Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota
ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang
di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas
merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan
stroke.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas
fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang
tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui
dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai
perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang
dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang
bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar
imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang
dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler.
1.3 Tujun
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
1.4 Manfaat
2
Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus ruptur tendon achilles
dan penerapan konsep keperawatan pada kasus ruptur tendon achilles.
3
Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnosa
keperawatan pada kasus ruptur tendon achilles.
BAB II
PEMBAHASAN
Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam
tubuh manusia.
terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut
epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebutlempeng epifisis
atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang
rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan
tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular).
Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron
merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron,
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga
yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous.
Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida)
dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral
anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.
Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan
menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot
terdiri dari :
1)
Otot rangka (otot lurik) : didapatkan pada sistem skeletal danberfungsi untuk
memberikan pengontrolan pergerakan mempertahnakan sikap dan menghasilkan
panas.
2)
Otot viseral (otot polos) : didapatkan pada saluran pencernaan, saluran
perkemihan dan pembuluih darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dan
kontraksinya tidak dibawah kontrol keinginan.
3)
Otot jantung : didapat hanya pada jantung dan kontraksinya tidak kontorl
keinginan.
Otot rangka merupakan otot yang mempunyai variasi ukuran dan bentuk
dari panjang dan tipis sampai dengan yang lebar dan datar atau dapat berbentuk
massa-massa yang besar sekali. Kontraksi otot rangka hanya dapat dirangsang.
Energi kontraksi otot dipenuhi dari pemecahan adenosin triphospate (ATP) dan
kegiatan kalsium. Serat-serat dengan oksigenasi secara adekuat dapat berkontraksi
lebih kuat, bila dibandingkan dengan oksigenisasi tidak adekuat.
Pergerakan ditimbulkan oleh tarikan otot pada tulang yang berperan sebagai
pengungkit dan sendi berpungsi sebagai tumpuan/penopang. Otot rangka lebih
besar dari pembuluh darah. Selama kontraksi otot akan terjadi perubahan kimia.
Akibatnya terjadi pembentukan produk-produk sisa metabolisme. Otot yang lelah
dan nyeri terjadi pada saat otot kekurangan oksigen dan produk buangan tidak
dapat dikeluarkan.
Kartilago
Kartilago terdiri dari serat-serat dilekatkan pada suatu gelatin yang kuat.
Kartilago sangat kuat tetapi fleksible dan tidak bervaskuler. Nutrisi mencapai keselsel kartilago dengan proses difusi melalui gelatin dari kapiler-kapiler yang berada di
perichondrium (fibrous yang menutupi kartilago ) atau sejumlah serat-serat kolagen
didapatkan pada kartilago, dimana tipenya: fibrous, hyaline, atau elastik. Fibrous
atau (fifibrocartilago) mempunyai banyak serat-serat dan oleh karena itu paling
besar kekuatannya untuk merenggang . Fibrocartilagomenyusun diskus
intervertebralis. Arthicular (Hyaline) cartilage-halus, putih, putih, berkilau dan
kenyal membungkus permukaan persediaan dari tulang dan beberapa sebagian
bantalan. Kartilago elastik mempunyai paling sedikit serat-serat dan sering
didapatkan pada daerah telinga luar.
Sumsum Tulang
jaringan vaskuler dalam rongga sumsum (batang) tulang panjang dan dalam tulang
pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di sternum, ilium, vertebra
dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah
dan putih. Pada orang dewas, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Biopsi sumsum tulang dilakukan pada tulang pipih.
Ligament
Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibrous yang tebal dimana merupakan
akhiran dari suatu aoat dan berfungsi mengikat suatu tulang.
Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibon yang membungkus
setiap otot dan berkaitan dengan prioteum jaringan penyambung yang mengelilingi
tendon tertentu khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini
dibatasi oleh membram synovial lumbrika untuk memudahkan pergerakan tendon.
Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambun longgar yang didapatkan
langsung dibawah kulit sebagai fasisupervisial atau pembungkus tebal, jaringan
penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah. Bagian
akhir diketahui sebagai fasia dalam.
Bursae
Burse adalah suatu kantong kecil dair jaringan penyambung disuatu tempat,
dimana digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi antara kulit dan
tulang, anatar tendon dan tulang atau antara otot. Burse bertindak sebagai
penampang antara bagian yang bergerak, seperti pada olecra non bursae, terletak
antara presesus dan kulit.
Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka tulang tidak
ada. Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, atau letak dimana
tulang-tulang berada bersama-sama. Bentuk dari persendian akan ditetapkan
berdasarkan jumlah dan tipe pergerakan yang memungkinkan, dan klasifikasi
didasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.
