Sunteți pe pagina 1din 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu keluarga masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencangkup
seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan
khususnya pada klien (Perry, Potter. 2005)
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan
sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang.
Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat,
dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran,
gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk
mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal
tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus
segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup
banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria
bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa
cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di
Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara
Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai
sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan
kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan
periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia
sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex,
nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya
ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat
ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh
cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat
menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun lakilaki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan
laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di
647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah
kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari,
rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi
cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan
karena nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini

sampai tuntas. (chairufatah,alex.2009)


WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of
lympatic filariasis as a public Health Problem by the year 2020). Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan misal dengan DEC dan albendazol setahun sekali
selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut
maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya.
Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit gajah secara berthap dimulai pada
tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5
tahun.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis
yang apa tidak ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan
penularannya kepada manusia. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu
filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta
inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit
filariasis ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi.
(riyanto, harun.2005)
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan filariasis.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Penyakit Filariasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit filariasis.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien
dengan penyakit filariasis.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan
penyakit filariasis.
d. Mahasiswa mampu membuat rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
penyakit filariasis.
e. Mahasiswa mampu melakukan Implementasi Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan penyakit filariasis.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien dengan penyakit filariasis.
D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi awal dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan kasus
filariasis.
2. Bagi Akademik
a. Sebagai referensi tambahan dalam proses pembelajaran khususnya blok imun

dan hematologi.
b. Sebagai motivasi awal untuk melakukan penelitian khususnya dalam sistem imun
dan hematologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI


1. Anatomi Sistem Imun dan Hematologi
a. Timus
Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak bentuknya
sangat besar dan akan mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk aslinya pada
masa puber. Kelenjar ini mengatur daya tahan tubuh terhadap penyakit. Pada orang
dewasa sel T dibentuk dalam sumsum tulang akan tetapi proliferasi dan diferensiasi
terjadi dalam kelenjar timus. 90-95% dari seluruh sel timus akan mati dan hanya 510% menjadi matang dan meninggalkan timus masuk kedalam sirkulasi darah.
Hormon timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah dan dapt berperan
terhadap diferensiasi sel T di perifer.(radji,maksum.2010)
Menurut pengamatan biologis, timus tampak seperti organ biasa tanpa suatu fungsi
khusus. Namun demikian, jika dikaji secara rinci, pekerjaannya sangatlah
menakjubkan. Di dalam timuslah limfosit mendapat semacam pelatihan.
Pelatihan berupa transfer informasi, yang dapat dilaksanakan terhadap makhluk
hidup yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu. Jadi ada suatu poin penting yang
perlu disebutkan di sini. Yang memberikan pelatihan adalah segumpal daging, yaitu
timus, dan yang menerimanya adalah suatu sel yang amat kecil. Menurut analisis
terakhir, keduanya adalah makhluk hidup yang tidak memiliki kesadaran akan hal
ini. .(yahya,harun.2011)
Di akhir, limfosit dilengkapi dengan kumpulan informasi yang sangat penting.
Mereka mempelajari cara mengenali karakteristik khusus sel tubuh. Dapat
dikatakan bahwa limfosit diajarkan mengenai identitas sel-sel di dalam tubuh.
Terakhir, sel-sel limfosit meninggalkan timus dengan bermuatan informasi. Dengan
demikian, ketika limfosit bekerja dalam tubuh, mereka tidak menyerang sel-sel yang
identitasnya pernah diajarkan, melainkan hanya menyerang dan membinasakan
sel-sel lainnya yang bersifat asing. .(yahya,harun.2011)
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang
belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan
sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah
terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita. Setelah
hal ini dipahami, para evolusionis itu beralih mengemukakan teori yang sangat

berlawanan mengenai organ yang sama. Mereka mengklaim bahwa timus tidak
eksis sebelumnya, dan berasal dari evolusi yang bertahap. Mereka masih tetap
mengatakan bahwa timus terbentuk melalui periode evolusi yang lebih panjang
dibanding banyak organ lainnya. Akan tetapi, tanpa timus, atau tanpa timus yang
telah tumbuh dan berkembang sempurna, sel-sel T tidak akan pernah belajar
mengenali musuh, dan sistem pertahanan tidak akan berfungsi. Seseorang tanpa
sistem pertahanan tidak akan hidup.(yahya,harun.2011)
b. Sumsum tulang
Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel
induk. Jika sel induk membelah yang pertama kali dibentuk adalah sel darah merah
yang belun matang dan sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit..
kemudian jika sel imatur membelah akan menjadi matang dan pada akhirnya
menjadi sel darh merah, sel darah putih atau trombosit.(radji,maksum.2010)
Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Jjika kandungan oksigen dalam jaringan tubuh atau jumlah sel darah merah
berkurang ginjal akan menghasilkan dan melepaskan eritropoetin. Sumsum tulang
memebentuk dan melepaskan lebih banyak sel darah putih sebagai respon
terhadap infeksi dan lebih banyak sel darah merah, secara normal sumsum tulang
akan memberikan respon dengan membentuk lebih banyak retikulosit.
(radji,maksum.2010)
c. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri
dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih
mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama
mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas
abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan
rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
Limpa mengandung sejumlah besar makrofag (sel pembersih). Makrofag menelan
dan mencernakan sel darah merah dan sel darah lainnya yang rusak dan tua, serta
bahan-bahan lain yang dibawa darah ke limpa. Ada satu sistem daur ulang kimiawi
yang sangat penting di sini. Sel makrofag di dalam limpa mengubah protein
hemoglobin, yang ditemu-kan dalam komposisi sel darah merah yang ditelannya,
menjadi bilirubin, yaitu pigmen empedu. Kemudian bilirubin ini dikeluarkan ke
sirkulasi vena dan dikirim ke hati. Dalam bentuk ini ia dapat saja dikeluarkan dari
tubuh bersama-sama empedu. Akan tetapi, molekul besi dalam bilirubin yang akan
dibuang ini merupakan bahan langka yang sangat berharga untuk tubuh. Oleh
karena itu zat besi ini diserap kembali di bagian tertentu usus halus. Dari sana, zat
besi ini mula-mula menuju ke hati lalu ke sumsum tulang. Di sini, tujuannya adalah
untuk membuang bilirubin yang merupakan bahan berbahaya, sekaligus untuk
memperoleh kembali zat besi.(yahya,harun.2011)
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah
(sel darah merah dan trombosit). Kata "menyimpan" mungkin menimbulkan kesan
seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan.
Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang.

Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah
merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit
juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.
Saat terjadi infeksi yang disebabkan oleh mikroba atau ada penyakit lainnya, maka
tubuh menyiapkan serangan bela diri dari musuh, men-dorong sel-sel prajurit untuk
menggandakan diri. Pada saat-saat seperti ini limpa menambah produksi limfosit
dan makrofag. Jadi, limpa juga berpartisipasi dalam "operasi darurat" yang
dilancarkan saat penyakit akan membahayakan tubuh. (yahya,harun.2011)
d. Nodus getah bening : limfa
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel
kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantorkantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika
diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus
limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan
bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di
seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada
pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di
sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di
dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.(yahya,harun.2011)
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh
limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di
sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh
limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta informasi mengenai
jaringan tadi. Infor-masi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh
limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan
diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening. (yahya,harun.2011)
Sistem limfatik tersusun atas serangkaian pembuluh yang menyebar keseluruh
tubuh. Pembuluh tersebut bermula dari kapiler limfa yang mengalirkan plasma tak
terabsorbsi dari rongga jaringan . kemudian bergabung menjadi pembuluh limfa,
yang pada gilirannya melintasi nodus limfa dan akhirnya mengosongkan diri ke
duktus torasikus besar dan bergabung dengan vena jugularis disisi kiri leher. Limf
adalah cairan yang terdapat dalam pembuluh limfaaliran limfa tergantung pada
kontraksi intrinsik pembuluh limfa, kontraksi otot, gerakan respirasi dan gravitasi.
(smeltzer,bare,2000)
Kelenjar limfe berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10-15 mm. Kelenjar
limfe yang disebut juga getah bening merupakan cairan dengan susunan lisis
hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Perbedaannya adalah
dalam cairan limfe banyak mengandung sel limfosit, tidak mengandung CO2,
mengandung sedikit O2. cairan limfe ini berasal dari cairan jaringan yang masuk
melalui proses filtrasi ke dalam saluran kapiler limfe dan seterusnya akan masuk
kedalam sistem peredaran darah melalui vena. Fungsi kelenjar limfe adalah
menaring cairan limfe dari bahan-bahan asing, pembentukan limfosit, membentuk
antibodi dan menghancurkan mikro-organisme. (radji,maksum.2010)

e. Pembuluh limfe
Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena
dan sebagian meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe ke dalam
ruang-ruang jarinagn. Susunan pembuluh limfe disebut juag susunan tengah karena
merupakan saluran antara darah dan jaringan dimana terdapat zat-zat koloid.
Garam elektrolit tidak dapat masuk kedalam kapiler darah akan tetapi masuk
melalui kapiler-kapiler saluran limfe. Struktur limfe serupa dengan vena kecil akan
tetapi lebih banyak katup. Pembuluh kapiler limfe yang terkecil,lebih besar daripada
pembuluh kapiler darah dan terdiri dari selapis endotelium. (radji,maksum.2010)
Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :
1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra. Duktus torasikus ini merupakan
kumpulan pembuluh limfe yang berasal dari kepala kiri, leher kiri, dada sebelah kiri,
bagian perut anggota gerak bagian bawah dan alat-alat dalam rongga perut.
2. Duktus limfatikus dekstra, menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari
kepala kanan, leher kanan, dada kanan dan lengan sebelah kanan yang bermuara
pada vena kava subklavia dektra.
Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke
dalam sirkulasi darah. Menyaring dan menghancurkan mikroorganismedan
menghasilkan antibodi.( radji,maksum.2010)
2. Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi
a. Gambaran Umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun
sistem adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein,
antibodi dan sitokin/kemokin.Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan
terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat
meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun adalah proses pertahanan tubuh
terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun non spesifik dan
spesifik.
b. Imunitas Non Spesifik
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk
mencegah,mengontrol dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang
terjadinya imunitas spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya
bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan akibat kerusakan sel (heat shock protein)
dan memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.
c. Komponen-komponen yang Berperan dalam Sistem Imun
1) Komponen Sistem Imun Spesifik
Barier Sel Epitel
Sel epitel yang utuh merupakan barier fisik terhadap mikroba dari lingkungan dan
menghasilkan peptida yang berfungsi sebagai antibodi natural. Didalam sel epitel
barier juga terdapat sel limfosit T dan B, tetapi diversitasnya lebih rendah daripada
limfosit T dan B pada sistem imun spesifik. Sel T limfosit intraepitel akan
menghasilkan sitokin, mengaktifkan fagositosis dan selanjutnya melisiskan
mikroorganisme. Sedangkan sel B limfosit intraepitel akan menghasilkan IGM.

(urrahman,zhiya.2010)
2) Neutrofil dan Makrofag
Ketika terdapat mikroba dalam tubuh, komponen pertama yang bekerja adalah
neutrofil dan makrofag dengan cara ingesti dan penghancuran terhadap mikroba
tersebut. Hal ini di karenakan makrofag dan neutrofil mempunyai reseptor di
permukaannya yang bisa mengenali bahan intraselular (DNA), endotoxin dan
lipopolisakarida pada mikroba yang selanjutnya mengaktifkan aktifitas antimikroba
dan sekresi sitokin.
3) NK Sel
NK sel mampu mengenali virus dan komponel internal mikroba. NK sel di aktifasi
oleh adanya antibodi yang melingkupi sel yang terinfeksi virus, bahan intrasel
mikroba dan segala jenis sel yang tidak mempunyai MCH class I. Selanjutnya NK sel
akan menghasilkan porifrin dan granenzim untuk merangsang tterjadinya apoptosis.
.(urrahman,zhiya.2010)
B. FILARIASIS

Gambar 1. Penyakit filariasis


1. Definisi
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,
disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan
sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala
klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema
dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening,
Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)

2. Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema
tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel)
bila tungkai diangkat.
b. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal

(irreversibel) bila tungkai diangkat.


c. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
d. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009)
3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia
Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh
manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini
menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea,
family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan
dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing
(microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.

