Sunteți pe pagina 1din 7

Lateralisasi Fungsi

1. Belahan Otak Kiri dan Kanan


Belahan otak kiri hanya melihat sisi kanan dunia. Belahan otak kanan
terhubung dengan reseptor sensoris dan otot sisi kiri tubuh. Belahan otak
kanan hanya melihat sisi kiri dunia. Tiap belahan otak mendapat informasi
auditori dari kedua telinga, tetapi informasi yang lebih besar berasal dari
telinga pada sisi berlawanan. Tiap belahan otak menerima informasi cita
rasa dari sisi lidah yang sesuai dan mendaat informasi penciuman dari sisi
lubang hidung yang sesuai.
Belahan otak kiri dan kanan bertukar informasu melalui sekelompok akson
yang diberi nama korpus kolosum. Pembagian kerja antar kedua belahan
otak tersebut dikenal dengan lateralisasi. Jika tidak ada korpus kolosum,
belahan otak kiri hanya dapat memberikan reaksi terhadap informasi
yang-Belahan Otak berasal dari sisi kanan tubuh dan belahan otak kanan
hanya dapat memberikan reaksi terhadap informasi yang berasal dari sisi
kiri tubuh.
2. Hubungan Visual dan Auditorial ke Belahan Otak
Ketua bagian otak terhubung dengan otak sedemikian rupa sehingga tiap
bagian otak mendapat inpit dari sisi berlawanan. Belahan otak kanan
melihat sisi kiri dunia dan beahan otak kiri melihat sisi kanan dunia. Mata
kiri tehubung dengan belahan otak kanan dan mata kanan terhubung
dengan belahan otak kiri.
3. Pemotongan Korpus Kolosum
Kerusakan pada korpus kolosum mencegah terjadiya pertukaran informasi
antar kedua belahan otak. Perusakkan korpus kolosum sebagai bagian
terapi dari penyakit epilepsi. Agar dapat mencegah epilepsi melintas ke
belahan otak yang berbeda. Individu yang telah mengalami pembedahan
pada korpus kolosum disebut dengan individu spilt-brain (belahan otak
kanan dan kiri berfungsi secara asimetris), mempertahankan intelektual
dan motivasi normal mereka, serta masih dapat berjala tanpa kesulitan.
Individu spilt-brain dapat menggunakan kedua tangannya sekaligus tanpa
saling memengaruhi dan individu normal tidak dapat melakukannya.
a. Belahan Otak: Kompetisi dan Kerja Sama
Tiap belahan otak individu spilt brain memproses informasi secara
terpisah. Korpus olosum tidak mengalai penyembuhan tetapi oatak
belajar untuk memanfaatkan koneksi yang lebih kecil yang
menghubungkan belahan otak kiri dan kanan. Pada situasi lain,
kedua belahan otak beajar untuk bekerja sama.
b. Belahan Otak Kanan
Setiap orang memiliki dau versi pembicaraan, versi yang
sepenuhnya jujur dan versi yang sepenuhnya berbohong.
Penderita kerusakan pada belahan otak kiri. Mereka tidak dapat
memahami pembicaraan dengan baik, tetapi mereka masih dapat
membaca bahasa tubuh dan ekspresi wajah dengan baik. Belahan
otak kanan lebih baik daripada belahan otak kiri dalam hal
mempresepsikan emosi yang terkandung pada bahasa tubuh dan