1)
Sendi Synarthroses (sendi yang tidak bergerak). Misalnya adalah sendi pada
tulang tengkorak
2)
Sendi Amphiarthroses (sendi yang sedikit pergerakannya). Contoh sendi pada
vetebra dan simfisis pubis.
3)
Sendi Peluru, missal pada persendihan panggul dan bahu, memungkinkan gerakan
bebas penuh
Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah contohnya
pada siku dan lutut.
Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang saling tegak lurus. Sendi
pada dasar ibu jari adalah sendi pelana.
Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi
untuk melakukan aktifitas seperti memutar pegangan pintu.
Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya
adalah sendi-sendi tulang karpalia dipergelangan tangan.
Pada sendi yang dapat digerakkan, ujung persendian tulang ditutupi oleh tulang
rawang hialin yang halus. Persendian tulang tersebut dikelilingi oleh selubung fibrus
kapsul sendi. Kapsul dilapisi oleh membran, sinovium, yang mengsekresi cairan
pelumas dan peredam getaran kedalam kapsul sendi. Maka, permukaan tulang
tidak dapat kontak langsung.pada beberapa sendi sinovial, terdapatr diskus
pibrokartilago diantara permukaan tulang rawang sendi. Bagian ini merupakan
peredam getaran.
Fleksi
Ekstensi
Adduksi
Abduksi
Rotasi
Sirkumduksi
Pergerakan khusus: supinasi, inversio, eversio, protacsio.
2.2 Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 :
1365).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi
akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi
fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan
tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
2.2 Epidemologi
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di
negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas
merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan
stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan
di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142
orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,
rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang
meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung
meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun
selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini
meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah
korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas
fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang
tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui
dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai
perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang
dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang
bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan
fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas,
lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis
fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha)
memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang
femur 1/3 tengah. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)
2.3. Etiologi
1)
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2)
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3)
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum.
Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses
penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat
keganasan.
1)
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2)
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3)
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai
5,5 cm
4)
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
5)
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau beberapa hari setelah cedera.
6)
7)
Pergerakan abnormal
8)
9)
Kehilangan fungsi
2.5 Klasifikasi
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
b)
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b)
Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
b)
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c)
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d)
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e)
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
b)
Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c)
Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
b)
Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1/3 proksimal
b)
1/3 medial
c)
1/3 distal
b)
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c)
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d)
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2.6. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long,
1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur
bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah
tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
(Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
(Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di
tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas
dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat
berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth,
2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif
terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol
radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan
densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi
kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya
kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan
nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
2.7. WOC
a)
Pemeriksaan Radiologi
b)
Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c)
Pemeriksaan lain-lain
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
2.9. Penatalaksanaan
Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan
traksi.
Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.
fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi
dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi
yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah
Tujuan:
Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara
lain:
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya
fraktur talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur
dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,
fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal
Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur
kominutif (hancur atau remuk
Indikasi OREF :
2.10. Komplikasi
1)
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2)
Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3)
4)
Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
5)
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
6)
Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 2040 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7)
Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8)
Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9)
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
10) Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
A. askep teori
PENGKAJIAN
Pengumpulan data
a)
Identitas Klien
b)
Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan.
c)
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami
tindakan operasi apa tidak.
d)
e)
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.
Pola-pola fungsi
a)
Aktifitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat adanya luka operasi
sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b)
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px megnalami gangguan yang disebabkan oleh
nyeri luka post op.
c)
d)
Biasanya px mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak
dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
e)
f)
g)
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h)
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
i)
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain.
j)
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap.
k)
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
l)
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
Pemeriksaan fisik
a)
Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada sistem
integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi rembesan darah
pada luka post op ada / tidak.
b)
Pada pasien fraktur, post op, Ekstremitas kaki kanan tidak bisa digerakkan dengan
bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak.
c)
Sistem Respirasi
Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang menonjol seperti
bentuk data ada / tidaknya sesak nafas, suara tambahan, pernafasan cuping
hidung.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)
Nyeri b.d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b)
c)
gangguan mobilitas fisik b.d nyeri,pembengkakan, prosedur
bedah,immobilisasi. terapi restriktif (imobilisasi)
d)
e)
f)
Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
g)
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
h)
RENCANAAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA
TUJUAN & KH
INTERVENSI
RASIONAL
TUJUAN:
KRITERIA HASIL
TUJUAN
Klien tidak merasa cemas lagi.
KRITERIA HASIL
TUJUAN
KRITERIA HASIL
Risti infeksi b.d port de entre luka fraktur femur, terputusnya kontinuitas jaringan
akibat prosedur pembedahan.
