Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman,
1996).
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinik
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang
khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung
antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu
spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
c. Kognitif
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak
awal
d. Bahasa
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
c. Lingkungan asing
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam
batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24
jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-
hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum
banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Tujuan
Kriteria hasil
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien,
anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat
badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau
hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan
tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Diagnosa 4
Kriteria hasil
Intervensi
Diagnosa 5
Tujuan
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensinya
4. Evaluasi
APBI:2004
18 Juni 2008
Askep Anak dengan Marasmus
PENGERTIAN
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat
gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam
makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu
pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang
penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan
orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat
tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe,
tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi
mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam
meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar
2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat
makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi
menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan
memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.
(Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic
fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
2. Etiologi
b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1
dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3
dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian
akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam
sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila
tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
4. Tanda dan gejala
f. Sakit kepala.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
5. Komplikasi
a. Perdarahan luas.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit
seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi
renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
7) NA dan CL rendah
8. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan
intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4
mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk
perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
b. Motorik halus
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
c. Lingkungan asing
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan
DHF dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik.
Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak
nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan
lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah,
penurunan kesadaran).
2. Diagnosa keperawatan .
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
3. Intervensi
Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah
diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan
menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan
memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
keperawatan :
a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti
terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 2000 cc per
hari
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
Tujuan
Kriteria hasil
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau
diketahuinya.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
4. Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan
keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi
proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari
sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat
mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.
Evaluasi :
I. Konsep Medis
A. Pengertian
Tumor abdomen merupakan massa yang padat dengan ketebalan yang berbeda-beda,
yang disebabkan oleh sel tubuh yang yang mengalami transformasi dan tumbuh secara
autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal, sehingga sel tersebut berbeda dari
sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Secara patologi kelainan ini mudah terkelupas
dan dapat meluas ke retroperitonium, dapat terjadi obstruksi ureter atau vena kava
inferior. Massa jaringan fibrosis mengelilingi dan menentukan struktur yang di
bungkusnya tetapi tidak menginvasinya.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang abnormal. Perbedaan
sifat sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi
autonominya dalam pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan
menyebabkan metastasis.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara lain :
a. Karsinogen
b. Hormon
c. Faktor gaya hidup : Kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan makan-
makanan yang kurang berserat.
d. Parasit ; parasit schistosoma hematobin yang mengakibatkan karsinoma planoseluler.
e. Genetik
f. Infeksi, trauma, hipersensivitas terhadap obat Tanda Dan Gejala
- Hiperplasia
- Konsistensi tumor umumnya padat/keras
- Tumor epitel biasanya mengandung sedikit jaringan ikat, dan apabila tumor berasal dari
masenkim yang banyak mengandung jaringan ikat elastis kenyal atau lunak.
- Kadang tampak Hipervaskulari disekitar tumor .
- Bisa terjadi pengerutan dan mengalami retraksi.
- Edema sekitar tumor disebabkan infiltrasi kepembuluh limfa.
- Konstipasi
- Nyeri
- Anoreksia, mual, lesu
- Penurunan berat badan
- Pendarahan
D. Patofisiologi penyimpangan kdm terlampir.
E. Pencegahan
Pencegahan dilalukan berdasarkan fakta epidemologi terutama factor penyebab yaitu
dengan memberikan penyuluhan kepeda masyarakat maupun perorangan.
1. Pencegahan primer dimaksudkan untuk menghilangkan factor penyebab masalah yang
nyata .
Dalam gaya hidup adalah kebiasaan merokok sehingga yang penting sekali ialah
mencegah remaja mulai merokok dan mencegah adanya perokok pasif, masalah
kelebihan makanan, pajangan sinar ultra violt dan rotgen.
2. Pencegahan sekunder merupakan panapisan pada kelompok tertentu yang berisiko
tinggi
Terhadap keganasan tersebut.
Penapisan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa jika diagnosa ditegakkan dan terapi
langsung diberikan, maka hasil penanganan lebih baik ketimbang hasil pengobatan pada
tingkat penyakit yang telah menyebabkan seseorang mencari pengobatan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Uji dubur digital
- X ray
- Sigmoidoscope
- Fiber optik plexible scope
- Ultra sonografi.
- Laboratorium.
II. Konsep Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu: preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula
dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan.
Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim
kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien
dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
Berikut adalah gambaran umum masing-masing tahap dalam keperawatan perioperatif
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang
diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan mencakup .Pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja
operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery
room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Contoh Aktivitas Keperawatan dalam Peran Perawat Perioperatif
FASE PRAOPERATIF
FASE INTRAOPERATIF
FASE POSTOPERATIF
Pengkajian:
Rumah/Klinik:
1. Melakukan pengkajian perioperatif awal
2 .Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4. Memastikan kelngkapan pemeriksaan pra operatif
5 Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1. Melengkapi pengkajian praoperatif
2. Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3. Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan
terjadi.
4. Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang Operasi :
1. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2. Menelaah ulang lembar? observasi pasien (rekam medis)
3. Mengidentifikasi pasien
4. Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1. Menentukan rencana asuhan
2. Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi)
Dukungan Psikologis :
1. Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2. Menentukan status? psikologis
3. Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain
yang berkaitan.
Safety Managenent :
1. Atur posisi klien :
a. Kesejajaran fungsional
b.Pemajanan area pembedahan
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik
4. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum da instrumen tepat.
Pemantauan Fisiologis :
1. Melakukan balance cairan
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
3. Pemantauan terhdap perubahan vital sign
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
1 . Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan.
Penatalaksanaan Keperawatan :
1. Melakukan prosedur keselamatan bagi klien
2. Mempertahankan lingkugan aseptik dan terkontrol
3. Mengelola sumber daya manusia secara efektif.
Komunikasi dari Informasi Intra operatif :
1. Menyebutkan nama pasien
2 .Menjelaskan jenis pembedahan yang dilakukan
3. Menggambarkan faktor-faktor intraoperatif, meliputi pemasangan drain atau kateter,
kekambuhan peristiwa-peristiwa yang tidak diperkirakan.
4. Menjelaskan pembatasan fisik dan keterbatasan fisik yang dialami pasien.
5. Menerangkan gangguan akibat pembedahan
6. Melaporkan tingkat kesadaran praoperatif klien
7. Mengkomunikasikan tentang peralatan yang diperlukan.
Pengkajian Pasca operatif di Rocovery Room :
1. Menentukan respon segera pasien terhadap pembedahan
Unit Bedah :
1 . Mengevaluasi efektivitas dari asuhan keperawatan di ruang operasi.
2. Menentukan tingkat kepuasan pasien
3. Mengevaluasi produk-produk yang digunakan pada pasien di ruang operasi.
4. Menetukan status psikologi pasien
5. Membantu dalam perencanaan pemulangan
Rumah/Klinik :
1. Kaji persepsi pasien tentang pembedahan dalam kaitannya dengan agen anastesi,
damapak pada citra tubuh, penyimpangan dan immobilisasi
2. Tentkan persepsi keluarga tentang pembedahan.
B. Prioritas Keperawatan
1 Mengurangi ansietas dan trauma emosional
2 Menyediakan keamanan fisik
3 Mencegah komplikasi
4 Meredakan rasa sakit
5 Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
6 Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis
dan kebutuhan pengobatan.
C. Tujuan pemulangan
1 Pasien menghadapi situasi yang ada secara realistis
2 Cedera dicegah
3 Komplikasi dicegah
4 Rasa sakit dihilangkan/dikontrol
5 Luka sembuh/fungsi organ berkembang kearah normal
6 Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapeutik dipahami.
D. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi terlampir.
Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed.8, Vo.2, EGC,
Jakarta.
Oleh
Susilawati
Pengertian
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah
hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena
kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat
muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan
setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang
letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat
ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah
melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger.
Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan.
Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau
dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai
kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.
Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang
melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium
tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar
daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang.
Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt
dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi
akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah
menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah
yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
Gangguan hemodinamik
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga
memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.
Manifestasi
1. Bising sistolik tipe ejeksi di daerah sela iga dua/tiga pinggir sternum kiri.
2. Dyspnea
3. Aritmia
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
2. Foto thorax
3. EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD
Secundum; RBBB,RVH
4. Echo
5. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan
kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi
atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan
sumber-sumber informasi tambahan.
6. TEE (Trans Esophageal Echocardiography)
Komplikasi
1. Gagal Jantung
2. Penyakit pembuluh darah paru
3. Endokarditis
4. Aritmia
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
- Inspeksi :
Status nutrisi Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan
dengan penyakit jantung.
Warna Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan
pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
Deformitas dada Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
Pulsasi tidak umum Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
Ekskursi pernapasan Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya
dengkur ekspirasi).
Jari tabuh Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
Perilaku Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa
jenis penyakit jantung.
- Palpasi dan perkusi :
Dada Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti
thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)
Abdomen Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
Nadi perifer Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan
ketidaksesuaian.
- Auskultasi
Jantung Mendeteksi adanya murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang
membantu melokalisasi defek jantung.
Paru-paru Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
Tekanan darah Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian
antara ekstremitas atas dan bawah)
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian mis; ekg, radiografi, ekokardiografi,
fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin,
volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan
kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti
anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.
4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang
lemah.
Tujuan :
Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria hasil :
Anak bebas dari infeksi.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
b. Beri istirahat yang adekuat
c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
Evaluasi
Proses : langsung setalah setiap tindakan
Hasil : tujuan yang diharapkan
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah
Sumber :
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung
dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
12 Januari 2008
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
BRONCHOPNEUMONI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat
(Whalley and Wong, 1996).
2. Etiologi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
3. Fatofisiologi
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
4. Manifestasi klinis
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya
timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat,
batuk-batuk yang non produktif napas bunyi pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat
auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan
dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala,
nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.
5. Pemeriksaan penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Komplikasi
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
a. Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
b. Motorik halus
c. Kognitif
3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak
awal
d. Bahasa
1. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
2. Fisiologis
3. Lingkungan asing
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
b. Pemeriksaan fisik
3) Koping
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi
Diagnosa 1
Rencana tindakan :
1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan
bunyi napas abnormal.
Diagnosa 2
4. Monitor AGD
Diagnosa 3.
Rencana tindakan :
Diagnosa 4.
Rencana tindakan :
Diagnosa 5
Rencana tindakan :
Diagnosa 6
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat
setelah dilakukan tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum
dimengertinya
Diagnosa 7
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
4. Evaluasi
g. Cemas teratasi
19 Juni 2008
Askep Anak dengan Hirsprung
Rusli Arif
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit
yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas
pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah
kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi 3 Kg, lebih banyak laki lakipada bayi aterm dengan berat lahir
dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden,
2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson,
1995 : 141 ).
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan
berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya
feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah
timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk
dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz
Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah
diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,
2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya
diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total ( NPT )
2. Fokus Intervensi
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces
( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi
secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran
pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk
mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz,
Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan
segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong,
2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat obatan.
Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya
kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal hal yang ingn diketahui
sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat obatan pada keluarga
pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
08 Januari 2008
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GASTROENTERITIS
A. KONSEP DASAR
I. PENGERTIAN.
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya
(FKUI,1965).
II. PATOFISIOLOGI.
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri Abdomen
f. Fontanel Cekung
IV. KOMPLIKASI.
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
a. Dehidrasi ringan
b. Dehidrasi Sedang
c. Dehidrasi Berat
V. PENATALAKSANAAN MEDIS.
a. Pemberian cairan.
1. Memberikan asi.
c. Obat-obatan.
Keterangan :
2. Cairan parentral.
Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan
tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.
2.5. Obat-obatan.
1.3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan
orang dewasa kecil, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara
ekonomi.
a. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.
b. Motorik kasar.
c. Kognitif.
d. Bahasa.
Separation ansiety
c. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,
menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
d. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan
denga.n orang lain dan menyukai lingkungan
B. ASUHAN KEPERTAWATAN
SECARA TEORITIS
I. PENGKAJIAN.
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan
pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
5.1.Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
5.3.Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen
yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
5.5.Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya
nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
III.INTERVENSI.
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan .
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan
seimbang
Intervensi
Diagnosa 2.
Tujuan
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah
tidak ada.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien.
Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik
abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan
porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Tujuan
Kriteria hasil
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri
zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan
perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi
antipungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi
klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Tujuan
Kriteria hasil
Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang,
keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang
proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui
penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.
Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Tujuan
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji factor pencetus cemas. Buat jadwal kontak
dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien.
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu
mendampingi klien.
IV. EVALUASI.
Sumber :
APBI : 2004
12 Januari 2008
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS
DEFINISI
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda
klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya
shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas
disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan
mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps
paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2
dan asidosis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
GAMBARAN KLINIS
RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan <1000>
Dispnue/hipernue
Sianosis
Grunting expirasi
Bradikardi
Hipotensi
Kardiomegali
Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
Hipotermi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inefektif pola nafas b.d adanya penumpukan lendir pada jalan nafas.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak
3. Defisit volume cairan b.d meningkatnya metabolisme
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
5. Resiko terjadinya infeksi pada tali pusat b.d invasi kuman patogen kedalam tubuh
6. Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.
Kolaborasi pemberian
therapy.
12 Januari 2008
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN BBLR
1. Definisi
BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961)
Klasifikasi BBLR
Prematuritas murni
Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi.
Dismaturitas
BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
2. Etiologi
a. Faktor ibu
Faktor usia
Keadaan sosial
b. Faktor janin
Hydroamnion
Kehamilan multiple/ganda
Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
Radiasi
Zat-zat beracun
3. Patofisiologi?
4. Gejala Klinis
BB <>
Pb <>
Lingkar dada <>
5. Pem. Penunjang
6. Komplikasi
RDS
Aspiksia
7. Penatalaksanaan medis
Pemberian vitamin K
Pemberian O2
8. Askep Pengkajian
Tanda-tanda anatomis
Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak
jaringan sedikit (tipis).
Tanda fisiologis
Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak
menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
Penyebabnya adalah :
9. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
2. Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
3. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam
mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
6. Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.
N Diagnosa Perencanaan
o. Keperawatan
Tujuan
1. Tidak efektifnyaPola nafas efektif . 1. Observasi pola Nafas.
pola nafas b.d
imaturitas fungsiKriteria Hasil : 2. Observasi frekuensi dan
paru dn neuro bunyi nafas
muscular RR 30-60 x/mnt
3. Observasi adanya
Sianosis (-) sianosis.
9. Kolaborasi dengan
tenaga medis lainnya.
2 Tidak efektifnyaSuhu tubuh kembali Observasi tanda-tanda
termoregulasi b.dnormal. vital.
imaturitas control
dan pengatur suhuKriteria Hasil : Tempatkan bayi pada
dan berkurangnya incubator.
lemak subcutan Suhu 36-37 C.
didalam tubuh. Awasi dan atur control
Kulit hangat. temperature dalam
incubator sesuai
Sianosis (-) kebutuhan.
Observasi adanya
sianosis.
3. Resiko infeksi b.dInfeksi tidak terjadi. Kaji tanda-tanda infeksi.
defisiensi
pertahanan tubuhKriteria Hasil : Isolasi bayi dengan bayi
(imunologi) lain
Suhu 36-37 C
Cuci tangan sebelum dan
Tidak ada tanda- sesudah kontak dengan
tanda infeksi. bayi.
Pastikan semua
perawatan yang kontak
dengan bayi dalam
keadaan bersih/steril.
Kolaborasi dengan
dokter.
Rencana tindakan :
1. Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional ; Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi
2. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas
Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi
3. Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan
chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada
kebanyakan pasien leukaemia.
4. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.
Rasional ; Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko atelektasisi/
pneumonia.
5. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gnakan sikat gigi
halus untuk perawatan mulut.
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
patogen
6. Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap
Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses
penyakit atau kemoterapo.
7. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik
Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.
8. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin
Rasional ; aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan jumlah
trombosit lanjut
A. DEFINISI
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai
saluran pencernaan. Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi
lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran
(FKUI, 1985).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa
tunas 6 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut
pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis
yang sama dengan enteritis akut.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.
Namun, dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 810
kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak.
Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi
kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 80%, penderita
umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 20%, penderita antara 30 40 tahun
adalah 5 10%, dan hanya 5 10% diatas 40 tahun.
C. ETIOLOGI
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A,
dan Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan
antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15
41C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6 8.
E. PATOFISIOLOGI
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi,
infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh
limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan
limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah
(bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid
usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak
dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika kondisi tubuh dijaga tetap
baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini,
kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan
pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:
1. Darah tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- limfositosis relatif dan
- ameosinofila pada permulaan sakit
- mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih
dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat
penyakitnya.
3. Darah untuk kultur (biakan empedu)
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
a. Kloramfenikol
b. Kotrimoksasol
c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi
dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
2. Perawatan
a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan.
Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14
hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus.
b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi
berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini
yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.
I. KOMPLIKASI
1. Pada usus halus:
Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut.
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen
akut yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
2. Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu
meningitis, kolesistisis, enselovati, dll.
J. PROGNOSIS
Umumnya prognosis typhus abdominalis pada anak adalah baik, asal klien cepat
berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak
baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti:
Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue
Kesadaran sangat menurun
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.
K. PENCEGAHAN
Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit, maka dapat dilakukan
pengendalian.
Menerapkan dasar2 hygiene dan kesehatan masyarakat, yaitu melakukan
deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi. Perlu diperhatikan faktor
kebersihan lingkungan.
Pembuangan sampah dan klorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai
makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan
hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).
Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
(pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada
industri makanan maupun restoran.
Sterilisasi pakaian, bahan, dan alat-alat yang digunakan klien dengan
menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan sabun.
Deteksi karier dilakukan dengan tes darah dan diikuti dengan pemeriksaan
tinja dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Klien yang karier positif
dilakukan pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan memberikan
informasi tentang kebersihan personal.
L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Data Fokus
Mata : konjungtiva anemis
Mulut : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas
bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis
Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali,
nyeri tekan.
Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase
akut; mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
Uji serologis asidal (titer O, H)
Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
Suhu tubuh klien kembali normal
Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
Evaluasi:
Intervensi:
Evaluasi:
M. BIBLIOGRAFI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam
Konteks Keluarga. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Wahidiyat, Iskandar. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian
Kesehatan Anak FKUI: Jakarta.
NIC & NOC
www.google.com. Agus Waluyo. Thypus Abdominalis tanggal 17 November
2008.
ASKEP SINDROM NEFROTIK
1.Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris
yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang
disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak
disertai edema dan hiperkolestrolemia.
2.Anatomi fisiologi
a.Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan
panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan
lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra
thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang
sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi
kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu
menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat
tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari
glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan
pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti
pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai,
filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus
proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285
mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle,
konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama
makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat
filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya
isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak
turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir
duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang
diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
b.Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.
1)Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik
intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas
permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120
cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2)Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada
dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120
ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang
diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
a)1-2 hari : 30-60 ml
b)3-10 hari : 100-300 ml
c)10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d)2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e)1-3 tahun : 500-600 ml
f)3-5 tahun : 600-700 ml
g)5-8 tahun : 650-800 ml
h)8-14 tahun : 800-1400 ml
3)Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi
yaitu 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi
adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan
elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat),
H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
4)Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb
itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5)Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi
Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).
3.Etiologi
4.Insiden
5.Patofisiologi
6.Manifestasi klinik
a.Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen
daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
b.Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c.Pucat
d.Hematuri
e.Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
f.Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335 ).
7.Pemeriksaan diagnostik
a.Uji urine
1)Protein urin meningkat
2)Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
3)Dipstick urin positif untuk protein dan darah
4)Berat jenis urin meningkat
b.Uji darah
1)Albumin serum menurun
2)Kolesterol serum meningkat
3)Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
4)Laju endap darah (LED) meningkat
5)Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c.Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L,
2002 : 335).
8.Penatalaksanaan Medik
a.Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 3 gram/kgBB/hari
b.Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari),
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c.Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
1)Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan
badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2)Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten
selama 4 minggu
d.Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
e.Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)
9.Komplikasi
1.Pengkajian.
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji,
harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L.
Wong,200 : 550) sebagai berikut :
a.Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b.Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan
penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c.Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
a)Khususnya di sekitar mata
b)Timbul pada saat bangun pagi
c)Berkurang di siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a)Diare
b)Anoreksia
c)Absorbsi usus buruk
8) Pucat kulit ekstrim (sering)
9) Peka rangsang
10) Mudah lelah
11) Letargi
12) Tekanan darah normal atau sedikit menurun
13) Kerentanan terhadap infeksi
14) Perubahan urin :
a)Penurunan volume
b)Gelap
c)Berbau buah
d.Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya
protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total,
perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.
2.Penyimpanan Kebutuhan Dasar Manusia
3.Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
a.Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga.
1)Tujuan
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume
cairan yang tepat)
2)Intervensi
b)Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan.
c)Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Rasional : mengkaji retensi cairan
d)Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema
sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
e)Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
f)Pantau infus intra vena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
g)Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
h)Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.
b.Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan, edema
1)Tujuan
Klien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang
diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada
2)Intervensi
a)Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
b)Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
c)Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
d)Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan
c.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan
beban cairan cairan, kelebihan cairan.
1)Tujuan
Tuidak menunjukkan adanya bukti infeksi
2)Intervensi
a)Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
b)Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
c)Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasiona;l : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
d)Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
e)Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
d.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
1)Tujuan
Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
2)Intervensi
a)Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
b)Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
c)Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
d)Topang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan
e)Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
f)Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai
kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus
e.Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu
makan
1)Tujuan
Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
2)Intervensi
a)Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
b)Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Rasinal : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya
nafsu makan anak
c)Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
d)Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
e)Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
f)Beri makanan dengan cara yang menarik
Raional : untuk menrangsang nafsu makan anak
f.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
1)Tujuan
Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang
sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
2)Intervensi
a)Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Rasional : untuk memudahkan koping
b)Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap
kondisinya
c)Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Rasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
d)Beri umpan balik posisitf
Rasional : agar anak merasa diterima
g.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
1)Tujuan
Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat
dan tidur yang adekuat
2)Intervensi
a)Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
b)Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
c)Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat
menyebabkan kelelahan
d)Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
e)Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya
h.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1)Tujuan
Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
2)Intervensi
a)Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
b)Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang
dilakukan
c)Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi
yang dianjurkan, serta prognosanya
Rasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
d)Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga
tentang penyakit dan terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
e)Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
f)Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnya
Rasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat
dengan anak
g)Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepat
Rasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L
Wong,2004 : 550-552).
Sumber:
1.Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC :
Jakarta
2.Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
3.Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, FK UH : Makssar
4.Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8,
Volume 2, EGC : Jakarta
5.Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama :
Jakarta
6.Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta