Sunteți pe pagina 1din 53

Case Science Session

INFEKSI GINEKOLOGI

Oleh :

Dinda Wijaya 1010312021


Metta Yulia Utami 1010313002
Advanny Arienda Osan 1110313070
Dwiyana Roselin 1110312021
Diynie Fadhilla Fahmi 1110312110
Ranti Verdiana 1110312084
Resti Nurul Haqiqi 1110313025
Selvia Emilya 1110312149

Pembimbing :

dr. H. Syahredi A, Sp.OG ( K )

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Infeksi
Ginekologi. Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Obstetri dan Ginekologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Syahredi A, Sp. OG (K)
sebagai preseptor yang telah membantu dalam penulisan Referat ini. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi
kesempurnaan referat ini. Penulis juga berharap referat ini dapat memberikan dan
meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang Infeksi Ginekologi
terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

2
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi 2
2.2 Radang Pada Vulva 3
2.3 Radang Pada Vagina 12
2.4 Radang Pada Serviks Uteri 19
2.5 Radang Pada Korpus Uteri 27
2.6 Adneksa dan Jaringan Sekitarnya 32
2.7 Kelainan Genital Lain 36
2.8 Infeksi Khusus 50
DAFTAR PUSTAKA 52

DAFTAR GAMBAR

3
Gambar 2.1 Phtirus Pubis 4
Gambar 2.2 Phtirus Pubis Pada Rambut-Rambut Di Daerah Pubis 4
Gambar 2.3 Sarcoptes Scabiei 6
Gambar 2.4 Lesi Pada Skabies 6
Gambar 2.5 Lesi Pada Skabies 7
Gambar 2.6 Moluskum Kontagiosum 9
Gambar 2.7 Kondiloma Akuminata 11
Gambar 2.8 Klamidia Trakomatis 21
Gambar 2.9 Morfologi Bakteri Neisseria Gonorrhea Di Bawah Mikroskop 22
Gambar 2.10 Manifestasi Klinis Gonore 23
Gambar 2.11 Klamidia Trakomatis 38

BAB I
PENDAHULUAN

4
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.1
Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu
proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian
hidupnya atau reproduksi. Agar dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dibutuhkan pula kesehatan dari organ reproduksi.1
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) semakin disadari telah menjadi masalah
kesehatan dunia dan masalah kesehatan masyarakat yang serius tetapi
tersembunyi. Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu kehidupan sex.
Gejala yang paling sering ditemukan pada penderita ginekologik adalah
leukore (keputihan). Leukore (white discharge, flour albus) adalah gejala penyakit
yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi, dan bukan berupa
darah. Keputihan adalah salah satu alasan yang paling sering mengapa perempuan
memeriksakan diri ke dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan. Leukore dapat dibedakan antara yang fisiologik dan patologik.
Penyeb paling penting dari leukore patologik adalah infeksi. Disini cairan
mengandung banyak sel darah putih dan warnanya kekuning-kuningan sampai
hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Organ yang paling sering terkena infeksi
adalah vulva, vagina, leher rahim, dan rongga rahim.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
2.1 Klasifikasi1,2
Berdasarkan letaknya, infeksi genital dibagi menjadi:
a Infeksi organ genitalia eksterna
Organ genitalia eksterna pada wanita terdiri dari vulva, mons pubis,
labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum, introitus vagina,
himen, orifisium uretra eksterna, perineum.
b Infeksi organ genitalia interna
Organ genitalia interna pada wanita terdiri dari vagina, uterus, tuba
fallopi, dan ovarium. Infeksi pada genitalia interna sangat
berpengaruh pada kesehatan karena dapat menimbulkan infertilitas,
perlekatan-perlekatan, bahkan kematian.

Berdasarkan penyebabnya, infeksi genital dibagi menjadi:


a Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang berlebihan
termasuk didalamnya kandidiasis dan vaginosis bakterialis.
b Penyakit menular seksual yaitu infeksi genital yang ditularkan
melalui hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi seperti
trikomoniasis, gonore, chlamidia, condiloma akuminata, herpes
genital.
c Infeksi iatrogenik yaitu disebabkan melalui prosedur medis yang
kurang atau tidak steril.
Berikut beberapa jenis penyakit berdasarkan organ yang terkena, yaitu:
a Radang pada vulva
1. Parasit
Pedikulosis pubis
Skabies
2. Virus
Moluskum kontagiosum
Kondiloma akuminatum
b Radang pada vagina
Vaginosis bakterial
Trikomonas
Kandidiasis
c Radang pada serviks uteri
Klamidia trakomatis
Gonorea
d Radang pada korpus uteri
Endometritis
e Adneksa dan jaringan di sekitarnya
Penyakit radang panggul

6
f Kelainan lain: Ulkus genital
Herpes genital
Granuloma inguinal
Limfogranuloma venereum
Kankroid
Sifilis
g Infeksi khusus
Infeksi saluran kemih

2.2 Radang Pada Vulva


2.2.1 Pedikulosis Pubis
Definisi
Pedikulosis pubis adalah infeksi rambut dan kulit di daerah pubis dan di
sekitarnya oleh parasit phtirus pubis.
Epidemiologi
Penyakit ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam penyakit
akibat hubungan seksual (p.h.s.) Serta dapat pula mengenai jenggot dan kumis.
Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak, yaitu di alis atau bulu mata dan pada
tepi batas rambut kepala.
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah kutu phtirus pubis. Kutu ini mempunyai 2 jenis
kelamin, betina lebih besar daripada yang jantan. Panjang dan lebar lebih kurang
12 mm. Parasit ini merupakan obligat artinya harus menghisap darah manusia
untuk dapat mempertahankan hidup.

Gambar 2.1 Phtirus pubis. Kutu penyebab pedikulosis pubis.


Gejala klinis
Gejala klinis yang tampak terutama adalah rasa gatal di daerah pubis dan
disekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada. Dapat

7
dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut
sebagai macula serulae.
Gejala patognomonik lainnya adalah black-dot, yaitu adanya bercak-bercak
hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh
penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal
dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang
terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Pembantu diagnosis
Mencari telur atau bentuk dewasa.

Gambar 2.2 phtirus pubis pada rambut-rambut di daerah pubis.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum yakni dengan mencukur rambut kemaluan, ketiak,
atau jenggot yang terkena infeksi parasit ini. Pakaian dalam harus direbus atau
diseterika. Mitra seksual juga harus diperiksa dan diobat jika memang perlu
diobati, untuk mencegah penularan kembali penyakit pedikulosis pubis ini.
Penatalaksanaan khusus yakni dengan pemberian krim pemetrin 5% atau
losion 1%, diaplikasikankemudian dibiarkan 10 menit lalu, dicuci dengan air.
Dipakai dua kali dengan jarak 10 hari untuk membunuh telur yang baru menetas.

2.2.2 Skabies
Definisi
Skabies merupakan infestasi pada kulit manusia yang disebabkan oleh
penetrasi parasit obligat Sarcoptes Scabiei varian hominis ke epidermis. 1
Epidemiologi

8
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi
skabies. Skabies dapat menyerang pada semua kalangan meskipun lebih banyak
pada kalangan sosioekonomi yang rendah. Selain itu faktor kebersihan juga
menjadi faktor yang menunjang perkembangan dari penyakit ini. Skabies lebih
prevalen pada daerah urban/perkotaan terutama daerah-daerah yang sangat padat.1
Cara transmisi dapat melalui kontak langsung maupun kontak tidak
langsung. Pada kontak langsung terjadi kontak antara kulit dengan kulit
contohnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan
untuk kontak tidak langsung dapat melalui benda seperti pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.1
Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis1,3

Gambar 2.3 Sarcoptes scabiei


Patogenesis
Kelainan pada kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh skabies tetapi juga
oleh penderita itu sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat sensitisasi
terhadap sekret dan eskret dari S.scabiei memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu akan terdapat kealinan kulit yang menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Intervensi

9
berupa garukan akan dapat menyebabkan lesi sekunder seperti erosi, eskoriasi,
krusta, dan infeksi sekunder.3

Gambar 2.4 Lesi pada skabies


Gejala Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal :
a. Pruritus nokturna, gatal pada malam hari disebabkan karena aktivitas Sarcoptes
scabiei ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus/berkelok, dengan rata-rata panjang 1 cm.
d. Ditemukan S.scabiei pada satu atau lebih stadium hidup. Menemukan
Sarcoptes scabiei merupakan hal paling diagnostik.
Tempat predileksinya biasanya madalah tempat dengan stratum korneum
yang tipis yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan, siku bagian luar, areola
mammae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada
bayi biasanya pada telapak tangan dan kaki.3

10
Gambar 2.5 Lesi pada skabies
Pengobatan
Cara pengobatan skabies adalah seluruh anggota keluarga harus diobati
termasuk penderita yang hiposensitisasi.
Jenis obat topikal:
a. Krim pemetrin 5% diaplikasikan ke seluruh permukaan kulit dari leher
sampaii ibu jari kaki. Dipakai selama 10 menit 2x sehari selama dua hari.
b. Benzyl benzoate emulsi topical 25% dipakai diseluruh tubuh dengan
interval 12 jam, kemudian di cuci 12 jam setelah aplikasi terakhir.
c. Asam salisilat 2% dan endapan balerang 4% dipakai pada bagian yang
terkena.

2.2.3 Moluskum Kontagiosum


Definisi
Moluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit yang memiliki
karakteristik seperti permukaan halus, papul berbentuk kubah yang biasanya
disertai eritem (dermatitis moluskum). Penyakit ini menular melalui hubungan
seksual bagi orang dewasa namun tidak bagi anak-anak.1 Infeksi melalui seksual
bagi anak-anak bisa saja terjadi pada kasus-kasus pelecehan seksual. Meskipun
penyebarannya luas, moluskum kontagiosum biasanya terlihat di daerah genital,
perineal dan seluruh tubuh pada anak-anak, dan pada kasus-kasus pelecehan
biasanya tidak nampak kecuali ditemukan lesi yang mencurigakan.3
Etiologi
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe poxvirus
yang berhubungan, dengan Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV-1
sampai -4, dan varian-variannya.
Manifestasi Klinik

11
Moluskum kontagiosum sering memperlihatkan papul kecil merah muda
yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm (giant molluscum).
Seiring pembesarannya, permukaan bentuk kubah dan morfologi seperti mata
kucing dapat semakin jelas. Lesi dapat memiliki umblikasi, terdapat substansi
seperti putih dadih dapat dilihat dengan tekanan. Pada kebanyakan pasien
berkembang beberapa papul, sering pada tempat yang intertriginosa, seperti
aksilla, fossa poplitea, dan panggul. Lesi pada genital dan perianal dapat
berkembang pada anak-anak dan jarang yang memiliki kaitan dengan hubungan
seksual. Lesi ini digolongkan dalam cluster atau dalam bentuk linear. Biasanya
merupakan hasil dari koebnerisasi atau perkembangan lesi pada trauma. Eritema
dan eksema dapat muncul di sekitar lesi; hal ini disebut Moluskum dermatitis.
Papul dapat menjadi eritematosa, hal ini dipercaya merupakan respon imun dari
infeksi. Pasien dengan sindrom immunodefisiensi dapat memperlihatkan lesi yang
besar dan ekstensif baik di daerah genital maupun ekstra genital.3

Gambar 2.6 Moluskum Kontagiosum


Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
seperti histopatologi yang menunjukkan gambaran seperti Henderson-Paterson
body, dapatlah ditegakkan diagnosis moluskum kontagiosum. Penegakan
diagnosis moluskum kontagiosum dapat dilakukan secara langsung. Penilaian
kandungan inti menggunakan pewarnaan Giemsa dapat dilakukan dan evaluasi
histopatologi dapat dilakukan pula.1
Pada pemeriksaan histopatologi memperlihatkan epidermis yang hipertropi
dan hiperplastik. moluskum kontagiosum memiliki karakteristik gambaran
histopatologi. Pada bagian atas lapisan basal dapat ditemukan pembesaran sel
yang mengandung inklusi intrasitoplasmi (Henderson-Paterson body). 1

12
Tatalaksana
Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri tanpa komplikasi pada
pasien imunokompeten. Terapi terdiri dari pengeluaran material putih, eksisi
nodul dengan kuret dermal, dan mengobati dasarnya dengan ferik subsulfat
(larutan Mosel) atau asam trikloroasetat 85%, dan dapat juga dengan krioterapi
dengan nitrogen cair.1

2.2.4 Kondiloma akuminatum


Definisi dan Etiologi
Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang
disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV), paling sering
ditemukan di daerah genital dan jarang di selaput lendir.

Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya asimptomatik dan terdiri dari papilomatous papula
atau nodul pada perineum, genitalia dan anus. Ada dua bentuk umum Kondiloma
Akuminata, yaitu kondiloma akuminata dan gigantea, yang dikenal sebagai tumor
Buschke-Lwenstein.4-6
Etiologi
Sekitar 90 % kondiloma akuminata diyakini berhubungan dengan virus
HPV tipe 6 dan tipe 11. Para ahli mencurigai HPV tipe tertentu memiliki
kecenderungan onkogenik (potensial menjadi kanker), terutama tipe 16 dan tipe
18.5
Cara penularan infeksi biasanya melalui hubungan seksual dengan orang
yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau bayi dari ibu yang telah
terinfeksi sebelumnya dan risiko mengembangkan karsinoma sel skuamosa.6
Manifestasi Klinis
Kondiloma akuminata (kondiloma akuminata, genital warts, kutil kelamin)
atau lebih dikenal dengan istilah penyakit Jengger Ayam, mungkin karena
bentuknya yang mirip jengger ayam pada kondiloma yang luas, adalah kelainan
kulit berbentuk kutil dengan permukaan berlekuk-lekuk mirip jengger ayam yang
disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Kebanyakan pasien

13
dengan kondiloma akuminata datang dengan keluhan benjolan atau terdapat lesi di
perianal.7
Lesi sering ditemukan di daerah yang mengalami trauma selama hubungan
seksual dan mungkin soliter tetapi sering akan ada 5 sampai 15 lesi dari 1-5 mm
diameter. Kutil dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar dan ini lebih sering
terlihat dengan imunosupresi dan diabetes. Pada pria yang tidak disunat, rongga
prepusium (glans penis, sulkus koronal, frenulum) yang paling sering terkena,
sementara pria yang telah disunat biasanya terdapat di batang penis.7
Kondiloma Akuminata pada pria dapat juga terjadi pada orificium uretra,
pubis, skrotum, pangkal paha, perineum, daerah perianal, dan anus. Pada
perempuan, lesi dapat terjadi pada labia minora, labia mayora, pubis, klitoris,
orificium uretra, perineum, daerah perianal, anus, introitus, vagina, dan
ectocervix.7
Kutil anogenital dapat bervariasi secara signifikan dalam warna, dari
merah muda ke salmon merah, putih keabu-abuan sampai coklat (lesi berpigmen).
Kondiloma Akuminata umumnya berupa lesi yang tidak berpigmen. Lesi
berpigmen sebagian besar dapat terlihat pada labia mayora, pubis, selangkang,
perineum, dan daerah perianal.7

Gambar 2.7 Kondiloma Akuminata


Pengobatan
Banyak metode pengobatan kondiloma akuminata tetapi secara umum
dapat dibedakan menjadi topikal dan bedah.5
Podofilin. Lesi diusapi dengan podofilin tiap minggu selama 4-6 minggu.
Podofilin dicuci setelah 6 jam.
Asam trikloasetat dipakai setiap 1 sampai 2 minggu sampai lesi lepas

14
Krim imikuimod 5% dipakai 3 kali seminggu sampai 16 minggu. Biarkan
krim di kulit selama 6 10 jam
Terapi krio, elektrokauter atau terapi laser dapat digunakan untuk lesi yang
lebih besar.

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara pasien wanita harus diberitahu
tentang skrining sitologi serviks sesuai dengan pedoman lokal/nasional. Pasien
diberikan konseling tentang PMS (Penyakit Menular Seksual) dan pencegahan
penularannya.7

2.3 Radang Pada Vagina


2.3.1 Vaginosis Bakterial (Vaginitis Non Spesifik)
Etiologi
Infeksi ini disebabkan oleh Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species
Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus spesies. Meskipun begitu, tidak ada
penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi flora
vagina normal. Pada literatur lain, vaginosis bakterialis terjadi akibat adanya
gardanela vaginosis dan infeksi bakteri anaerob pada vagina.Faktor risiko
vaginosis bakteria adalah pemakaian IUD. Vaginosis bakteri merupakan salah
satu faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan
PID (radang panggul).1,3
Manifestasi Klinik1
Keputihan tipis homogen warna putih abu-abu berbau amis.
Pruritus dan iritasi vulva.
Diagnosis
Pada usapan basah terdapat sel clue, sel epitel vagina dengan kerumunan
bakteri menempel pada membran sel
pH cairan vagina lebih dari 4,5
Uji whift positif. Keluar bau anyir/amis saat ditetesi KOH 10%-20% pada
cairan vagina.
Terapi1

15
Metronidazol 500 mg, oral, dua kali sehari selama 7 hari
Klindamicin 300 mg, oral, dua kali sehari selama 7 hari (KK).
Metronidazol suppos, pervaginal, dua kali sehari selama 5 hari.
Metronidazol gel 0,75%, intravaginal, sekali sehari selama 5 hari
Clindamicyn cream 2%, intravaginal, sekali sehari selama 7 hari

2.3.2 Trikomonas
Definisi dan Etiologi
Infeksi yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis yang
ditularkan secara seksual. Trikomonas merupakan penyebab 25% infeksi vagina.
Trikomonas adalah organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah
atau permukaan lain. Masa inkubasi berkisar 4 sampai 28 hari.1
Manifestasi Klinik
Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Cairan vagina biasanya berbuih,
tipis, berbau tidak enak, dan banyak. Warnanya bisa abu-abu, putih, atau kuning
kehijauan. Kadang terdapat eritema atau udem pada vulva dan vagina dan dapat
mengenai serviks sehinggan tampak eritem dan rapuh.1
Diagnosis1
Preparat kaca memperlihatkan protozoa fusiformis uniseluler yang sedikit
lebih besar di banding sel darah putih. Ia mempunyai flagella dan dalam
specimen dapat dilihat gerakannya. Biasanya ada banyak sel radang.
Cairan vagina mempunyai pH 5,0 7,0
Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan dapat di diagnose dengan pap
smear.
Tatalaksana
Terapi dengan metronidazole 2 g per oral (dosis tunggal). Pasangan seks
pasien juga harus diobati.1

