
1. Identitas
klien
a. Nama : Ibu S
b. Umur : 39 tahun
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Agama : islam
e. Suku/bangsa : indonesia
f. Alamat : Lrg. mawar
Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. A
b. Alamat rumah : Lrg. mawar
c. Hubungan dengan klien : suami
2. Data medik
Diagnosa Medik
Saat masuk : Filariasis
Saat pengkajian : Filariasis
3. Alasan masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari,
demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
4. Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah
ujung kaki dengan skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang
5. Riwayat kesehatan masa lalu :
1. penyakit yang pernah diderita : tidak ada
2. pernah dirawat : tidak
D. Data Psikologis
1. Persepsi tentang penyakit : tidak mengetahui penyakit
2. Suasana hati : sedih
3. Daya konsentrasi : baik
4. Koping : rendah
5. Konsep diri : rendah
6. Stressor : hospitalisasi
E.
1.
2.
3.
4.
Data sosial
tempat tinggal : Lrg. mawar
hubungan dengan keluarga : baik
hubungan dengan klien : baik
hubungan dengan perawat : baik.
F. Data spritual
1. Agama yang dianut : islam
2. Apakah agama sangat penting : ya
b. Nadi
Frekuensi : 110 x/menit,
Irama : Teratur
c. Suhu :38,5 oC
daerah : Axila
e. Pernapasan : Sesak sedang
irama : teratur tidak teratur
kusmaul cheyness stokes jenis
jenis dada perut
3. Kepala
a. Bentuk kepala : simetris asimetris
Cephalon hematome : tidak ada
ukuran : sedang
b. Warna rambut hitam coklat
pirang perak
c. Keadaan rambut : baik
d. Kulit kepala : kotor dan bau lesi
bersih ketombe
e. Bengkak/benjolan : tidak ada
f. Nyeri/pusing : tidak ada
g. Keluhan lain : tidak ada
4. Mata/Penglihatan
a. Ketajaman penglihatan : baik
b. Alis : tebal dan lebat
c. Bulu mata
1) Warna : hitam
2) Kondisi : baik
3) Posisi : simetris
4) Peradangan : tidak ada
d. Simetris : ya
e. Sclera
putih dan jernih kebiruan
kuning/ikterik
f. Pupil
1) Bentuk : bulat
2) kesamaan ukuran : isocor
3) warna : gelap
4) reaksi terhadap cahaya : miosis
5) refleks pupil : sama besar, bulat dan
bereaksi terhadap cahaya
g. Palpebra
Edema lagopthalmus
peradangan, baik/normal
ptosis
h. Konjungtiva : an anemis
i. Bola mata : baik
j. Gerakan bola mata : baik
k. Lapang pandang : baik
l. Kornea dan iris
1) Abrasi : tidak ada
2) Kejernihn : jernih
3) Refleks kornea : baik
m. Peradangan : tidak ada
n. TIO : tidak ada
o. Keluhan penglihatan : tidak ada
p. Alat bantu penglihatan : tidak ada
5. Hidung/penciuman
a. Struktur luar
1) Ukuran : kecil
2) Bentuk : pesek
3) Kesimetrisan : simestris
b. Struktur dalam
Warna : kemerahan
c. Fungsi penciuman : baik
Do :
- Suhu 38,5c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Wajah klien tampak memerah
- Kulit klien teraba hangat Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening Hipertermi
3
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
- Klien tampak susah berjalan.
- Klien tampak meringis saat berjalan.
- N 110x/i
- RR 24x/i Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal)
Kerusakan mobilitas fisik
4 Ds :
- klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do :
- Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil
batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
- Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung
ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
- kaki klien tampak besar sebelah Pemajanan penularan melalui vektor Resti
penularan penyakit
D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai,
yang di tandai dengan,
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5c
- Leukosit 9500/mm
2. Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening di
tandai dengan :
Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
Do :
- Suhu 38,5c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Wajah klien tampak memerah
- Kulit klien teraba hangat
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada
kelenjar limfe di daerah tungkai yang ditandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
- Klien tampak susah berjalan.
- Klien tampak meringis saat berjalan.
- N 110x/i
- RR 24x/i
4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui
vektor yang ditandai dengan
Ds :
klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do:
Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung
jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit
15%, monosit 1%. Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti
tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
TABEL 3.4 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Ny. S Tanggal : 14 maret 2011
Umur : 39 tahun
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai,
yang di tandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5c
- Leukosit 9500 /mm Nyeri berkurang / menghilang
KH:
- Tanda tanda vitalnormal/stabil.
- Klien tampak tenang
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.
4. Ajar kan klien untuk memggunggkap kan perasaan /rasa sakit yang di rasakan
Kolaborasi :
1. Berikan analgesik sesuai indikasi.
3. Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol. Pada daerah frontalis
dan aksila.
4. Berikan selimut pendingin.
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan mudah menyerap keringat.
Kolaborasi:
1. Berikan antipiretik, Misal nya aspirin asetaminofen
4. Tingkat kan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan klien .
Kolaborasi:
1. Memberikan obat sesuai dangan indikasi misalnya aspirin.
1. Mengidentifikasi kerusakan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan
mempegaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Perubahan posisi yang teratur menyebakan penyamaran terhadap berat badan
dan meningkatakan
kulasi pada bagian tubuh.
tersebut.
1. Orang orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penularan.
II 14/03/11
(09.00 11.00) 1. Memantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya
mengiggil/diafores.
Hasil : Suhu 38.3c
2. Memantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi,yaitu klien diberikan selimut tipis selembar.
Hasil : Lingkungan terasa lembab, klien tampak mulai berkeringat
3. Memberikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol.
Hasil :
Suhu : 37
4. Menganjurkan klien untuk banyak minum air putih hangat
Hasil : klien minum air putih sebanyak 2 gelas.
Kolaborasi:
5. Memberikan antipiretik misalnya aspirin asetaminofen
O:
Kaki klien masih tampak besar sebelah
Klien sudah mulai bisa berjalan walau terkadang masih tampak meringis
N 100x / i
A:
Dari intervensi yang telah di lakukan pada klien,masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan semua intervnsi
IV 1. Mengidentifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga
/teman..
Hasil :
Yang beresiko yaitu, para petugas medis, pasien lainnya, pengunjung dan keluarga.
2. Mengawasi suhu lingkungan kelembapan dan lakukan /berikan racun serangga di
sekitar lingkungan tempat tinggal dan ruang perawatan
Hasil : pemberian semprot anti nyamuk ke sekitar ruangan klien.
3. Menekan kan penting melakukan terapi obat.
Hasil :
Klien mengatakan mengerti dan patuh terhadap terapi pengobatan yang diberikan
padanya.
4. Memberikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan
yang besar dan tepat.
Hasil :
Klien tampak makan dengan lahap.
Kolaborasi:
5. Memberikan pengobatan seperti dietilkarbamazine(dec)pengobatan di lakukan
secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)
Hasil : klien patuh menjalani terapi. S:
Kliem mengatakan yang selalu ada disekitarnya adalah keluarganya.
O:
Hb 10,8 gr/dl, leukosit 9500 / mm3 , eosinofil 20% .
A:
Resiko untuk pemajanan infeksi masih ada. Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan semua intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing
dewasanya hidup dalam cairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan
dalam rongga badan. Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat
ditemukan dalam darah, hidrokel, kulit sesuai dengan sefat masing-masing
spesiesnya.
Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik,
termasuk Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia
maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga
gambaran klinisnya spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik
biasnya digunakan sebagai tanda bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dimana parasit dapat
menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya elefantiasis, sedangkan
Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca volvulus menyebabkan
kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan
bila tidak ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal
penderita, biopsi kelenjar limfe, dan pemeriksaan serologis.
Prinsip terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria
dewasa dan mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi
tubuh yang timbul akibat cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obatobatan seperti DEC ataupun dengan mengontrol vektor.
Penyakit ini sangat berbahaya dan hampir diseluruh dunia dapatditemukan penyakit
ini karena mudahnya dalam penyebaran penyakit ini. Beberapa asuhan
keperawatan secara teoritis yang mungkin yang mungkin muncul pada penderita
penyakit ini yaitu :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan oembengkakan pada anggota
tubuh.
5. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit.
Namun pada kasus Ny. S yang dibahs kelompok, diagnosa yang dapat diangkat
berupa :
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai