Sunteți pe pagina 1din 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di indonesia.
Terkhusus kejadian DBD Di Provinsi Se sulawesi selatan tahun 2016
tertinggi dilaporkan terjadi 528 kasus , tercatat lebih dari 3 kali lipat
dibandingkan jumlah tahun sebelumnya. Penelitian bertujuan mengetahui
resiko

pengetahuan,

kondisi

TPA,

prakrik

menguras

TPA,

perilaku

menghilangkan barang bekas, perilaku menggunakan obat anti nyamuk,


dan riwayat keterpaparan terhadap kejadian DBD di kabupatern/kota Se
Sulawesi selatan 2016.
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah
kesehatan penting di Asia dan dunia. Data menunjukkan jumlah kasus
baru DBD di dunia meningkat 30 kali dalam 50 tahun ini. Setiap tahun
sekitar setengah juta orang di dunia mengalami DBD berat, seringkali
diikuti dengan syok dan pendarahan. Sebanyak 40% penduduk dunia ada
dalam risiko untuk mendapat sakit DBD.
Berdasarkan
diperkirakan

catatan

World

Health

Organization

(WHO),

500.000 pasien DBD membutuhkan perawatan di rumah

sakit dalam setiap tahunnya dan sebagian besar penderitanya adalah


anak-anak.

Ironisnya,

sekitar

2.5%

diantara

pasien

anak

tersebut

diperkirakan meningggal dunia.


Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan
selanjutnya menyebar ke berbagai Negara Negara. Menurut data CDC
sekitar 2.5 milyar peduduk atau 40% dari populasi dunia menempati
wilayah yang memiliki resiko terhadap penularan DBD. DBD menjadi

endemic tidak kurang dari 100 negara di Asia pasifik, amerika, Afrika,
Karibia.
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010 jumlah
kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah
kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang . inciden Rate (IR)

penyakit

DBD pada tahun 2010 adalah 65,7 per 100.000 penduduk dengan Case
Fatality Rate ( CFR ) sebanyak 0,87%. Pada tahun 2009 IR penyakit DBD
sebesar 68,22 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR)
0,86% (Kemenkes RI,2011).
Pada tahun 2009, provinsi dengan CFR tertinggi adalah kep. Bangka
Belitung 4,58%, Sedangkan CFR terendah terdapat di Provinsi Sulawesi
Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan DKI Jakarta sebesar 0,11%.
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari subdin P2&PL tahun
2004, telah di laporkan kejadian penyakit demam berdarah sebanyak
2.598 penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19
orang (CFR=0,7%). Pola kejadian tersebut berlangsung antara januariapril, juni, oktober dan desember (Memasuki musim penghujan ). Jumlah
kasus teringgi terjadi di Kota Makassar, Kab.Gowa dan barru. Untuk tahun
2005, tercatat jumlah penderita DBD sebanyak 2.975 dengan kematian 57
orang (CFR=1,92%). Sementara untuk tahun 2006, kasus DBD dapat
ditekan dari 3.164 kasus tahun 2005 menjadi 2.426 kasus (22,6%) pada
tahun 2006, demikian pula angka kematian (CFR) dari 1,92% turun
menjadi 0,7 % pada tahun 2006, dengan kelompok penduduk yang
terbanyak terserang adalah pada anak sekolah (5-14 tahun ) sebesar
55%, kelompok usia anak balita (1-4 Tahun) sebesar 16% dan usia di atas
45 tahun serta usia dibawah 1 tahun masing masing sebesar 2%.
Pada tahun 2007 kasus DBD kembali meningkat dengan jumlah
kasus sebanyak 5.333 kasus dan jumlah kasus yang terbesar berada di

kab.Bone

(1030)kasus,

menyusu

kota

Makassar

(452)kasus,

Kab.

Bulukumba (376) kasus, Kab.Pangkep(358) Kasus.


Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 kategori tinggi
pada kab. Bone, Bulukumba, Pinrang, Makassar dan Gowa,sedangkan
kabupaten/kota yang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kab. Luwu Utara,
Tator, Enrekang, Maros, Jeneponto dan selayar. CFR DBD di Sulawesi
Selatan pada tahun 2008 sebesar 0,83. Sedangkan pada kab./kota
tertinggi yaitu di Luwu utara (14,29), menyusul Maros (13,33), Pinrang
(3,42), Sidrap (1,61), kemudian Wajo, Makassar, ParePare,Gowa dan bone
masing masing di bawah 1,5.
Dari data yang dilansir P2PL pada awal januari 2016 ini, sebanyak
528 kasus demam berdarah yang terjadi di sulsel. Dan dari data
sementara yang dilansir sebanyak 7 orang pasien penderita demam
berdarah meninggal dunia. Dan jika data ini diambil dari rekap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) di 24 kabupaten/kota se Sulawesi selatan.
Angka kematian teringgi dari data saat ini dari kabupaten Bone, sebanyak
3 penderita DBD meninggal dunia dan jumlah penderita DBD terbanyak
dari Kabupaten Luwu Utara (AR, 2016)
Oleh karena itu masih cukup tingginya kasus DBD di Sulawesi
Selatan khususnya di daerah Makassar, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai karakteristik dari penderita demam berdarah .

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Defenisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak yang berlangsung selama 2 7 hari. Disertai dengan
sakit kepala hebat, nyeri belakang, sakit mata, nyeri sendi otot,
mual, muntah dan ruam-ruam pada kulit. Pada keadaan yang
lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita
jatuh dalam keadaan shock akibat kebocoran plasma atau biasa
disebut dengan dengue shock syndrome.
2. Etiologi
Penyebab

DBD

adalah

Virus

dengue

(arbovirus)

yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang menggigit


manusia pada siang hari, hidup di air jernih, bersih dan
berbentuk batang, stabil pada suhu 70o C.
3. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala
demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, karena
viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan

kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial


seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan
limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah
di bawah kulit.
Fenomena patologis yang utama pada penderita DBD adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra vaskuler. Demam
terjadi karena virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti membentuk antibodi terhadap
penyakit. Setelah terjadi virus-antibodi dalam system sirkulasi,
akan mengakibatkan aktifnya system komplemen (suatu system
dalam sirkulasi darah terdiri dari 11 komponen protein dan
beredar dalam bentuk yang tidak aktif serta labil terhadap suhu
panas).

Bila

system

komplemen

aktif

maka

tubuh

akan

melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat yang


menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat.
Tingginya
permeabilitas
dinding
pembuluh

darah

menyebabkan kebocoran plasma yang berlangsung selama


perjalanan

penyakit

sejak

permulaan

masa

demam

dan

mencapai puncaknya pada masa renjatan. Pada pasien dengan


renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai 30 % atau
lebih. Jika keadaan tersebut tidak teratasi, akan menyebabkana
anoksia

jaringan,

kematian.
Adanya

asidosis

kebocoran

metabolic

plasma

ke

dan

berakhir

daerah

dengan

ekstravaskuler

dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa,


yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi
ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya
melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis
setelah

pemberian

plasma/ekspander

plasma

yang

efektif,

sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding

pembuluh

darah

yang

destruktif

atau

akibat

radang,

menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding


pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang
bekerja

singkat.

perdarahan

Sebab

hebat,

lain

yang

kematian

biasanya

pada

timbul

DHF

setelah

adalah
renjatan

berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF


umumnya

dihubungkan

dengan

trombositopenia,

gangguan

fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.


Perdarahan yang terjadi pada pasien DBD terjadi karena
trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
factor koagulasi (Protrombin, factor V, VII, IX, X dan fibrinogen).
Perdarahan

hebat

dapat

terjadi

terutama

pada

traktus

gastrointestinal.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya mega
karoisit muda dalam sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit

menimbulkan

dugaan

meningkatnya

destruksi

trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa


penghancuran

trombosit

terjadinya

dalam

sistem

retikuloendotelial.
4. Gambaran Klinik
a. Demam tinggi yang timbul secara mendadak tanpa sebab
yang jelas disertai dengan keluhan lemah, lesu, nafsu makan
berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,
sendi, kepala dan perut. Gejala menyerupai influenza biasa.
Ini berlangsung selama 2-7 hari
b. Hari ke 2 dan 3, timbul demam. Uji tourniquet positif karena
terjadi perdarahan di bawah kulit (peteki, ekimosis) dan di
tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemisis
akibat

perdarahan

dalam

lambung,

melena

dan

juga

hematuria massif
c.

Antara hari ke 3 dan ke 7 syok terjadi saat demam menurun.


Terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung jari tangan dan kaki, nadi cepat
dan lemah sampai tak teraba, tekanan nadi menyempit ( < 20

mm Hg ) atau hipotensi ( < 80 mmHg ) sampai tak terukur,


anak sangat gelisah
d. Hepatomegali

pada

umumnya

dapat

ditemukan

pada

permulaan penyakit, bervariasi dari yang hanya sekdar diraba


sampai 2-4 cm dibawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri
tekan

pada

hepar

tampak

jelas

pada

anak

besar,

ini

menandakan telah terjadi perdarahan.


Pada penderita DBD sering dijumpai pembesaran hati,
limpa, kalenjar getah bening atau kembali normal pada masa
penyembuhan. Pada penderita yang mengalami renjatan akan
mengalami sianosis perifer, kulit teraba lembut dan dingin,
hipotensi, nadi cepat dan lemah.
5. Klasifikasi
Derajat beratnya DBD dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Derajat 1:
Derajat satu bisanya ditandai dengan demam mendadak 2-7
hari disertai dengan gejala tidak khas dan manifestasi
perdarahan yang dapat diuji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan dikulit dan atau
perdarahan lain.
c. Derajat 3
Derajat 2 ditambah dengan kegagalan sirkulasi ringan, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg),
hipotensi

(systole

<

80

mmHg)

disertai

kulit

yang

dingin,lembab dan penderita menjadi gelisah.


d. Derajat 4
Derajat 3 ditambah syok berat dengan nadi yang takteraba
dan tekanan darah yang tak dapat diukur, dapat disertai
dengan penurunan kesadaran, sianotik dan asidosis.
Derajat 1 dan 2 disebut DBD tanpa renjatan, sedangkan 3
dan 4 disebut DBD dengan renjatan atau DSS.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Klinik
Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun
perdarahan spontan pada kulit (petekie, ekimosis, memar)
dan/atau di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan

gusi, hematemesis dan melena.


Hepatomegali
Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba,
tekanan darah menyempit (<20mmHg) atat hipotensi
(<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin, lembab dan
malaise.

b. Laboratorium
Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm 3, penurunan
progresif

pada

pemeriksaan

periodik

dan

waktu

perdarahan memanjang.
Hemokonsentrasi : Hematokrit

meningkat progresif pada pemeriksaan periodik.


Hb meningkat > 20 %
Hasil
pemeriksaan
kimia
darah
menunjukkan

saat

MRS>20%

atau

hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia, pada hari ke

2 dan ke-3 terjadi leucopenia


SGOT dan SGPT mungkin meningkat : ureum, pH darah
bisa meningkat

c. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

Darah rutin
Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
Waktu perdarahan
Menggunakan cara LVY (N=1-7 menit)

7. Komplikasi
a. Perdarahan otak

b. Sindroma distress napas dewasa


c. Infeksi nosokomial seperti pneumonia, tromboplebitis, sepsis
dan shock sepsis
8. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di
tempat terpisah dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar
yang bebas nyamuk. Penatalaksanaannya adalah:
a. Tirah baring
b. Makanan lunak
c. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5-2
liter/24 jam (susu,air gula, sirop)
d. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
e. Antibiotik

diberikan

bila

terdapat

kekhawatiran

infeksi

sekunder
f. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan
yaitu:

Keadaan umum memburuk


Hati makin membesar
Masa perdarahan memanjang
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Terapi untuk pengganti cairan yaitu:


a. DBD tanpa renjatan
Minum banyak 11/2 liter perhari
Cairan intravena bila : penderita muntah-muntah terus,
intake tidak terjamin, pemeriksaan berkala Hmt cenderung
meningkat terus.
Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.
b. DBD dengan renjatan
Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai
nadi teraba serta tensi terukur, biasanya sudah tercapai

dalam 15-30 menit.


Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20
mL/KgBB/ jam. Setelah renjatan teratasi:

- tekanan sistol > 80mmHg


- Nadi jelas terasa
- Amplitudo nadi cukup besar
Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam.
Bila keadaan umum baik, jumlah cairan sekitar 5-7
mL/KgBB/jam.

Jenis RL: Dextrose 5% = 1:1. Infus

dipertahankan 48 jam setelah renjatan.


Pada renjatan berat dapat diberikan cairan plasma atau
pengganti plasma (expander plasma/dextran L) dengan
kecapatan 1020 ml /kgBB/jam dan maksimal 2030
ml/kgBB/hari. Dalam hal ini dipasang 2 infus dimana 1
untuk larutan RL dan 1 untuk cairan plasma atau
pengganti plasma.

Ada tiga fase penatalaksaan penderita DBD secara umum


yaitu:
a.

Fase demam

Pengobatan simtomatik dan supportif


-

Antipiretik

diberikan

untuk

menurunkan

demam,

kompres hangat dapat diberikan apabila pasien masih


-

tetap panas
Pengobatan
merehidrasi

supportif
cairan

dapat

yang

diberikan

hilang

yaitu

untuk
dengan

pemberian ; larutan oralit, jus buah-buahan dan lainlain

Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrsi


dan muntah hebat segera koreksi dengan memberiakan
cairan parenteral

Semua tersangka demam berdarah harus diawasi


ketat setiap hari sejak sakit hari ke-3

b.

Fase Kritis

Rawat dibangsal khusus sehingga mudah untuk


diawasi

Observasi tanda-tanda vital, asupan dan keluaran


cairan dalam lembar khusus

Berikan oksigen pada penderita dengan syok

Hentikan perdarahan dengan tindakan tepat

Pemberian cairan intra vena

c.

Fase Penyembuhan
Cairan intra vena dihentikan. Bila ditemukan gejala nafsu
makan tidak meningkat atau perut terlihat kembung

maka

dapat diberikan buah-buahan atau oralit untuk menanggulangi


gangguan elektrolit.
Tindakan Lain
a.

Transfusi darah dengan indikasi :


Perdarahan gastrointestinal berat: melena, hematemesis.
Dengan pemeriksaan hb, hct secara periodik terus terjadi
penurunan, sedang penderita masih dalam renjatan atau
keadaan akut semakin menurun.

Jumlah yang diberikan 20 ml/kgBB/hari dapat diulangi bila


perlu.
b.

c.

Anti konvulsan, bila disertai kejang maka diberi :


Diasepam 10 mg secara rectal atau intra vena
Phenobarbital 75 mg secara IM sesuai penatalaksanaan
kejang pada anak
Antipiretik dan

kompres

pada

penderita

dengan

hiperpireksi. Obat yang diberikan ialah paracetamol 10


mg/kgBB/hari
d.
Oksigen diberikan pada penderita renjatan dengan
sianosis 24 L/menit
e.
Antibiotika pada penderita dengan renjatan lama atau
f.

terjadi infeksi sekunder


Kortikosteroid
diberikan

pada

pasien

dengan

ensefalopati
9. Pencegahan
Pencegahan DBD pada umumnya dapat dilakukan dengan
beberapa metode, baik secara lingkungan, biologis maupun
secara kimiawi

a. Lingkungan
Pemberantasan

Sarang

Nyamuk

(PSN)

pada

dasarnya

merupakan pemberantasan jentik nyamuk atau mencegah


agar nyamuk tidak dapat lagi berkembang biak, yang pada
dasarnya pemberantasan sarang nyamuk ini dilakukan dengan
3M :
Menguras
Menguras bak mandi dan tempat penampungan air
sekurang-kurangnya

seminggu

sekali,

dikarenakan

perkembangan telur nyamuk menetas sekitar 7-10 hari.


Menutup
Menutup rapat penampungan air, agar supaya nyamuk
tidak menggunakannya sebagai tempat berkembang biak.
Menganti air pada vas bunga dan tempat minum burung
setidaknya seminggu sekali. Menutup lubang-lubang pada
pohon,

terutama

pohon

bambu

ditutup

dengan

menggunakan tanah, membersihkan air tergenang diatap


rumah juga dapat mencegah perkembangan nyamuk

tersebut.
Mengubur
Salah satu sumber penyebaran nyamuk demam berdarah
adalah kaleng-kaleng atau wadah kosong yang berisi air,
gerakan menimbun berarti mengubur kaleng atau wadah
kosong tersebut kedalam tanah, tujuannya agar nyamuk

tidak menemukan tempat untuk bertelur.


b. Biologis
Pencegahan secara biologis merupakan

pengendalian

perkembangan nyamuk dan jentik dengan menggunakan


hewan atau tumbuhan seperti pemeliharaan ikan cupang pada
kolam

atau

sumur

yang

sudah

tidak

terpakai

atau

menggunakan dengan bakteri Bt H-14


c. Kimiawi
Pencegahan secara kimiawi adalah cara pengendalian serta
pembasmian nyamuk dan jentik dengan menggunakan bahanbahan kimia seperti pengasapan/fogging, pemberian bubuk

abate pada tempat-tempat yang sering menjadi tempat


penampungan air.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1.

Data Dasar Pengkajian


Aktivitas/istirahat

a.
Malaise
b.

Sirkulasi

Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah,

takikardi, susah teraba


Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah,
perdarahan bawah kulit

c.

Eliminasi
Diare atau konstipasi

d.

Makanan/ cairan

Anoreksia, mual, muntah


Penurunan berat badan,

punurunan

haluaran

oligouria, anuria.
e.

Neurosensori

f.

Sakit kepala, pusing, pingsan


Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
Nyeri/ Ketidaknyamanan

Kejang abdominal, lokalisasi area sakit


g.

Pernapasan

urine,

Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu


meningkat, menggigil
h.

Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan

3. Diagnosa
a. Peningkatan

suhu

penyakit/ viremia
b. Defisit
volume

tubuh
cairan

berhubungan
tubuh

dengan

berhubungan

proses
dengan

peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake


tidak adekuat
c. Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia
d. Gangguan pemenuhan
kebutuhan tubuh

kebutuhan

nutrisi;

kurang

dari

berhubungan dengan mual, muntah,

anoreksia
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
4. Intervensi
a. DX1: Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
penyakit/ viremia
Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal
(360 370)
Intervensi:

Kaji saat timbulnya demam


R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai
indikator untuk tindakan selanjutnya.

Observasi tanda tanda vital klien : suhu, nadi, tensi,


pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering
R/ Tanda tanda vital merupakan

acuan

mengetahui keadaan umum pasien.


Beri penjelasan tentang penyebab

demam

peningkatan suhu tubuh

untuk
atau

R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat


membantu klien/keluarga mengurangi kecemasan yang

timbul.
Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan
akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien

untuk kooperatif.
Menganjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 ltr/24
jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan
penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi

dengan asupan cairan yang banyak.


Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan

suhu tubuh.
Catat intake dan out put.
R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan

tubuh.
Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.

b. DX2: Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan


peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake
tidak adekuat
Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital
dalam batas normal, tidak terjadi defisit cairan.
Intervensi:

Kaji keadaan umum klien (pucat, lemah, taki kardi),


serta tanda tanda vital.
R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan

cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.


Observasi adanya tanda tanda syok
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan

untuk

menangani syok yang dialami klien.


Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 2000 ml
( sesuai toleransi )

R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah

volume cairan tubuh.


Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat
muntah, diare, kehausan, turgor jelek)
R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan
Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai
indikasi.
R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien
yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan
umum yang buruk untuk rehidrasi.

c. DX3: Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan


trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan
terjadi peningkatan trombosit> 150.000
Intervensi:

Monitor

tanda-tanda

penurunan

trombosit

yang

disertai dengan tanda-tanda klinis.


R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu

dapat menimbulkan perdarahan.


Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia
pada klien.
R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin
terjadi padaklien dan dapat membantu mengantisipasi

terjadinya perdarahan.
Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol

dapat

menyebabkan terjadinya perdarahan.


Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera
melaporkan

tanda-tanda

perdarahan

(hematemesis,melena, epistaksis)
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien

mendapatkan penanganan sedini mungkin.


Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak,
tindakan incvasif dengan hati-hati)

R/

Klien

dengan

trombositopenia

rentan

terhadap

cedera/perdarahan.
d. DX4: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari
kebutuhan

tubuh

sehubungan

dengan

mual,

muntah,

anoreksia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi:

Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang


dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi
nafsu makan klien.
Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur
dan dihidangkan saat masih hangat.
R/
Membantu
mengurangi
kelelahan

klien

dan

meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.


Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi
sering
R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh

karena makanan dalam porsi banyak.


Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi
sehingga motivasi untuk makan meningkat
Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha
mengahiskan makannya.
R/ Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.
Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
R/ Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
Ukur berat badan kilen tiap hari.
R/ Untuk mengetahui status gizi klien.

e. DX5: Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan


Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi:

Mengkaji keluhan klien


R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh
klien sehubungan degan kelemahan fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam

memenuhi kebutuhannya.
Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai
dengan tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan,
eliminasi.
R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada
saat kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami

ketergantungan pada perawat.


Bantu
klien
untuk
mandiri

sesuai

dengan

perkembangan kemajuan fisiknya.


R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak

mengalami ketergantungan.
Letakkan barang-barang

di

tempat

yang

mudah

dijangkau oleh klien.


R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri
tanpa bantuan orang lain.

S-ar putea să vă placă și