2.3.3 Kandida
Definisi dan Etiologi
Kandidosis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi mukosa vagina dan vulva
(epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh spesies Candida. Penyebab
terbanyak (80-90%) adalah Candida albicans, sedangkan penyebab terbanyak
kedua dan ketiga adalah Candida glabrata (Torulopsisglabrata) dan Candida
tropicalis. Merupakan infeksi jamur oportunistik yang dapat terjadi secara primer

16
atau sekunder dan dapat bersifat akut, subakut maupun kronis episodik. Infeksi
kronis bila berlangsung lebih dari 3 tahun.1,9
Kandidosis Vulvovaginalis Rekuren (KVVR) didefinisikan sebagai infeksi
yang mengalami kekambuhan 4 kali atau lebih dalam setahun. Pada umumnya
infeksi disebabkan adanya kolonisasi yang berlebihan dari spesies Candida yang
sebelumnya bersifat saprofit pada vulva dan vagina, dan jarang disebabkan karena
mendapat sumber infeksi dari luar (sumber infeksi dari tanaman, lingkungan,
udara dan tanah).1
Banyak faktor resiko yang merupakan predisposisi terjadinya kandidosis
vulvovaginalis. Hal ini erat hubungannya dengan lingkungan yang hangat dan
lembab, pakaian rapat dan ketat, pemakaian kontrasepsi, antibiotik spectrum luas,
kortikosteroid, pemakaian pembersih vagina, menderita Diabetes mellitus,
obesitas, penyakit infeksi, stress, reaksi alergi dan keganasan serta imunosupresan.
Selain itu dapat pula melalui hubungan seksual.
Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Pada beberapa negara kandidosis
vulvovaginalis tetap merupakan terbanyak di antara infeksi vagina terutama di
daerah iklim subtropis dan iklim tropis.1,9
Kandidosis vulvovaginalis umumnya lebih banyak pada perempuan
dengan status sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. Kandidiasis
vulvovaginalis terjadi pada banyak perempuan selama hidupnya, dengan
persentase sekitar 70-75% wanita mendapatkan setidaknya sekali infeksi KVV
selama masa hidupnya, sekitar 40-50% cenderung berulang mengalami
kekambuhan atau serangan infeksi kedua.1,9
Patogenesis
Candida terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk sel (spora) dan bentuk
miselia (hifa). Koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi miselia dan umumnya
ditemukan dalam keadaan patogenik. Jika kondisi memungkinkan, proses
penyakti diduga dimulai dari perlekatan sel Candida pada epitel vagina dan
selanjutnya menjadi bentuk miselia. Hifa Candida kemudian tumbuh dan
berkolonisasi pada permukaan vagina. Percobaan in vitro menunjukkan proses
perlekatan ini, hifa yang tumbuh dan berkolonisasi lebih tinggi oleh adanya

17
perubahan estrogen. Penemuan ini dapat memberi penjelasan bahwa kandidosis
vulvovaginalis simptomatis lebih sering terjadi pada perempuan yang berada pada
periode antara menarche dan menopause.1,12
Selain itu Candida albicans dapat memproduksi enzim protease yang
bekerja optimal pada pH normal vagina. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan
jamur yang dapat menghasilkan beberapa faktor yang dapat merusak epitel vagina
sehingga menyebabkan vaginitis. Mekanisme lainnya termasuk reaksi alergi
terhadap jamur.1,6,7
Sejumlah kecil dari kelompok penderita kandidosis vulvovaginalis ini
mengalami episode kronis atau rekuren. Hal ini disebabkan oleh infeksi berulang
pada vagina, fase interseluler yang menetap dari organisme Candida, serta faktor
imunitas dari penderita.1,12
Manifestasi klinis KVV merupakan hasil interaksi antara patogenitas
spesies Candida dengan mekanisme pertahanan hospes (host), yang berkaitan dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi. Menurunnya daya tahan tubuh
penderita, adanya perubahan lingkungan daerah vagina yang menyebabkan
menurunnya pertahanan lokal dan reaksi hipersensitivitas disertai kemampuan
spesies Candida untuk menghasilkan faktor virulensi memegang peranan penting
pada patogenitas infeksi. Walaupun pada sebagian besar kasus
perubahan/transformasi kolonisasi spesies Candida dari bentuk komensal menjadi
patogen bersifat spontan dan tidak dapat ditemukan faktor presipitasinya.1,5
Gambaran klinis
Keluhan subjektif penderita dapat bervariasi dari ringan hingga berat.
Gejala yang ringan didapatkan pada infeksi karena Candida albicans, sedangkan
Candida nonalbicans, terutama Candida glabrata memberikan gejala yang lebih
berat, relatif lebih resisten terhadap pengobatan dan sering terjadi rekurensi
(KWR).1,6,7,8
Pruritus akut dan keputihan (fluor albus) merupakan keluhan awal, gejala
yang lebih sering adalah pruritus vulva. Keputihan tidak selalu ada dan seringkali
hanya sedikit. Pada pemeriksaan tampak mukosa vagina kemerahan dan
pembengkakan labia dan vulva sering disertai pustulopapular di sekeliling lesi.
Kadang-kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal trush yaitu bercak putih

18
terdiri atas gumpalan jamur, jaringan nekrosis sel epitel yang menempel pada
dinding vagina. Rasa sakit di daerah vagina, iritasi, rasa panas, dispareuni dan
sakit bila buang air kecil adalah gejala sering yang biasa ditemukan. Sekret
berwarna putih seperti krim susu/keju atau kuning tebalm, tetapi dapat juga cair
seperti air atau tebal homogen, bau minimal dan tidak mengganggu, ekskoriasi
atau ulkus, serviks biasanya normal, dapat sedikit eritema disertai sekret putih
yang menempel pada dindingnya.1,6,7,8
Pemeriksaan penunjang
Metode pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendiagnosis adanya
infeksi vulvovaginal, salah satunya adalah dengan pemeriksaan langsung dengan
menggunakan aglutinasi lateks dan metode kultur dengan menggunakan media
biakan yang konvensional. Deteksi sel-sel ragi atau hifa dengan pewarnaan gram
dari hapusan vagina dan hapusan serviks papaniculau juga sensitif untuk
mendeteksi adanya infeksi pada vagina. Hapusan vagina yang diambil diberi
larutan KOH 10-20% dan dipulas dengan pewarnaan Gram atau PAS. Dengan
pemeriksaan langsung terlihat sel budding yang khas, pseudohifa dan kadang-
kadang hifa sejati.7,12
Bila cairan yang keluar jelas berasal dari vagina, maka diagnosis dapat
pula dibuat berdasarkan pH dan pemeriksaan mikroskopis sekret vagina. Bila pH
kurang dari 4,5 menunjukkan bahwa infeksi tersebut disebabkan oleh
mikroorganisme lain atau bakteri.1,12
Pembiakan dapat dilakukan dengan media kultur Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
tanpa sikloheksimid, dengan antibiotika kloramphenikol ditambahkan pada media.
Kolonisasi jamur akan tumbuh dalam 24-48 jam pada suhu 20-35 oC. Koloni yang
tumbuh berbentuk bulat, tepi seperti lensa bikonveks, basah dan berwarna krem.
Dengan media Cornmeal-Tween 80 atau Nickerson Polysacharide Trypan Blue
pada suhu 25oC, biakan akan tumbuh dalam 3 hari.1,12
Klasifikasi
Berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan mikrobiologis penyebab,
faktor hospes (host) dan respons terhadap pengobatan, kandidiasis vulvovaginalis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.1
1. Kandidiasis vulvovaginalis tanpa komplikasi dengan kriteria:
a. Episode gejala sporadis atau infrequent.

19
b. Gejala ringan sampai sedang.
c. Infeksi oleh Candida albicans.
d. Terjadi pada perempuan normal, tidak hamil, non immuno
compromised.
2. Kandidiasis vulvovaginalis dengan komplikasi dengan kriteria:
a. Episode gejala rekuren (>4kali pertahun).
b. Ditemukan gejala yang berat.
c. Infeksi oleh spesies non-albicans.
d. Terjadi pada perempuan abnormal (diabetes yang tidak terkontrol,
imunosupresan atau perempuan hamil)
Diagnosis
Diagnosis kandidiasis vulvovaginalis ditegakkan berdasarkan keluhan
penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah
maupun gram, pemeriksaan biakan jamur dan pemeriksaan pH cairan vagina.1,6,7,8
Biakan jamur dari cairan vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap hasil
pemeriksaan mikroskopis yang negatif (false negative) yang sering ditemukan
pada kandidiasis vulvovaginalis kronis dan untuk mengindentifikasi spesies non-
Candida albicans. Sejak spesies ini sering ditemukan pada sejumlah kandidiasis
vulvovaginalis kronis dan sering timbul resistensi terhadap fluconazol maka
identifikasi jamur dengan kultur menjadi penting.1,9
Biakan jamur mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%
sedangkan pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya
40%. Hapusan sebaiknya diambil dari sekret vagina dan dari dinding lateral
vagina. Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong utnuk
pemeriksaan yang cepat. Pseudohifa, ragi dan miselia memberi reaksi gram positif
akan tetapi pemeriksaan gram dan KOH yang negatif tidak lebih menyingkirkan
kemungkinan kandidiasi vulvovaginalis dan perlu dikonfirmasi dengan kultur.
Kultur dilakukan pada media Sabouraud atau media Nideerson (media yang
mengandung antibiotika). Ragi akan tumbuh dalam waktu 48 jam atau lebih,
tetapi kebanyakan daat tumbuh dalam waktu 24 jam.1,3
Selain itu terdapat pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi kandidiasis
vulvovaginalis yaitu dengan cara aglutinasi lateks. Cara ini adalah sebagai
pemeriksaan tambahan untuk hasil pemeriksaan mikroskopis yang negatif tetapi
secara klinis dicurigai suatu kandidiasis vulvovaginalis. Dibandingkan dengan
kultur, sensitivitas pemeriksaan ini 71,8-81% dan spesifitasnya 98,5%.1,9

20
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginalis ini adalah termasuk
trikomoniasis dan vaginosis bakterial yang dapat dibedakan dengan mudah
melalui pemeriksaan perkiraan pH dan secara mikroskopis, meskipun infeksi
campuran kadang-kadang terjadi. Lebih sulit memisahkan jika penderita
kandidiasis vulvovaginalis dengan hasil mikroskop negatif, dan pH vagina
normal.1,6
1. Trikomoniasis
Sekret banyak dan encer, warna kekuningan, berbusa dan berbau tidak
enak. Jarang terdapat lesi kulit.1,3
2. Vaginosis bakterial
Sekret encer, tipis, homogen, warna putih atau keabu-abuan serta berbau
amis. Tidak ditemui inflamasi pada vagina dan vulva.1,3
3. Gonore
Sekret lebih sedikit, berwarna kuning sampai hijau.1,3,9
4. Leukorea fisiologis
Sekret berupa mukus yang banyak mengandung epitel, jarang terdapat
leukosit, tidak berbau.1,5,6
5. Infeksi genital nonspesifik
Terbanyak disebabkan oleh Chlamidia trachomatis dan Ureaplasma
urealiticum. Klinis berupa sekret kekuningan. Pada pemeriksaan
mikroskopis hanya ditemukan jumlah leukosit yang meningkat.1,4,8
Penatalaksanaan
Berikut ini adalah yang penting dilakukan dalam pengobatan kandidosis
vulvovaginitis.7
1. Eliminasi faktor predisposisi sebagai penyebab.
2. Pemilihan regimen antijamur yang tepat hingga keluhan menghilang dan
pemeriksaan mikroskopis dan kultur negatif.
3. Untuk infeksi rekuren sebaiknya selalu dilakukan kultur dan uji
sensitivitas antijamur.

Macam obat antijamur yang digunakan untuk terapi kandidosis


vulvovaginitis:5,7
Nama obat Formulasi Dosis
Ketokonazole 200mg oral tablet 2 x 1 tab, selama 5-7 hari
Flukonazole 150 mg oral tablet Dosis tunggal

21
50 mg oral tablet 1 x 1 tab, selama 7 hari
Itrakonazole 100 mg oral kapsul 2 x 1 cap, selama 2 hari
2 x 2 cap, 1 hariselang 8 jam
Klotrimazole 1%krim intravagina 5 g, selama 7-14 hari
2% krim intravagina 5 g, selama 3 hari
100 mg tab vag 1 tab vag, selama 7 hari
2 tab vag/hari, selama 3 hari
200 mg tab vag 1 tab vag, selama 3 hari
500 mg tab vag 1 tab vag, 1 hari
Mikonazole 2% krim 5 g, selama 1-7 hari
100 mg vag supp 1 tab vag, selama 7 hari
200 mg vag supp 1 tab vag, selama 1-7 hari
1200 mg vag supp 1 tab vag, selama 1 hari
Nystatin 100.000 u tab vag 1 x 1 tab, selama 12 hari
Amphoterisin B 50 mg tab vag 1 x 1 tab, selama 7-12 hari
100 mg cap

2.4 Radang Pada Serviks Uteri


2.4.1 Klamidia Trakomatis
Definisi
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi
urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi dengan
Klamidia trakomatis. Klamidia bukan merupakan penyebab vaginitis, tetapi dapat
mengerosi daerah serviks, sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan
mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap pasien berasal dari vagina.

Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada wanita

seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan hubungan

seksual pada usia muda, riwayat infertilitas, memiliki lebih dari 1 partner seksual,

adanya partner seks yang baru, tidak menikah, ras kulit hitam, mempunyai riwayat

atau sedang menderita penyakit menular seksual, riwayat keguguran, riwayat

22
infeksi saluran kemih, servikal ektopik, dan penggunaan tidak teratur dari

kontrasepsi barrier.15
Patofisiologi
Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral,

vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat menyebar dari

lokasi awalnya dan menyebabkan infeksi uterus, tuba fallopii, ovarium, rongga

abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada wanita dan testis pada pria. Bayi

baru lahir melalui persalinan normal dari ibu yang terinfeksi memiliki risiko yang

tinggi untuk menderita konjungtivitis klamidia atau pneumonia.15

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat berupa

sindroma urethral akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi saluran genital

bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau penyakit radang panggul),

perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-Curtis), dan arthritis. Kehamilan ektopik juga

dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang biasanya didahului dengan

penyakit radang panggul.15,21 Gejala tergantung dari lokasi infeksinya. Infeksi

dari urethra dan saluran genital bagian bawah dapat menyebabkan disuria, duh
vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian
atas (endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan
gejala seperti perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic

discomfort.22

23
Gambar 2.8 Klamidia Trakomatis
Pemeriksaan Penunjang
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi klamidia trakomatis adalah kultur

dari swab yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra pada pria. Tetapi

hambatan dari metode pemeriksaan kultur ini adalah berkembangnya tes non

cultured based. Namun tes non cultured - based, termasuk tes deteksi antigen dan
nonamplfied nucleic acid hybridization, mempunyai kemampuan terbatas karena
kegagalan untuk mendeteksi beberapa bagian penting dari infeksi Klamidia
Pemeriksaan yang lebih baru dan mendeteksi DNA atau RNA spesifik terhadap
klamidia trakomatis (termasuk PCR, ligase chain reaction, dan RNA transcription
- mediated amplification) lebih sensitif daripada generasi pertama tes non culture
based. Sensitifitas sedikit lebih rendah ketika tes yang baru ini digunakan pada

spesimen urin dibandingkan pada specimen endoserviks.15


Pengobatan

Terapi pilihan adalah:

Azitromisin 1 g peroral (single dose)


Doksisiklin 10 mg per oral 2x sehari selama 7 hari
Terapi alternative adalah:
Eritromisin 500 mg per oral 4x sehari selama 7 hari
Ofloksasin 30 mg peroral 2x sehati selama 7 hari

Prognosis
Prognosis sangat baik bila di diagnosa dan diobati dini.
Risiko infertilitas meningkat pada infeksi berulang
Reinfeksi umum terjadi kecuali bila semua partner seksual diobati
2.4.2 Gonorea

24
Definisi dan Epidemiologi
Gonore adalah suatu penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
bakteri neisseria gonorrhoeae, daerah yang mudah terinfeksi ialah daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur).
Sangat sering terjadi pada usia 18 25 tahun; dan lebih dari 50% adalah yang
berumur di bawah 25 tahun. Selalu menular melalui hubungan seksual kecuali
blennorrhea pada bayi dan beberapa kasus vulvovaginitis pada perempuan yang
menginjak masa puber.1,3
Etiologi
Penyebab utama terjadinya gonore adalah infeksi oleh bakteri neisseria
gonorrhoea. N. Gonorrhoeae adalah bakteri gram-negatif bentuk diplokokus
(kokus berpasangan), berbentuk seperti biji kopi yang juga dikenal sebagai
gonokokus dan biasanya terlihat intraseluler dalam lekosit.1,3

Gambar 2.9 Morfologi bakteri neisseria gonorrhea di bawah mikroskop.

Gambaran klinis
Gonore pada genital pria :
Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar
oue, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra
yang kadang disertai darah, dan rasa nyeri saat ereksi. Uretritis anterior akuta
adalah yang paling sering dijumpai dan dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya
mengakibatkan komplikasi lokal, asendens, dan diseminata. Pada pemeriksaan
tampak oue eritematosa, edem, dan ektropion serta duh tubuh yang mukopurulen.

25
Dalam beberapa kasus dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
inguinal unilateral atau bilateral.

Gonore pada genital wanita :


Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria
karena perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita
hampir tidak pernah ditemui gejala subyektif, umumnya wanita datang dengan
adanya komplikasi. Sebagian besar diketahui saat pemeriksaan ANC atau
pemeriksaan keluarga berencana. Gejala utama adalah disuria, kadang-kadang
poliuria. Pada pemeriksaan, oue tampak merah, edem, dan ada sekret
mukopurulen.

Gambar 2.10 Manifestasi klinis gonore a. Uretritis gonokokal; b. Servisitis


Pada pria
Uretritis
Uretritis yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akut, dan
dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal,
ascenden, dan diseminata.
Tysonitis
Kelenjar tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi
biasanya terjasdi pada penderita denga preputium yang sangat panjang dan
kebersihan yang kurang baik. Diagnosa dibuat berdasarkan ditemukannya butir
pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus
tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.

26
Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau
hipospadia. Infgeksi pada pus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.
Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, bisa terjadi abses folikular.
Didiagnosis dengan uretroskopi.
Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi terjadi
pada kelenjar cowperdapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya
benjolan pada daerah perinium disertai rasa penuh dan penas, nyeri pada waktu
defekasi dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit perineum,
uretra, atau rektum, dan mengakibatkan proktitis.
Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum
dan suprapubis, melese, demam, nyeri kencing sampai hematuri, spasme otot
uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang airbesar dan
obstipasi. Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi
kenyal, nyeri tekan dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak
diobati abses akan pecah masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum
mengakibatkan proktitis. Bila proktitis menjadi kronis, gejalanya ringan dan
intermiten, tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidak enak pada perineum
bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan
prostat terasa kenyal berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan.
Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman
diplokokus atau gonokokus.
Vesikulitis
Vesikulitis biasanya radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan
duktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimis akut.
Gejala subyektif menyerupai prostatitis akut, berupa demam, polakisuria,
hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi dan spasme

27
mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula
seminalis seminali yang bengkak dan mengeras seperti sosis memanjang di atas
prostat. Ada kalanya sulit menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
Vasdeferentitis dan funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada
sisi yang sama.
Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya
disertai deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini
adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau
kelalain penderita sendiri. Faktor yang mempengruhi keadaan ini antara lain
irigasi yg terlalu sering dilakukan, cairan irigator terlalu panas, atau terlalu pekat,
instrumentasi yg terlalu kasar, pengurutan prostat yang berlebihan, dan aktifitas
seksual jasmani yang berlebihan. Epididimitis dan tali spematika membengkak
dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada
penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat
mengakibatkan sterilisasi.
Trigonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuri.

Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan
pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria
dan wanita. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin
pria dan wanita. Pada wanita, baik penyakitnya akut maupun kronik, gejala
subyektif jarang ditemuka dan hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif.
Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada komplikasi. Sebagian penderita
ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga
berencana.
Pada mulanya hanya serviks uteri yang terkena infeksi. Duh tubuh yang
mukopurulen dan mengandung banyak gonokokus mengalir keluar dan

28
menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar bartholin, rektum, dan dapat juga
naik ke atas sampai pada daerah kandung telur.
Uretritis
Gejala utama ialah disuria kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan
orifiisum uretra eksternum tampak merah, edematosa, dan ada sekret
mukopurulen.
Parauretritis/skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
Servisitis
Dapat asimptomatis, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan servik tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Sekret tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut
atau disertai vaginitis. Yang disebabkan oleh trichomonas vaginalis.
Barthonilitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan
nyeritekan. Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita
berjalan dan penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbatdapat timbul
abses dan dapat pecah menjadi mukosa atau kulit. Kalau tidak diobati dapat
menjadi rekuren atau kista.
Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis.

Diagnosis
Diagnosis gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksasan
klinis, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri atas 5 tahapan :
Pemeriksaan gram
Pada pewarnaan gram akan ditemukan gonokok gram negatif, intraseluler
dan ekstraseluler.
Kultur
Kultur untuk bakteri n.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media
pertumbuhan thayer-martin yang mengandung vankomisin untuk menekan
pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan

29
bakteri negatif-gram dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi.
Tes defenitif
Tes oksidasi akan ditemukan semua neisseria akan mengoksidasi dan
mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda hingga merah
lembayung. Sedangkan dengan tes fermentasi dapat dibedakan n.gonorrhoeae
yang hanya dapat meragikan glukosa saja.
Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase tm disc dan akan tampak perubahan warna
koloni dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta
laktamase.
Tes thomson
Tes ini dilakukan untuk mengetahui sampai dimana infeksi berlangsung.
Dengan menampung urine setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh
menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika
gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih.

Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan adalah:
Seftriakson 125 mg i.m dosis tunggal
Sefiksim 400 g per oral dosis tunggal
Siprofloksasi 500 mg per oral dosis tunggal
Ofoksasin 400 mg per oral dosis tunggal

2.5 Radang Pada Korpus Uteri


2.5.1 Endometritis
Pengertian
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan , merupakan komplikasi
pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

Etiologi

30
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya
campylobacter foetus, brucella sp., vibrio sp. Dan trichomonas foetus.
Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti
corynebacterium pyogenes, eschericia coli dan fusobacterium necrophorum.
Organisme penyebab biasanya mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran,
sesudah melahirkan atau melalui sirkulasi darah.
Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio
sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda.
Selain itu, endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar,
serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi
sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang mengakibatkan
involusi uteruspada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis juga
sering berkaitan dengan adanya korpus luteum persisten (clp).
Hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
pecahnya ketuban berlangsung lama.
adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya
ketuban.
teknik aseptik tidak dipatuhi.
manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
kelahiran secara bedah.
retensi fragmen plasenta/membran amnion.

Klasifikasi
1. Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.
Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari
ke-9, sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi,
dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi
leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial.

31
Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan
partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas
dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke
parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala
endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam
keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea
yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus
di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,
memasukan iud (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah
endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di
sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak
seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri,
dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid.
Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha
mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
demam.
lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar
flour yang purulent.
lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Terapi :
uterotonika.
istirahat, letak fowler.
antibiotika.
endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus
carsinoma. Dapat di beri uterotonika.

32
2. Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi
yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri,
karena pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit.
Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam
keadaan normal dalam endometrium.gejala-gejala klinis endometritis kronika
adalah leukorea dan menorargia. Sedangkan pengobatannya tergantung dari
penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan pada:
1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tb
genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah
endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat
desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus
karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejalanya :
flour albus yang keluar dari ostium.
kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi : perlu dilakukan kuretase.
Gambaran klinis

33
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi
kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang
lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri
pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada
hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi
menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,
lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal
yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat.
Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak
berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1. Nyeri abdomen bagian bawah.
2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3. Kadang terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi penyebaran miometritis (pada otot rahim), parametritis
(sekitar rahim), salpingitis (saluran otot), ooforitis (indung telur), pembentukan
penahanan sehingga terjadi abses.
Komplikasi
wound infection.
peritonitis.
adnexal infection.
parametrial phlegmon.
abses pelvis.
septic pelvic thrombophlebitis.
Penatalaksanaan
Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran
terpi. Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti
juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya,
memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.

34
Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi
ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu
mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per
oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.pengganti darah dapat diindikasikan
untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum.tirah baring dan
analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan
plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai
sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase
perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo oofaringektomi bilateral
mungkin ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui endometrium dan
ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).

2.6 Adneksa dan Jaringan Sekitarnya


2.6.1 Penyakit Radang Panggul
Definisi
Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease) adalah infeksi
pada alat genital atas yang dapat meliputi endometrium, tuba fallopi, ovarium,
miometrium, parametrium, dan peritoneum. Penyakit ini merupakan komplikasi
infeksi bakteri pada serviks yang menyebar secara ascending menuju ke organ
gentalia bagian atas
Epidemiologi
Secara epidemiologik di Indonesia insidennya diekstrapolasikan sebesar
lebih dari 850.000 kasus baru setiap tahun.PID merupakan kasus infeksi serius
yang paling biasa pada perempuan umur 16-25 tahun. Terdapat kenaikan insiden
PID dalam 2-3 dekade yang lalu yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
adat istiadat, sosial yang lebih liberal, insidensi patogen menular seksual seperti
C.trachomatis dan pemakaian metode kontrasepsi seperti AKDR. Kurang lebih
15% kasus PID terjadi setelah tindakan seperti biopsi endometrium, kuretase,
histeroskopi dan inserti AKDR. 85% kasus terjadi secara spontan pada perempuan
usia reproduksi yang secara seksual aktif.
Faktor risiko
- Riwayat PID sebelumnya

35
- Banyak pasangan seks didefinisikan sebagai lebih dari dua pasangan
dalam waktu 30 hari, sedangkan pada pasangan monogami serial tidak
didapatkan risiko yang meningkat.
- Infeksi oleh orgaisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien dengan
gonorea anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada
akhir atau segera sesudah menstruasi.
- Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID 3-5 kali lipat. Risiko
PID terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu
pertama setelah pemasangan.
Patofisiologi
Seperti endometriosis PID disebabkan penyebaran infeksi melalui
serviks.Meskipun PID terkait dengan infeksi menular seksual alat genital bawah
tetapi prosesnya polimikrobial. Salah satu teori patofisiologi adalah bahwa
organisme menular seksual seperti N.gonorrhoeae atau C.trachomatis memulai
proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga
memungkinkan akses oleh organisme lain dari vagina atau serviks ke alat genital
atas. Aliran darah menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat genital atas
dengan menghilangkan sumbat lendir serviks, menyebabkan hilangnya lapisan
endometrium dan efek protektifnya serta menyediakan medium biakan yang baik
untuk bakteri yaitu darah menstruasi.
Gejala
Gejala yang paling sering dikemukakan adalah nyeri abdominopelvik.
Keluhan lain bervariasi, antara lain keluarnya cairan vagina atau pendarahan,
demam dan menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60-80%
kasus.