Gambar 2 cacing filaria


Penyebarannya diseluruh Indonesia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk
merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui
bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan
armigeres.
- W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus
- W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
- B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
- B. timori : an. barbirostris.
Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya.Di
Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup
ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan
lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )
ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :
- Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
- Ukuran 55 100 mm x 0,16 mm
- Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
- Berkembang secara ovovivipar
Mikrofilaria :
- Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu
- Mempunyai sarung. 200 600 X 8 um
Faktor yang mempengaruhi :
- Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan,

reservoir, vector
- lingkungan social ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
Istiadat, Kebiasaan dsb,
Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
(Witagama,dedi.2009)
a. Daur hidup filariasis
Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan
hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial
ekonomibudaya)
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam
otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari
untuk brugia atau 10 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3
sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir
semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa
hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi
stadium 4 yang kemudian bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe.
Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan
dan betina, cacing dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di
saluran limfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas
( saluran limfe aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di
daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ).
Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk
embrionik/mikrofilaria ) dalam jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari.
Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh
limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe
masuk ke dalam sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia
ini terutama sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6
pagi. Pada saat siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan
mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah
paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai
bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada
saat itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang
lebih rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal.
Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk
larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva
stadium 3 dalam waktu 10 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun
dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun.
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp.
Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian

filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis.
Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex spp.,
Aedes spp. dan Mansonia spp.
Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic
sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi
peningkatan kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis)
yang disebabkan oleh peningkatan populasi penderita di per-kotaan akibat
urbanisasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut. (Witagama,dedi.2009)
Tabel 1 Berbagai karakteristik penyebab filariasis dan manifestasi klinis utama yang
ditimbulkannya.
Spesies Penyebaran Vektor Tempat hidup cacing dewasa Tempat hidup mikrofilaria
Manifestasi klinis utama
Wuchereria bancrofti Negara Tropis Nyamuk Saluran limfe Darah Limfangitis
Elefantiasis
Hidrokel
Brugia malayi AsiaSelatan,Timur, dan Tenggara Nyamuk Saluran limfe Darah
Limfangitis
Elefantiasis
Brugia timori
Di beberapa pulau di Indonesia Nyamuk
Saluran limfe
Darah
Limfangitis
Elefantiasis
Loa-loa
Afrika Tengah dan Barat
Chrysops spp.
Jaringan ikat
Darah
Calabar Sweeling
Onchorcerca valvulus Afrika,Yaman, Amerika Tengah dan Selatan Simulium spp. Kulit
Kulit Dermatitis, nodula,lesi mata
Perbedaan antara W.bancrofti dan B. malayi dapat dilihat pada tabel di bawah.
Perbedaan B. timori dengan B. malayi adalah warna selubung dari B. timori adalah
biru, sedangkan B. malayi berwarna pink, selain itu terdapat pada cephalic space
dimana B. timori 3:1, sedangkan B. malayi 2:1.
Tabel 2. perbedaan b brancofti dan b malayi.
4. Patofisiologi

Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju
pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva
stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk
produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi
disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde
tersebut maka akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit
mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6,
TNF . Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi
eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga
akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang
terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi
sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi
maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan
terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan
granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal
ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan
menyebabkan perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)

5. Pathway / WOC

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan
limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari
sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke
stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia
yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di
daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik
inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok
ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis
yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan
malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis
akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria
jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi.
Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas
penderita serta membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin
laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Limfadenitis
inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya
sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam

setahun.
Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis paling
sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadangkadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri, dan
sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu
bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun
sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses,
memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu
hingga 3 bulan.
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat
ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas,
tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran di
tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan,
tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan
kelelahan. Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah.
Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya.
(Witagama,dedi.2009)
7. Komplikasi
a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara,
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e. Kiluria : kencing seperti susu
karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang
menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.
(T.Pohan,Herdiman.2009)

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis
klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and
Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis
filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan

gejala menahun.
b. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada
pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang
hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat
ditentukan species cacing filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance
sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang
dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik,
sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis
parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan
korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
(Marty,Aileen,M.2009)

9. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk
filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat
ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi
samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau
tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian,
pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan
asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi,
limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik
terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan
lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi
beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala
klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.
(Harun,riyanto.2010)
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga

dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau
diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering
menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat
dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang
memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral
sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah
dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak
berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6
mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat
badan selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan
selama 23 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala
akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan
lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan
hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010)
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan
di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai,
perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara
teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki,
mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan
terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada
beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan
Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai <
1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma.
Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat
ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.
1. Dosis standar Dosis tunggal 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti
selama 15 hari, dan untuk filariasis brugia selama 10 hari. 2. Dosis bertahap Dosis
tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia kurang
dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis
bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia. 3. Dosis rendah Dosis tunggal
1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu
sekali selama 40 minggu. (Marty,Aileen,M.2009) 10. Pencegahan ` Pemberantasan
filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara pengobatan
untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor.
Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan tujuan:
1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0% 2. Menurunkan microfilarial
(mf) rate menjadi < 5% 3. Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR) Sasaran
pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih ada penularan
dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran ditujukan pada: 1. Daerah

