Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara luar
masuk ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma thorax
dan karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.
Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara 2,4 17,
8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki laki lebih sering
dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 30 tahun.Pneumothorax spontan yang timbul pada
umur lebih dari 40 tahun seringkali disebabkan oleh adanya bronchitis kronik dan empisema.
Lebih sering pada orang orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama
pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari
pada kiri.
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dyspnea dan infiltrasi
pulmonary bilateral.ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah
dikenal dengan banyak nama termasuk syok baru, paru-paru basah traumatic, sindrom kebocoran
kapiler, postperfusi paru, atelectasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumati. Sindromini
tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang
terjadi.Kotak displai 5-2 menyajikan sebab-sebab terjadinya ARDS.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Etiologi
Pneumotorak terjadi karena infeksi saluran nafas, adanya rupture blep pleura , traumatik
misalnya pada luka tusuk, penyakit inflamasi paru akut dan kronis( TB Paru, kanker danTumor
metastase ke pleura.
C. Klasifikasi
E. Manifestasi Klinis
1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik aku yang terlokasi pada paru
yang sakit.
2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak nafas.
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidsk mengembang
seperti sisi lain.
4. Suara nafas jau atau tidak
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersona.
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotorak.
7. Tension pneumotorak
- Hipoksemia( tanda awal )
- Ketakutan
- Gawat napas( takipnea berat )
- Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan reraa, penurunan
komplains,dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif (auto-PEP) pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanis.
- Kolaps kardiovsakuler ( frekuensi jantung >140 kali/menit pada setiap
hal berikut : sianosis perifer, hipotensi, aktivitaslintrik tanpa denyut
nadi).
4
F. Penatalaksanaan
Tatalaksan dari kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran, manifestasi klinis, serta penyakit
yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan berdasarkan antara apeks paru denga kubah
ipsilateral rogga torak seperti yang terlihatt ronteks torak posisi tegak.
a) Bullow Drainage / WSD
Pada traumatoraks, WSD dapat berarti:
1. Diagnostik :
Menetukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecl, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakoomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
2. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di ronggapleura.
Mengembalikan tekanan rngga pleura sehingga kembali seperti yang seharusnya.
3. Preventive
Mengeluarkan udara atau darah yang masuk kerongga pleura sehingga tetap baik.
b) Perawatan WSD dan edman latihannya:
1. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
2. Mengurangi rasa sakit dibagian masunya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan
dibrikan analgetik oleh dokter.
3. Dalam perawatan haus diperhatikan :
- Penetapan slang
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
tidak erganggu dengn bergeranya pasien,sehingga rasa sakit dibagian
masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan .
Usahakan agar pasiendapat merasakan enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang/memberitahan
Prinsip prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American collage
of chest fisician adalah :
d. Torakotomi
G. Pemeriksaan Penunjang
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
Diagnosis fisik :
5
- Bila pneumotorak <30% atau hematotorakx ringan (300cc) terapi
simtomik,observasi.
- Bila pneumotorak > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainse
dengan continuues suction unit
- Pada keadaan pneumotorak yang residif lebih dari dua kali harus di
pertimbangkan thorakotomi. GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2
kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa
menurun.
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)
HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
Laboratorium (darah lengkap dan astrup)
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN FISIK
1) Identitas pasien
6
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) agama
e) status perkawinan
f) pendidikan
g) pekerjaan
h) tanggal masuk
i) no register
j) diagnosa medic
2) Penanggung jawab
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) pekerjaan
f) pendidikan
3)Riwayat Kesehatan
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan
b. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana sering
terjadi pada pneumothorax spontan
7
c. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikkardia.
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk. Timbul tiba-tiba
gejala sementara batuk atau reganggan (pneumothorax spontan). Tajam dan nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi
pleural).
Gejala :
8
Peningkatan frekuensi/takipnea.
Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada dan leher,
retraksi interkortal, eksipirasi abdominal kuat.
Bunyi napas menurun atau tidak ada.
Fremitus menurun.
Perkusi dada :
Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorax), bunyi pekak diatas area yang
terisi area (hemothorax).
Observasi dada dan palpasi dada :
8. Penyuluhan/pembelajaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya
ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSD
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
C. INTERVENSI
INTERVENSI RASIONAL
3.Penurunan diafragma
memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa
5.Lakukan auskultasi suara napas maksimal.
tiap 2-4 jam.
4.Peningkatan RR dan
takikardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru
5. Auskultasi dapat
menentukan kelainan suara
napas pada bagian paru.
Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak
berfungsinya lobus, segmen,
dan salah satu dari paru. Pada
daereah kolaps paru suara
pernapasan tidak terdengar
tetapi bila hanya sebagian
10
yang kolaps suara pernapasan
tidak terdengar dengan jelas.
Hal tersebut dapat
menentukan fungsi paru yang
baik dan ada tidaknya
atelektasis paru.
intrapleura.
INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI RASIONAL
12
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pneumothorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang
menyebabkan paru untuk mengempis. Penyebab atau gejalannya sangat bervariasi, tergantung
kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang
mengalami kolaps (mengempis).
13
SARAN
Kami menyarankan kepada semua perawat di seluruh Indonesia tau apa yang dimaksud
dengan pneumothorax dan bagaimana cara penangananya terhadap pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Rahajoe Nastini, Supriyanto Bambang, dkk. Buku Ajar reapirologi Edisi 1. IDAI,2012.
Carpenito, Lynda Jual, (2000). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
( terjemahan).Penerbit buku Kedokteran : EGC. Jakarta.
14
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta
15