Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan UU
tentang Praktek Kedokteran (UUPK) tahun 2004 mengamanatkan
perlu dirumuskannya standar profesi , standar pelayanan dan standar
prosedur operasional dalam pelayanan kesehatan. Sebagai
konsekuensi logis dari mandate tersebut , RSU Ridhoka Salma harus
menetapkan standar alat ,ruang dan tenaga serta kompetensi
pelayanan dengan merujuk pada ketetapan Kemenkes. Dengan
demikian RSU Ridhoka Salma wajib memiliki sumber daya sarana,
prasarana, alat dan sumber daya manusia yang kompetensinya
sesuai dengan type RSU Ridhoka Salma.
Hal ini sesuai dengan visi pembangunan pemerintah kota Bekasi
: Bekasi Maju, Sejahtera dan Ihsan dan dengan salah satu misinya
Meningkatkan kehidupan sosial masyarakat melalui layanan
pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial lainnya. Serta visi dari
RSU Ridhoka Salma : Menjadikan Rumah Sakit Ridhoka Salma sebagai
Rumah Sakit yang menjadi pilihan utama masyarakat Bekasi dan
mampu bersaing di era globalisasi. Misi RS Ridhoka Salma
menyelenggarakan pelayanan RS yang bermutu , berkesan ,
terjangkau dan professional.
Oleh sebab itu Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) sebagai bagian dari pelayanan kesehatan dari RSU Ridhoka
Salma khususnya dalam pelaksanaan patien safety atau keselamatan
pasien perlu menyusun Pedoma Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di RSU Ridhoka Salma guna mencapai Visi dan Misi RSU
Ridhoka Salma yaitu menyelenggarakan pelayanan yang bermutu.
Program Pencegahan Infeksi (PPI) merupakan program Patien
safety atau keselamatan pasien dan tolak ukur mutu pelayanan guna
melindungi klien , petugas , pengunjung dan keluarga dari resiko
tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas dan saat berkunjung ke
rumah sakit karena setiap orang yang berada di rumah sakit berisiko
terkena infeksi.
Angka infeksi yang terjadi di rumah sakit terus meningkat (Al
Verado, 2000) mencapai 9% atau 1,4 juta pasien rawat inap di
seluruh dunia , sedangkan kejadian infeksi di Indonesia 8-12 % dan di
ruang ICU meningkat 2-20 kali daripada ruang rawat biasa,
sedangkan RSU Ridhoka Salma belum ada datanya. Apalagi akhir-
akhir ini terjadi peningkatan kasus infeksi (new emerging , emerging
dan re-emerging diseases ), wabah atau kejadian Luar Biasa (KLB).
Beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya infeksi di Rumah
Sakit terutama perilaku dan lingkungan antara lain tindakan invasive
yang tidak asepsis aseptic , kontak langsung dan tidak langsung ,
penggunaaan antibiotik yang tidak rasional , serta banyaknya pasien
di rumah sakit yang menjadi sumber infeksi bagi pasien dan
lingkungan
Guna meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit maka
diterapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan
yang meliputi perencanaan , pelaksanaan , pendidikan dan pelatihan
serta monitoring evaluasi.
Keberhasilan program PPI di RS Ridhoka Salma perlu keterlibatan
lintas profesional, Klinisi, Perawat, Laboratorium,
K3L,Farmasi,Gizi,IPSRS,Sanitasi dan House Keeping sehingga perlu
Komite PPI. Komite PPI anggotanya saling bekerjasama dan perlu
dukungan managerial untuk terlaksananya program PPI dengan baik.
Program PPI terlaksana dengan baik maka patient safety dan mutu
pelayanan rumah sakit terjamin.
B. DASAR HUKUM
1. SK Menkes No 270 / MENKES/ 2007 tentang Pedoman Managerial
PPI di RS dan Fasilitas Kesehatan lainnya
2. SK Menkes No 382 /MENKES/2007 tentang Pedoman PPI di RS dan
Fasilitas Kesehatan lainnya
3. SK Menkes No 129/MENKES/SK/II/2008 tentang SPM RS :
Tersedianya anggota Tim PPI yang terlatih (75%)
Tersedianya Alat Pelindung Diri (standar 60%)
Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi
4. SK Menkes 1165.A/Menkes/SK/x/2004 tentang Komisi Akreditasi
Rumah Sakit
5. Surat Edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik No
HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite PPI RS dan Tim
PPI RS
C. KEBIJAKAN
SK Direktur RS Ridhoka Salma No..............Tahun 2015 tentang
pembentukan Komite PPI dan Tim PPI RS Ridhoka Salma
D. VISI
Dengan melaksanakan PPI dengan benar dan tepat maka terciptalah
keselamatan pasien dan petugas serta pelayanan yang bermutu
E. MISI
1. Menciptakan suatu program pengendalian infeksi yang efektif
2. Menyelenggarakan kegiatan preventif dan promotif bagi petugas
pada pelayanan yang beresiko tinggi
3. Menyelenggarakan Diklat bagi tenaga kesehatan tentang PPI
4. Terlaksananya program PPI yaitu : Improve hand hygiene ,
injection safety , blood safety, safety acociated with health care.
Focus : Clean hands , clean practice, clean product, clean
environment, clean equipment oleh seluruh petugas yang bekerja
di RS Ridhoka Salma , pasien dan pengunjung
F. FALSAFAH
To do the right thing and prevent mistakes
Safety is not priority, its away of life
Cost effectiveness
G. NILAI
1. Akurat : akurat dalam memberikan data
2. Tepat waktu : tepat waktu dalam memberikan data
3. Kerjasama
H. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menekan penyebaran infeksi , mencegah infeksi akibat tindakan
perawatan selama di RS Ridhoka Salma
2. Tujuan Khusus
a. Melindungi pasien dari penyebaran infeksi
b. Melindungi tenaga kesehatan dari tertular infeksi
c. Melindungi pengunjung RS dan masyarakat dalam lingkungan
RS
d. Melindungi lingkungan di dalam dan sekitar RS
e. Melakukan program PPI secara cost effective dan tepat guna
I. SASARAN
Semua karyawan yang bekerja di RS Ridhoka Salma
(Direktur/Managemen, Klinisi, Perawat,Laboratorium, Gizi, IPSRS,
Sanitasi dan House Keeping , Keamanan),Pasien Rawat Inap,
pengunjung , dan masyarakat di sekitar lingkungan Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN ORGANISASI
Tim surveilans
- Melakukan surveilans infeksi yang didapat di RS secara rutin
di instalasi rawat inap dan rawat jalan
- Melaksanakan surveilans perilaku dan lingkungan yang bisa
berdampak pada infeksi yang didapat di RS
- Melaporkan rekapitulasi hasil surveilans bulanan dan tahunan
pada POKJA PPIRS dan Direktur
Pengarah / Direktur :
4. Anggota (Dokter)
a. Memberikan masukan ilmiah mengenai program PPI
b. Ikut berperan serta dalam proses edukasi PPI
c. Memastikan program PPI terlaksana di lingkungan kerjanya
d. Membantu dalam pembuatan program PPI
e. Membantu dalam pelaksanaan pembinaan dan sosialisasi
program PPI
f. Melakukan pengendalian dan mengevaluasi pemakaian
antibiotika yang rasional
5. Sekretaris (IPCN)
a. Koordinator antar unit
b. Mengunjungi ruang perawatan dan memonitor kejadian infeksi di
RS
c. Melaksanakan surveilans infeksi (target) dan melaporkan pada
komite PPI
d. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah
penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien dan
sebaliknya
e. Bersama IPCLN melakukan edukasi bagi pasien dan pengunjug
RS
f. Bersama komite PPI melakukan edukasi bagi pasien dan
pengunjung RS
g. Melakukan investigasi KLB
7. Bendahara
a. Menyelenggarakan kegiatan keuangan komite INOK
b. Membuat laporan Bulanan dan tahunan
c. Bersama dengan Bagian keuangan RS membuat
pertanggungjawaban keuangan
8. Sekretariat
a. Menyelenggarakan seluruh kegiatan administrasi Komite INOK
b. Menyelenggarakan kegiatan administrasi dan kegiatan pelatihan,
rapat , inhouse training
DIREKTUR
RUAM
RAWAT JALAN
PPI RUANG RAWAT
PENUNJANG
1. Hubungan kerja dengan Direktur
a. Penerbitan surat keputusan untuk komite dan tim PPIRS
b. Anggaran atau dana untuk kegiatan
o Pendidikan dan pelatihan secara berkala
o Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang
o Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan
dan rapat rutin
o Reward untuk komite PPI
2. Kebijakan dan standar prosedur operasional
1) Ada kebijakan kewaspadaan isolasi
o Kebersihan tangan
o Penggunaan Alat pelindung Diri (APD)
o Peralatan perawatan pasien
o Pengendalian lingkungan
o Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan
linen
o Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
o Penempatan pasien
o Hygiene respirasi / etika batuk
o Praktek menyuntik yang aman
3) Kebijakan tekhnis
Ada SPO tentang kewaspadaan isolasi
o Ada SPO kebersihan tangan
o Ada SPO penggunaan alat pelindung diri (APD)
o Ada SPO penggunaan peralatan perawatan pasien
o Ada SPO pengendalian lingkungan
o Ada SPO pemrosesan peralatan pasien dan
penatalaksanaan linen
o Ada SPO kesehatan karyawan /perlindungan petugas
kesehatan
o Ada SPO penempatan pasien
o Ada SPO hygiene respirasi /etika batuk
o Ada SPO praktek menyuntik yang aman
o Upaya upaya pencegahan infeksi dan rekomendasinya
BAB III
PROGRAM PPI
Suatu kegiAtan managemen dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan serta pembinaan dalam upaya mencegah terjadinya
infeksi di RS Ridhoka Salma yang melibatkan seluruh personil di
pelayanan kesehatan.
A. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
1. Kewaspadaan isolasi
a. Kewaspadaan standar
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
2. Surveilans : Kepatuhan handhygiene , plebitis, SSI , ISK , secara
bertahap ( 1 atau 2 insiden setiap tahun dengan sistem target)
3. Diklat
4. Pencegahan infeksi
5. Penggunaan antimikroba rasional
6. Kegiatan Orientasi
Program orientasi PPI bertujuan agar karyawan baru memahami
dan dapat melaksanakan program PPI yaitu : Improve hand
hygiene, Injection safety, blood safety, safety acociated with
health care. Fokus : cleand hans , clean product, clean
environment, clean equiptment
Orientasi PPI dilakukan bersamaan dengan kegiatan
keperawatan / diklat/ kepegawaian di bawah pengawasan Ka
PPI.
7. Pelaporan
a. Laporan harian
Laporan harian tentang :
1. Kejadian phlebitis
2. Kejadian infeksi luka operasi
3. Ketersediaan APD
4. Insidentil atau KLB
b. Laporan bulanan
Laporan bulanan adalah kumpulan / jumlah angka dari
laporan harian yang dibuat secara tertulis kepada Direktur.
Perencanaan sesuai laporan harian
c. Laporan tahunan
Laporan tahuanan adalah kumpulan laporan bulanan disertai
analisa dan rekomendasi.
Laporan surveilans misalnya : kepatuhan melakukan
handhygiene , uji MO lingkungan, pemetaan pola sensitivitas
antibiotik dan pemetaan kuman, dll
Laporan kegiatan diklat : Pelatihan diluar , inhouse training ,
dll
Laporan diberikan kepada direktur , wadir pelayanan , Komite
Medik, Kabid Keperawatan dan ruangan bersangkutan
8. Pertemuan / Rapat
Rapat berkala terdiri dari :
1. Rapat rutin
2. Rapat insidential
Waktu :
Jam :
Tempat :
Peserta :
b. Sarana kesekretariatan
1. Ruangan sekretariat yang memadai (meja tulis ,
komputer, kursi meja , lemari untuk file )
2. Computer
3. Printer
4. Aiphone
5. Alat tulis kantor sesuai kebutuhan
5) Resiko serokonversi
- Pajanan darah / cairan tubuh dalam jumlah besar
ditandai :
o Luka dalam
o Darah terlihat jelas
o Akibat tertusuk jarum
o Pajanan pasien dalam stadium AIDS
6) Monitoring PPP-HIV
- Profilaksis harus diberikan selama 28 hari
- Dibutuhkan dukungan psikososial
- Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui proses
infeksi
dan memonitor efek toksik obat ARV
- Tes HIV diulang setelah 6 minggu , 3 bulan dan 6 bulan
KEGIATAN SE OC NO DE JA FE MA AP ME JU JU AG
P T V S N B R R I N L T
1 Tim pengendalian pemakaian antibiotik
Membuat laporan
pola kuman
Membuat standart
pemakaian
antibiotik
Membuat pola
pemakaian
antibiotik
Evaluasi program
2 Tim identifikasi dan risk managemen KLB dan Hais
Membuat
program /SOP
identifikasi dini dan
risk managemen
infeksi di RS
Membuat SOP
deteksi dini dan
penanganan KLB
Evaluasi infeksi
yang didapat di RS
Evaluasi insidens
dan
penatalaksanaan
luka tusuk
3 Tim Surveilans
Surveilans HAIs
Surveilans
lingkungan
Evaluasi surveilans
4 Tim pengendalian Infeksi lingkungan , sarana dan prasarana penunjang
Bekerjasama
dengan diklat
melakukan
sosialisai PPIRS di
gizi,
housekeeping,dan
karyawan
Monitoring PPIRS di
lingkungan RS
Monitoring program
5 Tim pendidikan dan pelatihan bagi karyawan
Sosialisasi program
PPIRS bagi
karyawan baru ,
mahasiswa dan
masyarakat
Sosialisasi program
PPIRS bagi
karyawan
Pelatihan
berkelanjutan bagi
POKJA
Evaluasi program
6 Tim upaya pencegahan
Membuat program
Universal
Precaution ,
program cuci
tangan, pemakaian
desinfektan dan
antiseptik serta
pemakaian APD
Evaluasi program
7 Rapat per 3 bulan
8 Evaluasi Program
BAB IV
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
(KEWASPADAAN STANDAR)
A. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan standar (lapis pertama), merupakan gabungan dari
Universal Precaution dan Body Substain Isolation. Waspada
terhadap darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi kecuali keringat.
Ditujukan kepada semua pasien tanpa memandang infeksi atau
tidak infeksi
Komponen utama kewaspadaan standar dan penerapannya :
Kebersihan tangan, Sarung tangan, Masker, Goggle, face
shield, Gaun, Peralatan perawatan pasien, Pengendalian
Lingkungan, Pengelolaan linen, Kesehatan karyawan,
Penempatan pasien, Hygiene respirasi/etika batuk, Praktek
menyuntik yang aman.
1. Etika batuk
a. Efektif menurunkan transmisi patogen droplet melalui saluran
nafas (influensa, adenovirus, B pertusis, Mycoplasma
pnemonia)
b. Petugas dengan infeksi saluran pernafasan menjauhi kontak
langsung dengan mengenakan masker
c. Kebersihan pernafasan dan etika batuk
Untuk mencegah transmisi semua ISPA (termasuk influensa,
pasien dengan demam/ gejala saluran nafas) harus ditangani
sesuai dengan kebersihan nafas dan etika batuk.
d. Meliputi :
Menutup mulut dan hidung saat batuk / bersin
Pakai tisu buang ke tempat sampah kuning bila
terkena sekret saluran nafas
Lakukan cuci tangan dengan sabun antiseptik dan air
mengalir, alkohol handrub setelah kontak dengan
secret
Jaga jarak terhadap orang dengan gejala ISPA dengan
demam
2. Penyuntikan yang aman
Mencegah KLB akibat :
Pemakaian ulang jarum steril untuk peralatan suntik IV
beberapa pasien
Jarum pakai ulang / cairan ,multidose dapat menimbulkan
infeksi
Tempatkan diruang
tersendiri dengan
tekanan negative dan
petugas harus memakai
KEBERSIHAN TANGAN
Latar belakang
Self Reported factors for Poor Adherence with Hand Hygiene. Hand
.....
.....
.....
Keuntungan melakukan Hand Hygiene
......
.....
.....
Kebersihan tangan
Flora transien :
Flora residen :
Pengertian :
Tujuan :
Kebersihan tangan :
o Mencuci tangan dengan air dan sabun jika tangan terlihat kotor
o Gosok tangan dengan handrub berbasis alkohol jika tangan terlihat
kotor
o Jangan menyentuh kembali area permukaan lingkungan sebelum
melakukan tindakan
BAB VI
PANDUAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI
1. Gaun pelindung
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga
bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang
punggung. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang
2. Masker
- Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan
leher
- Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
- Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga
melekat dengan baik
- Periksa ulang pengepasan masker
3. Kacamata
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
4. Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi.
1. Sarung tangan
2. Kacamata atau pelindung wajah
3. Apron, gaun pelindung dan topi
4. Masker
5. Pelindung kaki
Sarung tangan
Gaun pelindung
Masker
A. PPI ISK
Pendahuluan :
Pasien dengan pemasangan foley cateter cenderung bedrest yang
meningkatkan resiko gangguan kulit , DVT dan pnemonia karena
imobilitas
Sumber infeksi :
Intrinsik : terjadi pada cairan infus yang terkontaminasi
mikroorganisme dari pabrik pembuatan. Misalnya : bakteria
gram negatif , klebsiela spp, enterobacter
Extrinsik : kontaminasi terjadi pada saat insersi cateter ,
persiapan cairan/obat, tangan petugas misalnya : coagulasi
gram negatif staphylococci , staphylococcus aureus
1. Hand hygiene
Sebelum dan setelah palpasi daerah insersi
Sebelum dan setelah insersi , mengganti, mengkaji,
memperbaiki atau dressing kateter vena sentral
Bila tangan kotor atau kemungkinan terkontaminasi
Sebelum dan setelah prosedur tindakan
Sebelum memakai sarung tangan
Diantara pasien
Setelah melepas sarung tangan
Cecklist elemen :
PENDAHULUAN :
SSI adalah suatu masalah yang paling penting untuk diperhatikan
dalam pengendalian infeksi pada pusat kesehatan. Di Indonesi data
infeksi luka operasi karena infeksi nasokomial belum ada . jumlaj
kematian akibat SSI : 10.000kematian/tahun. Meningkat
sehubungan dengan peningkatan penggunaan antibiotika, lama
perawatan meningkat biaya meningkat dan mutu RS turun
PENGERTIAN :
Infeksi akibat tindakan pembedahan , dapat mengenai berbagai
lapisan jaringan tubuh , superfisialatau dalam ( bukanhanya infeksi
luka operasi). Diklasifikasi menjadi :
Infeksi insisional superfisial
Infeksi insisional dalam
Infeksi organ /rongga
KRITERIA SSI
Infeksi pada luka insisi , terjadi dalam 30 hari pasca bedah atau
sampai 1tahun bila ada implant
Terdapat paling tidak satu dari keadaan dibawah ini :
Keluar cairan purulent dari luka insisi, tapi bukan berasal dari
rongga/organ
Secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah dan paling sedikit ada satu dari tanda
berikut ini : demam (>38c), nyeri local , hasil kultur (+)
Dokter menyatakan luka infeksi
Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada
implant
Infeksi terjadi dalam 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implant
Paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :
Drainase purulent ari drain yang dipasang melalui luka insisi
kedalam rongga / organ
Ditemukan organisme melalui aseptic kultur dari
organ/rongga
Dokter menyatakan infeksi pada organ tersebut
Kategori operasi
1. Operasi bersih
Operasi dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus
respiratorius, traktus gastrointestinal,orofaring , traktus
urinarius atau traktus bilier
Operasi berencana dengan penutupan kulit primer , dengan
atau tanpa pemakaian drain tertutup
2. Operasi bersih tercemar
Operasi membuka traktus digestivus , traktus bilier , traktus
urinarius , traktus respiratorius sampai dengan orofaring atau
traktus reproduksi kecuali ovarium
Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage) contohnya
operasi pada traktus bilier , appendiks , vagina dan orofaring
3. Operasi tercemar
Operasi yang dilakukan pada kulit terbuka , tetapi masih dalam
waktu golden periode (waktu emas)
4. Operasi kotor dengan infeksi :
Perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus
respiratorius yang terinfeksi
Melewati daerah purulent (inflamasi bacterial)
Luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian, terdapay
jaringan luas dan kotor
Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka
operasi kotor / terinfeksi
Intrinsik :
Eksrtrinsik :
1. Prophylactic antibiotic
Diberikan 1 jam sebelum insisi
Seleksi penggunaan antibitika sesuai dengan aturan RS
Diberikan hanya untuk 24 jam
2. Control gula darah
Rasionalnya : hyperglikemia dapat menyebabkan komplikasi lain
pada tindakan pembedahan
3. Pencukuran rambut sebelum operasi
Cukur rambut bila menggangu jalannya operasi
Pencukuran dilakukan di luar ruang operasi
Pencegahan SSI yang lain :
D. HAP /VAP
LATAR BELAKANG
Sering terjadi setelah pasca operasi . angka kematian Pnemonia
pasca operasi menempati urutan ketiga dari infeksi nasokomial di
RS. Kematian terjadi samapai +6 hari pasca operasi karena HAP
Angka kematian infeksi nasokomial di ICU (Ventilator Aquired
Pnemonia /VAP) paling tinggi , resiko kematian 8x lebih besar dari
HAP
PENGERTIAN :
HAP adalah infeksi saluran nafas bawah, mengenai parenkim
paru TIDAK diintubasi dan terjadi >48 jam hari rawat dan
tidak dalam masa inkubasi
HCAP adalah Health Care Associated Pnemonia. Penderita
yang dirawat di perawatan akut selama lebih / sama dengan
2-90 hari dan tinggal di perawatan jangka panjang atau panti
werda, RS , Klinik dialisa dan penderita mendapat therapy
antibiotic intravena dan khemotherapi atau perawatan luka
baru yang terjadi setelah 30 hari
Kriteria Pnemonia
Kriteria Diagnosis :
Pasien :
A. Pencegahan umum
1. PPp yang efektif, pendidikan staf ,penggunaan desinfeksi
tangan dan mengisolasi penderita MDR untuk menvegah
infeksi slang yang rutin dilakukan
2. Surveilans infeksi di ICU untuk identifikasi dan jumlah
secara kwantitatif bakteri MDR yang endemis dan yang
terbaru sebagai petunjuk penggunaan antibiotic yang
sesuai suspek HAP atau infeksi nasokomial lainnya
B. Intubasi , ventolasi mekanik :
1. Intubasi dan reintubasi harus dihindarkan jika dimungkinkan
karena akanan meningkatkan resiko VAP
2. Harus digunakan noninvasive ventilation
3. Bila mungkin pada penderita yang telah diseleksi dengan
gagal nafas , frekuensi nafas > 30 x/menit, Intubasi
orotracheal dan selang oro gastric disbanding intubasi
nasotracheal dan NGT
4. Lebih disukai untuk mencegah nasokomial sinusitis dan VAP
Aspirasi subglotis secara awal dan continue dapat
menurunkan onset VAP harus digunakan bila ada
5. Balon ETT harus dipertahankan > 20 cm H2o untuk
mencegah perlekatan bakteri pathogen disekitar balon
kedalam saluran nafas bawah
6. Kontaminasi cairan embun harus selalu dihilangkan dari
sirkuit dan mencegah cairan embun masuj ke dalam ETT
dan terapi nebulizer pada satu arah
7. Pasir humidifier / HME menurunkan koloni di sirkuit
ventilator tetapi tidak konsisten menurunkan insidens VAP
8. Pengurangan lamanya intubasi dengan ventilasi mekanik
dapat mencegah VAP dan dapat menjadi protocol
penggunaan sedative dan mempercepat proses weaning
9. Melatih petugas ICU untuk mengurangi lamanya
penggunaan ventilasi mekanis dan untuk menurunkan hari
rawat
A. Biakan darah
1. Mendapat specimen darah yang layak untuk dibiak
2. Waktu pengambilan bila mungkin sebelum diberi
antimikroba
3. Segera sebelum pemberian dosis berikutnya
4. Waktu suhu mulai meningkat
5. Tidak dibenarkan mengambil darah dari kateter intra
vena atau inbtra arteri
6. Persiapan tempat fungsi vena
a. Alcohol 70% , biarkan kering
b. Povidone iodine , biarkan 1-2 menit
c. Hilangkan povidone iodine dengan alcohol 70%
d. Biarkan kering !!
7. Lakukan handrub terlebioh dahulu , kenakan sarung
tangan
8. Penyimpanan segera kirim ke lab , bila terpaksa
simpan pada suhu kamar atau incubator 35c
B. Biakan urine
1. Waktu pengambilan sebaiknya sebelum diberikan
antimikroba
2. Urine pagi hari lebih baik daripada urine sewaktu
3. Peralatan : wadah bersih , kering , steril bertutup , sabun
, air mengalir
4. Prosedur pengambilan urine untuk wanita ;
Labia mayora diregangkan
Cuci dengan sabun dan bilas dengan air mengalir
Dengan tetap meregangkan labia mayora,
beberapa milliliter urine dibiarkan keluar kedalam
kloset
Pegang wadah pada bagian luar dan tamping urine
Tamping urine dalam wadah sewaktu aliran masih
kencang
Hentikan menampung sebelum aliran melemah /
habis
Tutup wadah dan berikan pada petugas lab
5. Prosedur pengambilan urine poada pria
Cucilah glans penid dengan sabun dan air mengalir
Preputium ditarik kebelakang
Aliran urine pertama dibuang
Tamping urine dalam wadah sewaktu aliran masih
kencang
Hentikan menampung sebelum aliran melemah /
habis
Tutup wadah dan berikan pada petugas lab
6. Kateter urine
Urine diambil secara aspirasi dari kateter urine
Difungsi sedekat mungkin ke uretra pada bagian
karet kateter
klem kateter dibawah tempat fungsi
desinfeksi dengan alcohol 70%
fungsi dengan jarum ukuran 28 G pada bagian
karet tersebut
7. kantong urine digunakan untuk bayi
cuci sekeliling alat kelamin bayi dengan sabun dan
air , keringkan
tempelkan katong urine menutupi bagian luar alat
kelamin
usahakan tidak ada kebocoran
ketika kantong urine terisi , lepas dan segera kirim
ke lab
8. Bila terpaksa tertunda simpan pada suhu 4 c
9. Bila lebih dari 2 jam bawa dalam keadaan dingin
(icepack)
C. Tinja
Sedapat mungkin usahakan mendapatkan faeces
Bila sulit , gunakan apusan rektal
Prosedur pengambilan :
Faeces tidak boleh bercampur urine
Faeces boleh ditampung dulu dalam pispot yang
bersih dan kering baru dipindahkan
D. Apusan rektal
Gunakan lidi kapas steril
Pasien diminta bernafas dalam dan relaksasi
Masukkan lidi kapas steril dalam anus
Putar lidi kapas sebanyak 1 x
Segera masukan lidikapas dalam media transport
carry blair
E. Eksudat / pus
Bersihkan nagian luar luka antiseptik untuk
membersihkan kuman kulit
Bersihkan bagian luka dengan Nacl fisiologis steril
untuk membersihkan kolonisasi kuman
mengkontaminasi kulit
Gunakan lidi kapas steril , masukkan kedalam sela-
sela luka sampai dasar luka
Masukan lidi kapas dalam media transport Stuart
F. Luka Decubitus
Bersihkan bagian luar luka dengan antisepsis
Bersihkan bagian atas dan dalam luka dengan larutan
Nacl steril
Buat sayatan untuk membersihkan jaringan nekrosis
dengan skapel steril
Gunakan lidi kapas steril , usap dasar luka melalui
sayatan
Masukkan lidi kapas dalam media transport
G. Sputum
Sputum bukan ludah
Bahan untuk mendeteksi infeksi saluran nafas bawah
Apus tenggorok tidak bisa menggantikan sputum
mendeteksi infeksi saluran nafas atas
Bila pasien sulit mengeluarkan sputum , berikan
mukolitik pada malam sebelumnya dan minum air
putih
Cara pengambilan :
Pasien diminta kumur-kumur dengan air matang
Pasien diminta membatukkan sputum dengan
tekanan
Minta menarik nafas dalam2 3 x tahan nafas
lalu batukkan dengan tekanan
Tampung dalam wadah steril , kering , bersih ,
bertutup dan tidak bocor
BAB VIII
PENGELOLAAN LINEN DAN LAUNDRY
PENDAHULUAN
Linen dan laundry dapat menghasilkan mikroorganisme
phatogen dalam jumlah besar dan dapat meningkat 50 x
lipat selama periode sebelum cucian mulai diproses
( Kemenkes RI tahun 2000 tentang bakteri dan instalasi
laundry)
Linen yang dicemari oleh darah dan cairan tubuh merupakan
kontaminasi mikroorganisme dan dapat menularkan
penyakit melalui kontak langsung
Resiko perpindahan penyakit akan dapat diminimalisasi jika
ditangan dengan tepat oleh petugas yang terlatih dan
handal serta peduli pada lingkungan
TUJUAN
DEFINISI
LINEN Infeksius : Linen yang terkontaminasidengan darah dan
cairan tubuh
Linen Noninfeksius : Linen kotor yang berasal dari pasien , bagian
administrasi , apotik dll yg tidak terkontaminasi dengan cairan
tubuh
PENDAHULUAN
Pasien dan petugas di Rumah Sakit mempunyai resiko
terkena infeksi apabila tidak menerapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI) dengan baik
Salah satu cara untuk mencegah penularan infeksi adalah
dengan melakukan proses dekontaminasi yaitu :
Pembersihan
Desinfeksi u/ semua alat bekas pakai baik
tindakan invasive /tidak
Sterilisasi
DEKONTAMINASI
Proses untuk menghilangkan dan memusnahkan mikroba atau
kotoran yang melekat di peralatan medis bekas pakai
sehingga aman untuk pemakaian selanjutnya.
