Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
LAPORAN PENDAHULUAN
disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
oleh
Haidar Dwi Pratiwi, S.Kep
NIM 112311101012
menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus
parietal, lobus occipital dan lobus temporal.
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang
CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi
oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi
CSS dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke
cerebral aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke
lubang-lubang subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume total CSS
sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh sebagian
CSS untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan yang baru)
sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu, misalnya karena cerebral
aqueduct diblokir oleh tumor dapat menyebabkan tekanan pada ventrikel karena
dipaksa untuk mengurangi cairan yang terus menerus diproduksi oleh choroid
plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat. Dalam kondisi ini, dindingdinding ventrikel akan mengembang dan menyebabkan kondisi hydrocephalus.
Bila kondisi ini berlangsung terus menerus, pembuluh darah juga akan mengalami
penyempitan dan dapat menyebabkan kerusakan otak (Puspitawati, 2009).
Faktor-faktor
yang
meningkatkan
risiko
meningitis
bakteri
yaitu
penggunaan tembakau atau infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Otitis
media dan mastoiditis juga dapat meningkatkan resiko meningitis bakteri karena
bakteri dapat menyeberang membran epitel dan masuk ke dalam ruang subarachnoid. Orang dengan penurunan sistem kekebalan tubuh juga beresiko tinggi
menderita penyakit meningitis bakteri. Infeksi meningeal umumnya berawal dari
satu atau dua cara yaitu baik melalui aliran darah akibat infeksi lain (selulitis) atau
oleh ekstensi langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Dalam kasus
yang jumlahnya kecil penyebab meningitis adalah iatrogenik atau sekunder akibat
prosedur invasif (pungsi lumbal) atau alat bantu (alat pemantau TIK) (Baughman
& Hackley, 2003).
3) Tanda dan Gejala
Baughman & Hackley (2003) menjelaskan bahwa tanda dan gejala
meningitis adalah sebagai berikut.
a. Sakit kepala dan demam merupakan gejala awal yang sering timbul.
b. Kaku kuduk (stiff neck) merupakan tanda awal meningitis. Usaha untuk
memfleksikan kepala sangat sulit pada penderita meningitis karena
mengalami kejang otot pada leher.
c. Tanda kernig positif (Kernigs sign) yaitu ketika pasien berbaring dengan
paha difleksikan ke abdomen, pasien akan merasa kesakitan.
10
11
batuk, bersin, pinjam atau meminjam cangkir, lipstik atau rokok. Periode
inkubasi meningitis virus dapat berkisar beberapa hari sampai beberapa
minggu sejak penderita terinfeksi sampai munculnya gejala (Meningitis
Foundation of America Inc., 2013).
b. Meningitis karena bakteri (septik)
Meningitis bakteri ditandai dengan cairan serebrospinal yang tampak kabur,
keruh atau purulen. Meningitis bakteri sangat berbahaya dan mengancam
kehidupan karena dapat menyebabkan kerusakan otak, pendengaran, dan
disabilitas. Pada meningitis bakteri, sangat penting untuk mengetahui jenis
bakteri yang menjadi penyebab meningitis sehingga dapat diberikan
antiobiotik tertentu untuk pengobatannya. Seseorang dengan penurunan
kekebalan tubuh atau sedang menjalani prosedur pembedahan sangat
beresiko tertular meningitis bakteri. Gejala pada meningitis bakteri dapat
muncul dengan cepat dalam waktu 3-7 hari. Kejang dan koma merupakan
gejala yang umum dari infeksi bakteri yang sudah parah (Mesranti, 2011;
Meningitis Foundation of America Inc., 2013).
c. Meningitis jamur
Meningitis jamur terjadi apabila jamur telah menyebar dalam aliran darah.
Bentuk umun dari meningitis jamur yaitu meningitis jamur kriptokokus.
Meningitis jamur biasanya terjadi pada seseorang dengan sistem imun yang
lemah seperti pasien kanker dan AIDS. Meningitis jamur tidak menular dari
orang ke orang tetapi menular melalui injeksi obat-obatan seperti steroid.
Meningitis jamur juga dapat menular melalui inhalasi pada lingkungan yang
terkontaminasi feses burung (Meningitis Foundation of America Inc., 2013).
5) Patofisiologi
Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medula spinalis. Selaput
otak terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu duramater, arachnoid, dan
piamater. Cairan
otak
dihasilkan
di
dalam
pleksus
choroid
ventrikel
12
13
a. Lumbal pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal (CSS), dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan serebrospinal dari pungsi
lumbal yaitu sebagai berikut.
1) Meningitis bakteri: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif.
14
15
8) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan meningitis adalah sebagai
berikut (Hidayat, 2008; Baughman & Hackley, 2003).
a. Pemantauan berat badan, elektrolit serum, pertahankan status hidrasi
seperti turgor kulit, jumlah urin, osmolaritas urin, berat jenis urin, input
output, dan berat badan.
b. Lindungi pasien dari cedera sekunder saat kejang atau saat mengalami
perubahan tingkat kesadaran
c. Bantu kebutuhan aktivitas dengan memberikan mobilisasi atau fisioterapi
pada saat tidak kejang dan panas untuk mempertahankan range of motion
(ROM).
d. Lakukan fisioterapi paru dan batuk efektif apabila ditemukan adanya
masalah kurangnya oksigenasi.
e. Cegah terjadinya komplikasi terkait imobilitas pasien seperti dekubitus
(pressure ulcers) karena tirah baring lama
f. Berikan lingkungan yang tenang dan bebas dari kebisingan atau yang
dapat memberikan stimulus yang besar.
Penetalaksaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Penatalaksanaan medis dalam
pemberian obat antikonvulsan dan antibiotik. Antibiotik yang digunakan
merupakan antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke ruang
subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangan
bakteri. Biasanyya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai
dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif
digunakan (Muttaqin, 2008).
a. Obat infeksi (meningitis tuberkulosa).
1) Isoniazid 10 20 mg/kg BB / 24 jam, oral , 2x sendiri maksimal
500mg selama 1 tahun
2) Rifampisin 10 15 mg/kgBB/24 jam , oral, 1 x sehari selama 1 tahun
16
mg/kgBB
atau
Feniton
5mg/kgBB/24jam,
3xsehari
atau
17
C. Clinical Pathway
18
D. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Keluhan utama
Pada pasien meningitis dapat ditemukan keluhan utama berupa suhu
tubuh meningkat, kejang, kesadaran menurun.
b. Riwayat penyakit dahulu
Kemungkinan pasien menderita HIV/AIDS, ensefalitis, abses otak,
limfoma, leukimia, perdarahan otak yang dapat menyebabkan
meningitis. Pasien post pembedahan dan cedera kepala dapat menjadi
faktor resiko meningitis karena adanya port d entry mikroorganisme.
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contohnya Herpes simplex, cacar, dan lain-lain; bakteri contoh:
Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
d. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem
(B1-B6) dengan focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik
dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC,
kemerahan, panas, kulit kering, dan berkeringat. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh (Muttaqin, 2008).
B1 Breathing
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan
yang sering didapatkan pada pasien meningitis yang disertai adanya
gangguan pada sistem pernafasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
19
Spontan
Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata)
Rangsang nyeri
Tidak membuka mata
Respon Bicara (Verbal)
Baik dan tidak terdapat disorientasi
Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu)
Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk
kalimat dan kata-kata tidak tepat)
Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata)
Tidak terdapat jawaban
Respon Gerakan (Motorik)
Menuruti perintah
Mengetahui lokasi nyeri
Refleks menghindari nyeri
Refleks fleksi
Refleks ekstensi
Tidak terdapat refleks
20
21
3) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
4) Pemeriksaan refleks
Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan
tingkat kesadaran koma yaitu adanya refleks babinski (+)
5) Gerakan involunteer
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia
(kontraksi otot terus-menerus yang tidak terkontrol oleh pasien
yang dapat menyebabkan kesalahan postur). Pada keadaan
tertentu pasien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang
tinggi.
6) Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan
sensasi raba, nyeri dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal
dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif (gerak, sikap, getar,
tekan) dan diskriminatif (mengetahui benda dengan perabaan)
normal.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
Tanda tersebut adalah rigiditas nukal (kaku kuduk), tanda kernig
(+) dan adanya tanda brudzinski.
B4 Bladder
Pemeriksaan
pada
sistem
perkemihan
biasanya
didapatkan
22
B6 Bone
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut
dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh
ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis (perdarahan
bawah kulit) yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering
mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga menggangu aktivitas hidup sehari-hari (ADL).
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien
meningitis meliputi
23
berhubungan
dengan
inflamasi
pada
meningen
dan
24
Hipertermia
berhubungan
dengan
inflamasi pada
meningen dan
peningkatan
metabolisme
tubuh
Intervensi (NIC)
Monitor TIK
1) Monitor status neurologi pasien
2) Monitor
jumlah
dan
karakteristik
cairan
serebrospinal
3) Monitor intake dan output
pasien
4) Monitor suhu dan WBC pasien
5) Posisikan pasien dengan kepala
dan leher dalam posisi netral
6) Monitor lingkungan yang dapat
menstimulus peningkatan TIK
7) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional
1) Perubahan
status
neurologi
menandakan adanya perubahan TIK
dan penting untuk rencana intervensi
2) Untuk
menentukan
lokasi,
penyebaran, dan perkembangan
kerusakan serebral
3) Mencegah terjadinya kehilangan
cairan
4) Hipertermi dapat meningkatkan
resiko dehidrasi
5) Perubahan posisi kepala dapat
meningkatkan TIK
6) Kebisingan, suhu, pencahayaan dapat
mempengaruhi TIK
7) Mengatasi infeksi bakteri
1) Hipertermi dapat meningkatkan
resiko dehidrasi
2) Mencegah hilangnya cairan
3) Peningkatan tekanan darah dapat
menyebabkan peningkatan TIK
4) Mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
5) menurunkan
edema
serebri,
25
No
Diagnosa
Nyeri
akut
(kepala)
berhubungan
dengan iritasi
selaput
dan
jaringan otak
Intervensi (NIC)
Rasional
26
8) Discharge Planning
Sebelum pasien pulang, perawat hendaknya memberikan rencana tindak lanjut
atau discharge planning kepada pasien agar penyakit pasien tidak bertambah
buruk. Rencana tindak lanjut yang dapat diberikan kepada pasien meningitis
yaitu sebagai berikut.
a) Anjurkan untuk minum obat sesuai petunjuk dokter dan menghubungi
petugas kesehatan terdekat apabila obat dirasa tidak dapat memperbaiki
gejala yang dirasakan. Bawalah obat saat melakukan kontrol ke pusat
kesehatan.
b) Anjurkan untuk istirahat yang cukup dengan pencahayaan yang redup
apabila kepala terasa nyeri.
c) Jangan berbagi makanan, minuman, alat makan, atau alat mandi.
d) Hubungi petugas kesehatan terdekat apabila terdapat gejala pasien susah
bangun, kaku kuduk, atau kejang.
e) Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arydina, Triono, A., & Herini, E. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS)
Sebagai Indikator Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 15, No. 5, 274-280.
Baughman, D., & Hackley, J. 2003. Medical Surgical Nursing 10th Edition.
Philadelphia.
Bulechek, Gloria, Howard K, Joanne M., Cheryl M. 2012. Nursing Interventions
Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier Mosby.
Hidayat, A. A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Mayo