Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai
upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan
yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai
salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik,
mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi
baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah kesehatan.
Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena
keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan
ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang
Kesehatan no 23 tahun1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui
registrasi, seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan
terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada
masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan
sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.Tenaga keperawatan juga memiliki
karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan
intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu
dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal
yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat
yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus
pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini.
Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua
pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit maupun di tatanan
pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan
PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan
pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen tenaga
kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan
dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem
klien.
Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan secara
professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan
kaidah etik dan moral, sehingga masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan
keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge yang
jelas berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard dan etika
profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993). Perawat juga
diharuskan akuntabel terhadap praktik keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran
terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara
hokum apabila tidak melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi, kaidah etik
dan moral.
Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistic melandasi suatu standard asuhan
dan dilaksanakan berdasarkan keyakinan terhadap paradigma keperawatan. Sistematika proses
keperawatan menjadi pola pikir dan tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment),
perencanaan (termasuk kriteria keberhasilan),
implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan
kesehatan di Indonesia dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.
Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga
kesehatan termasuk keperawatan, seringkali di identikkan dengan kegagalan upaya kesehatan
padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin
perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat
sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan ketetapan hukum yang
mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi persyaratan saja yang akan
mendapatkan lisensi/ijin melakukan Pratik keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang
Praktik Keperawatan yang mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan
untuk melindungi masyarakat.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani kesepakatan di
antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA
(Mutual Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen
diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam
kancah 3 global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara di
Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan. Di antara 10 negara di
Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik
keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan
adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory
Body) merupakan salah satu prsayarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global, apalagi
Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang besar. Dengan adanya
undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik
disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.
Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam Rancangan Undang-
Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut:
1. Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
2. Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi.
3. Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik.
4. Pengaturan tentang keterkaitan antara praktik dengan penelitian.
5. Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan.
6. Ketatalaksanaan hubungan antara pasien dengan perawat.
7. Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
8. Pemberian sanksi disiplin.
2. Kode etik profesi merupakan pernyataan yang komprehensif dari bentuk tugas dan pelayanan
dari profesi yang memberi tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan praktek dibidang
profesinya, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga, masyarakat dan teman sejawat,
profesi dan diri sendiri. Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan daftar prilaku atau bentuk
pedoman/panduan etik prilaku profesi keperawatan secara professional (Aiken, 2003). dengan
tujuan utama adanya kode etik keperawatan adalah memberikan perlindungan bagi pelaku dan
penerima praktek keperawatan. Kode etik profesi disusun dan disyahkan oleh organisasi
profesinya sendiri yang akan membina anggota profesinya baik secara nasional maupun
internasional. (Rejeki, 2005). Konsep etik yang merupakan panduan profesi merupakan tanggung
jawab dari anggota untuk melaksanakannya. Profesi keperawatan sebagai salah satu profesi yang
professional dan mempunyai nilai-nilai/prinsip moral dalam melakukan prakteknya maka kode
etik sangatlah diperlukan. Perawat sebagai anggota profesi keperawatan hendaknya dapat
menjalankan kode etik keperawatan yang telah dibuat dengan sebaik-baiknya dengan tetap
memegang teguh dan selalu dilandasi oleh nilai-nilai moral profesionalnya.(Misparsih, 2005).
B. Perumusan Masalah
1. Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi keperawatan di indonesia
apabila RUU keperawatan tidak disahkan.
2. Bagaimanakah perawat dapat melakukan Kode Etik Keperawatan kepada pasien.
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui RUU Keperawatan.
2. Untuk mengetahui kapan disahkannya RUU keperawatan.
3. Mahasiswa Keperawatan mampu mengetahui Kode Etik Keperawatan.
D. Tujuan
1. Gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan.
2. Sejarah perkembangan profesi keperawatan.
3. Penyelenggaraan praktik keperawatan.
4. Masalah-masalah dalam praktik keperawatan.
5. Alasan perlunya pengaturan perundang-undangan keperawatan.
6. Pokok-pokok materi muatan dalam pengaturan praktik keperawatan.
7. Untuk memenuhi tugas mata ajar etika dan hukum keperawatan dan untuk
lebih jauh memahami
tentang etika dalam keperawatan dan penyelesaian dilema etik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan
kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan
ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus
keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk pelayanan keperawatan,
antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual
Komplementer atau Suplementer (Henderson), Care-Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap
dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori
Lintas Budaya (Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan
lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus
pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada dasarnya
memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan
kesehatan, serta perlu untuk di bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua
teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan
terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori
inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi kesehatan lain
(Nurrachmah, 2004).
Keperawatan di Indonesia yang perkembangannya masih belum menggembirakan dibanding
dengan negara-negara maju. Di karnakan karna adanya faktor yang mempengaruhi diantaranya
adalah faktor historikal, struktural maupun fungsional. Dengan banyaknya perubahan yang
terjadi pada era globalisasi dimana perkembangan tehnologi informasi membuat tidak ada batas
antar negara, telah memungkinkan arah perkembangan keperawatan di Indonesia sejalan dengan
arah perkembangan keperawatan di negara-negara maju. Walaupun sebenarnya keterlambatan
perkembangan keperawatan di Indonesia lebih banyak dikarenakan factor ekesternal profesi.
2. Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David
(1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu
untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan
pembuatan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced Learners
Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip
moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi AARN (1996), etika berfokus pada yang
seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson,
(1992).etik adalah Segala sesuatu yang berhubungan/alasan tentang isu moral.
Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia untuk memilih tindakan baik
dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang
dapat dipertanggung jawabkan (Degraf, 1988). Etika merupakan bagian dari filosofi yang
berhubungan dengan keputusan moral menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut
Websters The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and
obligation, ethics offers conceptual tools to evaluate and guide moral decision making.
2. RUU Keperawatan
RUU Keperawatan resmi disahkan oleh DPR menjadi UU (Undang-Undang). RUU Keperawatan
secara resmi disahkan DPR pada Kamis 25 September 2014. Menurut Priyo (Wakil Ketua DPR),
UU Keperawatan yang terdiri dari 13 bab dan 67 pasal itu adalah mahakarya yang dihasilkan
oleh Anggota DPR RI peride 2009-2014. Berikut adalah isi UU Keperawatan tersebut.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pasal 2
Keperawatan berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah;
c. etika;
d. manfaat;
e. keadilan; dan
f. kesehatan dan keselamatan Klien.
Pasal 3
Keperawatan bertujuan:
Pasal 4
keperawatan merupakan alat untuk mengukur prilaku moral dalam keperawatan. Dalam
menyusun alat pengukur ini keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang
mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat (Suhaemi, 2002). Adanya penggunaan kode
etik keperawatan, organisasi profesi keperawatan dapat meletakkan kerangka berfikir perawat
untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab kepada masyarakat anggota tim kesehatan
lain dan kepada profesi.
Sesuai tujuan tersebut diatas, perawat diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan etika
profesi secara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru dan mampu
menurunkan etika profesi keperawatan kepada perawat-perawat muda. Disamping maksud
tersebut, penting dalam meletakkan landasan filsafat keperawatan agar setiap perawat dapat
memahami dan menyenangi profesinya.
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan
adalah, mampu:
a. Mengenal dan mengidentifikasi unsure moral dalam praktik keperawatan
b. Membentuk strategi/cara dan menganalisa masalah moral yang terjadi dalam praktik
keperawatan
c. Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada
diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa tujuan dan fungsi kode etik keperawatan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi
kode etik keperawatan, adalah:
1) Memberikan panduan pembuatan keputusan tentang masalah etik keperawatan.
2) Dapat menghubungkan dengan nilai yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan
3) Merupakan cara mengevaluasi diri profesi perawat
4) Menjadi landasan untuk menginisiasi umpan balik sejawat
5) Menginformasikan kepada calon perawat tentang nilai dan standar profesi keperawatan
6) Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.
Sedangkan kode etik keperawatan di Indonesia yng dikeluarkan oleh organisasi profesi (PPNI)
telah diatur lima pokok etik, yaitu: hubungan perawat dan pasien, perawat dan praktek, perawat
dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, perawat dan profesi. Kelima pokok etik
keperawatan yang ada merupakan bentuk kode etik yang telah mejadi panduan dari semua
perawat Indonesia untuk menjalankan profesinya
Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar keadilan, moralitas atau
legalitas (Suhaemi, 2002). Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu yang seseorang berhak, seperti
kekuasaan atau hak istimewa.
Hak merupakan peranan fakultatif karena sifatnya boleh tidak dilaksanakan atau dilaksanakan,
menurut suryono (1990). Hak merupakan sutau yang dimilikin orang atau subyek hukum baik
manusia sebagai pribadi atau manusia sebagai badan hukum, dimana subyek yang bersangkutan
mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan. Sedangkan kewajiban
3. Hak-hak pasien
Disamping beberapa hak dan kewajiban perawat, perawat juga harus mengenal hak-hak pasien
sebagai obyek dalam praktek keperawatan. Sebagai hak dasar sebagai manusia maka penerima
asuhan keperawatan juga harus dilindungi hak-haknya, sesuai perkembangan dan tuntutan dalam
praktek keperawatan saat ini pasien juga lebih meminta untuk menentukan sendiri dan
mengontrol tubuh mereka sendiri bila sakit; persetujuan, kerahasiaan, dan hak pasien untuk
menolak pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri. Hal-hal inilah yang perlu
dihargai dan diperhatikan oleh profesi keperawat dalam menjalankan kewajibannya.
Tetapi dilain pihak, seorang individu yang mengalami sakit sering tidak mampu untuk
menyatakan hak-haknya, karena menyatakan hak memerlukan energi dan kesadaran diri yang
baik sedangkan dalam kondisi sakit seseorang mengalami kelemahan atau terikat dengan
penyakitnya dan dalam kondisi inilah sering individu tidak menyadari akan haknya, disinilah
peran seoran professional perawat.
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur
(bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan,
euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan
praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan
dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang
buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan dibahas sekilas
beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung pada praktik
keperawatan.