nada suara. Jika belahan otk kiri mengalami kerusakan, maka


belahan otak kanan bebsa untuk memnuat penilaian terhadap
sesuatu. Sebaliknya, penderita kerusakan pada belahan otak kanan
bicara dengan suara yang monoton, tidak dapat memahami
ekspresi emosional orang lain, serta biassanya tidak dapat
memahami humor.
Belahan otak kanan dominan untuk pengenalan emosi orang lain,
baik emosi yang menyenangkan mapun yang tidak menyenangkan.
Pada penderita spilt brain, belahan otak kanan memiliki hasil yang
lebih baik daripada belahan otak kiri dalam penentuan apakah dua
foto memperlihatkan emosi yang sama atau berbeda. Dan apabila
otak kanan dan otak kiri mempresepsikan informasi yang berbeda,
maka belahan otak kanan yang akan mendominasi.
Belahan otak kanan juga lebih teradaptasi untuk memahami
hubungan spasial daripada belahan otak kiri. Belahan otak kiri
terfokus pada detai dan belahan otak kanan lebih terfokus pada
pola keseluruhan.
c. Spesialisasi Belahan Otak pada Otak yang Utuh
Perbedaan belahan otak dapat didemonstrasikan pda indiidu yang
tidak mengalami kerusakan otak, walaupun perbedaannya kecil.
4. Perkembangan Lateralisasi dan Handedness
a. Perbedaa Anatomi Antar-Belahan Otak
65% populasi memiliki ukuran planum temporal lebih besar pada
belahan otak kiri. Planum temporal adalah suatu bagian dari korteks
temporal.
b. Pendewasaan Korpus Kolosum
Korpus kolosum mengalami perkembangan secara bertahap selama
5-10 tahun awal kehidupan manusia. Proses perkembangan bukan
tarkait dengan pertumbuhan akson-akson yang baru, tetapi
menyeleksi akson-akson tertentu dan meyingkirkan sisanya. Tahap
awal perkembangan, otak memiliki jumlah akson yang lebih banyak
pada korpus kolosum dibanding ketika korpus kolosum telah
mengalami pendewasaan. Hal tersebut terjadi karena dua neuron
yang dihuungkan oleh korpus kolosum harus memiliki fungsi yang
berkaitan. Banyak hubungan yang dibentuk pada korpus kalosum,
tetapi yang bertahan adalah akson-akson yang menghubungkan
sel-sel yang sangat mirip.
c. Perkembangan Tanpa Korpus Kolosum
Akan mempengaruhi perkembangan otak dan akan memicu area
otak lain mengembangkan abnormalits. Mereka dapat memberi
deskripsi verbal mengenai objek yang idraba dan dilihat pada
medan penglihatan kiri atau kanan dan dapat meraba suatu obejk
dengan tangan kiri dan meraba objek lain dengan tangan kanan,
dan menyatakan apakah dua objek tersebut sama atau berbeda.
Belahan otak kanan kananya tidak untuk kemampuan bicara,
melainkan tiap belahan otak mengembangkan lintasan yang
menghubungkannya dengan kedua sisi tubuh.

Selain korpus kalousum, manusia memiliki komisura anterior yang


menghubungkan
bagian-bagian
anterior
korteks
serebrum,
komisura hipokampus yang mengubungkan hipokampus kiri dan
kanan. Fungsi dari komisura adalah untuk mengompensasi sebagian
peran korpus kalosum yang tidak ada atau tidak berkembang
sempurna.

d. Belahan Otak, Handedness dan Dominasi untuk Bahasa


Lebih dari 95% belahan otak kiri orang yang menggunakan tangan
kanan memperlihatkan adanya dominasi yang kuat untuk
kemampuan berbicara. Sedangkan sebagian individu yang kidal,
dominasi kemampuan berbicara ada dibelahan otak kiri, sebagian
lagi berada di belahan otak kanan, atau campuran kiri dan kanan.

Evolusi dan Fisiologi Bahasa


1. Prekursor Bahas pada Spesies Bukan Manusia
2. Bagaimana Manusia Mengevolusikan Bahasa?
a. Bahasa sebagai produk kecerdasan secara keseluruhan
Ukuran otak yang besar dapat mengembangkan kecerdasan yang
tinggi dan bahasa merupakan produk sampingan dari peningkatan
kecerasan yang tidak disengaja
Masalah pertama: Manusia dengan ukuran otak noral dan
gangguan bahasa
Jika bahsa merupakan produk dari ukuran otak secara
keseluruhan, maka individu yang memiliki ukuran otak dan
kecerdasa normal seharusnys memiliki kemampuan bahasa
yang normal. Akan tetapi, tidak seperti itu terdapat individu
yang memiliki kemampuan berbahasa yang cukup parah
meskipun memiliki kecerdasan yang normal. Penderita
sangat kesulitan untuk mengucapkan bahsa dan aspek-aspek
bahsa yang lain. Ketika mereka berbicara, otak mereka
memperlihatkan aktifitas pada daerah posterior daipada
korteks frontal seperti pada orang normal. Jadi kondisi
genetik
dapat
sangat
mengganggu
bahasa
tanpa
menyebabkan gangguan pada aspek kecerasan lainnya.
Masalah kedua: Sindrom williams
Sindrom wiliams ditandai dengan adanya keterbelakangan
mental di sebagian besar aspek hidup penderita, tetapi pada
banyak kasus, penderita memiliki keterampilan bahasa yang
sangat baik.Penyebab sindrom williams adalah adanya
lesapan beberapa gen pada kromosom no 7 sehingga
menyebabkan penurunan substansi kelabu, terutama pada
area-area otak yang terkait dengan pengolahan informasi
visual. Penderita sindrom williams memiliki performa beuruk
dalam kegiatan terkait dengan angka, keterampilan
visuospasial, dan pesepsi spasial. Dalam beberapa aspek
lain, mereka mendekati manusia normal. Beberaa area otak
penderita sindrom williams tidak berkembang dengan
normal, tetapi ukuran amigdala mereka dan area-area lain
yang terkait dengan pengolahan emosi lebih besar dari
normal.
b. Bahasa sebagai komponen khusus
Bahasa berevolusi sebagai komponen tambahan dalam otak.
c. Apakah bahasa memiliki periode kritis?
Cara untuk menguji adanya periode kritis adalah dengan menguji
individu-individu yang tidak terpapar sama sekali terhadap bahasa
selama masa bayi. Semakin awal pemberian kesempatan kepada
seorang anak untuk mempelajari bahasa isyarat, maka semakin
terampil pula anak tersebut nantinya. Seseorang yang tidak belajar
sama sekali waktu kecil, tidak akan mengembangkan banyak
keterampilan berbahasa apapun dan kapanpun. Pengamatan tersebut
sangat mendukung bahwa terdapat periode kritis pada masa awal

perkembangan untuk pembelajaran bahasa, walaupun tidak terdapat


batasan umur yang tepat
3. Kerusakan Otak dan Bahasa
Afasia (aphasia) terjadi ketika seseorang tidak dapat berbicara
dengan baik dan semestinya yang disebabkan oleh kerusakan
otak.
a. Afasia broca
Terdapat kerusakan pada area yang sama, yaitu bagian dari lobus
frontal pada korteks serebrum sebelah kiri di dekat korteks motor,
yang dikenal dengan nama Broca. Kerusakan yang terjadi hanya pada
area Broca hanya akan menimbulkan gangguan bahasa yang ringan.
Penderita mengalami kekurangan pemahaman terhadap sebuah
kalimat, akhiran kalimat, atau urutan kalimat yang tidak umum.
Singkatnya, mereka kesulitan memahami apabila struktur kalimat
menjadi rumit.
Kesulitan pembentukan bahasa
Penderita berbicara pelan dengan artikulasi buruk dan meeka juga
kesulitan menulis. Ketika penderita berbicara, mereka tidak
meyertakan sebagian besar preposisi, kongjungtor, auxillary verb,
numerial, serta akhiran kata dan angka. Penderita juga kesulitan
mengulang sebuah frasa dan tidak dapat membaca dengan
lantang. Dengan demikian, permasalahannya terletak pada makna
kalimat, bukan saja pengucapan.
Pemarsalahan dalam pemahaman kata-kata dan peranti tata
bahasa
Penderita kesulitan memahami kalimat dengan tata bahas ayang
kompleks. Namun, penderita secara umum mengenali kesalahn
suatu kalimat. Tapi mereka tidak dapat meyebutkan bentuk kaliat
yang benar. Pemahaman mereka (terhadap kalimat) dalam berbagai
aspek meyerupai pemahaman orang normal.
b. Afasia Wernicke
Kerusakan pada bagian korteks temporal belahan otak kiri yang
terletak di dekat bagian auditori korteks serebrum, yang ditandai
dengan adanya gangguan pada kemampuan untuk mengingat nama
objek dan pemahaman bahasa. Walaupun pasien dapat berbicara atau
menulis, pemahaman bahasa mereka buruk. Terdapat beberapa
karakteristik umum penderita afasia wernicke:
Berbicara dengan artikulasi yang baik. Penderita berbicara
dengan lancar, kecuali ketika mereka memikirkan nama
sesuatu terdapat jeda.
Kesulitan mencari kata yang tepat. Penderita menderita
anomia, yaitu kesuliatan mengingat nama suatu objek.
Pemahaman bahasa yang snagat buruk. Penderita sangat
kesulitan utuk memahami bahasa lisan, tulisan, baha isyarat
(u/ individu yang tuli).
Pasien masih mengetahui nama objek dan mengeali objek ketika dia
mendengar
nama
objek
tersebut,
ia
hanya
kesulitan
mengungkapkannya sendiri.

4. Diseleksia
Gangguan terhadap kemampuan membaca seseorang, walaupun ia
memiliki penglihatan yang mencukupi dan keterampilan akademis yang
mencukupi di bidang lain. Banyak penderita diseleksia yang mederita
abnormalitas ringan pada sejumlah area otak, termasuk detail
mikroskopik. Penderita diseleksia lebih mungkin memiliki korteks
serebrum yang bilateral simetris, sementara orng normal lainnya memiliki
planum temporal berukuran lebih besar pada belahan otak kiri. Pda
sebagaian penderita, beberapa area terkait bahasa pada belahan oak
kanan berukuran lebih besar. Terdapat hubungan yang lemah di antara
area-area otak sehingga aktivitas pada salah satu bagian korteks
serebrum belahan otak kiri tidak berhubungan dengan aktivitas pada area
lain pada belahan yang sama.
Terdapat dua jenis diseleksia, yaitu disphonetic dyslexics dan
dyseidetic dyslexics.
Disphonetic dyslexics mengalami kesulitan menyuarakan kata-kata
dan ketika mereka tidak mengenali suatu kata, mereka menebaknya
berdasarkan konteks kalimat. (mis: tertawa lucu)
Dyseidetic dyslexics dapat membaca cukup baik, tetapi mereka tidak
dapat mengenali keseluruhan kata. Mereka membaca dengan pelan dan
mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena kerusakan otak yang
membatasi medn penglihatan. Individu hanya dapat melihat satu huruf,
memiliki keterbatasan dalam pergerakan mata, membaca dengan sangat
lambat, dan snagat kesulitan membaca kata-kata yang panjang.
Beragam penelitian mengajukan beraam hipotesis untuk
menjelaskan dseleksia:
1. Hipotesis yang berkaitan dengan kerusakan penglihatan tidak
mendapat dukungan, karena sebagai besar penderita diseleksia
memperlihatkan adanya kemampuan penglihatan normal atau
mendekati normal.
2. Menunjukan adanya kaitan antara diseleksia dan gangguan
pendengaran. Respon otak penderita diseleksia terhadap bicara ada di
bawah normal. Akan tetapi, kemunculan diseleksia mungkin juga tidak
disertai dengan gangguan pendengaran
3. Bahwa permasalahan dalam diseleksia adalah gangguan terbentuknya
hubungan antara penglihatan dan suara. Penderita memiliki performa
normal ketika diminta untuk mencari perbedaan kata-kata yang
diperlihatkan pada layar. penderita juga menyamai performa individu
normal dalam hal mencari perbedaan kata-kata yang diperdengarkan.
Penderita hanya mengalami gangguan ketika mereka harus mencari
perbedaan antara kata-kata yang diperlihatkan pada layar dengan
kata-kata yang didengarkan pada mereka.
4. Mengaitkan diseleksia terhadap perbedaan perhatian.

Perhatian
1. Pengabaian
Penderita kerusakan pada bagian otak kanan memperlihatkan adanya
pengabaian spasial yang lebih meluas, yaitu kecenderungan untuk
mengabaikan sisi kiri tubuh dan sekitarnya atau sisi kiri sebuah objek
(kerusakan pada belahan otak kiri tidak menimbulkan pengabauian yang
besar terhadap sisi kanan tubuh). Secara umum mereka juga
mangabaikan apa yang mereka dengar dengan telinga kiri dan apa yang
mereka raba pada tangan kiri, terutama jika mereka secara bersamaan
meraba sesuatu pada tangan kanan. Sebagain pasien penderita
pengabaian juga memperlihatkan adanya deviasi nilai tengah suatu
kisaran angka. Masalah individu-individu tersebut terletak pada perhatian
mereka, bukan pada sensasi. Pengabaian bukan disebabkan hilangnya
sensasi, melainkan kesulitan mengalihkan ke sisi kiri.

S-ar putea să vă placă și