TUJUAN
3X24 jam resiko infeksi berkurang, bebas drainase purulen atau eritema dan
demam.
KRITERIA HASIL
Luka bersih
Tidak ada pus atau nanah
Luka kering
TUJUAN
KRITERIA HASIL
Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
TUJUAN
KRITERIA HASIL
TUJUAN
KRITERIA HASIL
TUJUAN
KRITERIA HASIL
B.
Askep Kasus
Scenario
Tn. Pr (29 th) sekitar 2 tahun yang lalu mengalami kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai sepeda motor. Pada saat kejadian, menggeluh nyeri di area kaki
kanan. Setelah kejadian tersebut pasien dibawa ke RS A dan dilakukan tindakan
medis, pemeriksaan diagnostic yang dilakukan rontgsen tampak fraktur pemur
dextra. Pada keesokan harinya dilakukan operasi dengan internal fixation, control
kerumah sakit tidak teratur. Dari luka post op keluar cairan nanah berbau, sekitar 4
bulan pasca operasi pertama, nyeri dirasakan dibagian dalam tulang dengan
intensitas semakin meninggkat, terbentuk lubang dibagian tengah luka operasi
dengan nanah keluar bertambah banyak. Dilakukan rontgen ulang didapatkan
inplant failure, operasi kedua dilakukan untuk repair internal fixation dan
pemasangan internal fixation ke-2 menggunakan broad plate dan screw. Pasca
operasi ke-2 kontrol dilakukan secara teratur pada permulaannya, namun
selanjutnya pasien mengobati dengan membeli antibiotic dan menentuykan
dosisnya sendiri. Selama pengobatan mandiri tidak menunjukkan perbaikan. Pasien
dating kembali ke RS A, kemudian dirujuk ke RS B untuk penanganan lanjut.
Direncanakan akan dilakukan operasi ilizarov, namun tetap menolak. Pasien inggin
agar dilakukan operasi biasa saja. 1 april 2013 dilakukan operasi dengan external
fiksasi konvensional dilakukan. Tetapi yang didapatkan: tranfusi PRC, ceftriaxone
21 gr, gentamycine 280 mg, ketorolac 31 amp, ranitidine 31 amp
2.
Pengkajian
Biodata
Nama : Tn. Pr
Umur : 29 tahun
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Klien pernah mengalami fraktur 2tahun yang lalu.mengalami nyeri yang meningkat
sekitar 4bulan pasca operasi dan terbentuklubang ditengah tulang dan berbau
nanah.
3.
DS:
Data focus
Klien mengta
DO:
4.
Analisis data
NO
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS:
Klien mengeluh nyeri dengan intesitas makin meningkat setelah pasca operasi
DO:
Gangguan neuromuskular
Nyeri
2.
DS:
DO:
3.
DS:
Klien mengobati dan membeli antibiotic sendri dan menentukan dosis sendri
DO:
Keterbatasan kognitif
Kurang pengetahuan
4.
DS:
Inplant failure
Infeksi
5.
Diagnosa keperawatan
5.
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa
Rencana
Rasional
1.
Tujuan
2.
Tujuan
Dalam waktu 3x 24 jam tanda-tanda infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
3.
Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 Jam klien dapat menerima keadaan dirinya yang ditandai
dengan :
Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup
Agar pasien diri dengan proses dapat memahami perubahan citra rekonstruksi
perbaikan pada dirinya.
Salah memberikan informasi akan berakibat salah persepsi.
Agar proses penyampaian informasi tersusun sesuai rencana.
Perawatan diri secara mandiri dapat menambah kepercayaan dalam diri klien.
Dukungan bantuan orang terdekat memotivasi dan membantu proses rehabilitasi.
Keluarga merupakan orang terdekat yang dapat membantu proses penyembuhan
penyakit klien
4.
Tujuan
Tingkat pengetahuan pasien dan keluarga dapat mebantu untuk memahami apa
yang kita lakukan terhadapklien
Penjelasan ini dapat membantu klien mengetahui tanda-tanda penyakit dan apa
yang harus dilakukan terhadap dirinnya agar sembuh
Penjelasan tanda-tanda yang muncul agar dapat langsung dicegah agar tidak
terjadi komplikasi
Informasi kemajuan terhadap keluarga dapat memberikan kebaikan terhadap
keluarga dan pasien
Pilihan terapi ini dapat memberikan klien agar percaya dan mau memahami
penjelasan tentang penyakit dan pengobatan klien.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi
fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan
tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah Jakarta:
EGC
Muttakin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume 2.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
Smeltzer & Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8.
EGC: Jakarta
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 8.
Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta
Wilkinson, Judith.M & ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
9. Buku kedokteran EGC. Jakarta