Sunteți pe pagina 1din 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Meningitis
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medical di Ruang
23 Infeksi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Putri Rohmad Utomo
150070300011090
KELOMPOK 11

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
MENINGITIS
DI RUANG 23 Infeksi

Oleh :
Putri Rohmad Utomo
NIM. 150070300011090

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
NIP : NIP.
MENINGITIS

A. DEFINISI

Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang

tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung disebabkan

oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis.

(Harsono, 2000).

Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus

meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut

dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup

udara tersebut. (Kozier, 2005).

Meningitis adalah peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges)

termasuk duramater, arachnoid dan piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis

yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan noninfeksi) dan dapat

diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likour cerebrospinal. (Lippincott

Williams & Wilkins, 2003).

B. ETIOLOGI

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien

dengan meningitis mepunyai faktor prediposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi,

operasi otak atau sum-sum tulang belakang. (Erathenurse, 2007)

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas: Pneumococcus, Meningococcus,

Hemophi influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. (Suriadi, 2006)

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,

parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likour serebrospinal.

Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit

AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat-obatan tertentu yang dapat

melemahkan sistem imun (imunopresif). (Lewis, 2005)


Menurut Kozier (2005), meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus,

bakteri, jamur maupun parasit.

a. Virus

Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami

tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika Serikat terutama

selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa

kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain, yakni :

1) Virus Mumps

2) Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,

Measles, and Influenza

3) Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)

4) Kasus yang lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis

virus), disebarkan melalui tikus.

b. Bakteri

Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang

dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis

disebabkan ole bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri

penyebab meningitis bervariasi menurut kelompok umur.

Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi

normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus

group B, Basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada

kelompok ini kadang-kadang dapat karena Haernophilus influenzae dan patogen

lain ditemukan pada penderita yang lebi tua.

Meningitis pada anak usia 2 bulan 12 tahun biasanya karena H.influenzae

tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang

disebabkan oleh influenzae tipe B dapat terjadi disegala umur tapi seringkali terjadi

sebelum usia 2 tahun.


Klebisella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum dan

Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter

diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.

c. Jamur

Jamur yang menginfeksi manusia terdiri dari 2 kelompok yaitu, jamur

patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang

dapat menginfeksi manusia normal setela inhalasi atau inflantasi spora. Secara

alamiah, manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas

lainnya lebi rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur

patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastoycosis, coccidiodomycosis dan

paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur opportunistik.

Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini adala

aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan

nocardiosis.

Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut,

subakut dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama

anak dengan leukimia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten.

Cryptococcus neoformasus dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama

meningitis jamur pada anak imunikpmpeten. Candida sering pada anak dengan

imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan,

resipien trnasplant dan neonatus kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam

jangka waktu lama.

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap

spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1-12

bulan);95% terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada

setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen,

kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat
penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan bayi yang tidak

diberikan ASI pada umur 2 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang

ke orang melalui sekret atau tetesan yang datang dari saluran pernapasan.

(Saunders, 2005)

C. PATOFISIOLOGI

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ

atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke

selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,

Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara

perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak,

misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan

Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur

terbuka atau komplikasi bedah otak.23 Invasi kuman-kuman ke dalam ruang

subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan

Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami

hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam

beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel

plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung

leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan

dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron.

Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan

kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal

tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.


Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan

dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.

Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis

serta organisasi eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan kelainan nervi

kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat

menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus

komunikans. (Harsono : 2000).

Menurut Suriadi pada tahun 2006, mikroorganisme penyebab dapat masuk

mencapai membran meningen dengan berbagai cara antara lain :

o Hematogen atau limpatik

o Perkontuinitatum

o Retograd melalui saraf perifer

o Langsung masuk cairan serebrospinal

Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang

yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi

ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :

o Hyperemia Meningens

o Edema jaringan otak

o Eksudasi

Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap

peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus

terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan

cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses

otak.

D. MANIFESTASI KLINIS
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,

letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan

serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta

rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh

Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh

pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada

meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,

muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya

ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan

ekstremitas.

Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler

pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit

kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis bakteri biasanya

didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri

pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan

pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu

ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak

dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %

oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa

biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian bersifat akut dengan

gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan

serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium

prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi

biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,

muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah


tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa

apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi,

kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan

gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan

kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan

meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda

peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau

stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma.

Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak

mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.

Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan,

kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya

disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan

penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan

10% oleh infeksi meningokok.

E. PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL

1. Peperiksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan

rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan

pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

2. Pemeriksaan Tanda Kerning


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi

panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa

rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135

(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti

rasa nyeri.

3. Pemeriksaan Bruduzinski I

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya

dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi

kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

4. Pemeriksaan Bruduzinski II

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi

panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada

pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Analisa CSS dari fungsi lumbal :

Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah

sel darah putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap

beberapa jenis bakteri.

Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel

darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya

negatif, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus.

b. Glukosa serum : Meningkat (meningitis).

c. LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).

d. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).

e. Elektrolit darah : Abnormal.


f. ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).

g. Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah pusat

infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

h. MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak

ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.

i. EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis)

atau voltasenya meningkat (abses).

j. Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi

kranial.

k. Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.

G. KOMPLIKASI

a. Ketidakseimbangan sekresi ADH

b. Pengumpulan cairan subdural

c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan

d. Hidochepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II

(Optikus)

e. Pada mengitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka dimulut,

konjungtivitis

f. Epilepsi

g. Pneumonia karena aspirasi

h. Efusi subdural, emfisema subdural

i. Keterlambatan bicara

j. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (Okulomotor), nervus IV (Toklearis), nervus

VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata


H. PENATALAKSANAAN

Keefektifan pengobatan tergantung pada pemberian dini antibiotik yang mampu

menembus barier blood brain ke dalam lapisan subarakhnoid. Antibiotik penicillin

(ampisillin, piperasillin) atau salah satu chepalosporin (ceftriaxone sodium, cefotaxim

sodium) dapat digunakan. Vacomyan hydrocloride tunggal atau kombinasi dengan

rifampisin juga dapat digunakan jika bakteri telah teridentifikasi. Antibiotik dosis tinggi

diberikan secara intravena.

Dexametason dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada meningitis akut dan

meningitis pneumococcus. Dexametasone dapat diberikan bersamaan dengan antibiotik

untuk mensupresi inflamasi dan mengefektifkan pengobatan pada orang dewasa serta

tidak meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal.

Dehidrasi dan syok dapat diatasi dengan penambahan volume cairan. Seizure

yang terjadi pada tahap awal penyakit dapat dikontrol dengan phenitoin/dilantin (Lewis,

2005).

I. PENCEGAHAN

Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik

faktor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas seperti TBC dimana

dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah

pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang

setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk

mengidentifikasi faktor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan

terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang lebih

serius.
J. PROGNOSIS

Meningitis virus biasanya membaik dalam beberapa minggu tetapi bakteri

meningitis kebutuhan pengobatan agresif.

Bakteri meningitis perlu diobati dengan antibiotik, ke rumah sakit dan bahkan

masuk ke unit perawatan intensif.

Meningococcal penyakit (kombinasi meningitis dan septicaemia) menyebabkan

kematian dalam sekitar 10 kasus. Meskipun obat beberapa anak mungkin terus

mengembangkan komplikasi, seperti pendengaran, setelah bakteri meningitis.

Pencegahan adalah oleh lengkap vaksinasi terhadap infeksi.

K. ASKEP MENINGITIS

1. PENGKAJIAN

a. Pengkajian : Perawat mengumpulkan data untuk menentukan penyebab

meningitis, yang membantu mengembangkan rencana keperawatan.

1) Riwayat kesehatan sekarang : yang harus dikaji meliputi adanya keluhan sakit

kepala, demam, nausea, vomiting dan nuckal rigidity.

Kaji adanya tanda-tanda peningkatan TIK. Penurunan LOC, seizure, perubahan

tanda-tanda vital dan pola pernafasan, dan papiledema. Perawat menanyakan

pada klien untuk menjelaskan gejala yang dialami, kapan waktunya, apakah itu

semakin bertambah buruk lagi.

2) Riwayat kesehatan masa lalu : Perawat berkata pada klien untuk mengingat

peristiwa khusus yang pernah dialami, seperti riwayat alergi, ISPA, trauma kepala

atau fraktur tengkorak, riwayat pemakaian obat-obatan.

b. Pengkajian fisik: Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe atau

pemerikasaan organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.


a. Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, denyut nadi,

pernafasan dan temperatur tubuh.

b. Sistem pernafasan: mengkaji apakah ada keluhan seperti sesak nafas, irama nafas

tidak teratur, takipnea, ronchi, sumbatan jalan nafas dan apnea.

c. Sistem kardiovaskuler: dikaji adanya hipertensi, takhikardi, bradikardi.

d. Sistem gastrointestinal: adanya muntah, menurun atau tidak adanya bising usus.

e. Sistem urinaria: dikaji frekuensi BAK, jumlah, inkontinensia.

b. f. Sistem persarafan meliputi: tingkat kesadaran,kejang, GCS, pemeriksan saraf

kranial II (optikus), III (oculomotorius), V (trigeminal), IV (troklearis), VI (abdusen), VII

(fasialis), atau VIII (vestibulocochlear), pemeriksaan status system sensori dan

motorik, pemeriksaan refleks, kerniq atau brudzinski positif.

c. Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan penunjang pada klien dengan meningitis

bervariasi, protein di csf cenderung meningkat, glukosa serum meningkat, sel darah

putih sedikit meningkat dengan peningkatan neutropil (infeksi bakteri), CT scan dan

MRI hasilnya akan normal pada meningitis yang tidak kompleks, sputum dan secret

nasopharingeal diambil untuk kultur sebelum dimulai terapi antibiotik untuk

mengidentifikasi organisme penyebab meningitis (Lewis, 2005)


2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan klien dengan meningitis mencakup :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK atau edema

serebral

b. Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respon inflamasi

(akibat obat), status cairan tubuh

c. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi,

inefektif manajemen terapautik berhubungan dengan berbagai kondisi yang dialami yang

ditandai oleh masalah sensorik dan motorik

d. Keterbatasan aktifitas, Hipertermia berhubungan dengan infeksi dan gangguan regulasi

temperatur pada hipotalamus karena peningkatan TIK ditandai peningkatan suhu.

3. INTERVENSI

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK atau edema

serebral

Tujuan : perfusi jaringan serebral membaik

1) Kaji tingkat kesadaran dan tanda vital dengan menggunakan parameter neurologi secara

teratur (GCS)

2) Atur lingkungan yang aman dan tenang untuk mencegah agitasi yang dapat meningkatkan

TIK, kejang, gangguan pernapasan yang menandakan kegawatan.

b. Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respon inflamasi

(akibat obat), status cairan tubuh

Tujuan : cairan terkontrol agar tidak memperburuk keadaan

o Berikan cairan IV sesuai program, cegah kelebihan cairan yang dapat memperburuk

edema cerebral

o Monitor input dan output


c. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi, inefektif

manajemen terapautik berhubungan dengan berbagai kondisi yang dialami yang ditandai

oleh masalah sensorik dan motorik.

Tujuan : mengurangi nyeri

1) Berikan nalgesik sesuai terapi, monitor reson klien

2) Bantu posisi yang nyaman, dengan leher diekstensikan

d. Keterbatasan aktifitas, Hipertermia berhubungan dengan infeksi dan gangguan regulasi

temperatur pada hipotalamus karena peningkatan TIK ditandai peningkatan suhu.

Tujuan : memulikan keadaan dan membuat klien dapat beraktifitas kembali

1) Berikan kompres pada klien

2) Beritahukan klien agar tidak banyak melakukan aktivitas dan memakai baju yang

dapat mempermudah panas keluar

3) Anjurkan pasien banyak minum air putih

4) Monitor suhu tubuh secara teratur

5) Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai terapi

5. EVALUASI

a. Klien dapat dengan mudah menerima rangsangan

b. Tanda vital dan CVP stabil

c. Klien mengatakan nyeri hilang

d. Suhu kurang dari 380C


DAFTAR PUSTAKA

Harsono, DSS, dr, Kapita Selekta Neurologi, cetakan ketiga, Gajah Mada Univercity Press,

Yogyakarta, 2005

Lewis, S.W. at. Al. Medical Surgical Nursing, Assesment and Management of Clinical Problems.

St. Louis : CV. Mosby, 2005

Kozier, Technique In Chemical Nursing, a nursing approach, Addision Werky publising compani

health science, Menlo Park, california, 2005

Doengoes. M.E. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 2006.

Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar S,

2006.

S-ar putea să vă placă și