Diagnosis
Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang dikemukakan
sangat bervariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan adneksa,
PID didiagnosis dengan akurat hanya 65%.Karena akibat buruk PID terutama
infertilitas dan nyeri panggul kronik maka PID harus dicurigai pada perempuan
berisiko dan diterapi secara agresif. Kriteria minimum untuk diagnosis klinis
adalah sebagai berikut:

36
- Nyeri gerak serviks
- Nyeri tekan uterus
- Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifitas
kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID
- Suhu oral > 38,3C
- Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulen
- Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina
dengan salin
- Kenaikan LED
- Protein reaktif-C meningkat
- Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N.gonorrhoeae
Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi:
- Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
- USG Transvaginal atau MRI memperlihatakan tuba menebal penuh berisi
cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo-
ovarial atau pemeriksaan Doppler menyarankan infeksi panggul (misal
hiperemi tuba)
- Hasil pemeriksaan laparaskopi yang konsisten dengan PID.
Terapi
Pada pasien PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai
daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral
paling tidak selama 48 jam kemudian dianjurkan dengan terapi oral 24 jam setelah
ada perbaikan klilnis. Rekomendasi terapi dari CDC adalah sebagai berikut:
Terapi parenteral
- Rekomendasi terapi parenteral A
o Sefotetan 2g iv setiap 12 jam atau
o Sefoksitin 2g iv setiap 6 jam ditambah
o Doksisiklin 100 mg oral atau iv setiap 12 jam
- Rekomendasi terapi parenterap B
o Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
o Gentamisin dosis muatan iv atau im (2mg/kgBB) diikuti dengan
dosis pemeliharaan (1,5 mg/kgBB) setiap 8 jam. Dapat diganti
dengan dosis tunggal harian.
- Terapi parenteral alternatif
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas

37
o Levofloksasin 500 mg iv 1x1 dengan atau tanpa metronidazol 500
mg iv setiap 8 jam atau
o Ofloksasin 400 mg iv setiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg iv setiap 8 jam atau
o Ampisilin / Sulbaktam 3g iv setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100
mg oral atau iv setiap 12 jam.
Terapi Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan untuk penderita PID ringan atau sedang
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat
terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi
untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat
jalan maupun inap.
- Rekomendasi terapi A
o Levofloksasin 500 mg po 1x1 selama 14 hari atau ofloksasin 400
mg 2x1 selama 14 hari dengan atau tanpa
o Metronidazol 500 mg po 2x1 selama 14 hari.
- Rekomendasi terapi B
o Seftriakson 250 mg im dosis tunggal ditambah doksisiklin 2x1 po
selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg 2x1 po
selama 14 hari atau
o Sefoksitin 2g im dosis tunggal dan probenesid ditambah
doksisiklin oral 2x1 selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol
500 mg 2x1 selama 14 hari atau
o Sefalopsorin generasi ketiga (misal seftizoksim atau sefotaksim)
ditambah doksisiklin 2x1 po selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg 2x1 po selama 14 hari.

2.7 Kelainan Lain: Ulkus Genital


2.7.1 Herpes Genital
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi akut pada genitalia dengan gambaran khas
berupa vesikel berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren.
Biasa jugadisebut dengan herpes simpleks.1
Etiologi

38
Disebabkan HSV atau herpes virus hominis (HVH). Adapun tipe-tipe dari
HSV :
1. Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka
pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2. Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital
dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Epidemiologi
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-
faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan
pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial
ekonomi terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi
HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan lebih sering
ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak seksual.3
Studi menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan kelainan
oral, dan HSV-2 berhubungan dengan kelainan genital. Prevalensi herpes genitalis
pada pria hampir sama dengan wanita. Pada wanita hamil dapat memiliki resiko
memiliki anak dengan herpes neonatal, biasanya infeksi baru HSV berada selama
trimester ketiga kehamilan
Patofisiologi dan Patogenesis
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup
virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi
manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan
dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi
tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan sel host dan
infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi epidermis,
seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus pada sistem
saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali
secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat
dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa.5
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui
droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi.
HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Penularan hampir selalu melalui
hubungan seksul baik genito genital, ano genital maupun oro genital. Infeksi oleh

39
HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jawab
terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai dari kontak virus
dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi
virus dalam sel epidermis daan dermis menyebabkan destruksi seluler dan
keradangan.1

Manifestasi Klinik
1. Infeksi Primer
Berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai
gejala sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi
yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat
indurasi. Kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh
tanpa sikatrik. Kadang-kadang juga dapat timbul infeksi sekunder sehingga
memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang
kekurangan antibody virus herpes simpleks. Pada wanita terdapat laporan
yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genitalia eksterna disertai
infeksi pada serviks.
2. Fase Laten
Tidak ditemukan gejala klinis tapi HSV dapat ditemukan dalam keaadaan
tidak aktif pada ganglion dorsalis.
3. Infeksi Rekuren
HSV menjadi aktif kembali karena mekanisme pacu mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dsb), trauma psikis
( gangguan emosional, menstruasi) dan dapat juga timbul karena jenis
makanan atau minuman yang merangsang.
Gejala klinisnya lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung 7-10
hari. sering ditemukan gejala prdromal lokal sebelum timbul vesikel berupa
rasa pana, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat
sama (loco) atau yang lain (non loco).6

40
Gambar 2.11 Klamidia Trakomatis

Pemeriksaan penunjang
1. Deteksi dan pengolongan virus herpes simplex (HSV) dapat diselesaikan
dengan mendapatkan kultur virus dari vesikel kulit. Pada awal perjalanan
infeksi berulang, 80-90% dari kultur virus dari lesi diobati positif, namun
tingkat negatifpalsu meningkat setelah 48 jam onset lesi.
2. Deteksi DNA HSV dilakukan dalam kasus-kasus tertentu dengan
polymerase chain reaction (PCR).
3. Virus dapat diisolasi dari cairan cerebrospinal (CSF) (pada bayi baru lahir),
tinja, urin, tenggorokan, mukosa anogenital, konjungtiva dan nasofaring.
DNA HSV-1 juga telah terdeteksi dalam air mata dan air liur.
4. Tzanck Pap Smear dapat dilakukan dengan cepat untuk menemukan giant
cell multinuklear, meskipun temuan ini tidak spesifik untuk jenis virus
herpes. Pap smear Tzanck disediakan dengan mengerok dasar vesikula
herpes; sampel dapat diwarnai sama ada dengan pewarnaan Wright atau
Papanicolaou. Sekitar 50% dari hasil adalah positif.
5. Uji antibodi fluoresen langsung dapat digunakan pada air-dried smears, dan
sekitar 75% dari hasil adalah positif.7
Temuan Histologi
Sel yang terinfeksi dengan HSV menunjukkan degenerasi balon dan
degenerasi retikuler epidermis; acantholysis epidermal dan intraepidermal vesikel
yang umum. Badan inklusi intranuklear, inti steel-grey, keratinosit giant
multinuklear, dan vesikel multilocular juga bisa ditemukan.8

Diagnosis Banding

41
Ulkus durum : ulkus indolen dan teraba indurasi
Ulkus mole : ulkus kotor, merah dan nyeri
Sifilis : ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi
Balanopostitis : biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas
Skabies : rasa gatal lebih berat, kebanyakan pada anak-anak
Limfogranuloma venereum : ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan
kelenjar inguinal.9

Penatalaksanaan
Pada infeksi primer, penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Obat untuk mengurangi keluhan (simptomatis), misalnya: analgesik untuk
meredakan nyeri.
2. Antivirus:
- Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 7-10 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 7-10 hari.
- Famcyclovir, diminum 3 x 250 mg per hari selama 7-10 hari.
Pada infeksi kambuhan (rekuren):
Infeksi ringan, cukup dengan menggunakan obat untuk meredakan keluhan
(simptomatis) dan obat antivirus topikal (salep, cream), misalnya acyclovir
cream, dioleskan 5 kali sehari atau setiap 4 jam, selama 5-10 hari.
Pada infeksi berat:
- Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 5 hari.
- Acyclovir, diminum 3 x 400 mg per hari selama 5 hari.
- Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari.
- Famcyclovir, diminum 2 x 125 mg per hari selama 5 hari.
Jika kekambuhan (rekuren) terjadi lebih 8 kali dalam setahun, maka perlu
dilakukan terapi supresif selama 6 bulan, menggunakan:
- Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari8

2.7.2 Granuloma Inguinal

42
Definisi
Infeksi kronik ulseratif pada vulva yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
intraseluler klebsiella granulomatis. Penularan terjadi oleh karena paparan kronis
tetapi dapat ditularkan melalui kontak seksual atau kontak nonseksual yang
dekat.1

Gejala
Mulai dengan nodul tanpa keluhan yang kemudian mengalami ulserasi
membentuk banyak ulkus berwarna merah daging, tidak nyeri dan bergabung
menjadi satu.1
Diagnosis3
Riwayat penyakit
Gambaran klinis
Hapusan jaringan: Pemeriksaan mikroskopis atas usapan dan spesimen
biopsi memperlihatkan benda-benda Donovan intrasitoplasmik yang
patognomonik, kerumunan bakteria yangtampak seperti peniti (bipolar).
(ilmu kandungan)
Biakan
Biopsi
Tes serum
Inokulasi
Tes kulit
Terapi1,3
Doksisiklin 100 mg, oral, dua kali sehari selama minimal 3 minggu
Azitromisin 1 g, oral, setiap minggu selama 3 minggu
Siprofloksasin 750 mg, oral, dua kali sehari selama paling sedikit 3
minggu

2.7.3 Limfogranuloma Venereum


Definisi
Limfogranuloma venereum disebabkan oleh klamidia trakhomatis.
Penyakit ini menular melalui koitus sesudah inkubasi melalui beberapa hari. Dari

43
tempat masuknya, kuman menyebar melalui saluran dan kelenjar limfe kedaerah
genital, inguinal, dan perianal, penyebaran melalui jalan darah.
Gejala
Awalnya terdapat erupsi berupa vesikopustula yang dapat hilang dengan
cepat, tetapi kemudian muncul limfadenitis inguinalis yang menjadi abses dan
kemudian menyebabkan ulserasi dan fibrosis. Penutupan pada jalan limfe
menyebabkan limfedenema dan elephantiasis pada vulva. Nyeri yang hebat
sehingga menyebabkan kesulitan untuk jalan atau duduk biasanya terjadi dalam
waktu 10-30 hari.
Diagnosis
Diagnosis limfogranuloma venereum dengan cara frei test. Frei test
menjadi positif sesudah 12-40 hari munculnya luka primer. Jika terbentuk benda
penangkis maka test akan positif sampai bertahun- tahun. Namun test ini tidak di
pakai karena kurang efektif. Tes yang lebih peka ialah tes fiksasi komplemen
positif pada 80% kasus.
Test microimmunofluresence adalah suatu test yang paling sensitif
dibanting dengan test- test yang lain. Bila perlu adakan biopsy untuk
menyingkirkan ada tidaknya kecurigaan karsinoma.
Tatalaksana
Pengobatan terdiri dari atas pemberian tetrasiklin setiap hari, dengan dosis
2 gr oral, selama 2-4 minggu. Jika belum sembuh, maka pengobatan di ulangi
lagi.
Obat sulfonamide bersifat supresif dan bukan kuratif. Obat ini di berikan
dalam dosis 4x1 gram selama 2 minggu, kemudian sesudah istirahat 1 minggu,
pengobatan di ulangi lagi. Pengobatan ini tidakmempercepat penyembuhan, tetapi
mencegah infeksi sekunder, ulserasi,dan striktur. Striktur anal harus di lebarkan
secara manual sekali semingggu.
Abses abses yang ada harus dikeluarkan dengan di sedot tidak boleh
dieksisi. Semua yang merawat penderita dengan limfogranuloma harus menjaga
kebersihan, oleh karena kuman penyebabnya ada dalam eksudat, maka jika ada
pakaian yang terpapar harus segera diganti.

2.7.4 Kankroid

44
Definisi
Ulkus mole yang disebut juga chancroid adalah penyakit infeksi pada alat
kelamin yang akut, setempat, disebabkan oleh Streptobacillus ducrey
(Haemophilus ducrey) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang
nyeri pada tempat inokulasi, dan sering disertai pernanahan kelenjar getah bening
regional.
Epidemiologi
Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar didaerah tropik dan subtropik,
terutama di kota dan pelabuhan. Selain penularan melalui hubungan seksual,
secara kebetulan juga dapat mengenai jari dokter atau perawat. Frekuensi pada
wanita dilaporkan lebih rendah, mungkin karena kesukaran membuat diagnosis.
Penyakit ini lebih banyak mengenai golongan kulit berwarna. Beberapa faktor
menunjukkan bahwa terdapat pembawa kuman (carrier) basil Ducreyi, tanpa
gejala klinis, biasanya wanita tuna susila.
Etiologi

Penyebabnya ialah H.ducreyi yang merupakan bakteri gram negatif yang


berbentuk batang pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk
spora, anaerob fakultatif yang memerlukan hemin (faktor x) untuk
pertumbuhannya, mereduksi nitrat menjadi nitrit, dan mempunyai DNA berisi
guanosine plus-cytosine fraksi 0,38 mole. Basil sering kali berkelompok, berderet
membentuk rantai, terutama dapat dilihat pada biakan sehingga disebut juga
streptobacillus.

Patogenesis dan imunokimia

Adanya trauma atau abrasi, penting untuk organisme melakukan penetrasi


epidermis. Jumlah inokulum untuk menimbulkan infeksi tidak diketahui. Pada
lesi, organisme terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok
dalam jaringan interstisial. Beberapa galur H. ducreyi diketahui virulen sedangkan
yang lain kelihatannya anvirulen. Beberapa penyelidik mengatakan bahwa
virulensi dapat hilang dengan kultivasi serial sehingga kuman kehilangan
kemampuan untuk menimbulkan lesi pada kulit.

45
Limfadenitis yang terjadi pada infeksi H. ducreyi diikuti dengan respons
inflamasi sehingga terjadi supurasi. Kemungkinan terdapat sifat-sifat H. ducreyi
yang tidak diketahui dan unik yang menimbulkan bubo supuratif. Respons imun
yang berhubungan dengan patogenesis dan kerentanan penyakit tidak diketahui.
Penyelidikan sebelumnya menemukan respons hipersensitivitas lambat dan
respons antibodi para penderita dengan chancroid dan pada binatang percobaan.
Antibodi ditemukan dengan cara fiksasi komplemen, aglutinasi, presipitasi, dan
tes fluoresens antibodi indirek.

Gejala klinis

Masa inkubasi berkisar antara 1-14 hari, pada umumnya kurang dari 7
hari. Lesi kebanyakan multipel, jarang soliter, biasanya pada daerah genital,
jarang pada daerah ekstra genital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul,
kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat iokulasi, cepat pecah menjadi ulkus.

Ulkus: kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk


cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung, dan dikelilingi halo yang eritematosa.
Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan granulasi
yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi pada
laki-laki ialah permukaan mukosa preputium, sulkus koronarius, frenulum penis,
dan batang penis. Dapat juga timbul lesi didalam uretra, skrotum, perineum atau
anus. Pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestibuli, anus dan serviks.

Lesi ekstragenital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara,


umbilikus, dan konjungtiva. Gejala sistemik jarang timbul, kalau ada hanya
deman sedikit atau malese ringan.

Diagnosis

Berdasarkan gambaran klinis dapat disingkirkan penyakit kelamin yang


lain. Harus dipikirkan juga kemungkinan infeksi campuran. Ada beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis, dianaranya:

1. Pemeriksaan sediaan hapus

Diambil bahan pemeriksaan dari ulkus yang tergaung, dibuat hapusan pada
gelas alas, kemudian buat pewarnaan Gram, Unna-Pappenhein, Wright, atau

46
Giemsa. Hanya pada 30-50% kasus ditemukan basil berkelompok atau
berderet seperti rantai.

2. Biakan kuman

Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada
perbenihan/pelat agar khusus yang ditambahkan darah kelinci yang sudah
didefibrinasi. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa pembenihan yang
mengandung serum darah penderita sendiri yang sudah diinaktifkan
memberikan hasil yang memuaskan. Inkubasi membutuhkan waktu 48 jam.
Medium yang mengandung gonococcal medium base, ditambah dengan
hemoglobin 1%, Iso-Witalex 1% dan vankomisin 3 mcg/ml akan mengurangi
kontaminasi yang timbul.

3. Teknik imunofluoressens untuk menemukan antibodi.


4. Biopsi

Pada gambaran histopatologik ditemukan:

Daerah superfisial pada dasar ulkus: neutrofil, fibrin, eritrosit, dan


jaringan nekrotik.
Daerah tengah: pembuluh-pembuluh darah kapiler baru dengan
proliferasi sel-sel endotel sehingga lumen tersumbatdan menimbulkan
trombosis.
Daerah sebelah dalam: infiltrasi padat terdiri atas sel-sel plasma dan
sel-sel limfoid.
5. Autoinokulasi

Bahan diambil dari lesi yang tersangka, diinokulasi pada kulit sehat daerah
lengan bawah atau paha penderita yang digores lebih dahulu. Pada tempat
tersebut akan timbul ulkus mole. Sekarang cara ini tidak dipakai lagi.

Pengobatan

1. Sistemik
a. Sulfonamida

47
Misalnya sulfatiazol, sulfadiazin, atau sulfadimidin, diberikan dengan
dosis pertama 2-4 gram dilanjutkan dengan 1 gram tiap 4 jam sampai
sembuh sempurna (kurang lebih 10-14 hari)

b. Streptomisin
Obat ini juga efektif tanpa mengganggu diagnosis sifilis. Disuntikkan tiap
hari 1 gram selama 7-14 hari, dapat juga dikombinasikan dengan
sulfonamida.
c. Penisilin
Sedikit efektif, terutama diberikan kalau terdapat organisme Vincent.
d. Tetrasiklin dan oksitetrasiklin
Efektif kalau diberikan dengan dosis 4x500 mg per hari selama 10-20 hari,
antibiotik golongan ini menutupi gejala-gejala sifilis stadium I.
e. Kenamisin
Disuntikkan I.m. 2x500 mg selama 6-14 hari. Obat ini tidak mempunyai
efek terhadap T. palidum.
f. Kloramfenikol
Efektif terhadap H. ducreyi, tetapi karena mempunyai efek toksik tidak
digunakan lagi.
g. Eritromisin
Diberikan 4x500 mg sehari, selama seminggu. Kuinolon
Ofloksasin: cukup dosis tunggal 400 mg.
2. Lokal
Jangan berikan antisept ik karena akan mengganggu pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap untuk kemungkinan mendiagnosis sifilis
stadium I. Lesi dini yang kecil dapat sembuh setelah diberi NaCl
fisiologik.

Komplikasi

1. Mixed chancre
Kalau disertai sifilis stadium I. Mula-mula lesi khas ulkus mole, tetapi
setelah 15-20 hari menjadi manifes, terutama jika diobatai dengan
sulfonamida.
2. Abses kelenjar inguinal bila tidak diobati dapat memecah menimbulkan
sinus yang kemudian menjadi ulkus. Ulkus kemudian membesar
membentuk giant chancroid.

3. Fimosis dan parafimosis


Kalau lesi mengenai preputium.
4. Fistula uretra

48
Timbul karena ulkus pada glas penis bersifat destruktif. Dapat
mengakibatkan nyeri pada waktu buang air kecil dan pada keadaan lanjut
dapat menjadi striktura uretra.
5. Infeksi campuran
Dapat disertai infeksi organisme Vincent sehingga ulkus makin parah dan
bersifat destruktif. Disamping itu juga dapat disertai penyakit
limfogranuloma venerum atau granuloma ingunale.

2.7.5 Sifilis
Definisi
Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema
pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis
bersifat kronik, sistemik, menyerang hampir semua alat tubuh dan dianggap
sebagai peniru akbar (the great imitator) dalam bidang kedokteran (terutama
sebelum ada AIDS) karena banyaknya manifestasi klinis. Merupakan penyakit
menular sedang dengan angka infektifitas 10% untuk setiap kali hubungan seksual
dengan pasangan yang terinfeksi.Individu dapat menularkan penyakit pada
stadium primer dan sekunder sampai tahun pertama stadium laten1.
Gejala dan Tanda
Lesi primer (Chancre=ulcus durum) biasanya muncul 3 minggu
setelahterpajan. Lesi biasanya keras (indurasi), tidak sakit, terbentuk ulkus
denganmengeluarkan eksudat serosa di tempat masuknya
mikroorganisme.Masuknyamikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum lesi
primer muncul, biasanyaditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe
(bubo) regional, tidak sakit,keras non fluktuan.Infeksi juga dapat terjadi tanpa
ditemukannya ulkus durum yangjelas, misalnya infeksi terjadi di rectum atau
cervik. Walaupun tidak diberipengobatan ulcus akan hilang sendiri setelah 4-6
minggu. Sepertiga dari kasus yangtidak diobati akan mengalami stadium
generalisata, stadium dua, di mana munculerupsi kulit yang kadangkala disertai
dengan gejala kontitusional tubuh. Timbulmakolo popular biasanya pada telapak
tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini
merupakan gejala klasik dari Sifilis yang akan hilangspontan dalam beberapa
minggu atau sampai 12 bulan kemudian. Penderita stadiumerupsi sekunder ini,

49
sepertiga dari mereka yang tidak diobati akan masuk ke dalamfase laten selama
berminggu-minggu bahkan selama bertahun-tahun.
Pada awal fase laten sering muncul lesi infeksius yang berulang pada
selaputlendir. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala
meningitissifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan
akhirnya timbulparesis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadangkala
berlangsung seumur hidup.Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5-20
tahun setelah infeksi terjadi lesiaorta yang sangat berbahaya (sifilis
kardiovaskuler) atau guma dapat muncul di kulit,saluran pencernaan tulang atau
pada permukaan selaput lendir.
Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau
disabilitasyang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek umur,
menurunkankesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi kerja. Mereka
yang terinfeksisifilis dan pada saat yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung
akan menderitasifilis SSP.
Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal
padasaat mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan
frekuensinya makinjarang pada ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada saat
mengandung bayinya.Infeksi pada janin dapat berakibat aborsi, stillbirth, atau
kematian bayi karena lahirprematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) atau mati karenamenderita penyakit sistemik.Infeksi congenital dapat
berakibat munculnyamanifestasi klinis yang muncul kemudian berupa gejala
neurologis terserangnya SSP.
Dan kadangkala infeksi konginital dapat mengakibatkan berbagai kelainan
fisik yangdapat menimbulkan stigmasasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson,
saddlenose(hidung pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang),
keratitisinterstitialis dan tuli.Sifilis congenital kadangkala asimtomatik, terutama
padaminggu-minggu setelah lahir6.
Cara Penularan
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung. Sifilis infeksius
dari lesi awal kulit dan selaput lendir pada saatmelakukan hubungan seksual
dengan penderita sifilis.Lesi bisa terlihat jelas ataupuntidak terlihat

50
jelas.Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.Penularan
karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis konginetaljarang
sekali terjadi.Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalamkandungan
ibu menderita sifilis.
Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis
padastadium awal.Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara teoritis
bisaterjadi namun kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi.Petugas
kesehatan pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada tangan mereka setelah
melakukanpemeriksaan penderita sifilis dengan lesi infeksius 6.
Terapi
Rekomendasi terapi sifilis oleh CDC adalah sebagai berikut1:
Sifilis Primer dan Sekunder
Benzatin penisilin G 24 juta unit im dalam dosis tunggal. Alergi penisilin
(tidak hamil) diberikan doksisiklin 10 mg po 2x1 selama 2 minggu atau
tetrasiklin 500 mg po 4x1 selama 2 minggu.
Sifilis Laten
Sifilis laten awal (<1 tahun) : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit im dalam
dosis tunggal.
Sifilis laten akhir (>1 tahun) atau tidak diketahui lamanya: Benzatin
penisilin G total 7,2 unit diberikan dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta
unit im dengan interval 1 minggu.
Sifilis Tersier
Benzatin penisilin G total 7,2 juta unit diberikan dalam 3 dosis masing-
masing 2,4 juta unit im dengan interval 1 minggu. Alergi penisilin
diberikan sama seperti untuk sifilis laten akhir.
Neurosifilis
Penisilin G kristalin aqua 18-24 juta unit setiap hari diberikan dalam 3x4
juta unit iv tiap 4 jam atau infus berkelanjutan selama 10-14 hari.
Sifilis dalam kehamilan
Terapi penisilin sesuai dengan stadium sifilis perempuan hamil. Beberapa
pakar merekomendasikan terapi tambahan (misal dosis kedua benzatin
penisilin 2,4 juta unit im) 1 minggu setelah dosis inisial, terutama untuk
perempuan pada trisemester ketiga, dan untuk mereka yang menderita
sifilis sekunder selama kehamilan. Alergi penisilin: seorang perempuan

51
hamil dengan riwayat alergi penisilin harus diterapi dengan penisilin
setelah desensitisasi.
Sifilis pada pasien yang terinfeksi virus HIV
N Sifilis primer dan sekunder: Benzatin penisilin 2,4 juta unit im. Pasien
yang alergi dengan penisilin harus didesensitisasi dan diberi terapi dengan
penisilin. Sifilis laten (pemeriksaan cairan serebrospinal normal): benzatin
penisilin G 7,2 juta unit dibagi dalam 3 dosis mingguan masing-masing
2,4 juta unit.
Tindak lanjut setelah terapi sifilis awal maka perlu diperiksa VDRL atau
titer reagen plasma cepat setiap 3 bulan selama 1 tahun (uji sebaiknya dikerjakan
oleh laboratorium yang sala).Titer harus turun empat kali dalam setahun.Jika tidak
maka diperlukan pengobatan kembali.Bila pasien telah terinfeksi lebih dari satu
tahun maka titer harus diikuti selama 2 tahun. Uij FTA-ABS yang spesifik akan
tetap positif selamanya1.
Cara Pencegahan
Adapun carapencegahan penyakit sifilis yaitu selalu menjaga higienis
(kebersihan/kesehatan) organ ginetalia, menggunakan kondom bila melakukan
hubungan seks, pemakaian jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan
medis yang menggunakan jarum suntik.

2.8 Infeksi Khusus


2.8.1 Infeksi Saluran Kemih
Epidemiologi
ISK bagian bawah dialami 10-20% perempuan dewasa setiap tahunnya.
Perempuan lebih mudah terkena karena saluran uretra lebih pendek dan kolonisasi
bakteri di bagian distal uretra dari vestibulum vulva.1
Etiologi
Patogen yang paling biasa adalah Escherichia coli dan Staphylococcus
saprophyticus.1
Manifestasi Klinik
UTI ditandai dengan disuria, sering berkemih, dan dorongan untuk
berkemih, serta kemungkinan nyeri tekan suprapubik.1
Diagnosis

52
Baku emas untuk diagnosis adalah mikroorganisme lebih dari 10 5 per ml
urin, tetapi jumlah organisme serendah 102 per ml dapat menegakkan diagnosis
sistitis.
Tatalaksana
Terapi dosis tunggal: sulfametoksazol dan trimetoprim kekuatan ganda
(160mg/800mg)
Terapi 3 hari: sulfametoksazol dan trimetoprim kekuatan ganda
(160mg/800mg) 2x sehari, nitrofurantoin 100 mg setiap 6 jam,
siprofloksasin 250 mg 2x sehari.
Terapi 7-14 hari: digunakan antibiotika seperti diatas pada pasien yang
hamil, imunosupresi, diabetes, kelainan anatomi dan yang gagal pada
terapi sebelumnya.
Pencegahan
Untuk perempuan dengan UTI pasca sanggama kambuh-kambuhan
dianjurkan pemberian antibiotika profilaktik pasca sanggama dan segera
mengosongkan kandung kemih setelah melakukan hubungan seks.

53

S-ar putea să vă placă și