1. Konflik etik antara teman sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk
dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap
bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah
keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat
sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus
menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan
pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau pengobatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan sebagai
alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari
jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan
dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat,
keuangan, social dan lain-lain.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan
keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan
peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan
dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama
oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa, saat
itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai
kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien
berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu
akan baik, suntikan ini tidak sakit.
5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-
barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien
meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat
dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi
ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan
tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan
informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal
yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa
obat itu diambil.
E. Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan dan
Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
1. Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan seluruh elemen
masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselenggarakan secara
bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-
anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan
daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah yang memberi dampak pada
kesehatan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait
lainnya.
2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI mengenai Sumber Daya
Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan,
pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan.
Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa:
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
3. Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
a. Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari
model medical yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke
paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan
bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan sebagai profesi dan
struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi
kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
c. Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.
d. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan.
e. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan
keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa diskriminatif menurut status
social, budaya, agama, ras dll.
4. Alasan Tehnik Keperawatan
a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap perawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalam pengambilan
keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidak merata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan peluang sempit.
B. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana
alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang
benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak
diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan
dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).
1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis
a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleologi dan utilitarianisme sering
digunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan
akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan
The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini
menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi
manusia (Kelly, 1987).
b. Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut
Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan,
melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan
melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara
moral benar atau salah. Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas
harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia
secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak
kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia
harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum
moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu
makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri.
2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu
memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, Sedangkan
Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai
berikut:
1) Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan
informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan
yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3) Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang
tepat
5) Mendefinisikan kewajiban perawat
6) Membuat keputusan.
Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas,
penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik.
Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi,
legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik
keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995). Beberapa kerangka pembuatan dan
pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci
dalam pengambilan keputusan, yaitu:
a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya
b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai
sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada
pelanggaran hukum/legal
c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan
diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu
keputusan atas alternative yang dipilih
e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa
yang harus melaksanakan putusan.
f. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang
timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan bila
mungkin dapat dijalankan.
F. Pokok-Pokok Materi Muatan Dalam Pengaturan Praktik Keperawatan
1. Pengertian Umum
Pengertian yang terdapat didalam RUU ini antara lain:
a. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiatkeperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.
b. Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien dan atau tenaga
kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan
keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial,
kultural dan spiritual.
c. Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan pelayanan lainnya, dengan
menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik
keperawatan.
d. Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang undangan.
e. Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan
berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi
keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan
sebutan Registered Nurse (RN).
f. Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat
profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan
telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.
g. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat
untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.
h. Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat
kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk
melaksanakan profesinya.
i. Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
7. Registrasi Keperawatan
Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat
Tanda Registrasi Perawat (STRP).
9. ketentuan pidana
Apabila dalam pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan yang berkaitan dengan aspek
hukum ditemukan pelanggaran dan kejahatan maka perlu diberikan sanksi hukum. Perawat yang
melanggar ketentuan dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara Surat Ijin
Praktik Perawat maupun permanen hingga sanksi pidana. Penetapan sanksi administrasi dan
Sanksi Disiplin maupun pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya
risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.
A.Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan praktik
keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan kepentingan pemerintah,
sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila dibandingkan dengan perangkat
hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat pesat harus
diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat memberikan
perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan
maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan
perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang diharapkan dapat sesuai
dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan naskah akademis menjadi sangat
penting.
Oleh karena itu penyusunan naskah akademis Praktik Keperawatan ini memuat pokok-
pokok pikiran mengenai materi hukum yang melandasi penyusunan praktik keperawatan
mencakup antara lain:
a. Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
b. Pengaturan izin praktik kaitannya dengan seritifikasi, registrasi dan lisensi.
c. Akreditasi tempat praktik dan orang yang bertanggung jawab ditempat praktik.
d. Pengaturan penetapan kebijkan, yang sekarang ini hanya ada di Departemen
Kesehatan.
e. Pengaturan ketatalaksanaan hubungan perawat klien (pasien).
f. Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian
pelayanan/asuhan keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika
keperawatan. Standar asuhan perawatan di Indonesia sangat diperlukan untuk
melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan etika keperawatan telah diatur oleh
organisasi profesi, hanya saja kode etik yang dibuat masih sulit dilaksanakan dilapangan
karena bentuk kode etik yang ada masih belum dijabarkan secara terinci dan lengkap
dalam bentuk petunjuk tehnisnya.
Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung
jawabkan, etik bicara tentang hal yang benar dan hal yang salah dan didalam etik terdapat
nilai-nilai moral yang merupakan dasar dari prilaku manusia (niat). Prinsip-prinsip moral
telah banyak diuraikan dalam teori termasuk didalamnya bagaimana nilai-nilai moral di
dalam profesi keperawatan. Penerapan nilai moral professional sangat penting dan
sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi dan harus dilaksanakan dalam praktek keperawatan.
B. Saran
1. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua pihak
(Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada
pelayanan yang bermutu.
2. Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan
oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat
menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik
keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3. Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam bahasa hukum dan
dituangkan dalam praktik keperawatan.