Sunteți pe pagina 1din 23

TINJAUAN TEORI

A.

PENGERTIAN

Saat ini, congestive heart failure (CHF)atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang insiden dan angka kejadiannya
(prevalensinya) terus meningkat. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10%
pertahun pada kasus gagal jantung ringan, yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal
jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan
perawatan ulang dirumah sakit (readmission), meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan
secara optimal.
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh (Ebbersole, Hess,
1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan fungsi
ventrikel akibat proses penuaan. CHF ini dapat menjadi kronis apabila disertai dengan penyakit
penyakit seperti hipertensi, penyakit katup jantung, kardiomiopati (kelainan fungsi otot jantung),
dan lain-lain.CHF juga dapat berubah menjadi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada
kasus miokard infark (penyakit serangan jantung akibat aliran darah ke otot jantung).
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000
penduduk Amerika Serikat diketahui menderita CHF.Pada umumnya, CHF diderita lansia yang
berusia 50 tahun. Angka kejadiannya akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di
atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian sebagian besar lansia yang didiagnosis
CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess, 1998).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang
cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian darah pada vena normal. Namun,
definisi-definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas
pada satu organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan
respons hemodinamik, renal, neural, dan hormonal (Mutaqqin,2009).
Salah satu definisi lain yang diajukan mengenai gagal jantung adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung. Kelainan ini mengakibatkan jantung tidak mampu

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan.Atau, jantung hanya mampu
memompa darah jika disertai peninggian volume diastolic secara abnormal (Mansjoer, 2000).
Para ahli kesehatan yang lain pun mengajukan definisi yang kurang lebih sama, diantaranya
Brunner dan Sudartt yang mendefinisikan bahwa gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung
dalam memompa darah yang memadai (adekuat) untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi (Brunner dan Sudartt, 2002).

B.

PATOFISIOLOGI

Bila kekuatan jantung untuk merespons stress tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan tugasnya sebagai organ pemompa,
sehingga terjadilah yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa
dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan
respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini
menunjukan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respons primer, yaitu meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas neurohormon, dan
hipertrovi ventrikel.Ketiga respons ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.

C.

PATHWAYS

Hipertensi dan Penyakit Jantung Iskemia


Katup mitral/defek katup aorta

1.

KIRI

VENTRIKEL KIRI GAGAL MEMOMPA

Mekanisme kompensasi mengalami kegagalan

Peningkatan volume darah sisa

Penurunan kapasitas isi ventrikel

Hipertrofi atrium kiri dan terjadi bendungan darah (tekanan atrium kiri tinggi)

Bendungan dan peningkatan tekanan pada vena pulmonalis

Kongesif paru : edema paru dan PWP meningkat

Bendungan dan peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis

Peningkatan beban sistolik pada ventrikel kanan


2.

KANAN

VENTRIKEL KANAN GAGAL MEMOMPA

CO atriumurun dan tekanan akhir diastolic meningkat


(bendungan dan peningkatan tekanan atrium kanan)

Bendungan vena sistemik dan peningkatan tekanan vena cava

Hambatan arus balik vena dan menimbulkan bendungan sistemik

3.

KIRI dan KANAN

ventrikel kanan dan kiri GAGAL MEMOMPA

CONGESTIVE HEART FAILURE

D.

ETIOLOGI

1.

Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang berdampak pada
menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atterial, dan penyakit otot degenerative atau
inflamasi.
2.

Aterosklerosis Koroner

Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung.Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).Infark miokardium
biasanya mendahului terjadinya gagal ginjal.
3.

Hipertensi Sistemik atau Hipertensi Pulmonal

Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada giliriannya juga turut
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
4.

Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif

Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun.
5.

Penyakit Jantung yang Lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara
langsung mempengaruhi organ jantung.Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner) serta ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (misalnya temponade pericardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis
katup siensi katup AV).

E.

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat tergantung pada etiologinya. Namun,
manifestasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1.

Meningkatnya volume intravaskuler.

2.

Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.

3.

Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga cairan mengalir dari

kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek.
4.

Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan sistemik.

5.

Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ.

6.

Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang

pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldostoron, retensi natrium, dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler.
7.

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya disfungsi ventrikel kiri

atau gagal jantung kiri.

F.

PENEMUAN DIAGNOSTIK

1.

Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jantung kongesti vena sekunder terhadap

kegagalan kompensasi jantung


2.

Kerusakan pertukaran gas b/d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap

status hemodinamik tidak stabil.


3.

Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan b/d peningkatan preload

4.

Perubahan pola tidur b/d nyeri

5.

Resiko terhadap kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi aktivitas.

6.

Resiko terhadap deficit volume cairan b/d efek terapi diuretic yang berlebihan.

7.

Perubahan konsep diri b/d perubahan kondisi fisik dan prognosis fisik.

G.

KOMPLIKASI

Komplikasi akibat gagal jantung adalah:


1.

Shock Kardiogenik

Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri. Dampaknya adalah
terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.Gejala ini

merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus Shock Kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut.Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium.
2.

Edema paru paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul dibagian tubuh mana
saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-paru meningkat dari
batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum adalah:
a.

Gagal jantung sisis kiri (penyakit katub mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan

kapiler paru-paru,sehimgga membanjiri ruang intersisisal dan alveoli.


b.

Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti

pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan berbahaya(misalnya gas klorin atau gas sulfur
dioksida).masingmasing infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein plasma,sehingga
dengan cepat cairan keluar dari kapiler.1]

H.

TERAPI MEDIS

Terapi medis untuk pasien gagal jantung adalah:


1.

Pemeriksaan oksigen

Pemberian oksigen sangat dibutuhkan ,terutama pada pasien gagal jantung yang disertai edema
paru.pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
2.

Terapi Nitrat dan Vasodilator.

Penggunaan nitratbaik secara akut maupun kronis,dalam penatalaksanaan gagal jantung telah
banyak mendapat dukungan dari para pakar kesehatan,dengan menyababkan vasodilator
perifer,jantung

di

unloaded(penurunan

afterload),pada

peningkatan

curah

jantung

lanjut,penurunan pulmonary artery wedge pressure(pengukuran derajat kongesif dan beratnya

gagal ventrikel kiri),serta penurunan pada konsumsi oksigen miokard.bentuk terapi ini telah
diketahui bermanfaat pada gagal ginjal ringan sampai sedang,serta pada gagal edema,pulmonal
akut yang berhubungan dengan infark miokard,gagal ventrikel kiri yang sulit sembuh kronis.dan
kegagalan yang berhubungan dengan regurgitasi mitral berat.
3.

Diuretik

Selain tirah baring(bed rest),pembatasan garam dan air serta diuretic baik oral maupun parenteral
akan menurunkan preload dan kerja jantung.diuretik memiliki efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium.hal ini menyababkan penuruna volume cairan
dan merendahkan tekanan darah.

I.

PROSES KEPERAWATAN

1.

Pengkajian

a.

Riwayat Keperawatan

1)

Keluhan

a)

Dada terasa berat (seperti memakai ketet)

b)

Palpitasi atau berdebar-debar.

c)

Paroxysmal

Nocturnal

Dyspnea(PND)

atau

ortopnea,sesak

nafas

beraktivitas,batuk(hemoptoe),tidur harus memakia bantal lebih dari dua buah.


d)

Tidak nafsu makan,mual, dan muntah.

e)

Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelemahan)

f)

Insomnia

g)

Kaki bengkan,dan barat badan bertambah

h)

Jumlah urine menurun

pada

saat

i)

Serangan timbul mendadak atau sering kambuh.

2)

Riwayat penyakit: hipertensi renal,angina.infark miokard kronis,diabetes mellitus,bedah

jantung dan disritmia.


3)

Riwayat diet: intake gula,garam,lemak,kafein,cairan,alcohol.

4)

Riwayat pengobatan: toleransi obat,obat -obatan penekan fungsi jantubg,steroid,jumlah

cairan per-IV,alergi terhadap obat tertentu.


5)

Pola eleminasi urine :oliguria,nokturia.

6)

Merokok: perokok,cara/jumlah batang perhari,jangka waktu.

7)

Postur,kegelisahan,kecemasan.

8)

Factor predisposisi dan presipitasi: obesitas,asma,atau COPD yang merupakan factor

pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.


b.

Studi diagnostik

1)

Hitung sel darah lengkap: anemia berat/anemia gravis atau polisitemia vera.

2)

Hitung sel darah putih: lekositosis(endocarditis dan miokarditis) atau keadaan infeksi lain.

3)

Analisa gas darah (AGD):Menilai derajat gangguan keseimbangan asm basa baik

metabolic maupun respiratorik.


4)

Fraksi lemak:peningkatan kadar kolesterol ,trigeliserida,low desity lipoprotein merupakan

resiko CAD dan penuruna perfusi jaringan.


5)

Serum ketakolamin :pemeriksaan umtuk engesampingkan penyakit sdneral.

6)

Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.

7)

Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati atau

ginjal.
8)

Tiroid:menilai peningkatan aktivitas tiroid

9)

Echocardiogram : menilai stenosis/inkompetensi,pembesaran ruang jantung,hipertrofi

ventrikel.
10) Scan jantung: menilai underperfunsion otot jantung,yang menunjang penurunan kemampuan
kontraksi.
11) Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung (Cardio Thoraxic Ratio/CTR) dan edeme
paru.
12) EKG: menilai hipertrofi atrium/ventrikel,iskemia.infark,dan disritmia.
c.

Pemeriksaan fisik

1)

Evaluasi status jantung: berat badan,tinggi badan,kelemahan toleransi aktivitas bunyi

jantung
2)

Respirasi: hitung pernafasan, adanya suara tambahan (ronkhi,rakles,wheezing)

3)

Tampak pulsasi vena jugularis,JVP>3 cmH2O.

4)

Evaluasi factor stress,menilai insomnia,gugugp,rasa cemas/takut yang kronis.

5)

Palpasi abdomen:hematomegali,asites

6)

Konjungtiva pucat,sclera ikterik

7)

Capillary Refill Time(CTR) >2 detik,suhu akral dingin,diaphoresis,warna kulit pucat,dan

pitting edema.

2.

Diagnosa

a.

Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung kongesti vena

skunder terhadap kegagalan kompensasi jantung


b.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi vairan dalam alveoli paru

sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil.

c.

Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload

d.

Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri

e.

Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan denganimobilisasi aktivitas.

f.

Resiko terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretic yang

berlebihan.
g.

Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan kondisi fisik dan prognosis fisik.

3.

Kriteria Hasil/NOC

a.

Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung kongesti vena

sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung. Dengan Kriteria Hasil:


1)

Subjek

: keluhan diatas (pada data penunjang) berkurang atau hilang.

2)

Objektif

: tekanan darah normal; denyut nadi kuat dan frekuensi normal; kadar BUN/

Kreatinin normal; JVP < 3 cmH2O; kulit hangat, keringat normal; irama jantung sinus; pola
napas efektif, bunyi napas normal; BJ tunggal, intensitas kuat, dan irama teratur.
b.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru

sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil. Dengan kriteria Hasil:


1)

Subjektif

: sesak nafas, nyeri dada, batuk, letargi, keletihan

2)

Objektif

: agitasi atau bingung, sianosis, wheezing, rales/ronkhi di basal paru,

retraksi

intercosta/suprasternal,

pernapasan

cuping

hidung=,

nilai

ABG

abnormal,

PND/takipnea/orthopnea, dan kulit kuning pucat.


c.

Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload.

Dengan kriteria Hasil :


1)

Subjektif

: Sesak napas, batuk, kaki bengkak, dan berkeringat dingin.

2)

Objektif

:edema ekstermitas, berat badan meningkat, dispnea/orthopnea/PND, asites,

hepatomegali, kardiomegali-CTR > 50%, EKG: LVH, RVH, deviasi axis; pergeseran apeks,
perubahan denyut nadi, peningkatan CVP/PWP/Tekanan darah, ronkhi, oliguri/anuria, JVP> 3
cm H2O, pelebaran vena abdominal.
d.

Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri

1)

Subjektif

:mengatakan mampu tidur dengan nyaman dan keluhan-keluhan hilang.

2)

Objektif

:jumlah jam tidur normal,wajah klien segar, dan nyeri/sesak napas hilang.

e.

Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan denganimobilisasi aktivitas.

1)

Subjektif

:keluhan berkurang/hilang.

2)

Objektif

:edema hilang,kelembapan kulit normal,mampu melakukan aktivitas sesuai

kemampuan, tanda-tanda vital dalam batas normal, alas tidur bersih dan kering, tidak terdapat
tanda peradangan pada punggung atau daerah tertekan.
f.

Resiko terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretic yang

berlebihan.
1)

Objektif

: tanda-tanda vital, berat badan, produksi urine per jam atau 24 jam dan

kadar elektrolit dalam batas normal;asupan cairan adekuat, dosis diuretik terkontrol.
g.

Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan kondisi fisik dan prognosis fisik.

1)

Klien mampu memperluas kesadaran tentang peran, harga diri, dan kemampuannya.

2)

Klien mampu intropeksi dan mengevaluasi peran, harga diri, dan kemampuannya.

3)

Klien mampu merencanakan dan melaksanakan perannya sesuai dengan kemampuan dan

realitas yang ada setelah sembuh dari sakit.


4)

Klien mampu menerima perubahan sikap lingkungan (bila ada) tanpa stres yang berarti.

5)

Ekspresi wajah klien tampak tenang.

4.

Intervensi/NIC

a.

Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung kongesti vena

skunder terhadap kegagalan kompensasi jantung


Intervensi
1.

Rasional

Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/ 1.

high fowler).
2.

Bed

aktivitas

Posisi tersebut memfasilitasi eksp

paru
rest

yang

total

dan

mengurangi

merangsang

2.

Pembatasan

timbulnya istirahat

mengurangi

respons valsava/vagal menuver.

Catat oksigen miokard

reaksi

yang

klien

terhadap

aktivitas

aktivitas

konsu

dan beban ke

jantung

dilakukan aktivitas yang dilakukan.


3.

Monitor

tanda-tanda

vital

dan 3-7.

Tanda

dan

gejala

terse

denyut apikal setiap jam (pada fase akut),

membantu diagnosis gagal jantu

dan kemudian tiap 2-4 jam bila fase akut

kiri.

berlalu.

jantung. BJ3 dan BJ4 Gallops aki

4.

Monitor dan catat tanda-tanda disritma, dari

auskultasi perubahan bunyi jantung.


5.

Monitor BUN/kreatinin sesuai program

Disritma

menurunkan

penurunan

cu

pengembang

ventrikel kiri dampak dari kerusa


katup

jantung.

Peningkatan

ka

BUN dan kreatinin mengindikasi

terapi

penurunan

suplai

darah

ren

6.

Observasi perubahan sensori

Penurunan

sensori

terjadi

aki

7.

Observasi tanda-tanda kecemasan dan

upayakan memelihara lingkungan yang nyaman.


Upayakan waktu istirahat dan tidur adekuat.

penurunan perfusi otak. Kecema


meningkatkan

konsumsi

oksig

miokard. Istirahat dan pembata


aktivitas

mengurangi

konsu

oksigen miokard.

8.

Kolaborasi tim gizi untuk memberikan 8-9. Diet rendah garam mengurangi ret

diet rendah garam, rendah protein, dan rendah cairan ekstraseluler; selulosa memudah
kalori (bila klien obesitas) serta cukup selulosa.
9.

BAB dan mencegah respons valsava

Berikan diet ssedikit-sedikit tapi sering BAB. Oral higiene meningkatkan n

dan lakukan oral higiene secara teratur.

makan.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif (bila 10.Latihan gerak yang diprogramkan d

fase akut berlalu) dan tindakan lain untuk mencegah tromboemboli pada vask
mencegah tromboemboli.

perifer

11. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan 11.a. Meningkatkan Kontraktilitas mioka
tindakan:

b. Menurunkan preload dan afterlo

a.

Glikosid jantung.

meningkatkan

b.

Inotropik atau digitalis dan obat vasoaktif.

c.

Antiemetik dan laxatif (sesuai indikasi).

d.

Tranquilizer/sedatif (bila perlu).

e.

Bantuan

oksigenasi

curah

jantung

menurunkan beban kerja jantung.

c.Mencegah aktivitas berlebihan salu


pencernaan

yang

merangsang

resp

valsava.

(tingkatkan

d.Menurunkan

kecemasan

aliran/konsentrasinya) setiap kali klien selesai memberikan relaksasi.


melakukan aktivitas/makan.

e. Meningkatkan suplai oksigen sel

f.

Cek EKG serial.

g.

Rontgen toraks (bila ada indikasi)

h.

Kateterisasi

jantung

dan setelah terjadinya peningkatan aktiv

(Flow

ortgan
Direct

Chateter), bila ada indikasi.


i.

f-g.Pemeriksaan
membantmenegakan

terse
diagnosis

menentukan perkembangan kondisi f

Pasang pacemaker (bila ada disritma dan jantung

maligna atau AV Block Total).


12. Monitor serum digitalis secara periodik, 12-13.toksisitas
dan efek samping obat-obatan serta tanda-tanda digitalis
peningkatan ketegangan jantung.

13. Jangan

memberikan

digitalis

menimbulkan

miokard, menurunkan perfusi organ

bila

rigid

didapatkan perubahan denyut nadi, bunyi


jantung, atau perkembangan toksisitas digitalis
dan segera laporkan kepada tim medis.

b.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru

sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil.


Intervensi
1.

Rasional

Posisi tidur semi fowler dan 1-2. Memfasilitasi ekspansi paru

batasi jumlah pengunjung.


2.

dan mengurangi konsumsi oksigen

Bed rest total dan batasi aktivitas miokard.

selama periode sesak nafas, bantu


mengubah posisi
3.

Auskultasi suara nafas dan catat 3-7. Terdengarnya crakles, pola

adanya rales (crackles) atau ronkhi di napas PND/orthopnea, sianosis,


basal paru, wheezing.

peningkatan

PAWP

kongesti
Observasi kecepatan pernafasan mengindikasikan
dan kedalaman (pola napas) tiap 1-4 pulmonal, akibat peningkatan
tekanan jantung sisi kiri.
jam
4.

5.

Monitor

tanda/gejala

edema Tanda

dan

gejala

hipoksia

pulmonal (sesak napas saat aktivitas; mengindikasikan tidak adekuatnya


PND/orthopnea;

batuk;

takipnea; perfusi jaringan akibat kongesti

sputum; bau, jumlah, warna viskositas; pulmonal

dampak

dari

gagal

peningkatan Pulmonary Artery Wedge jantung kiri. Pernapasan Cheyne


Pressure)
6.

Monitor

stokes mengindikasikan kerusakan


tanda/gejala

hipoksia pusat

napas

di

otak,

(perubahan nilai gas darah; takikardia; penurunan perfusi otak.


peningkatan sistolik tekanan darah;
gelisah, bingung, pusing, nyeri dada,

akibat

sianosis di bibir dan membran mukosa).


7.

Observasi tanda-tanda kesulitan

respirasi, pernapasan cheyne stokes.


Segera laporkan tim medis.
8.

Kolaborasi

untuk

terapi

dan 8.a.Terapi

tindakan:
a.

kanul 4-6liter per menit (kecuali bila


mengalami

hipoksia

kronis)

kemudian 2 liter per menit. Observasi


reaksi

klien

dan

efek

suplai

oksigen

miokardium. Terapi oksigen yang


tidak

adekuat

dapat

mengakibatkan keracunan oksigen.


b.Diuretik menurunkan volume

pemberian cairan ekstraseluler.

oksigen (nilai kadar ABG)

c.Membebaskan

b.

Diuretik dan suplemen kalium.

c.

Bronkodilator.

d.

Sodium nitropruside.

e.

Sodium bikarbonat (bila asidosis

jalan

napas,

meningkatkan inhalasi oksigen.


d.Relaksasi otot polos arteri dan
vena (vasodilatasi), menurunkan
tahanan perifer.

metabolik).
9.

dapat

meningkatkan

Pemberian oksigen melalui nasal

klien

oksigen

e.Mengoreksi asidosis metabolik.

Monitor efek yang diharapkan, 9.Efek

samping

obat

yang

efek samping dan tokstanda toksisitas membahayakan harus dikaji dan


dari terapi yang berikan. Cek kadar dilaporkan
elektrolit. Laporkan kepada tim medis
bila

ditemukan

toksisitas

atau

komplikasi lain.
10. Kolaborasi
memberikan

tim
diet

garam-rendah lemak).

gizi

jantung

untuk 10.Diet

rendah

(rendah menurunkan

garam

volume

dapat
vascular

akibat retensi cairan. Diet rendah


lemak

membantu

menurunkan

kadar kolestrol darah.

c.

Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan b/d peningkatan preload.


Intervensi
1.

Rasional

Monitor dan evaluasi CVP, 1-5. Tanda peningkatan penekanan

PWP, denyut nadi/jantung, tekanan hemodinamik

memicu

kegagalan

darah secara ketat/tiap jam (fase akut) sirkulasi akibat peningkatan volume
atau 2-4 jam setelah fase akut berlalu.
2.

vascular,

afterload

dan

preload

Monitor bunyi jantung, murmur, jantung kiri.

palpasi iktus kordis, lebar denyut


apeks dan disritmia.
3.

Observasi tanda-tanda edema

anasarka
4.

Timbang berat badan tiap hari

(bila kondisi klien memungkinkan).


5.

Observasi pembesaran hati dan

limpa; catat adanya mual, muntah,


distensi, dan konstipasi.
6.

Batasi

makanan

yang 6.Penimbunan gas dalam saluran

menimbulkan gas dan minuman yang pencernaan


mengandung karbonat.
7.

Batasi

asupan

ketidaknyamanan.
cairan

dan 7-8.Mencegah

berikan diet rendah garam.


8.

menimbulkan

retensi

cairan

ekstraseluler dan mempertahankan

Observasi input dan output keseimbangan elektrolit.

cairan (terutama per infus) dan


produksi urine per jam atau per 24
jam.
9.

Kolaborasi tim medis untuk 9. a.Menurunkan volume cairan

terapi dan tindakan:

ekstraseluler

a.

Diuretic, catat produksi urine.

b.Perubahan

b.

Cek kadar elektrolit serum.

c.

Oksigenasi

dengan

memicu

disritma jantung.

tekanan

rendah.
d.

elektrolit

Thoracoccentesis, paracentesis,

phlebotomy, atau ratating tourniquet


(bila perlu).

c.Terapi oksigen akan meningkatkan


suplai oksigen jaringan.
d.Menurunkan tekanan intratorakal
meningkatkan,
jantung.

kontraktilitas

Rotating

tourniquet

menurunkan aliran balik vena dan


menurunkan preload ventrikel kiri.

d.Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri


Intervensi
6.

Batasi

Rasional
makanan

yang 6.

Penimbunan gas dalam saluran

menimbulkan gas dan minuman yang pencernaan


mengandung karbonat.
7.

8.

ketidaknyamanan

Batasi asupan cairan dan berikan 7-8.Mencegah

diet rendah garam

menimbulkan

retensi

cairan

ekstraseluler dan mempertahankan

Observasi input dan output cairn keseimbangan elektr olit

(terutama per infus) dan produksi


urin per jam atau per 24 jam
9.

Kolaborasi tim medis untuk 9.

a. Menurunkan volume cairan

terapi dan tindakan.

ekstraseluler

a.

Diuretik, catat produksi urine

b.

b.

Cek kadar elektrolit serum

c.

Oksigen dengan tekanan rendah

Perubahan

elektrolit

memicu

disritmia jantung
c. Terapi
meningkatkan

oksigen

akan

suplai

oksigen

d. Thoracocentesis,

paracentesis, jaringan

phlebotomi,

ataurotating

tourniquet (bila perlu).

d. Menurunkan
intratorakal,
kontraktilitas

tekanan
meningkatkan
jantung.Rotating

tourniquetmenurunkan aliran balik


vena

dan

menurunkan preloadventrikel kiri.


\
e.

Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah sakit

yang asing bagi klien.


Intervensi
1.
tidur

Rasional

Mengidentifikasi
klien

pola

sebelum

normal 1-6.Perubahan

MRS

dan menyebabkan

perubahan yang terjadi setelah MRS.

pola

tidur

kecemasan,yang

dapat memicu nyeri dada dan

dalam meningkatkan konsumsi oksigen


beradaptasi dengan lingkungan rumah miokard. Keluhan fisik yang
mengganggu tidur harus dikelola
sakit
untuk
menunjang
kebutuhan
3.
Menilai adanya faktor yang
istirahat dan mengurangi konsumsi
menungjang terjadinya gangguan pola
oksigen miokard. Prosedur ritual
tidur (sesak nafas, PND, sering buang
dapat memberikan kenyamanan
air kecil, nyeri, rasa takut, cemas,
fisik
sebelum
tidur
yang
merasa kesepian, kebisingan, lampu
menunjang relaksasi.
yang terlalu terang, dan tindakan
2.

Membantu

klien

keperawatan).
4.

Memberikan

tindakan

untuk

mengatasi faktor penyebab (mengatur


posisi tidur yang yang nyaman, terapi
diuretik diberikan pada pagi hari,
memberikan

obat

anti

nyeri,

memberikan selimut dan meredupkan


lampu ruangan).
5.

Memberikan tindakan perawatan

yang dapat menunjang istirahat/tidur


klien (massase punggung, minum susu
hangat, gosok gigi, mengatur suhu
ruangan,

memberikan

bantal

yang

nyaman, dan mengajak berdoa).


6.

Merencanakan

perawatan/medis

tindakan
yang

tidak

mengganggu jam istirahat/ tidur klien.


7.

Kolaborasi

pemberian

tim

medis

tranquilizer

untuk 7.Obat sedatif atau tranquilizer


sesuai menurunkan

kebutuhan/indikasi.

f.

kecemasan

dan

membantu tidur.

Risiko terhadap kerusakan integritas kulit: ulkus dekubitus behubungan dengan

imobilisasi/intoleransi aktifitas, edema, dan perubahan perfusi jaringan.


Intervensi
1.

Rasional

Cek perubahan warna kulit atau 1. Perubahan warna kulit di area

tanda peradangan kulit (misal: eritema tertekan mengindikasikan iskemia


dan kepucatan) di area tonjolan tulang jaringan setempat. Nilai Skala
(punggung, pantat, tumit, dan area lain Braden membantu
setiap pergantian sif. Evaluasi skala tindakan

perencanaan

pencegahan

ulkus

risiko ulkus debitus dengan skala dekubitus.


braden setiap minggu.
2.

Gunakan alas tidur yang lembut

2-4.Mencegah

gesekan

kulit

Lakukan perawatan kulit dan dengan permukaan eksternal.


Mempertahankan kebersihan dan
masase setiap selesai mandi
3.

4.

Ganti

linen

bila

basah

atau

lembap dan kotor. Ganti baju klien bila


berkeringat banyak.
5.

kelembapan kulit.

bantu mobilisasi ringan sesuai 5.

kemampuan

klien

dan

mencegah penekanan lama

upayakan dan iskemia jaringan di area kulit

ambulasi miring ke kiri, terlentang dan beresiko tinggi


miring ke kanan setiap 2 jam sekali
secara terjadwal
6.

lakukan perawatan dini ulkus 6.

dekubitus

bila

didapatkan

hidrokoloid atau transparan

tanda film melindungi eritemia di area

kemerahan/eritema di kulit tertekan tertekan dari gesekan


(proteksi dengan balutan hidrokoloid
atau transparan film).
7.

tetapkan

jadwal

pengosongan 7.

mencegah inkotinensia yang

kandung kemih (mulai dengan setiap 2 memicu kelembapan berlebihan


jam).

g.

Resiko terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretik yang

berlebihan
Intervensi

Rasional

1.

1-7. hipovelemia dan defi

Monitor efek pemberian diuretik dengan saksama.

Observasi tanda-tanda vital dan kenali tanda-tanda elektrolit dapat terjadi pa


pemberian diuretik jang
dehidrasi.
2.

3.

Monitor

kadar

elektrolit

(potasium,sodium,klorida,hidrogen,kalsium,kalium).
4.

Kolaborasi

dengan

tim

medis

untuk

memberikan

suplemen potasium?kalium jika kadar kalium serum rendah.


5.

Kolaborasi untuk mendapatkan diet yang cukup kalium

panjang.

Hipokalem

memicu iritabilitas mioka


(distrimia).

(misal: pisang hijau).


6.

Monitor intake cairan dan produksi urine per 24 jam.

7.

Segera melaporkan kepada tim edis bila didapatkan

tanda-tanda dehidrasi

h.

Perubahan konsep diri (peran,harga diri) berhubungan dengan perubahan kondisi fisik dan

prognosis penyakit.
Intervensi
1.

rasional

Berikan dukungan pada tingkah laku sedih 1-8. membantu klien melalui setiap tah

klien secara wajar.

berduka dan kehilangan secara waj

Berikan privasi kepada klien dan keluarga Keterlibatkan keluarga dapat memberik
atau teman dekat klien agar klien mampu dukungan psikologis positif bagi klie
mengekspresikan perasaannya dan mencari Klien dan keluarga tetap memiliki kend
2.

alternatif pemecahan masalah atau adaptasi.


3.

Observasi

tanda-tanda

kecemasan/ketakutan/khawatir

baik

verbal

maupun nonverbal dan berupaya selalu berada di


dekat klien bila klien membutuhkan.
4.

Hindari konfrontasi dengan klien, upayakan

untuk menerima perasaan denial/marah klien.


5.

Cegah tingkah laku destruktif klien yang

dapat membahayakan dirinya.


6.

Lakukan

komunikasi

terapeutik

(membesarkan hati dan harapan klien), libatkan


keluarga/orang terdekat.
7.

Lakukan aktivitas bertahap sesuai dengan

programterapi dan kemampuan klien.


8.

Melibatkan

klien

dalam

pengambilan

atas

keputusan

perawatannya.

yang

diambil

dala

keputusan tentang perawatan dirinya.

S-ar putea să vă placă și