endemis lama dengan mf rate > 5%


2. Daerah endemis lama dan baru yang merupakan daerah pembangunan,
transmigrasi, pariwisata dan perbatasan
Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan
penyuluhan. Pengobatan merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan
filariasis, yang akan menurunkan ADR dan mf rate.
Di suatu daerah yang diperkirakan endemik filariasis, perlu diselenggarakan suatu
surveilans epidemiologis. Pada daerah tersebut 10% dari penduduknya perlu
diperiksa untuk menentukan Acute Disease Rate dan mf rate. Pengobatan massal
dilakukan bila ADR > 0%, dan mf rate > 5%; sedangkan pengobatan selektif
dilakukan bila ADR = 0%, dan mf rate < 5%. (Marty,Aileen,M.2009)
Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:
1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a. Anopheles : residual indoor spraying
b. Aedes : aerial spraying
2. Pemberantasan jentik nyamuk
a. Anopheles : Abate 1%
b. Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa
dan saluran air
3. Mencegah gigitan nyamuk
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b. Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan
sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan
filariasis.
Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh
penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik
filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler
jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari
gigitan nyamuk.. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan
melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi
mikrofilaria. (Marty,Aileen,M.2009)
C. ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.
Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang
mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 35 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja
berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas


( Perubahan TD, frekuensi jantung)
c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian
kapiler.
d. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan,
putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
e. Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,
kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.
i. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam
berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
k. Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m. Pemeriksaan diagnostik
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan
ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah
terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler
diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau
kelenjer mammae wanita.
2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah

bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit

D. TABEL 3. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
3. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial

4. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh


5. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan selimut yang tipis
6. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
7. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh
yang mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara
konduksi
2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien
4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe Nyeri hilang 1. Berikan
tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat
anelgetik). 1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat
meningkatkan koping.
2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf

simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjutan


4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.
3. Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik - Menyatakan gambaran
diri lebih nyata
- Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealisme
- Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
1. Akui kenormalan perasaan

2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan tanggapannya mengenai keadaan


yang dialami
3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan
penolakan atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual
4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
(bercerita tentang keluarga)
5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur
jika pasien sudah berada pada fase menerima
7. Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan
perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan
mengatasinya secara efektif.
1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan
peran dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap
penerimaan
2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak
berdaya, dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan
kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.
4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri

5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan kebutuhan sekarang dan


segera lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang
6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan
gambaran diri.
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh

Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivita


1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas 1. Meningkatkan kekuatan otot dan
mencegah kekakuan sendi
2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
5. kelelahan dan membantu keseimbangan.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang. 1. Ubah posisi di
tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
2. Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur
dan pada waktu duduk di kursi.
3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
5. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
terjadinya dekubitus. 1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang
dapat menyebabkan kerusakan aliran darah seluler.
2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/
kelembaban.
3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah daerah yang beresiko
terinfeksi dan nekrotik.
4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.
5. Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.
(sumber : echasite,2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. KASUS PEMICU FILARIASIS


Ibu S. Usia 39 tahun, agama islam, alamat tinggal lorong Mawar no 30 Jambi,
pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Masuk RS pada tanggal 13/03/2011, diruang
perawatan penyakit dalam kelas III/A. dengan keluhan demam berulang-ulang
selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul kembali ketika
bekerja berat. Klien juga mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal

kaki kearah ujung kaki dan klien mengatakan nyeri semakin terasa jika kaki yang
sakit dibawa bergerak. Klien mengatakan kakinya yang sakit tampak lebih besar
dari yang satunya. Saat pengkajian didapat klien masih mengeluh demam sebelum
masuk RS, terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki keujung kaki,
skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang, nyeri tekan (+), non piting oedema (+),
klien tamapak meringis ketika berjalan. TTV TD 130/60 mmHg, RR 24 x/i, N 110 x/i,
S 38,5C, Wajah klien tampak memerah. Dari hasil pemeriksaan darah diperoleh
data Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung
jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit
15%, monosit 1%. kesadaran komposmentis dengan GCS 15 (E 4, V 5, M 6). Dari
pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor
runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Unit : perawatan penyakit dalam Tanggal masuk : 13 maret 2011
Ruang /kamar : III / A Tanggal pengkajian : 14 maret 2011
1. Identitas
klien
a. Nama : Ibu S
b. Umur : 39 tahun
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Agama : islam
e. Suku/bangsa : indonesia
f. Alamat : Lrg. mawar
Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. A
b. Alamat rumah : Lrg. mawar
c. Hubungan dengan klien : suami
2. Data medik
Diagnosa Medik
Saat masuk : Filariasis
Saat pengkajian : Filariasis
3. Alasan masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari,
demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
4. Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah
ujung kaki dengan skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang
5. Riwayat kesehatan masa lalu :
1. penyakit yang pernah diderita : tidak ada
2. pernah dirawat : tidak

3. pernah dioperasi : tidak


4. alergi terhadaap obat : tidak ada
6. Riwayat kesehatan keluarga
1. Genogram
2. Penyakit yang pernah diderita : tidak ada
3. Kesehatan orang tua : baik
4. Saudara kandung : baik
5. Hubungan keluarga dengan klien : baik
6. faktor resiko penyakit tertentu dalam keluarga : tidak ada
kanker hipertensi diabetes melitus
penyakit jantung epilepsi TBC
C. Kebiasaan Sehari-Hari
1. Nutrisi-Cairan
a. Keadaan sejak sakit
a). Nafsu makan : baik
b). Frekuensi makan : 3x/sehari
c). Jumlah makan yang masuk : satu piring
d). Diet : tidak ada
e). Ketaatan terhadap diet tertentu : tidak ada
f). Mual/enek : tidak ada
g). Muntah : tidak ada
h). Nyeri ulu hati : tidak ada
i). Jumlah minum/24 jam : 600 ml/24 jam
j). Jenis minum : susu formula, air putih
k). Keluhan makan dan minum : kurang selera dengan makanan yang
Disediakan pihak rumah sakit
2. Eliminasi
a. Keadaan sejak sakit
1) Frekuensi BAB/24 jam : 1x/24 jam
2) Waktu BAB : pagi
3) Warna feses : kuning
4) Konsistensi : semi solid
5) Bentuk feses : lunak
6) Penggunaaan pencahar : tidak ada
7) Keluhan BAB : tidak ada
8) Frekuensi BAK/24 jam : 4-6x/24 jam
9) Warna urine : kuning
10) Volume urine : 200-300 ml
11) Bau urine : khas
12) Melena : tidak ada
13) Konstipasi : tidak ada
14) Kolostomi : tidak ada

15) Sering menahan BAK : tidak


16) Keluhan BAK : tidak ada
3. Aktivitas
a. Keadaan sejak sakit
1) Aktivitas perawatan diri
a) Makan : 0
b) Mandi : 2
c) Berpakaian : 0
d) Kerapian : 0
e) Buang air besar : 2
f) Buang air kecil : 2
g) Mobilisasi ditempat tidur : 2
h) Ambulasi : 3
4. Tidur istirahat
a. keadaan sejak sakit
1) Tidur siang : Ya
2) Bila ya berapa jam : 1-2 jaam
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Tidur malam : 6 jam


Kebisaan sebelum tidur : minum susu
Keluhan tidur : sering terbangun
Ekspresi wajah mengantuk : tidak ada
Banyak menguap : tidak ada
Palpebrae inferior : tidak ada

D. Data Psikologis
1. Persepsi tentang penyakit : tidak mengetahui penyakit
2. Suasana hati : sedih
3. Daya konsentrasi : baik
4. Koping : rendah
5. Konsep diri : rendah
6. Stressor : hospitalisasi
E.
1.
2.
3.
4.

Data sosial
tempat tinggal : Lrg. mawar
hubungan dengan keluarga : baik
hubungan dengan klien : baik
hubungan dengan perawat : baik.

F. Data spritual
1. Agama yang dianut : islam
2. Apakah agama sangat penting : ya

3. Kegiatan keagamaan selama dirawat : berdoa


4. Apakah berdoa untuk kesembuhan : ya
K. Pemeriksaan fisik
1. Keaadan sakit : klien tampak sakit .................
Alasan : klien masih dapat berinteraksi dengan baik,hanya terkadang
tampak meringis saat nyeri pada kakinya kembali dirasakan.
2. Tanda tanda vital :
a. Kesadran
1) kualitatif : kompos mentis letarghic
Somnolent suporous
Semi comatous coma
2) Kuantitatif : Glaslow coma scale
Respon motorik ( M ) : 4
Respon verbal ( V ) : 5
Respon eyes ( E ) : 4
Jumlah : 13
Kesimpulan : Composmentis

b. Nadi
Frekuensi : 110 x/menit,
Irama : Teratur
c. Suhu :38,5 oC
daerah : Axila
e. Pernapasan : Sesak sedang
irama : teratur tidak teratur
kusmaul cheyness stokes jenis
jenis dada perut
3. Kepala
a. Bentuk kepala : simetris asimetris
Cephalon hematome : tidak ada
ukuran : sedang
b. Warna rambut hitam coklat
pirang perak
c. Keadaan rambut : baik
d. Kulit kepala : kotor dan bau lesi
bersih ketombe
e. Bengkak/benjolan : tidak ada
f. Nyeri/pusing : tidak ada
g. Keluhan lain : tidak ada

4. Mata/Penglihatan
a. Ketajaman penglihatan : baik
b. Alis : tebal dan lebat
c. Bulu mata
1) Warna : hitam
2) Kondisi : baik
3) Posisi : simetris
4) Peradangan : tidak ada
d. Simetris : ya
e. Sclera
putih dan jernih kebiruan
kuning/ikterik
f. Pupil
1) Bentuk : bulat
2) kesamaan ukuran : isocor
3) warna : gelap
4) reaksi terhadap cahaya : miosis
5) refleks pupil : sama besar, bulat dan
bereaksi terhadap cahaya
g. Palpebra
Edema lagopthalmus
peradangan, baik/normal
ptosis
h. Konjungtiva : an anemis
i. Bola mata : baik
j. Gerakan bola mata : baik
k. Lapang pandang : baik
l. Kornea dan iris
1) Abrasi : tidak ada
2) Kejernihn : jernih
3) Refleks kornea : baik
m. Peradangan : tidak ada
n. TIO : tidak ada
o. Keluhan penglihatan : tidak ada
p. Alat bantu penglihatan : tidak ada
5. Hidung/penciuman
a. Struktur luar
1) Ukuran : kecil
2) Bentuk : pesek
3) Kesimetrisan : simestris
b. Struktur dalam
Warna : kemerahan
c. Fungsi penciuman : baik

Perdarahan : tidak ada


6. Telinga pendengaran
a. Struktur luar
Warna : merah muda
Lesi : tidak ada
Cerumen : dalam batas normal
Membran timpani : baik
b. Fungsi pendengaran : baik
c. Nyeri : tidak ada
d. Alat bantu : tidak ada
e. Keseimbangan : baik
7. Mulut/pengecapan
a. Bibir
1) Warna : merah muda
2) Kesimetrisan : simetris
3) Kelembapan : agak kering
b. mukosa mulut
1) Warna : merah muda
2) Kelembapan : lembab
3) Lesi : tidak ada
c. gigi
1) Kebersihan : bersih
2) Caries : tidak ada
3) Kelengkapan : tidak lengkap
d. Gigi palsu : tidak ada
e. Keadaan gusi : normal
f. Keadaan lidah : normal
g. Peradangan : tidak ada
h. Fungsi pengunyah : belum sempurna
i. Fungsi mengecap : normal
j. Fungsi bicara : normal
k. Bau mulut : normal
l. Reflek menelan : baik
m.
8. leher
a. kelenjar getah bening : nyeri tekan (+)
b. kelenjar thyroid : baik
c. kelenjar sub man dibularis : baik
d. JVP : distensi
e. Kaku kuduk : tidak ada
f. Sulit menelan : tidak
9. dada/pernafasan
a. bentuk : simetris
b. suara nafas : tidak ada bunyi tambahan

