Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan sosial yang terlihat
dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan oleh perorangan,
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang
didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga dan lingkungan
sosial. Lingkungan tersebut selain menunjang upaya kesehatan jiwa juga merupakan stressor
yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan
seseorang jatuh dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal. Kondisi lingkungan
sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah
masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi untuk individu yang rentan terhadap
kondisi lingkungan dengan tingkat kemiskinan terlalu menekan.
Kelompok adalah suatu system social yang khas yang dapat didefinisikan dan dipelajari.
Sebuah kelompok terdiri dari individu yang saling berinteraksi, interelasi, interdependensi dan
saling membagikan norma social yang sama (Stuart & Sundeen, 1998).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis terhadap
sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar
anggota (Depkes RI, 1997).
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas hubungan
yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart & Sundeen, 1998).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005)
Depkes RI (1997) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:
1. Tujuan Umum
d) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti fungsi kognitif dan
afektif.
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai identifikasi diri tentang
mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b) Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat dibutuhkan oleh seseorang untuk
menjaga kesehatan mentalnya. Di dalam kelompok akan ada waktu bagi anggotanya untuk
menyalurkan emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota kelompok lainnya.
Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok dapat memberikan dampak
yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat. Yalom (1985) dalam tulisannya mengenai terapi
kelompok telah melaporkan 11 kasus yang terlibat dalam efek terapeutik dari kelompok. Faktor-
faktor tersebut adalah :
1) Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang mempunyai masalah dan
bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau setidaknya dapat dimengerti oleh orang lain.
2) Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain yang telah dapat
maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional yang diberikan oleh kelompok
lainnya.
3) Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan dukungan satu sama lain dan
menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide dari yang lainnya.
4) Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk kebanyakan klien
merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota lainnya dapat jadi resepien reaksi
tranferensi yang kemudian dapat dilakukan.
5) Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk menghubungkan dengan
yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien dapat memperoleh umpan balik dan mempunyai
kesempatan untuk belajar dan melatih cara baru berinteraksi.
6) Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi tentang ganguan
seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku orang dan pengaruhnya terhadap
anggota kelompok lainnya.
7) Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau anggota lainnya
memberikan model peran yang baik.
8) Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang. Bila
terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa kesatuan dan persatuan memberi pengaruh
kuat dan memberi perasaan memiliki dan menerima yang dapat menjadi kekuatan dalam
kehidupan seseorang.
9) Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan antar pribadi, bagaimana
memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai pengalaman memperbaiki hubungan
menjadi lebih baik.
10) Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi ketegangan emosi
tetapi juga menguatkan perasaan kedekatan dalam kelompok.
11) Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui keterbatasan seseorang,
keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang.
Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997) adalah :
1) Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok kecuali
mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak terkontrol, mudah
bosan.
2) Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok antara lain :
sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren
dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas
kelompok.
3) Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan pertimbangan
tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen,
tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan
berdasarkan problem yang sama.
E. KOMPONEN KELOMPOK
1) Struktur kelompok.
2) Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar
antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar akibbatnya tidak semua anggota mendapat
kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak
cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Kelliat, 2005).
3) Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan
60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan
kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan
(Kelliat, 2005).
Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada terapi individual,
oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman dalam psikoterapi individual.
Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya dan menyerahkan kepada
kelompok.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan sementara. Bloking yang
terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkatoleh karenanya terapis perlu
mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa klien masih
perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar
mengajak temannya yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi
kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan dikeluarkan dan
terapi aktifitas kelompok berjalan terus dengan memberikan penjelasan kepada semua anggota
kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota diperhatikan dengan
sungguh-sungguh dan di tanggapi dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat
atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari
bahwa tidak menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang
terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat pembicaraan yang
telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan kemudian
dengan membuat perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya. (Kelliat, 2005).
G. PERKEMBANGAN KELOMPOK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan kembang.
Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase (Kelliat, 2005) yaitu :
1. Fase prakelompok.
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari kelompok.
Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan pelaksana kegiatan
kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun panduan pelaksanaan
kegiatan kelompok.
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru. Dan peran yang baru.
Fase ini terbagi dalam tiga fase (Kelliat, 2005) yaitu:
a) Tahap orientasi.
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin
kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari
tujuan, kerahasian, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya
satu orang yang berbicara pada satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara
anggota kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.
b) Tahap konflik.
Peran dependen dan independent terjadi pada tahap ini, sebagian ingin pemimpin yang
memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan, atau sebaliknya anggota ingin
berperan sebagai pemimpin. Adapula anggota yang netral dan dapat membantu menyelesaikan
konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antara kelompok
maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negative dan membantu kelompok mengenali penyebab
konflik. Serta mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai
penyebab konflik.
c) Tahap kohesif.
