Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya
bibit penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati
urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif
Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 %
di USA, persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum
berkembang. Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya
disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis
dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan
dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala,
muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada
penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan
saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada
jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan
faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi
enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus,
ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri.
Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV
( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang
tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang
tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan
meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan
dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan
yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma,
pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan
gejala sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000).
Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari
infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan
morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes
Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah
30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan
asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering
ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan
pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian
juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh
sengan gejala sisa yang berat
Data statistik di RSUD koja jakarta pada bulan januari sampai April
2009,didapat pasien yang dirawat diruang anak berjumlah 9 orang
pasien,dengan angka insident infant 6 orang pasien,toddler 2 orang
pasein,1pre sekolah pasien.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Metode penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi
kepustakaan dengan tujuan mendapatkan gambaran secara tepat tentang
asuhan keperawatan anak dengan Enchepalitis, untuk memperoleh data,
penyusun menggunakan metode kepustakaan dengan mempelajari buku-buku
referensi yang terkait dengan asuhan keperawatan Anak dengan Enchepalitis.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yang
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, ruang lingkup,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari konsep dasar yang meliputi
pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi
( komplikasi, prognosis, pengobatan dan pencegahan) serta
Konsep dasar Asuhan Keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnose, implementasi, intervensi dan evaluasi
TINAJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
a. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan
bakteriologik dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah
ataupun cairan serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari
pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur,
spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T.
Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis
supuratif akut (Mansjoer, 2000).
b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi
toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air.
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
dan serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster.
Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula
mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
c) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat
mematikan di Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan
Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk
melalui mukosa mulut saat berenang.
e) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah
masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau
berbulan-bulan.
f) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus
Blastomyces dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja
di luar rumah. Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada
kulit.
3. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang
biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada
akson dan white matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga
mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya dapat
terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena
adanya herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto
Wartonah, 2007).
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan beberapa cara :
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan
atau organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah,
kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
4. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai
kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai
berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi),
akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang
positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur
positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi
hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat
diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala
penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal,
kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar
protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas
listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun.
Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah,
abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal,
tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001)
antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin
dianjurkan oleh dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari
untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema
otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan
pemberian obat per oral.
7. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
c. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
d. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik
e. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan
status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
f. Resiko kejang berulang
g. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
h. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran,
kerusakan persepsi/kognitif
i. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan
penerima rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori.
j. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan.
k. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
3. Intervensi Keperawatan
(E, Marylinn, 2000)
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial.
Intervensi :
Intervensi Rasional
3. Perubahan-perubahan ini
3. Monitor tanda-tanda vital dan
menandakan ada
neurologis tiap 5-30 menit. Catat
perubahan tekanan
dan laporkan segera perubahan-
intrakranial dan penting
perubahan tekanan intrakranial ke
untuk intervensi awal
dokter.
4. Untuk mencegah
4. Hindari posisi tungkai ditekuk
peningkatan tekanan
atau gerakan-gerakan klien,
intrakranial
anjurkan untuk tirah baring. 5. Untuk mengurangi
5. Tinggikan sedikit kepala klien
tekanan intrakranial
dengan hati-hati, cegah gerakan
yang tiba-tiba dan tidak perlu
dari kepala dan leher, hindari
fleksi leher 6. Untuk mencegah
6. Bantu seluruh aktivitas dan
keregangan otot yang
gerakan-gerakan klien.
dapat menimbulkan
peningkatan tekanan
intrakranial
7. Beri penjelasan keadaan
7. Untuk mengurangi
lingkungan pada klien
disoreintasi dan untuk
klarifikasi persepsi
sensorik yang terganggu
8. Untuk merujuk ke
8. Evaluasi selama masa
rehabilitasi
penyembuhan terhadap gangguan
motorik, sensorik, dan intelektual
9. Untuk menurunkan
9. Kolaborasi pemberian steroid
tekanan intrakranial.
osmotik.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
2. Dapat menyebabkan
2. Kompres dingin (es) pada
vasokontriksi pembuluh
kepala
darah otak
3. Membantu menurunkan
3. Lakukan penatalaksanaan
(memutuskan) stimulasi
nyeri dengan metode distraksi
sensasi nyeri
dan relaksasi napas dalam
4. Dapat membantu relaksasi
4. Lakukan latihan gerak aktif
otot-otot yang tegang dan
atau pasif sesuai kondisi
dapat menurunkan nyeri/rasa
dengan lembut dan hati-hati
tidak nyaman
5. Kolaborasi pemberian 5. Mungkin diperlukan untuk
analgesik menurunkan rasa sakit.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan tingkat 1. Gangguan tingkat kesadaran
ansietas dari pasien/keluarga. dapat mempengaruhi
Catat adanya tanda-tanda ekspresi rasa takut tetapi
verbal atau non verbal. tidak menyangkal
keberadaannya. Derajat
ansietas akan dipengaruhi
bagaimana informasi
2. Berikan penjelasan hubungan tersebut diterima oleh
antara proses penyakit dan individu.
2. Meningkatkan pemahaman,
gejalanya.
mengurangi resa takut
karena ketidaktahuan dan
3. Jawab setiap pertanyaan
dapat membantu
dengan penuh perhatian dan
menurunkan ansietas.
berikan informasi tentang
3. Penting untuk menciptakan
prognosa penyakit
kepercayaan karena diagnosa
enfeksi otak mungkin
menakutkan, ketulusan dan
4. Jelaskan dan persiapkan untuk
informasi yang akurat dapat
tindakan prosedur sebelum
memberikan keyakinan pada
duilakukan.
5. Berikan kesempatan pasien dan juga keluarga.
4. Dapat meringankan ansietas
pasien/keluarga untuik
terutama ketika pemeriksaan
mengumgkapkan isi pikiran
tersebut melibatkan otak.
dan perasaan takutnya.
5. Mengungkap ,rasa takut
6. Libatkan pasien/keluarga
secara terbuka di mana rasa
dalam perawatan.
takut dapat ditunjukkan.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik
Tahapan pelaksanaan terdiri dari :
a. Persiapan
Kesiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan
a) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan.
b) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan.
c) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul.
d) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
e) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan
keperawatan meliputi :
a) Independent
Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang
medis.
c. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang
ditetapkan.
b) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien menemui
tujuan.
2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan ada
keperawatan yaitu :
(a) Proses (Formatif)
Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses
efisien.
d. Komponen Evaluasi
Dibagi menjadi 5 komponen yaitu
a) Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b) Mengungkapkan data menyertai keadaan klien terbaru.
c) Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan
standar.
d) Merangkum hasil dan membuat kumpulan.
e) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
Evaluasi sumatif, evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh proses
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang
dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis
karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada
virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang
kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah.
Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti
pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba
Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang
terluka.( Dewanto, 2007).
b. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik
dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai
macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,
M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering
disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
c. Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang
biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada
akson dan white matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga
mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya dapat
terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena
adanya herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto
Wartonah, 2007).
d. Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai
kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
e. Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-
tahun pertama pada anak merupakan tahun emas untuk kehidupannya.
Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk
mencapai tugas tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian
pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai
langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan
dengan menggunakan format DDST.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan enchepalitis, serta meningkatkan pengetahuan dengan
membaca buku-buku dan mengikuti seminar serta menindaklanjuti
masalah yang belum teratasi.
2. Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan teknik komunikasi terapeutik dalam
melakukan pengupulan data maupun dalam melakukan setiap tindakan
keperawatan agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga
dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik.
Aesculapius
Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC
Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan