Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
CEMAS
Setiap orang tentu mengalami cemas. Cemas didefinisikan sebagai suatu perasaan yang
difus, tidak menyenangkan, yang umumnya disertai gejala otonom seperti nyeri kepala,
berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.
Cemas merupakan suatu sinyal sensor terhadap suatu keadaan yang tidak
menguntungkan, yang memungkinkan seseorang bertindak antisipatif terhadap keadaan
tersebut. Rasa takut juga merupakan suatu sinyal, namun berbeda dengan cemas, takut adalah
respon terhadap suatu stimuli nyata, eksternal, dan tidak bersifat konfliktual, dimana cemas
merupakan suatu respon terhadap hal yang belum pasti, internal, tidak definitif, atau bersifat
konfliktual.
Cemas ataupun rasa takut, merupakan sinyal yang digunakan untuk mengenali ancaman
dari luar maupun dalam. Rasa cemas, berdasarkan konsepnya, memiliki kualitas yang dapat
menyelamatkan hidup, dengan cara menyadarkan terhadap bahaya nyeri, rasa tidak berdaya,
hukuman, ataupun luka batin seperti ditinggal orang-orang terkasih yang pada akhirnya
Selain itu, diduga bila rasa cemas itu dapat ditiru, seperti seorang anak yang meniru sifat
orangtuanya yang cemas.
TEORI EKSISTENSI
Teori eksistensi memberikan penjelasan mengenai gangguan cemas menyeluruh,
dimana sesungguhnya tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang bersifat kronis. Inti dari
teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa
cemas adalah respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan :
Sistem Saraf Otonom
Stimulus terhadap sistem saraf otonom menimbulkan gejala-gejala tertentu pada sistem
kardiovaskuler ( palpitasi ), muskuloskeletal ( nyeri kepala ), gastrointestinal ( diare ), dan
respirasi ( takipneu ). Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama
pada pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus
simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang
sedang.
Neurotransmiter
Ditemukan tiga neurotransmiter yang berkaitan dengan rasa cemas, yakni
norepinephrine ( NE ), serotonin, dan -aminobutryic acid ( GABA ).
NOREPINEPHRINE
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan
panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari
peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrien pada
gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem
noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-sel
dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada rostral
pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula
oblongata, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila diberi
stimulus pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi,
primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan
pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik
( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan serangan
panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor -2
menunjukan pengurangan gejala cemas.
SEROTONIN
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran serotonin
dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan 5hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan
hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obatobatan serotonergik seperti clomipramine pada OCD. Efektivitas pada penggunaan obat
buspirone juga menunjukan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Selsel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei
pada rostral brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan
hipotalamus.
GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan
benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A.
Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan
cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan clonazepam
ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik
Pencitraan Otak
Studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran ventrikel
otak. Pada sebuah studi, peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien
mengkonsumsi obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus
temporal kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi
pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer kanan
otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. Hal ini menunjukan keasimetrisan otak memiliki
peran pada pembentukan gangguan cemas pada pasien-pasien spesifik. fMRI, SPECT, dan
EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas,
yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal. Pada OCD diduga
terdapat kelainan pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan
aktivitas pada amygdala.
Studi Genetik
Riset genetik menunjukan terdapatnya komponen gen yang berkontribusi pada kelainan
gangguan cemas. Hereditas telah diakui sebagai faktor predisposisi pembentukan kelainan
gangguan cemas. Hampir separuh dari pasien dengan gangguan cemas juga memiliki
seseorang dalam keluarganya yang mengalami gangguan serupa. Data dari kelahiran kembar
juga mendukung hipotesis gen yang berperan dalam kelainan gangguan cemas.
Pertimbangan Neuroanatomis
Daerah sistem limbik dan korteks serebri dianggap memegang peran penting
SISTEM LIMBIK
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga
memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata
juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua
area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan aktivitas pada
septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang
diduga berkaitan dengan OCD
KORTEKS SEREBRI
Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal, cingulate
gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks
temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya
kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan temporal lobe epilepsi
dan OCD.
menjadi stimuli rasa takut tersebut. Seseorang dengan fobia spesifik dapat mengantisipasi
bahaya, seperti ketika akan diserang seekor anjing atau panik bila ia menduga akan
kehilangan kendali, contohnya rasa takut ketika menaiki sebuah elevator. Seseorang dengan
fobia sosial memiliki rasa takut yang berlebih akan rasa malu pada berbagai kondisi yang
mengharuskannya bersosialisasi , seperti berbicara di depan khayalak ramai, atau membuang
air kecil pada toilet umum. Fobia sosial menyeluruh, yang umumnya merupakan suatu
kondisi kronis dan menyebabkan penurunan fungsi seseorang yang dikarakterisasi dengan
menghindar dari berbagai kegiatan sosial, yang seringkali sulit untuk dibedakan dengan
gangguan pribadi menghindar.
Fobia merupakan salah satu gangguan jiwa yang umum, dimana terdapat kurang lebih 5
10 % dari seluruh populasi yang mengalaminya. Gangguan yang ditimbulkan dari fobia,
terutama apabila mereka tidak dihiraukan, dapat menyebabkan munculnya gangguan cemas
lainnya, depresi, dan gangguan yang berhubungan dengan penggunaan obat terlarang.
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial. Diduga fobia
spesifik merupakan gangguan yang paling sering dialami perempuan dan kedua tersering
pada pria. Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5 10 / 100 orang. Tingkat
prevalensi fobia spesifik pada perempuan berkisar antara 13.6 16.1 % lebih tinggi
dibandingkan pria, yakni 5.2 6.7 %, walaupun rasio untuk fobia terhadap darah, suntikan,
dan sakit berkisar antara 1 : 1. Puncak onset fobia spesifik darah-suntikan-sakit berkisar
antara 5 9 tahun. Sedangkan puncak onset fobia spesifik yang lain berkisar pada umur 20.
Umumnya objek penyebab rasa takut adalah hewan, badai, ketinggian, sakit, cedera, dan
kematian.
Prevalensi untuk fobia sosial beriksar antara 3 13 %. Untuk prevalensi 6 bulannya
berkisar antara 2 3 / 100 orang. Pada studi epidemiologis, kaum perempuan lebih sering
mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada studi klinis seringkali ditemukan
kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah pada masa remaja, namun berkisar antara usia
5 hingga 35 tahun.
Tingkat komorbiditas fobia sosial dapat didahului dengan riwayat gangguan cemas
lainnya, gangguan mood, gangguan karena penggunaan obat-obat terlarang, dan mungkin
bulimia nervosa. Sebagai tambahan, gangguan pribadi yang menghindar umum terjadi pada
seseorang dengan gangguan fobia sosial menyeluruh.
Penyebab dari fobia spesifik dan fobia sosial berbeda. Namun pada fobia tipe darahsuntikan-sakit, umumnya didapatkan refleks vasovagal yang kuat pada orang-orang yang
mengalaminya.
Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor perilaku dan faktor psikoanalitik.
FAKTOR PERILAKU
Pada tahun 1920, John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia, yakni fobia muncul
dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul bersamaan dengan stimuli
lain yang bersifat netral. Sebagai hasil dari kemunculan stimuli yang bersamaan tersebut,
stimuli netral tersebut menjadi menakutkan juga. Contohnya pada seseorang yang fobia
dengan anjing, dahulu ia pernah digigit oleh anjing, dimana gigitan tersebut merupakan
stimuli yang menakutkan, sedangkan anjing tersebut merupakan stimuli yang netral,
namun karena stimuli tersebut muncul secara bersamaan, sehingga anjing tersebut juga
menjadi stimuli yang menakutkan.
Didapatkan juga teori lain, yakni teori klasik stimulus-respon. Rasa cemas adalah suatu
motor penggerak pada organisme yang menyebabkannya melakukan perilaku tertentu
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Perilaku yang dilakukan dapat berupa
penghindaran untuk mengurangi rasa cemas tersebut. Teori ini dapat diaplikasikan pada
fobia spesifik terhadap situasi tertentu atau fobia sosial, dimana seseorang dapat
menghindari elevator atau berbicara didepan khayalak ramai.
FAKTOR PSIKOANALITIK
Formulasi Sigmund Freud mengenai phobic neurosis masih merupakan penjelasan
psikoanalisis untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Hipotesa freud adalah, rasa cemas
merupakan sinyal untuk menyadarkan ego, jikalau terdapat dorongan terlarang di alam
bawah sadar yang akan memuncak dan untuk menyadarkan ego untuk melakukan
mekanisme defensif terhadap daya insting. Freud melihat jikalau fobia merupakan hasil
konflik yang terpusat pada masalah masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Ketika
tindakan represi untuk mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan
mekanisme pertahanan yang berupa mempersalahkan ( displacement ), dimana
masalah yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek atau
situasi yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek atau situasi
tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya ( Symbolization ).
Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni represion,
displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi dengan
membentuk phobic neurosis.
Namun pada agoraphobia atau erythrophobia, rasa cemas diduga datang dari rasa malu
yang mempengaruhi superego. Perlu diperhatikan juga bahwa setiap orang dilahirkan
dengan tingkat temperamen yang berbeda yang menyebabkan mereka dapat menangani
stimuli stress dari luar dengan cara yang berbeda pula. Namun untuk memunculkan
fobia, diperlukan tingkat stress yang cukup, seperti kematian dari yang terkasih,
kekerasan dalam rumah tangga, dan terkucilkan dari kehidupan sosial.
KLASIFIKASI
AGORAFOBIA
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta adanya
kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Agorafobia diperkirakan dipicu oleh
gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan bahwa gangguan ini memiliki komponen
genetik yang jelas, juga mengatakan gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah
dari gangguan panik, dan lebih mungkin diturunkan. Beberapa penelitian menemukan adanya
peningkatan risiko gangguan panik empat hingga delapan kali lipat pada sanak keluarga
derajat pertama pasien gangguan panik dibandingkan sanak keluarga derajat pertama pasien
dengan gangguan psikiatrik lainnya.
Pasien dengan agorafobia menghindari situasi pada saat sulit untuk mendapatkan
bantuan, lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga di tempat tertentu, seperti jalan
atau toko yang ramai, ruang tertutup seperti lift, terowongan, kendaran yang tertutup. Pada
keadaan parah, mereka menolak keluar rumah dan mungkin ketakutan akan menjadi gila.
FOBIA SPESIFIK
Pembentukan fobia spesifik muncul karena proses pemasangan objek spesifik atau
situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik. Beberapa mekanisme dalam
pemasangan tersebut telah dibahas sebelumnya. Secara umum kecenderungan
nonspesifik untuk merasakan takut dan cemas membentuk efek pemasangan, contohnya
pada suatu keadaan tertentu seperti menyetir, bila dipasangkan dengan pengalaman
Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota keluarga
tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki kecenderungan untuk
mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering dibandingkan dengan yang tidak.
Selain itu, pada kembar monozigotik juga didapatkan prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan kembar dizigotik.
DIAGNOSIS
AGORAFOBIA
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV-TR ),
agorafobia berhubungan erat dengan gangguan panik , namun ICD 10 tidak mengkaitkan
gangguan panik dengan agorafobia dan kasus-kasus agorafobia didapati dengan atau tanpa
serangan panik.
DSM-IV-TR AGORAFOBIA
FOBIA SPESIFIK
Berdasarkan revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders ( DSM-IV-TR ), hasil revisi tersebut menggunakan isitilah fobia spesifik untuk
dicocokan dengan hasil revisi kesepuluh dari International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems ( ICD-10 ).
DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK
A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan,
ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan,
melihat darah).
B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan
segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau
predisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis,
tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau
dengan penderitaan yang jelas.
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan
objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran
dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma
(misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang
Tipe Binatang
better
accounted for yang memiliki makna, dimana dokter yang menetapkan diagnosa diharapkan
melihat pasien secara keutuhan untuk melihat kemungkinan diagnosa yang lain. Pada DSMIV-TR dicantumkan beberapa contoh fobia spesifik. Fobia darah-suntikan-sakit dibedakan
dari fobia yang lain karena didapatkan respon yang berbeda dari fobia tersebut, yakni
hipotensi yang disusul dengan bradikardi. Salah satu jenis fobia yang terbaru adalah space
phobia, dimana seseorang terus merasa takut jatuh bila disekitarnya tidak ada benda yang
dapat dijadikan tumpuannya, seperti tembok atau kursi. Penegakan diagnosa fobia spesifik
juga harus difokuskan pada benda yang menjadi stimulus fobia.
CONTOH CONTOH FOBIA
Acrophobia
Agoraphobia
Ailurophobia
Hydrophobia
Claustrophobia
Cynophobia
Mysophobia
Pyrophobia
Xenophobia
Zoophobia
FOBIA SOSIAL
Kriteria yang diberikan DSM-IV-TR untuk fobia sosial mengakui bila fobia sosial dapat
diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia sosial yang
bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi, prognosis, dan respon terhadap
terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia sosial bila gejala yang timbul merupakan
akibat dari penghindaran sosialisasi karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau
kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan
atau memalukan.
Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya
untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam
interaksi dengan orang dewasa.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai
dipredisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism
tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang
asing.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi
adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung
dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya,
Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas
Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif,
atau Gangguan Kepribadian Skizoid).
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya
misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau
Bulimia Nervosa.
Sebutkan Jika :
Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga
pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)
GEJALA KLINIS
Fobia terkarakterisasi dengan terinduksinya rasa cemas yang hebat ketika dipaparkan
terhadap suatu objek stimulan atau situasi tertentu. DSM-IV-TR menyatakan bila serangan
panik dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik atau fobia sosial, namun mereka sudah
mengetahui kemungkinan terjadinya serangan panik tersebut. Pajanan terhadap stimulan
tertentu dapat mencetuskan terjadinya serangan panik.
Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya, bahkan sampai
pada taraf yang berlebihan. Contohnya seseorang yang fobia terhadap pesawat akan memilih
untuk melintasi negara dengan bus dibandingkan naik pesawat. Seringkali, pasien dengan
gangguan fobia juga memiliki masalah dengan gangguan penggunaan zat-zat terlarang
sebagai upaya pelarian mereka dari rasa cemas tersebut. Secara keseluruhan, sepertiga dari
seluruh pasien fobia juga memiliki keadaan depresif yang berat.
Tanda dan gejala yang paling terlihat pada seseorang dengan fobia adalah adanya
pemikiran yang tidak logis dan rasa takut yang ego-distonik mengenai suatu stimulus. Pasien
umumnya dapat menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut.
Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejala depresi.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis fobia harus dapat dibandingkan dengan rasa takut yang wajar dan malu yang
umum. DSM-IV-TR membantu dalam memberikan penegakan diagnosis, dengan memberi
syarat bahwa rasa takut atau malu yang dialami pasien telah mengganggu kemampuan
berfungsi orang tersebut. Keadaan medis lain yang bersifat non-psikiatrik yang dapat
mencetuskan fobia berupa penggunaan obat-obat atau zat-zat terlarang, tumor sistem saraf
pusat, dan penyakit serebrovaskuler. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang
perlu dibandingkan dengan fobia, karena fobia dapat menjadi salah satu gejala psikosis
mereka. Namun berbeda dengan pasien skizofrenia, pasien yang mengalami fobia menyadari
ketidaklogisan dari rasa cemasnya dan tidak memiliki imajinasi yang bizar seperti pada
psikosis.
Dalam penegakan diagnosis fobia, dokter perlu memperhatikan dan menimbang
kemungkinan diagnosa serangan panik, agoraphobia, dan gangguan pribadi menghindar. Pada
kasus-kasus individual, penegakan diagnosisnya cukup sulit, namun secara umum pasien
yang mengalami fobia akan segera merasa cemas ketika dihadapkan dengan stimulannya.
Dan umumnya pada fobia sosial, pasien akan merasa cemas bila dihadapkan pada situasi
yang spesifik.
Pasien dengan agoraphobia akan menunjukan rasa lebih tenang ketika ada seseorang
lain dalam keadaan yang mencetuskan rasa cemas, dimana pasien dengan fobia sosial akan
semakin merasa cemas. Gejala yang umum muncul pada fobia sosial berupa wajah yang
merona, kedut-kedutan, dan rasa cemas yang menyebabkannya ingin segera meninggalkan
situasi mencemaskan itu.
Diagnosis banding untuk fobia spesifik dapat berupa hipocondriasis, gangguan obsesifkompulsif, dan gangguan pribadi paranoid. Hipocondriasis dibedakan dimana pasien merasa
sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut akan terkena penyakit. Pada pasien dengan
OCD, penegakan diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka menjauhi
stimulan tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan pribadi paranoid
akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan dengan fobia spesifik yang
akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresi berat dan gangguan
kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan mengarah pada
gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid, pasien umumnya tidak ingin
berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan sosial.
TERAPI
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni :
TERAPI PERILAKU
Terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi perilaku. Kunci
kesuksesan bergantung pada (1) komitmen pasien dengan terapi (2) permasalahan dan
tujuan terapi yang jelas (3) berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani
masalah. Bentuk terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi sistematis,
dimana pasien dipajankan dengan stimuli-stimuli yang berkekuatan menimbulkan cemas
yang paling rendah hingga yang paling kuat. Dengan penggunaan obat-obat antianxietas,
hipnosis, dan instruksi relaksasi otot, pasien diajarkan untuk membentuk suatu
mekanisme respon yang baru terhadap stimulus-stimulus tersebut.
Selain terapi desensitisasi sistematis, ada terapi perilaku yang lain yakni image flooding.
Pada terapi perilaku ini, pasien dipajankan dengan gambar-gambar stimulus cemas
sampai pada masa dimana pasien tidak merasakan cemas lagi.
PSIKOTERAPI