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain.
Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa
bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya
memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan penyelesaian masalah. Pada
tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan,
mereka belajar persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan
yang menjadi suatui realitas.
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka bekerja keras, tetapi
menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan realistis.
Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga
kelompok kea rah pencapaian tujuan, serta mengurangi dampak dari factor apa saja yang dapat
mengurangi produktivitas kelompok. Selain itu pemimpin juga bertindak sebagai konsultan.
Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang
bertambah disertai percaya diri dan kemandirian. Pada fase ini kelompok segera masuk ke fase
berikutnya yaitu perpisahan.
4. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena anggota kelompok
atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok.
Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian, baik kelompok maupun individu. Pada
tiap sesi dapat pula dikembangkan instrument evaluasi kemampuan individual dari anggota
kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan
paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan
puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
1. Terapi kelompok.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu
tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Focus terapi kelompok adalah
membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya.
2. Kelompok terapeutik.
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh
kembang, atau penyesuaian social, misalnya kelompok ibu hamil yang akan menjadi ibu,
individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik dikembangkan
menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut : mencegah masalah
kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok, meningkatkan kualitas
kelompok. antara anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaiakan masalah.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas
sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative
penyelesaian masalah.
Tujuan umum terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah klien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
Sedangkan tujuan khususnya adalah klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan
kepadanya dengan tepat, klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang
dialami.
Aktivitas terapi kelompok stimulasi persepsi dibagi dalam empat (4) bagian yaitu :
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien dengan perubahan perubahan
persepsi sensori dan klien menarik diri yang telah mengikuti terapi aktivitas kelompok
sosialisasi. Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu aktivitas
menonton televisi, aktivitas membaca majalah/Koran/artikel dan aktivitas melihat gambar.
b) Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan.
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien dengan perilaku kekerasan yang
telah kooperatif. Aktivitas dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
aktivitas mengenal kekerasan yang biasa dilakukan, aktivitas mencegah kekerasan melalui
kegiatan fisik, aktivitas mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi social asertif, aktivitas
mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat, aktivitas mencegah perilaku
kekerasan melalui kegiatan ibadah.
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien gangguan konsep diri : harga diri
rendah. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : aktivitas
mengidentifikasikan aspek yang membuat harga diri rendah dan aspek positif kemempuan yang
dimiliki selama hidup (di rumah dan di rumah sakit), aktivitas melatih kemampuan yang dapat
digunakan di rumah sakit dan di rumah.
d) Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan.
Klien yang mempunyai indikasi aktivitas ini adalah klien yang mengalami perubahan
persepsi sensori : halusinasi. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat
dipisahkan, yaitu : aktivitas mengenal halusinasi, aktivitas mengusir/menghardik halusinasi,
aktivitas mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, aktivitas mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap, aktivitas mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
1. Tujuan
2. Setting
3. Alat
a) Spidol.
b) Papan tulis/whiteboart/flipchat.
4. Metode
5. Langkah Kegiatan
a) Persiapan
Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi,
khususnya klien dengan halusinasi pendengaran fase II : condemning. Membuat kontrak dengan
klien, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) Orientasi
Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien, perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama),
menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang
didengar.
Terapis menjelaskan aturan main berikut : jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus minta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari
awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang
didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada
saat terjadi.
Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat
terjadi, dan perasaan klien saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara
berurutanpai semua klien mendapat giliran.
Hasilnya tulis di whiteboard. Beri pujian kepada klien yang melakukan dengan baik.
Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang biasa didengar.
d) Tahap terminasi
Evaluasi
Terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi dan perasaannya jika terjadi halusinasi.
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi, menyepakati waktu dan
tempat
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlansung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Dokumentasikan kemampuan
yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan klien.
No
Nama klien
Menyebut isi halusinasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas hubungan
yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart & Sundeen, 1998).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005).
Depkes RI (1997) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:
1. Tujuan umum
c) Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri dengan prilaku defensif.
d) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti fungsi kognitif dan
afektif.
2. Tujuan khusus
b) Penyaluran emosi.
B. Saran
Diharapkan bagi tenaga perawat menjadikan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi sebagai
tindakan keperawatan untuk setiap pasien dengan masalah gangguan jiwa karena TAK
Sosialisasi merupakan tindakan keperawatan yang efektif.
MANAJEMEN KONFLIK
FISIOLOGIS MENINGITIS
KONSEP KECEMASAN