c. perkusi dada : sonor


d. ekspansi paru : baik
e. batuk : tidak ada
f. sputum : tidak ada
g. nyeri dada : tidak ada
h. pergerakan ronggga dada : retraksi
i. penggunaaan otot bantu nafas tambahan : tidak ada
10. kardiovaskuler
a. Ukuran jantung : normal
b. Heart rate : 110 x/i
c. Bunyi jantung I : normal (lup)
d. Bunyi jantung II : normal (dup)
e. Bunyi jantung tambahan : : tidak ada
f. Nyeri dada : tidak ada
g. Palpitasi : tidak ada
h. Edema : tidak ada
i. Cyanosis : tidak ada
j. Jari-jari tabuh : tidak ada
11. abdomen/pencernaan
a. keadaan kulit : baik
b. bising usus : 10X/menit
c. keadaan hepar : normal
d. keadaan limfa : normal
e. nyeri tekan : tidak ada
f. benjolan-benjolan : tidak ada
g. gembung : tidak ada
h. ascietas : tidak ada
13. Muskuloskeletal
a. Kekuatan otot : 2
b. Tonus otot : buruk
c. Kaku sendi : ada
d. Atropi : tidak ada
e. Trauma/lesi : tidak ada
f. Nyeri : panas dan sakit pada bagian pangkal sampai ujung kaki
g. Kecacatan/deformitas : tidak ada
h. Eksermitas atas : baik
i. Ekstermitas bawah : kaki klien tampak besar sebelah, nyeri tekan (+), non piting
edema (+), klien mengatakan panas dan sakit yang menjalar dari pangkal hingga
ujung kaki. Klien tampak meringis ketika berjalan, nyeri bertambah saat kaki klien
bergerak.
14. Keadaan neurologi
a. Tingkat kesadaran : komposmetis
b. Koordinasi : baik
c. Memory/daya ingat : baik

d. Orientasi ( tempat, orang, waktu ) : baik


e. Tremor : tidak ada
f. Gangguan motorik/ lumpuh : tidak ada
g. Kejang : tidak ada
15. Sensasi terhadap ransangan
a. Rasa Nyeri : baik
b. Rasa suhu : baik
c. Rasa raba : baik
16. Integumen kulit
a. Warna
flushing ( kemerahan ) joundice
cyanosis pallor ( pucat )
biru kemerahan
b.Tekstur
halus / licin fleksibel
lunak keriput
a. Kelembapan : kurang
b. Suhu kulit :
hangat normal
dingin
c. kelainan warna : tidak ada
d. Pucat : tidak
e. Bau kulit : khas
f. Pigmentasi :
Hipo pigmentasi normal
hiper pigmentasi
j. keadaan kuku : panjang
kebersihan kuku : baik
L. hasil laboratorium
1. pemeriksaan darah : Hb 10,8 gr/dl, , Leukosit
12.000/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung jenis: eosinofil 20%,
basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.

Tabel 4. Interpretasi laboratorium


Nilai Normal Kasus ket
Hb 12-16 g/dl 10,8 g/dl
Ht 37-47 % 36,80 %
Leukosit 5.000-10.000/mm3 9.500/ mm3 normal
Trombosit 150-450 x 103/ mm3 423.000/ mm3 normal

Tabel 5. interpretasi hasil kajian leukosit.

Diftel Nilai Normal Kasus


Eosinofil 1-3 20
Basofil 0-1 4
Neutrofil Batang 2-6 40
Neutrofil Segmen 50-70 20
Limfosit 20-40 15
Monosit 2-8 1
Dari pemeriksaan darah jari ditemukan Parasit Mikrofilaria : inti tubuh teratur,
ujung ekor uncinng, tidak berinti, dan seluruh tubuh transparan W. bancrofti.

TABEL 3.3 ANALISA DATA


Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5c Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai Nyeri
2 Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.

Do :
- Suhu 38,5c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Wajah klien tampak memerah
- Kulit klien teraba hangat Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening Hipertermi
3

Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
- Klien tampak susah berjalan.
- Klien tampak meringis saat berjalan.
- N 110x/i
- RR 24x/i Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal)
Kerusakan mobilitas fisik
4 Ds :
- klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do :
- Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil
batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
- Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung
ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
- kaki klien tampak besar sebelah Pemajanan penularan melalui vektor Resti
penularan penyakit

D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai,
yang di tandai dengan,
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.

- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5c
- Leukosit 9500/mm
2. Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening di
tandai dengan :
Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
Do :
- Suhu 38,5c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Wajah klien tampak memerah
- Kulit klien teraba hangat
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada
kelenjar limfe di daerah tungkai yang ditandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
- Klien tampak susah berjalan.
- Klien tampak meringis saat berjalan.
- N 110x/i
- RR 24x/i
4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui
vektor yang ditandai dengan
Ds :
klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do:
Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung
jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit
15%, monosit 1%. Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti

tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
TABEL 3.4 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Ny. S Tanggal : 14 maret 2011
Umur : 39 tahun
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai,
yang di tandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
- Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
Do :
- Klien tampak meringis ketika berjalan.
- Skala nyeri 7
- nyeri tekan (+)
- non pitting oedema (+)
- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
- Suhu 38,5c
- Leukosit 9500 /mm Nyeri berkurang / menghilang
KH:
- Tanda tanda vitalnormal/stabil.
- Klien tampak tenang
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.

2. Lakukan tindakan faliatif misalnya perubahan posisi,masase, rentang gerak pada


sendi yang sakit.
3. Berikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.

4. Ajar kan klien untuk memggunggkap kan perasaan /rasa sakit yang di rasakan
Kolaborasi :
1. Berikan analgesik sesuai indikasi.

1. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda tanda


perkembangan /resolusi komplikasi.
2. Meningkat kan relaksasi/menurunkan tegangan otot.

3. Dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi serta menurun kan


tegangan otot.
4. Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut sehingga mengurangi persepsi akan
intensitas rasa sakit

1. Dapat mengurangi rasa nyeri.


2
Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening di
tandai dengan :
Ds:
- Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
- Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
- Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki.
Do :
- Suhu 38,5c
- RR 24x/i
- N 110x/i
- TD 130/60 mmHg
- Kaki klien tampak besar sebelah dan terdapat nyeri tekan
- Wajah klien tampak memerah
- skala nyeri 7
- Leukosit 9500/mm
Perubahan suhu dalam batas normal
KH:
Tidak mengalami komplikasi yangberhubungan.
Tanda tanda vital normal.
Leukosit normal
Mandiri :
1. Pantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya mengiggil/diafores.
2. Pantu suhu lingkungan,batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.

3. Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol. Pada daerah frontalis
dan aksila.
4. Berikan selimut pendingin.
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan mudah menyerap keringat.

Kolaborasi:
1. Berikan antipiretik, Misal nya aspirin asetaminofen

1. Suhu 38 samapi 41,1 menujukan adanya infeksius akut.


2. Suhu ruangan /jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
3. Dapat membantu mengurangi demam,penggunaan air es/aklhokol
mungkinmenyebabkan kedinginan,peningkatan suhu secara actual.
4. Di gunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5csampai
40c pada waktu terjadi kerusakan /gannguan pada otak.
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan

1. Di gunakn untuk memgurangi demam dengan aksi sentral nya kepada


hipotalamus.
3
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan obtruksi kalenjer getah bening pada
daerah tungkai, yang itandai dengan :
Ds:
Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
Do:
kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
klien tampak susah berjalan.
klien tampak meringis saat berjalan.
N 110x/i.
RR 24x/i

Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit


/ kompensasi.
KH :
Kaki klien tidak lagi mengalami pembesaran
Nadi normal
RR normal
Mandiri :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada kerusakan
yang ter jadi.

2. Atur posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah posisi


pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan
posisi tersebut.
3. Berikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.

4. Tingkat kan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan klien .
Kolaborasi:
1. Memberikan obat sesuai dangan indikasi misalnya aspirin.
1. Mengidentifikasi kerusakan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan
mempegaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Perubahan posisi yang teratur menyebakan penyamaran terhadap berat badan
dan meningkatakan
kulasi pada bagian tubuh.

3. Memperhatikanmobilisasi dan fungsi sendi /posisi normal ekstermitas dan


menurunkan ter jadinya vena yang statis.
4. Keterlibatan pasien dalam perencanaan dalam kegiatan adalah sangat penting
dalam meningkatkan kerjasama pasien untukkeberhasilan dari suatu program

tersebut.

1. Dapat menghilangkan rasa nyeri sehingga mempermudah klien untuk melakukan


aktivitas secara mandiri
4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui
vector, yang ditandai dengan :
Ds :
- klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
Do :
- Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil
batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
- Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung
ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
kaki klien tampak besar sebelah Melakukan perubahan pola hidup untuk
memperbaiki Kesehatan umum dan menurunkan resiko tentang penularan penyakit
Mandiri :
1. Identifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga /teman.
2. Awasi suhu lingkungan kelembapan dan

3. berikan racun serangga di sekitar lingkungan tempat tinggal klien.


4. Atur lingkungan klien sedemikian rupa sehngga membatasi rentang vektor untuk
dapat menyebarkan penyakit.
5. Berikan penkes pada keluarga dan masyarakat sekitar seputar pencegahan
terhadap filariasis.
6. Tekankan penting tidak melakukan penghentian terapi obat.
7. Berikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan yang
besar dan tepat.
Kolaborasi:
1. Berikan pengobatan di komunitas seperti dietilkarbamazine (dec) pengobatan di
lakukan secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)

1. Orang orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penularan.

2. Suhu lingkungan yang lembab merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk.


3. Racun serangga dapat membunuh pembawa vektor filariasis.
4. Pemodifikasian ruang/lingkungan dapat mengurangi faktor resiko penyebaran
parasit

5. Untuk menambah pengetahuan masyarakat seputar filariasis

6. Penghentian terapi obat berisiko penyebaran infeksi dapat berlanjut.


7. Adanya anoreksia dapat menurunkan tahanan tubuh terhadap prosese infeksi
dan menganggu proses penyembuhan.

1. Pemberian obat dietilkarbamazine (dec) dapat membunuh parasit yang terdapat


pada kalenjar limpe dan menurunkan resiko terjadinya penularan.

TABEL 3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Nama Pasien : Ny. S
Umur : 39 Tahun
Diagnosa Keperawatan Tanggal / Jam Catatan Keperawatan Tanggl / Jam
Perkembangan
(evaluasi) paraf
I 14/03/11
(09.00 11.00 ) 1. Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.
Hasil : skala nyeri : 7, klien masih mengeluh nyeri, kaki tampak bengkak, klien
mengatakan panas pada kakinya masih terasa. Nyeri berulang dan bertambah saat
kaki klien dibawa bergerak,
2. Melakukan tindakan faliatif yaitu dengan melakukan perubahan posisi
nyaman,rentang gerak pada sendi yang sakit.
Hasil : klien menggerakkan kan kakinya scara perlahan-lahan dan melakukan
perubahan posisi yang nyaman.

3. Memberikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.


Hasil : klien tampak nyaman, dan tenang
4. Mengajar kan klien untuk mengungkap kan perasaan / rasa sakit yang di rasakan.
Hasil : klien menceritakan bagian yang nyeri dan rasa nyeri yang dialaminya
Kolaborasi :
5. Memberikan analgesik sesuai indikasi.
Hasil : klien tampak tidak meringis lagi dan lebih tenang 14/03/11
(16.00) S :
Klien mengatakan nyeri pada daerah kaki hingga ujung kaki sudah berkurang
O:
Klien masih tampak meringis ketika berjalan
Skala nyeri 5
Nyeri tekan (+)
N 100 x/.i
A:
Dari intervensi yang telah dilakukan,masalah nyeri belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1,2,3,4,5

II 14/03/11
(09.00 11.00) 1. Memantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya
mengiggil/diafores.
Hasil : Suhu 38.3c
2. Memantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi,yaitu klien diberikan selimut tipis selembar.
Hasil : Lingkungan terasa lembab, klien tampak mulai berkeringat
3. Memberikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol.
Hasil :
Suhu : 37
4. Menganjurkan klien untuk banyak minum air putih hangat
Hasil : klien minum air putih sebanyak 2 gelas.
Kolaborasi:
5. Memberikan antipiretik misalnya aspirin asetaminofen

Hasil : suhu : 38c 14/03/11


(16.10) S :
Klien mengatakan tidak merasa demam lagi
O:
Suhu 37.80C
RR 21 x/i
N 100x/i
Wajah klien tidak tampak memerah lagi
Leukosit 9500 / mm3
A:
Masalah hipertermi teratasi sebagian
P:
Intervensi 1,2,3,4,5 tetap dilanjutkan.
III 1. Memeriksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada
kerusakan yang ter jadi.
Hasil :
Klien dapat melakukan aktivitas ringan secara mandiri, namun aktivitas seperti
berjalan dan berpindah tempat, klien membutuhkan bantuan orang lain atau alat.
2. Mengatur posisi ter tentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah
posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu
perubahan posisi tersebut.
Hasil :
Klien merasa lebih nyaman
3. Memberikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.
Hasil :
Pergerakan pada kaki klien yang sakit masih terbatas.
4. Meningkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan klien .
Hasil :
Pada aktivitas kecil klien dapat melakukan secara mandiri
Kolaborasi:
5. Memberikan obat sesuai dangan indikasi.
Hasil : pemberian obat analgetik S :
Klien mengatakan dapat melakukan aktifitas ringan dengan mandiri,dan nyeri pada
daerah kaki sedikit berkurang

O:
Kaki klien masih tampak besar sebelah
Klien sudah mulai bisa berjalan walau terkadang masih tampak meringis
N 100x / i
A:
Dari intervensi yang telah di lakukan pada klien,masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan semua intervnsi
IV 1. Mengidentifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga
/teman..
Hasil :
Yang beresiko yaitu, para petugas medis, pasien lainnya, pengunjung dan keluarga.
2. Mengawasi suhu lingkungan kelembapan dan lakukan /berikan racun serangga di
sekitar lingkungan tempat tinggal dan ruang perawatan
Hasil : pemberian semprot anti nyamuk ke sekitar ruangan klien.
3. Menekan kan penting melakukan terapi obat.
Hasil :
Klien mengatakan mengerti dan patuh terhadap terapi pengobatan yang diberikan
padanya.
4. Memberikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan
yang besar dan tepat.
Hasil :
Klien tampak makan dengan lahap.
Kolaborasi:
5. Memberikan pengobatan seperti dietilkarbamazine(dec)pengobatan di lakukan
secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)
Hasil : klien patuh menjalani terapi. S:
Kliem mengatakan yang selalu ada disekitarnya adalah keluarganya.
O:
Hb 10,8 gr/dl, leukosit 9500 / mm3 , eosinofil 20% .
A:
Resiko untuk pemajanan infeksi masih ada. Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan semua intervensi

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing
dewasanya hidup dalam cairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan
dalam rongga badan. Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat
ditemukan dalam darah, hidrokel, kulit sesuai dengan sefat masing-masing
spesiesnya.
Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik,
termasuk Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia
maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga
gambaran klinisnya spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik
biasnya digunakan sebagai tanda bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dimana parasit dapat
menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya elefantiasis, sedangkan
Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca volvulus menyebabkan
kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan
bila tidak ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal
penderita, biopsi kelenjar limfe, dan pemeriksaan serologis.
Prinsip terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria
dewasa dan mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi
tubuh yang timbul akibat cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obatobatan seperti DEC ataupun dengan mengontrol vektor.
Penyakit ini sangat berbahaya dan hampir diseluruh dunia dapatditemukan penyakit
ini karena mudahnya dalam penyebaran penyakit ini. Beberapa asuhan
keperawatan secara teoritis yang mungkin yang mungkin muncul pada penderita
penyakit ini yaitu :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan oembengkakan pada anggota
tubuh.
5. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit.
Namun pada kasus Ny. S yang dibahs kelompok, diagnosa yang dapat diangkat
berupa :
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai

2. Hipertermi berhubungan dengan adanya inflamasi pada kelenjar getah bening


3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya pembengkakan pada
kelenjar limfe didaerah tungkai
4. Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan
melalui vektor
Dari kasus yang kita dapatkan diatas dapat dipastikan bahwa Ny. S mengalami
fialriasis tingkat 3 dengan diagnosa yang dapat diangkat berdasrkan kasus yang
diatas adalah nyeri yang berhubungan dengan adanya obstruksi pada saluran limfe,
hipertermi yang berhubungan dengan adanya inflamasi pada saluran pembuluh
limfe. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan adanya pembengkakan pada
saluran getah bening pada daerah tungkai kaki. Dan setelah dilakukan intervensi
didapati keadaan klien tampak membaik, masalah teratasi sebagian dan beberapa
intervensi masih harus dilanjutkan.
B. SARAN
Demikianlah makalah pleno ini kami susun dengan penuh kerjasama. Diharapkan
dengan adanya makalah pleno ini mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai
penyakit Filariasis. Selain itu mahasiswa juga mampu memahami secara teoritis
mengenai penyakit ini serta mampu mebuat asuhan keperawtan tentang kasus
Filariasis
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah referensi akademik untuk
melengkapi bahan pembelajaran dan motivasi mahasiswa untuk mengetahui lebih
banyak lagi tentang penyakit Filariasis.
Kelompok menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki
penulisan makalah ini selanjutnya

S-ar putea să vă placă și