Sunteți pe pagina 1din 4

Adakah Bidah Hasanah ?

Posted by Admin pada 20/04/2009

Banyak alasan yang dipakai orang-orang untuk melegalkan perbuatan bidah. Salah satunya, tidak
semua bidah itu jelek. Menurut mereka, bidah ada pula yang baik (hasanah). Mereka pun memiliki dalil
untuk mendukung pendapatnya tersebut. Bagaimana kita menyikapinya ?

Di antara sebab-sebab tersebarnya bidah di negeri kaum muslimin adalah adanya keyakinan pada
kebanyakan kaum muslimin bahwa di dalam kebidahan ini ada yang boleh diterima yang dinamakan
bidah hasanah. Pandangan ini berangkat dari pemahaman bahwa bidah itu ada dua: hasanah (baik) dan
sayyiah (jelek).

Berikut ini kami paparkan apa yang diterangkan oleh Asy-Syaikh As-Suhaibani dalam kitab Al-Luma:
Bantahan terhadap Syubhat Pendapat yang Menyatakan Adanya Bidah Hasanah

Syubhat pertama:

Pemahaman mereka yang salah terhadap hadits:

Barangsiapa membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam maka dia mendapat
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya
sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat satu sunnah yang buruk di dalam Islam, dia mendapat
dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosanya
sedikitpun. (Shahih, HR. Muslim no. 1017).

Bantahannya

Pertama: Sesungguhnya makna dari (barangsiapa yang membuat satu sunnah) adalah menetapkan
suatu amalan yang sifatnya tanfidz (pelaksanaan), bukan amalan tasyri (penetapan hukum). Maka yang
dimaksud dalam hadits ini adalah amalan yang ada tuntunannya dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam . Makna ini ditunjukkan pula oleh sebab keluarnya hadits tersebut, yaitu sedekah yang
disyariatkan.

Kedua: Rasul yang mengatakan:

Barangsiapa yang membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam.

Adalah juga yang mengatakan:

Semua bidah itu adalah sesat.

Dan tidak mungkin muncul dari Ash-Shadiqul Mashduq (Rasul yang benar dan dibenarkan) ? suatu
perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan beliau ? saling
bertentangan.

Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits dan mempertentangkannya dengan
hadits yang lain. Karena sesungguhnya ini adalah seperti perbuatan orang yang beriman kepada
sebagian Al-Kitab tetapi kafir kepada sebagian yang lain.

Page 1 of 4
Ketiga: Bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wassalam mengatakan (barangsiapa membuat sunnah)
bukan mengatakan (barangsiapa yang membuat bidah). Juga mengatakan (dalam Islam). Sedangkan
bidah bukan dari ajaran Islam. Beliau juga mengatakan (yang baik). Dan perbuatan bidah itu bukanlah
sesuatu yang hasanah (baik).

Tidak ada persamaan antara As Sunnah dan bidah, karena sunnah itu adalah jalan yang diikuti,
sedangkan bidah adalah perkara baru yang diada-adakan di dalam agama.

Keempat: Tidak satupun kita dapatkan keterangan yang dinukil dari salafus shalih menyatakan bahwa
mereka menafsirkan Sunnah Hasanah itu sebagai bidah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.

Syubhat kedua:

Pemahaman mereka yang salah terhadap perkataan Umar bin Al- Khaththab : Sebaik-baik bidah
adalah ini (tarawih berjamaah).

Jawaban atas syubhat ini:

1. Anggaplah kita terima dalalah (pendalilan) ucapan beliau seperti yang mereka maukan bahwa bidah
itu ada yang baik, namun sesungguhnya, kita kaum muslimin mempunyai satu pedoman; kita tidak boleh
mempertentangkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dengan pendapat siapapun juga
(selain beliau). Tidak dibenarkan kita membenturkan sabda beliau dengan ucapan Abu Bakar, meskipun
dia adalah orang terbaik di umat ini sesudah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam atau dengan
perkataan Umar bin Al-Khaththab ataupun yang lainnya.

Firman Allah Subhanahu wa Taala :

(Kami mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pemberi berita gembira dan pemberi peringatan agar
supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya para Rasul itu. (An-Nisa`:
165)

Sehingga tidak tersisa lagi bagi manusia satu alasan pun untuk membantah Allah dengan telah diutusnya
para rasul ini. Merekalah yang telah menjelaskan urusan agama mereka serta apa yang diridhai oleh
Allah. Merekalah hujjah Allah terhadap kita manusia, bukan selain mereka.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Hujurat: 1)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sadi (secara ringkas) mengatakan: Ayat ini mengajarkan kepada kita
bagaimana beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, hendaknya kita berjalan (berbuat dan beramal)
mengikuti perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya, jangan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam segenap
urusan. Dan inilah tanda-tanda kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ibnu Abbas mengatakan: Hampir-hampir kalian ditimpa hujan batu dari langit. Aku katakan: Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam bersabda demikiandemikian, (tapi) kalian mengatakan: Kata Abu Bakr dan
Umar beginibegini.

Umar bin Abdul Aziz mengatakan: Tidak ada (hak) berpendapat bagi siapapun dengan (adanya)
sunnah yang telah ditetapkan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam .

Al-Imam Asy-Syafii mengatakan: Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas
baginya sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam , tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah
itu karena pendapat (pemikiran) seseorang.

Page 2 of 4
Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: Barangsiapa yang menolak hadits Nabi, berarti dia (sedang)
berada di tepi jurang kehancuran.

2. Bahwa Umar mengatakan kalimat ini tatkala beliau mengumpulkan kaum muslimin untuk shalat
tarawih berjamaah. Padahal shalat tarawih berjamaah ini bukanlah suatu bidah. Bahkan perbuatan
tersebut termasuk sunnah dengan dalil yang diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam pada suatu malam shalat di masjid, kemudian orang-orang mengikuti beliau. Kemudian
keesokan harinya jumlah mereka semakin banyak. Setelah itu malam berikutnya (ketiga atau keempat)
mereka berkumpul (menunggu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ). Namun beliau tidak keluar.
Pada pagi harinya, beliau bersabda:

Saya telah melihat apa yang kalian lakukan. Dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (shalat
bersama kalian) kecuali kekhawatiran (kalau-kalau) nanti (shalat ini) diwajibkan atas kalian. (Shahih, HR.
Al-Bukhari no. 1129)

Secara tegas beliau menyatakan di sini alasan mengapa beliau meninggalkan shalat tarawih berjamaah.
Maka tatkala Umar melihat alasan ini (kekhawatiran Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ) sudah tidak
ada lagi, beliau menghidupkan kembali shalat tarawih berjamaah ini. Dengan demikian, jelaslah bahwa
tindakan khalifah Umar ini mempunyai landasan yang kuat yaitu perbuatan Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam sendiri.

Jadi jelas bahwa bidah yang dimaksudkan oleh Umar bin Al-Khaththab zadalah bidah dalam pengertian
secara bahasa, bukan menurut istilah syariat. Dan jelas pula tidak mungkin Umar berani melanggar atau
menentang sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam yang telah menyatakan bahwa: Semua bidah
itu sesat.

Syubhat ketiga:

Pemahaman yang salah tentang atsar dari Ibnu Masud

Apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka dia adalah baik di sisi Allah . (Dikeluarkan oleh Al-
Imam Ahmad, 1/379)

Bantahan:

- Atsar ini tidak shahih jika di-rafa-kan (disandarkan) kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ,
tetapi ini adalah ucapan Ibnu Masud zsemata.

Dan diriwayatkan dari Anas tetapi sanadnya gugur, yang shahih adalah mauquf (hanya sampai) kepada
Ibnu Masud .

- pada kata menunjukkan kepada sesuatu yang sudah diketahui. Dan tentunya yang dimaksud dengan
kata Al-Muslimun di sini adalah para shahabat. Dan tidak ada satupun riwayat yang dinukil dari mereka
yang menyatakan adanya bidah yang hasanah.

- Kalaulah dianggap bahwa ini menunjukkan keumuman (maksudnya seluruh kaum muslimin), maka
artinya adalah ijma. Dan ijma adalah hujjah. Maka sanggupkah mereka menunjukkan adanya satu
perbuatan bidah yang disepakati berdasarkan ijma kaum muslimin bahwa perbuatan itu adalah bidah
hasanah? Tentunya ini adalah perkara yang mustahil.

- Bagaimana mereka berani berdalil dengan ucapan beliau zseperti ini, padahal beliau sendiri adalah
orang yang paling keras kebenciannya terhadap bidah, di mana beliau pernah mengatakan:

Page 3 of 4
Ikutilah! Dan jangan berbuat bidah. Sungguh kalian telah dicukupkan. Dan sesungguhnya setiap bidah
itu adalah sesat.(Shahih, HR. Ad-Darimi 1/69).

Secara ringkas, semua keterangan di atas yang menunjukkan betapa buruknya bidah. Kami simpulkan
dalam beberapa hal berikut ini, yang kami nukil dari sebagian tulisan Asy-Syaikh Salim Al-Hilali:

Cukuplah semua akibat buruk yang dialami pelaku bidah itu sebagai kejelekan di dunia dan akhirat,
yakni:

1. Amalan mereka tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam :

Barangsiapa yang membuat-buat sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami yang bukan berasal
daripadanya, maka semua itu tertolak. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah)

2. Terhalangnya taubat mereka selama masih terus melakukan kebidahan itu. Rasulullah bersabda:

Allah menghalangi taubat setiap pelaku bidah sampai dia meninggalkan bidahnya. (HR. Ibnu Abi Ashim
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam As Shahihah no. 1620 dan As Sunnah Ibnu Abi Ashim hal.
21)

3. Pelaku bidah akan mendapat laknat karena Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda:

Barangsiapa yang berbuat bidah, atau melindungi kebidahan, maka dia akan mendapat laknat dari
Allah, para malaikat dan seluruh manusia. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib).

Akhirnya, wahai kaum muslimin, hendaklah kita menjauhi semua kebidahan ini setelah mengetahui
betapa besar bahayanya bidah. Selain kita menjauhi bidah itu sendiri, juga kita diperintah untuk
menjauhi para pelakunya apalagi juru-juru dakwah yang mengajak kepada pemikiran-pemikiran bidah ini.
Seandainya ada yang mengatakan: Bukankah mereka orang yang baik dan apa yang mereka sampaikan
itu adalah baik juga? Hendaklah kita ingat firman Allah Subhanahu wa Taala :

Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat
mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling
juga, sedang mereka memalingkan diri. (Al-Anfal: 23)

Perlu pula kita ketahui bahwa bidah itu lebih berbahaya dari kemaksiatan. Seseorang yang bermaksiat
dia akan merasa takut dan melakukannya dengan sembunyi-sembunyi atau melarikan diri setelah
berbuat. Sedangkan pelaku bidah semakin tenggelam dalam kebidahannya dia akan semakin merasa
yakin bahwa dia di atas kebenaran. Satu lagi, bidah itu adalah posnya (pengantar kepada) kekufuran.

Wallahu alam. Semoga Allah tetap membimbing kita mendapatkan hidayah dan taufik-Nya serta
menyelamatkan diri dan keluarga kita dari bidah ini.

Sumber Bacaan: 1 Al-Qaulul Mufid (2), Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 2 Al-Qaulul Mufid, Asy-Syaukani, 3 Al-Itisham (1),
Asy-Syathibi, 4 Al-Luma, As-Sahibani, 5 Al-Bidah wa Atsaruhas Sayyi, Salim Al-Hilali, 6 Al-Bidah wa Atsaruha, Ali
Al-Faqihi, 7 Riyadhul Jannah, Asy-Syaikh Muqbil, 8 Taisir Al-Karimir Rahman, As-Sadi

Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits, Judul: Adakah Bidah Hasanah?

Diarsipkan pada: http://qurandansunnah.wordpress.com/

Page 4 of 4

S-ar putea să vă placă și