Sunteți pe pagina 1din 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dapat terjadi hampir pada semua orang
tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait
dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer
dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis
kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang
mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan
koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat
menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki
prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan
gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh
hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan
perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan
metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial.
Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-
faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa
langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor
pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu
terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular.
Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis.
Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun
menyebabkan perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien
akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter,
atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari,
genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada
pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan
fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.
.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apadefinisi dari DIC ?
2. Apa etiologi dari DIC ?
3. Apa manifestasi klinis dari DIC ?
4. Bagaimana patofisiologi dari DIC ?
5. Apa komplikasi dari DIC ?
6. Bagaimanapenatalaksanaan dari DIC ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari DIC ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari DIC
2. Untuk mengetahui dari DIC
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari DIC
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari DIC ?
5. Untuk mengetahui komplikasi dari DIC ?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari DIC ?
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari DIC ?

1.4 Manfaat

Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, baik penyusun maupun pembaca dapat
memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien DIC dengan tepat dan
bermutu. Selain itu diharapakan makalah ini, kita dapat menambah ilmu pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan.

1.5 Metode dan Prosedur Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber buku dan browsing di internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Definisi

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-


bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
a. Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena
terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai
fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Caus)
b. Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai
kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan
pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury
(Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
c. Kesimpulan : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

2. 2 Etiologi

DIC merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu.
Berbagai penyakit dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat rendah seperti di bawah ini:
Penyakit yang disertai DIC fulminan

a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion, abrupsi plasenta, eklamsia, abortus

b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah, hemolisis berat, transfuse massif, leukemia

c. Infeksi

1. Septicemia, gram negative (endotoksin), gram negative (mikro polisakarida)

2. Virus : HIV, hepatitis, varisela, virus sitomegalo, demam dengue

3. Parasit : Malaria

3
4. Trauma

5. Penyakit hati akut : gagal hati akut, ikterus obstruktif

6. Luka bakar

7. Penyakit ginjal menahun

8. Peradangan

9. Penyakit hati menahun

2. 3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses patologis
yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik.
Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan
dalam waktu yang bersamaan.

Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat
perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun
sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.

Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering lebih


mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan
gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering berhubungan langsung dengan kondisi


penyebabnya, adanya riwayat perdarahan dan hipovolume seperti perdarahan gastro intestinal
dan gejala dan tanda trombosis pada pembuluh darah yang besar seperti DVT dan trombosis
mikrovaskuler seperti gagal ginjal, perdarahan dari setidaknya 3 daerah yang tidak
berhubungan langsung dengan DIC seperti :

a. Epistaksis

1. Perdarahan gusi
2. Perdarahan Mukosal
3. Batuk
4. Dyspnea
5. Bingung, disorientasi
6. Demam

4
5
Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain :

1. Sepsis atau infeksi yang berat

2. Trauma ( Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak )

3. Kerusakan organ ( Pankreatitis berat )

4. Malignancy ( Penyakit yang kondisinya buruk )

a. Tumor padat

b. Myeloproliferative/ lymphoproliferatif malignan

5. Kehamilan yang sulit

a. Emboli caitran amniotik

b. Plasenta abrupsio

6. Kelainan Vaskuler

a. Kasaback-mereritt syndrom

b. Aneurisma vaskuler yang besar

7. Kerusakan hepar berat

8. Reaksi toxic atau imunologi yang berat

a. Digigit ular

b. Penggunaan obat-obatan terlarang

c. Reaksi transfusi

d. Kegagalan tranplantasi

2. 4 Patofisiologi

Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) sebenarnya bukanlah nama diagnosa


suatu penyakit dan Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) terjadi selalu
mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi penyebabnya. Ada banyak sekali penyebab
terjadinya Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). Disseminated Intravaskular
Coagulation ( DIC ) ditandai dengan aktivasi sistemik dari system pembekuan darah, yang
menyebabkan reaksi generasi dan deposisi (pengendapan ) dari fibrin, menimbulkan thrombus
microvaskuler di organ-organ tubuh sehingga menyebabkan terjadinya multi organ failure.

( Levi, 1999 )

6
Emboli cairan amnion yang disertai Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )
sering mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Gejala DIC karena emboli cairan
amnion yaitu gagal nafas akut, dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih
dari 5 minggu yang ditemukan DIC pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya DIC
derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi DIC fulminan. Dalam keadaan
seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam
sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis, dan terjadi DIC fulminan.

Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering pada organ
khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15% DIC
derajat rendah dapat berkembang menjadi DIC fulminan. Abortus yang diinduksi dengan
garam hipertonik juga sering disertai DIC derajat rendah, sampai abortus komplet, namun
kadang dapat menjadi fulminan.

Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga
terjadi DIC. Akibat hemolisis, sel darah merah (SDM) melepaskan adenosine difosfat (ADP)
atau membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun
secara bersamaan dan menyebabkan DIC. Pada septikimia DIC terjasi akibat endotoksin atau
mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan factor F XII
menjadi FXIIa, menginduksi pelepasan reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas
yang dilanjutkan aktivasi F XII men F X-Xia, dan pelepasan materi prokoagulan dari
granulosit dan semuanya ini dapat mencetuskan DIC. Terakhir dilaporkan bahwa organism
gram positif dapat menyebabkan DIC dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel
bakteri yang terdiri dari mukopolisakarida menginduksi DIC.

Beberapa mekanisme yang terjadi secara terus menerus pada DIC, penyebab utama
terjadinya deposisi fibrin adalah

1. Faktor jaringan, penyebab terjadinya generasi trombin

2. Kegagalan fisiologis mekanisme antikoagulan, seperti sistem antithrombin dan sistem


protein C yang menurunkan keseimbangan generasi thrombin.

3. Gagalnya fibrin removal yang menyebabkan penurunan sistem fibrinolitik, perburukan


thrombolisis endogenous terutama disebabkan oleh tingginya tingkat sirkulasi dari
fibrinolitik, aktifitas fibrinolitic meningkat dan menyebabkan perdarahan.

2. 5 Komplikasi

7
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

b. Penurunan fungsi ginjal

c. Gangguan susunan saraf pusat

d. Gangguan hati

e. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan

f. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia

g. Purpura fulminan

h. Insufisiensi adrenal

i. Lebih dari 50% mengalami kematian

2. 6 Penatalaksaan

1. Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC


2. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam. Kenaikan
kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam sesudah mencapai
harga normal.
3. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar. Bila
dalam pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai
seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam
keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4. Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau
asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan,
karena akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru boleh diberikan sesudah
heparin disuntikkan. Lama pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit primernya.
Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat, misalnya komplikasi kehamilan dan
sepsis, pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan leukemia dan
penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif, heparin perlu lebih lama
diberikan. Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara berkala.
Antikoagulan lain jarang diberikan. Sodium warfarin kadang-kadang memberikan
hasil baik.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Adanya faktor-faktor predisposisi:


a. Septicemia (penyebab paling umum)
b. Komplikasi obstetric
c. SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
d. Luka bakar berat dan luas
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Beda kardiopulmonal
i. Trauma
2. Pemeriksaan fisik:
1. Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif
a. Kulit dan mukosa membrane
1. Perembesan difusi darah atau plasma
2. Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
3. Bula hemoragi
4. Hemoragi subkutan
5. Hematoma
6. Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak
kebiruan, abu abu, atau ungu gelap )
b. Sistem GI
1. Mual dan muntah
2. Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
3. Nasogastrik dan feses
4. Nyeri hebat pada abdomen
5. Peningkatan lingkar abdomen
c. Sistem ginjal
1. Hematuria
2. Oliguria

9
d. Sistem pernafasan
1. Dispnea
2. Takipnea
3. Sputum mengandung darah
e. Sistem kardiovaskuler
1. Hipotensi meningkat dan postural
2. Frekuensi jantung meningkat
3. Nadi perifer tidak teraba
f. Sistem saraf perifer
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Gelisah
3. Ketidaksadaran vasomotor
4. Sistem muskuloskeletal
5. Nyeri : otot,sendi,punggung
h. Perdarahan sampai hemoragi
1. Insisi operasi
2. Uterus post partum
3. Fundus mata perubahan visual
4. Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang nasogastrik
atau dada, dll.
5. Kerusakan perfusi jaringan
a. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit
kepala
b. Ginjal : penurunan pengeluaran urin
c. Paru : dispnea dan orthopnea
d. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada
lengan perifer dan kaki )
3.2 Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder.

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas dan


adanya pembekuan darah.

b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

10
c. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah dan
tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi.

d. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan
syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.

e. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa
aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita

f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi

g. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang
dirasakan.

3.3 Intervensi Keperawatan

NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUT COME INDIKATOR
Manajemen - Timbang BB dan Kekurangan volume Tekanan darah
cairan (4120) monitor setiap hari cairan 24 jam intake
dan output
Definisi - Catat intake dan seimbang
:Penongkatan output Berat badan
normal
keseimbangan - Monitor status hidrasi
Turgor kulit
cairan dan (membrane mukosa, Membran
pencegahan nadi, tekanan darah) mukosa lembab
Cairan
komplikasi - Monitor tanda vital elektrolit
- Monitor masukan Hematokrit
cairan dan kalori
- Beri terapi IV
- Monitor status nutrisi
- Beri cairan

3.4 Implementasi

11
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, tehnik
komunikasi, kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta
memahami tingkat perkembangan pasien.
Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-
hari. Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan
teknik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan
pelaporan (Nursalam, 2008).

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan dengan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota im kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapi dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.Kriteria dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien:
1. Tidak ada manifestasi syok
2. Pasien tetap sadar dan berorirentasi
3. Tidak ada lagi perdarahan
4. Nilai-nilai laboraturium normal
5. Pasien tidak merasa sesak lagi
6. Pasien mengatakan rasa nyerinya berkurang
7. Kebutuhan volume cairan terpenuhi
8. Integritas kulit terjaga
9. Pasien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat
ditangani.
10. Pasien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.
11. Ekspresi wajah pasien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas berkurang.
12. Menunjukan pemahaman tentang tentang rencana terapeutik.
13. Pasien ikut berpartisipasi dalam perawatan dirinya.
14. Gaya hidup pasien berubah.
KASUS
12
Pada tanggal 27 Maret 2016 pada jam 15.25 WIB Tn. Z yang berusia 66 tahun masuk
RS Pelita Harapanmengeluh demam sejak 6 hari yang lalu, keluar darah lewat hidung atau
mimisan, adanya bercak-bercak merah pada kulit, batuk darah, ada lukapadakulit, sesak nafas,
lemah dan lemas, nyeri pada kaki, tidak memiliki nafsu makan, mual dan muntah, merasa
tidak tenang dan gelisah. Pasien juga mengeluh, sebelumnya pernah mengalami serangan
DHF. Dari hasil pemeriksaan didapatkan RR 30 x/menit, suhu 38,6 C, TD 100/60 mmHg,
Nadi 110x/menit, BB dari 68 kg menjadi 64 kg, akralnya dingin dan sianosis, perdarahan pada
mukosal, dan disorientasi.

A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Klien

Nama : Tn. Z No.Reg : 23234

Umur : 66 tahun Tgl MRS : 27 Maret 2016 (15.25)

Jenis Kelamin : Laki-laki Dx Medis : DIC

Pendidikan : SMP Tgl Pengkajian : 27 Maret 2016 (15.25 )

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Jl.Gubsur, Jombang No. 1 Blok K

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Strata 1
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Jl. Antasari, Surabaya No. 27 Blok A

B. Riwayat keperawatan

Keluhan utama
Pasien mengalami perdarahan pada hidung atau mimisan, batuk darah, dan bercak-bercak
merah pada kulit.
Riwayat masuk Rumah Sakit
13
Pasien datang ke RS Pelita Harapan pada tanggal 27Maret 2016 pukul 15.25 WIB. Pasien
mengeluh mengalami perdarahan pada hidung atau mimisan, batuk darah, dan bercak-bercak
merah pada kulit.
Riwayatpenyakitsekarang
Pasien mengeluh demam sejak 6 hari yang lalu. Demam yang dialami pasien tidak
berkurang (relatif menetap). Penyebab demam tidak diketahui keluarga, demam tidak
berkurang dengan pemberian obat-obatan turun panas dan kompres, adanya bercak-bercak
merah pada kulit, batuk darah, ada lukapadakulitnya, sesak nafas, lemah dan lemas, nyeri
pada kaki, tidak memiliki nafsu makan, mual dan muntah, merasa tidak tenang dan gelisah.
Pada hari minggu di sore haripasien mengalami epistaksis dan kemudian dibawa ke RS Pelita
Harapan
Saat ini pasien kurang nafsu makan. Kondisi ini terjadi semenjak 3 hari yang lalu.
Pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu penyebab tidak nafsu makan. Dengan kondisinya
saat ini pasien merasa badannya agak lemas.Panas tinggi (Demam) selama 6 hari, nyeri pada
kaki, mual, muntah, lemah, dan penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan spontan.
P (Provocative) : Faktor jaringan

Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat

R (Region) : Beberapa sistem tubuh terganggu

S (Severity) : Dari Grade I, II, III sampai IV

T (Time) : Demam selama 6 hari

Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengeluh sebelumnya pernah mengalami serangan DHF
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga selama ini tidak ada yang memiliki riwayat adanya penyakit DIC
Riwayat lingkungan
Lingkungan rumah disekitar cukup bersih

Pemeriksaan fisik
TTV
a. Suhu : 38,60 C
b. TD : 100/60 mmHg

14
c. Nadi : 110 x/menit
d. RR : 30 x/menit
e. BB : 68 Kg menjadi 64 Kg
Persistem
a. Sistem pernafasan
Anamnesa : Batuk produktif, sesak nafas, demam, kelemahan
Hidung:

Inspeksi: Epistaksis, nafas tidak cuping hidung, tidak ada secret / ingus

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi : Mukosa bibirtidak sianosis

Sinus paranasalis

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Leher

Inspeksi : Tidak trakheostomi

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Faring :

Inspeksi : Tidak kemerahan, Tidak ada oedem / tanda-tanda infeksi

15
Area dada:

Inspeksi: Pola nafas cepat, pergerakan dada simetris, bentuk dada normal, tidak ada
trauma dada, tidak ada pembengkakan

Palpasi: Nyeri tekan, tidak ada kelainan pada dinding thorax, tidak ada bengkak

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Suara nafaswheezing

b. Sistem Kardiovaskuler dan Limfe


Anamnesa : Sesak saat istirahat/beraktivitas dan mudah lelah
Wajah

Inspeksi : Pucat, konjungtiva pucat

Leher

Inspeksi :Tidak ada bendungan vena jugularis

Dada

Inspeksi : Bentuk dada normal


Perkusi :Batas jantung dengan adanya bunyi redup, tidak terjadi pelebaran atau
pengecilan
Auskultasi : Bunyi jantung normal

Ekstrimitas Atas

Inspeksi : Sianosis

Palpasi : Suhu akral dingin

Ekstrimitas Bawah

Inspeksi : Tidak ada varises, tidak mengalami sianosis, clubbing finger, maupun
oedem

Palpasi : Suhu akral dingin

16
c. Sistem Persyarafan
Anamnesa :Mual danmuntah
a. Uji nervus I olfaktorius ( pembau) : Pasien dapat membedakan bau bauan
b. Uji nervus II opticus ( penglihatan) : Tidak ada katarak, infeksi konjungtiva atau
infeksi lainya, pasien dapat melihat dengan jelas tanpa menggunakan kaca mata
c. Uji nervus III oculomotorius : Tidak ada edema kelopak mata, hipermi
konjungtiva,hipermi sklera kelopak mata jatuh (ptosis), celah mata sempit
(endophthalmus), dan bola mata menonjol (exophthalmus)
d. Nervus IV toklearis :Ukuran pupil normal
e. Nervus V trigeminus ( sensasi kulit wajah) : Pasien dapat membuka dan
menutup mulut
f. Nervus VI abdusen : Tidak ada strabismus (juling), gerakan mata normal
g. Uji nervus VII facialis : Pasien dapat menggembungkan pipi, dan menaikkan dan
menurunkan alis mata
h. Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS : Pasien dapat mendengar kata kata dengan
baik
i. Nervus IX glosoparingeal : Terdapat reflek muntah
j. Nervus X vagus : Dapat menggerakan lidah
k. Nervus XI aksesorius : Dapat menggeleng dan menoleh kekiri kanan, dan
mengangkat bahu
l. Nervus XII KucosalKsal/ hipoglosum : Dapat menjulurkan lidah.
Pemeriksaan Reflek fisiologis : Normal, tidak ada gangguan.
Pemeriksaan reflek patologis : Normal, tidak ada gangguan.
GCS (Glasgow Coma Scale) :
- Eye/membuka mata (E) : 4
- Motorik (M) : 6
- Verbal/bicara (V) : 5

17
d. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Tidak ada keluhan pada K ucosa perkemihan-eliminasi uri
Genetalia eksterna :

Laki-Laki :
Penis
Inspeksi : Tidak ada luka atau trauma
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Scrotum
Inspeksi : Tidak terjadi pembesaran, tidak ada luka atau trauma, tidak ada tanda
infeksi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

e. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi


Anamnesa :Tidak memiliki nafsu makan, mual muntah

Mulut

Inspeksi : Mukosa bibir pucat

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut

Lidah

Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan normal

Palpasi : Tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan

Faring Esofagus

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar

Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)

Inspeksi: Tidak ada pembesaran, tidak ada bekas luka

Perkusi: Tymphani

Palpasi:Tidak ada perbesaran serta nyeri tekan pada kuadan I, II, III, IV

Auskultasi: Bising usus terdengar

18
f. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnesa : Adanya nyeri, kelemahan ekstermitas
Kekuatan otot: 3 3

3 3

1. Kulit :
Palpasi : Kulit lembab dan dingin
Inspeksi : Petekie
2. Otot dan tulang :
Palpasi : Nyeri otot dan tulang

g. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Anamnesa : Tidak ada keluhan pada sistem endokrin dan eksokrin
1. Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut tidak merata, ketebalan tidak normal, rambut
mengalami kerontokan dan terdapat ketombe
2. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
3. Payudara
Inspeksi : Tidak ada pembesaran mamae
4. Genetalia
Inspeksi : Penyebaran bulu pubis merata
Palpasi : Tidak ada benjolan
5. Ekstermitas bawah
Inspeksi : Tidak ada odema

19
h. Sistem Reproduksi
Anamnesa : Tidak ada keluhan pada sistem reproduksi
1. Payudara
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada benjolan
2. Axila
Inspeksi : Tidak ada benjolan
Palpasi : Tidak ada benjolan
3. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada pembesaran abdomen
Palpasi : Tidak ada massa
4. Genetalia
Inspeksi : Penis bersih, tidak ada odema, tidak ada tanda-tanda infeksi.
Palpasi : Tidak ada benjolan/ massa dan tidak ada nyeri tekan

i. Sistem Persepsi Sensori


Anamnesa : Tidak ada keluhan pada persepsi sensori
Mata
Inspeksi : Bentuk mata simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri

j. Sistem penciuman
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

20
C. ANALISA DATA

Nama Pasien :Tn. Z

No RM :23234

Dx Medis : DIC

Ns. Diagnosis

(NANDA-I)

Kekurangan volume cairan (00027)

Domain 2 : Nutrisi

Kelas 5 : Hidrasi

DEFINITION

Penurunan cairan intravascular, interstisial, dan/atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi
kehilangan cairan saja tanpa perubahan natrium

DEFINING

CERATERISTICS

Perubahan status mental


Penurunan tekanan darah
Penurunan tekanan nadi
Penurunan volume nadi
Penurunan turgor kulit
Penurunan turgor lidah
Penurunan haluaran urine
Penurunan pengisian vena
Membran mukosa kering
Kulit kering
Peningkatan hematokrit
Peningkatan suhu tubuh
Peningkatan frekuensi nadi

21
Peningkatan konsentrasi urine
Penurunan berat badan tiba-tiba (kecuali pada ruang ke tiga)
Haus
Kelemahan
RELATED

Kehilangan cairan aktif


Kegagalan mekanisme regulasi
ASSESSMENT Subjektive data entry Objektive data Entry
- Pasien mengalami - RR : 30 x/menit
perdarahan pada
- T : 38,6 C
hidung atau mimisan,
batuk darah, dan - TD : 100/60 mmHg

bercak-bercak merah - Nadi :110x/menit


pada kulit.
- BB dari 68 kg menjadi
64 kg

- Akral dingin dan


sianosis

- Perdarahan pada
mukosal

- Disorientasi
DIAGNOSIS Client Ns. Diagnosis (specify)
Diagnostic Kekurangan volume cairan
Statement :
Related to :
Kehilangan cairan aktif

Daftar Diagnosa Keperawatan

Tanggal No. Diagnosa Diagnosa Keperawatan

27Maret 2016 1. Kekurangan volume cairan


b.d kehilangan cairan aktif

22
23
D. INTERVENSI

Inisial pasien : Tn. Z

Tanggal : 27Maret 2016

Diagnosa keperawatan : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

Definisi NANDA : Penurunan cairan intravascular, interstisial, dan/atau intraselular. Ini


mengacu pada dehidrasi kehilangan cairan saja tanpa perubahan natrium

NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUT COME INDIKATOR
Manajemen - Timbang BB dan Defisit volume cairan Tekanan Darah
cairan (4120) monitor setiap hari Denyut nadi
radial
Definisi - Catat intake dan output Tekanan arteri
:Penongkatan - Monitor status hidrasi rata-rata
Tekanan
keseimbangan (membrane mukosa,
venosus pusat
cairan dan nadi, tekanan darah) Tekanan
pencegahan - Monitor tanda vital pulmonal
Denyut perifer
komplikasi - Monitor masukan 24 jam intak
cairan dan kalori dan output
seimbang
- Beri terapi IV
Berat badan
- Monitor status nutrisi normal
- Beri cairan Turgor kulit
Membran
- Nasihati tanda dan mukosa lembab
gejala kelebihan cairan Cairan
elektrolit
Hematokrit

E. IMPLEMENTASI
Nama Pasien : Tn. Z
No RM : 23234
Dx Medis : DIC
24
No Tanggal /jam Tindakan Paraf
Diagnosa
1 27 Maret2016 1. Memberi terapi IV
08.00 2. Memberi cairan
3. Menimbang BB dan memonitor setiap
hari
09.00 4. Mencatat intake dan output

1. Memonitor status
hidrasi (membrane mukosa, nadi,
tekanan darah)
12.00 2. Memonitor tanda
vital
3. Memonitor masukan cairan dan kalori
4. Memonitor status nutrisi

1. Menasihati
tanda dan gejala kelebihan cairan

F. EVALUASI
Nama Pasien : Tn. Z
No RM : 23234
Dx Medis : DIC

25
No Tanggal Diagnosa keperawatan Catatan perkembangan Paraf
dan jam
1 27Maret S : Pasien mengalami perdarahan
2016 pada hidung atau mimisan, batuk
darah, dan bercak-bercak merah
pada kulit.
O:
RR : 28 x/menit
T : 38 C
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
BB dari 68 kg menjadi 64 kg
Akralhangat dan tidak
sianosis
Sudak tidak terjadi perdarahan
pada mukosal
Tidak mengalami disorientasi
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
I : melakukan pemeriksaan TTV,
melakukan monitor status hidrasi
dan status nutrisi
E : RR : 25 x/menit
T : 37 C
TD : 110/70 mmHg
Nadi :80x/menit
BB dari 68 kg menjadi 64 kg
Akralhangat dan tidak
sianosis
Sudah tidak terjadi perdarahan
pada mukosal
Tidak mengalami disorientasi
R : Masalah teratasi sebagian,
lanjutkan intervensi

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah
yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan
penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis
yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan
fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena
mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.

Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun
dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering disebabkan
oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bacterial.

Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi (consumptive


coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek Fibrinolisis. DIC dapat terjadi hampir pada semua
orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia.Gejala-gejala DIC umumnya sangat
terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis,
emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.

Percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam
dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan
penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit
dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan.

4.2 Saran

Dari informasi yang terdapat pada makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien yang sesuai
dengan tanda dan gejala yang ada pada pasien tersebut. Penulis juga berharap agar makalah
ini bermanfaat bagi pembaca. Informasi yang terdapat pada makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang penyakit DIC.

27
DAFTAR PUSTAKA

Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga,
1996,Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 ,
EGC, Jakarta.
Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume
I, EGC, Jakarta.
Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 2001.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta:EGC.

28

S-ar putea să vă placă și