Pengelolaan alat medis menurut Dr Earl Spaulding
Klasifikasi :
Peralatan Non Kritis resiko rendah
Peralatan hanya kontak dengan permukaan kulit utuh
Pengelolaan dengan cara : desinfeksi tingkat rendah
Contoh : Tensimeter , Stetoskop , Bedpan , Nierbeken ,
Pispot , Urinal dan linen
Perlatana Semi Kritis resiko sedang
Peralatan yang masuk / kontak dengan membrane
mukosa tubuh yang utuh
Pengelolaan dengan desinfeksi tingkat tinggi
Contoh : Selang ETT , peralatan Endoskopy , Slang
Nasogastrik
1. Precleaning (perendaman)
2. Cleaning / pencucian
3. Desinfeksi
4. Sterilisasi
PRE CLEANING
Pembersihan
Cleaning / Pembersihan
Desinfeksi
Desinfeksi permukaan
Antiseptic , Desinfektan
Sterilisasi
Proses Sterilisasi
Metode sterilisasi
BAB IX
MANAGEMEN LIMBAH RS DAN BENDA TAJAM
Pengertian limbah RS
Semua hasil kegiatan dari layanan kesehatan di rumah sakit yang
tidak lagi berguna atau yang akan dibuang (Healthcare Activities
Inevitably Generate Health Care Waste)
Jenis Limbah di RS
1. Limbah Non Infeksius
Karakteristik sama yang ditimbulkan oleh l;ingkungan pada
masyarakat umum , biasanya berasal dari kegiatan- kegiatan :
Kantor / Administrasi , Rawat Inap, Rawat Jalan , Dapur dst.
Dalam pengelolaannya tidak ada bedanya dengan pengelolaan
di tempat umum , hanya kalau pada layanan kesehatan harus
dikelola dengan baik dengan SOP yang jelas
2. Limbah Infeksius
Limbah yang berasal dari kegiatan yang berhubungan dengan
pasien baik yang berobat jalan maupun yang sedang dirawat.
Dalam pengelolaannya sangat berbeda dengan limbah
nonifeksius dan limbah ini memerlukan penanganan khusus dan
harus dikelola dengan tenaga yang berpengalaman dan terlatih
serta mendapat pelatihan dalam penangana limbah , sesuai
prosedur yang telah ditentukan (SPO).
Limbah infekssius meliputi :
Laboratorium : limbah mikrobiologi (sputum , darah ,
nanah faeces , urine)
Limbah patologi : Cairan atau jaringan tubuh manusia
Rawat Inap atau Rawat Jalan , OK , HD , ODC seperti :
kassa , lidiwaten , tissue , darah , urine , faeces, pus ,
cairan tubuh lainnya
Limbah Farmasi seperti obat-obatan yang kaduluarsa
Limbah Kimia : limbah yang mengandung bahan kimia
Limbah Radio aktif : limbah yang mengandung bahan
radioaktif sepertiurine , darah dan cairan tubuh lainnya
3. Limbah Padat
Sebelum dibuang semua tempat wadah direbus dulu baru
dikemas dengan kantong yang telah ditentukan label bio
hazardnya untuk selanjutnya ke incinerator
4. Limbah Farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat dimusnahkan di
incinerator dengan suhu tinggi akan tetapi dalam jumlah besar
dikembalikan ke distributor
5. Limbah Sitotoksis
Dalam jumlah besar biasanya dikembalikan ke distributor dan
dalam jumlah kecil bisa dimusnahkan di incinerator dalam suhu
tinggi
Limbah gas
Adalah limbah yang dihasilkan dari pembakaran baik dari
incinerator maupun dari pembakaran dapur yang dibuang melalui
cerobong. Mengacu kepada keputusan Mentri Lingkungan Hidup No
Kep 13/Men LH/12/1995 tentang baku mutu emisi barang tidak
bergerak
A. KOORDINASI
Dasar pemikiran
Untuk membuat keputusan yang jelas dan tepat waktu, serta untuk
membuat kebijakan yang dapat dipatuhi oleh semua orang, perlu
diketahuii dengan pasti siapa yang bertanggung jawab untuk
berbagai aktifitas dalam fasilitas kesehatan dan bertanggung jawab
dalam pengendalian infeksi. Perlu diantisipasi suatu wabah
terbatas menjadi kegawat daruratan yang meluas (KLB) sehingga
perlu ditetapkan penanggung jawab untuk hal penting dalam
merespon pandemi misalnya soal karantina.
Dasar pemikiran
Dalam situasi saat ini , jenis surveilans apa yang dianggap penting
dan mampu laksana untuk membantu mengidentifikasi suatu
pandemi yang akan muncul pad tahap sedini mungkin ?
Bagaimana system tersebut berubah jika suatu pandemi telah
dikonfirmasi keberadaannya ? Apakah dapat system standar
pengumpulan dan analisis data ? Siapa yang mengimpulkan dan
menginterprestasi serta mendesiminasi hasil surveilans ?
Bagaimana system surveilans fasilitas pelayanan kesehatn terkait
dengan system surveilans regional atau nasional dan dengan
WHO ?
C. KOMUNIKASI
Dasar pemikiran
Strategi komunikasi merupakan komponen penting dalam
menangani wabah penyakit menular dan pandemik. Informasi yang
akurat yang tepat waktu disetiap tingkat sangat penting untuk
meminimalkan keresahan masyarakat dan dampak ekonomi yang
tidak diinginkan. Kemampuan untuk merespon secara tepat dan
efektif sangat dipengaruhi jumlah tenaga yang tersedia.
Dasar pemikiran
Untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas yang
disebabkan oleh suatu pandemic , penting sekali bahwa
pelayanan kesehatan dijaga tetap berfungsi selama mungkin.
Beberapa upaya kegawat-daruratan harus dikembangkan
untuk memastikan pemanfaatan petugas yang rasional dan
mengoptimalkan pemakaian fasilitas serta produk farmasi
yang ada. Secara umum , aktifitas di wilayah ini harus
didasarkan pada suatu rencana kesiapan kegawatdaruratan
kesehatan secara umum
Petugas kesehatan
BAB XII
Lampiran ini memberi contoh definisi kasus yang harus dibuat untuk
penyakit menular yang diantisipasi dapat menjadi pandemic, seperti
pada Flu Burung . Secara umum, Negara yang memiliki prevalensi
flu burung yang tinggi (HPAI) pada polulasi hewan, harus
menggunakan kriteria kasus yang lebih sensitive untuk memutuskan
melakukan tes laboratorium dibandingkan Negara yang belumada
laporan kasus flu burung
Definisi kasus untuk influenza A/H5 di Indonesia
Atau
Dan disertai :
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksnakan dalam suatu
laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang
hasil pemeriksaan H5N1 nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi
Tutup mulut dan hidung anda jika bersin atau batuk, gunakan
tissue dan buang pada tempat sampah
Selalui menjaga kebersihan tangan setelah kontak dengan
secret saluran nafas
Berhati-hati jika bersin atau batuk ketika anda bersama
dengan orang lain, terutama anak kecil. Hindari kontak
dengan orang yang rentan seperti anak kecil atau orang
menderita penyakit sampai gejala-gejala pernafasan telah
reda
Hindari kontak dengan secret penderita gangguan
pernafasan
Mintalah orang lain untuk menggunakan tissue dan menutup
mulut serta hidungnya ketika batuk atau bersin
Lakukan konsultasi medis jika penyakit bertambah parah
INFORMASI MENGENAI KONTAK DENGAN BINATANG YANG DAPAT
MENJADI SUMBER PENYAKIT MENULAR
A. Monitoring
Pengertian :
Tujuan Monitoring :
Manfaat Monitoring
B. EVALUASI
Pentingnya Evaluasi :
1. Memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan program
2. Menunjukkan dimana dan bagaimana perlu dilakukan
perubahan-perubahan
3. Menentukan bagaoimana kekuatan atau potensi dapat
ditingkatkan
4. Memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan
pengambilan keputusan
5. Membantu untuk dapat melihat konteks dengan lebih luas serta
implikasinya terhadap kinerja pembangunan
Tujuan Evaluasi :
Jenis evaluasi :
Komponen Evaluasi
a. Surveilans
b. Diklat
c. Orientasi karyawan
d. Laporan
a. Surveilans
Definisi :
Pengamatan aktif terus menerus dan sistematis terhadap
adanya dan penyebaran HAIs di suatu populasi , serta hal yang
mempengaruhi resiko terjadinya HAIs. Surveilans ini sangat
penting dalam pelaksanaan HAIs karena tanpa ada surveilans
kegiatan tidak produktif dan bisa diabaikan dan hanya
melaksanakan kegiatan PPI tanpa pemantauan
What : Jenis HAIs ISK IADP< SSI < VAP
When : Kapan terjadinya HAIs
Where : Unit / Bangsal mana?
Who : Umur, jenis kelamin dan factor resiko lain
(intrinsic /ekstrinsik)
Tujuan Surveilans :
Pengumpulan data
Pengolahan Data
b. Diklat
1. Masuka / input : visi d