Sunteți pe pagina 1din 11

TUGAS

TEKNOLOGI FARMASI DAN RANCANGAN


FORMULA

Injeksi Difenhidramin HCl

Disusun Oleh :
Amaliyah Dina Anggraeni
V100160041

Dosen Pengampu :
Anita Sukmawati, Ph.D., Apt.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sediaan parenteral adalah sediaan yang cara pemberiannya
langsung menuju jaringan tubuh tnpa melewati saluran
pencernaan. Parenteral berasal dari bahasa Yunani yaitu kata
para yang artinya disamping dan enteron yang artinya usus dan
paling sering merujuk pada sediaan subkutan, intramuscular dan
intravena. Pemberian obat secara parenteral menimbulkan resiko
lebih besar dibandingkan dengan sediaan peroral. Oleh karena itu
sediaan parenteral harus dijaga kualitas dan kemurniaannya
mulai dari kestabilan sifat fisiko kimia bahan obat, terhindar dari
kontaminasi mikroba dan pirogen serta pemilihan kemasan yang
tepat.
Salah satu sediaan parenteral yaitu injeksi difenhidramin
klorida yang termasuk antihistamin golongan etanolamin yang
mempunyai khasiat sebagai, antikolinergik dan juga antiemetik.
Setelah pemberian oral atau parenteral, difenhidramin HCl
diabsorpsi secara baik. Untuk dapat memberikan efek yang cepat
biasanya diphenhidramin HCl diberikan secara parenteral/injeksi.
Injeksi diphenhidramin HCl dapat diberikan secara intravena
maupun intramuskular.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, diperoleh beberapa rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
Bagaimana rancangan formula parenteral untuk sediaan
injeksi?
Bagaimana indikasi dan sifat fisika-kimia zat aktif dalam
formula?
Hal apa saja yang menjadi pertimbangan pemilihan zat aktif
dan tambahan dalam formula?
Bagaimana rancangan mengenai kontrol kualitas produk?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Untuk mengetahui cara pembuatan rancangan formula
parenteral untuk sediaan injeksi
Untuk mengetahui indikasi dan sifat fisika-kimia zat aktif
dalam formula
Untuk mengetahui hal apa saja yang menjadi pertimbangan
pemilihan zat aktif dan tambahan dalam formula
Untuk mengetahui rancangan mengenai kontrol kualitas
sediaan parenteral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Informasi Zat Aktif


Nama Obat
Obat yang digunakan dalam penyusunan formula parenteral ini
adalah difenhidramin hidroklorida.
Khasiat (Indikasi)
o Martindale The Complete Drug Reference 36th Edition: p.577
Digunakan untuk mengurangi gejala alergi termasuk
urtikaria dan angioedema, rhinitis, konjungtivitis dan
gangguan kulit (pruritus). Selain itu juga bersifat antiemetik
dalam pengobatan mual dan muntah.
o Mc.grow hills IV Drug Handbook : p.222
Digunakan untuk mengatasi gejala alergi yang disebabkan
oleh pengeluran histamine, mual dan vertigo.
Mekanisme Kerja
o Mc.grow hills IV Drug Handbook : p.222
Mengganggu pengaruh histamin pada reseptor histamin 1;
mencegah tetapi tidak membalik respon yang dimediasi
histamine. Juga memiliki sifat CNS depresan dan
antikolinergik.
Efek samping
o Mc.grow hills IV Drug Handbook : p.223
mengantuk, pusing, sakit kepala, stimulasi paradoks
(terutama pada anak-anak), hipotensi, palpitasi,
penglihatan kabur, tinnitus, diare, sembelit, mulut kering,
disuria, frekuensi kencing, fotosensitifitas, nafsu makan
menurun
Kontraindikasi
o Mc.grow hills IV Drug Handbook : p.222-223
Kontraindikasi pada pasien yang mempunyai
hipersensitivitas terhadap difenhidramin hidroklorida,
intoleransi alkohol, serangan asma akut, penggunaan
bersamaan inhibitor MAO, dan pasienmenyusui. Gunakan
hati-hati pada penyakit berat hati, sudut tertutup glaukoma,
gangguan kejang, hipertrofi prostat dan pasien yang
sedang hamil.

Dosis
o Mc.grow hills IV Drug Handbook : p.222
Orang dewasa dan anak-anak lebih tua dari usia 12:
10 sampai 50 I.V. mg q 2 sampai 3 jam p.r.n.
Tidak melebihi 400 mg / hari.
Anak-anak usia 6 sampai 12:
1,25 mg / kg (37,5 mg / m2) I.V. q.i.d. Tidak melebihi 150
mg / hari

B. Alasan Pemilihan Bahan Tambahan


Aqua pro injeksi
o Ph.Eur.62
API adalah air untuk mempersiapkan obat-obatan yang
diberikan parenteral sebagai pembawa, dan untuk
melarutkan atau memperkecil zat atau persiapan untuk
pemberian parenteral. Hal ini disiapkan dengan cara
mendistilasikan air minum atau air murni, bagian pertama
dari distilat dibuang dan sisanya dikumpulkan. Simpan dalam
kondisi yang dirancang khusus sehingga mencegah
pertumbuhan mikro organisme dan untuk menghindari
kontaminasi lainnya.
o USP 31
Air yang dimurnikan dengan cra distilasi atau proses
pemurnian untuk menghilangkan bahan kimia dan
mikroorganisme. Ketika digunakan untuk persiapan larutan
parenteral harus disterilkan terlebih dahulu atau pada
persiapan akhir harus disterilkan setelah persiapan. Air steril
untuk injeksi, inhalasi, atau Irigasi dan bakteriostatik.

C. Uraian Bahan
Difenhidramin HCL
Nama Resmi : Diphenhydramine Hidrochloride
Sinonim : Difenhidramine hidroklorida
RM / BM : C17H21NO,HCl / 291.8
Pemerian : Serbuk kristal berwarna putih atau hampir
putih, tidak berbau.
Struktur Kimia :

. HCL
Kelarutan : Sangat larut dalam air, sangat mudah larut
dalam alcohol, sangat sedikit larut dalam eter
dan dalam benzene
Kegunaan : Zat aktif
Penyimpanan : Simpan dalam wadah kedap udara. Lindungi
dari cahaya
Sterilisasi : Filtrasi
Inkompaktibilitas : Amphoterisin B, Cefmetazol Sodium,
Cefalatin Sodium, Hidrokarbon, Sodium
Succinat, golongan barbiturat, larutan alkali
dan asam kuat
pH : Larutan 5% dalam air memiliki pH 4.0-6.0
Kestabilan : disimpan dalam wadah yang terlindung dari
cahaya terkontrol dalam suhu kamar dan
hindari pembekuan.

Aqua Pro Injection (FI III p.96 dn FI IV p.112)


Nama resmi : Aqua Sterile Pro Injectione
Sinonim : Aqua pro injeksi
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau
plastic, tidak lebih besar dari 1 liter.

D. Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas terhadap sediaan injeksi meliputi:
1. Uji Steril
Uji sterilitas dilakukan menggunakan transfer dan filtrasi
membran teknik langsung. Teknik filtrasi membran untuk
cairan, serbuk larut dengan bacterio statis atau jamur statis,
minyak, krim dan salep. Uji sterilitas dengan transfer langsung
dilakukan melalui transfer aseptis pada volume tertentu dari
wadah uji ke medium kultur dan diinkubasi selama 14 hari dan
pengamatan visual dari media dilakukan pada hari ke-
3,4,5,7,8 dan 14. Sebuah filter membran dengan porositas
0.45um, diameter 47mm, laju alir 55-75 ml air per menit pada
tekanan 70 cm air raksa. Dapat dikatakan memenuhi
persyaratan ketika diamati ada pertumbuhan dan jika tidak
maka pengujian diulang pada tahap kedua dan tahap
umumnya kedua diulang dengan dua kali lipat jumlah
spesimen yang diuji dalam tahap pertama ketika tes
ditemukan dilakukan di bawah teknik aseptik atau tidak
memadai.

2. Pyrogen test
Uji LAL (Limulus Amebocyte Lysate) digunakan untuk
mengkarakterisasi endotoksin bakteri yang mungkin ada
dalam sediaan parenteral. Referensi standar USP berisi 10.000
USP endotoksin per botol. LAL reagen yang digunakan untuk
uji pembentukkan gel-gumpalan. Dilakukan dengan
menggunakan nilai yang dinyatakan dalam volume produk,
standar, kontrol positif, kontrol negatif endotoksin. Tabung
diinkubasi pada 37 + -1 0 C sampai 60 + -2 minutes. Saat
tabung terbalik di 180 sudut 0 C, pembentukan gel
menegaskan reaksi positif. Sementara pembentukan gel kental
yang tidak menjaga integritas atau tidak adanya gel
menegaskan reaksi negatif. Tes ini tidak valid jika endotoksin
standar atau kontrol produk positif tidak menunjukkan titik
akhir dalam + -1 dua pengenceran kali lipat dari sensitivitas
label klaim LAL reagen atau jika kontrol negatif menunjukkan
gel-gumpalan titik akhir.
3. Particular metter testing
Sediaan parenteral harus bebas masalah bentuk partikel dan
harus jelas ketika diperiksa secara visual. Dua metode yang
dijelaskan oleh USP berdasarkan pada volume dari produk
yang akan diuji. Untuk parenteral volume besar (LVP),
digunakan teknik filtrasi yang diikuti oleh prosedur
pemeriksaan mikroskopis. Untuk parenteral volume kecil (SVP)
digunakan pengaburan cahaya berbasis sensor yang
mengandung sistem partikel cair elektronik.
Standar USP terpenuhi jika LVP ini diuji mengandung NMT 50
partikel per ml 10 um, dan NMT 5 partikel per ml 25um dalam
mode dimensi linear efektif.
Standar USP terpenuhi jika SVP berisi NMT 10.000 partikel per
kontainer dari 10 um, dan NMT 1000 partikel per kontainer
dari 25um di diameter bola yang efektif.
4. Package integrity test methods
Sediaan parenteral harus steril baik secara fisika, kimia
maupun biologi
o Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada
partikel yang tidak larut dalam sediaan tersebut. Jadi,
meskipun sediaan berwarna, tetap terlihat jernih (tidak
keruh).
o Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja
berwarna, namun warna larutan sama dengan warna zat
aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain dalam
sediaan itu.
o Bebasa dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang
bukan penyusun obat. Sumber partikel bisa berasal dari:
air, bahan kimia, personil yang bekerja, serat dari
alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas
(gelas, plastik).

5. Isotonis
Isotonis, yaitu tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan
osmosis cairan tubuh. Di luar isotonis disebut paratonis, meliputi:
hipotonis dan hipertonis.
hipotonis yaitu tekanan osmosis larutan lebih kecil dari
tekanan osmosis cairan tubuh (NaCl 0,9%). NaCl jika terurai
menjadi Na (15,1 mOsmol) dan Cl (154 mOsmol) sehingga
total 308 mOsmol. Sedangkan tekanan osmosis cairan tubuh
yaitu 300 mOsmol. Pada hipotonis, cairan masuk ke tubuh dan
masuk ke sel darah merah, sehingga sel darah merah bisa
pecah (irreversibel)
hipertonis, yaitu tekanan osmosis larutan lebih besar dari
tekanan osmosis cairan tubuh. Air kan mengalir keluar dari sel
darah sehinggga sel mengkerut (krenasi), bersifat reversibel.
6. Isohidris
Isohidris yaitu pH larutan sama dengan pH darah. Sebisa mungkin
pH sama dengan pH darah, tapi tidak selalu, tergantung terhadap
stabilitas obat.
7. Bebas pirogen
Hal ini dilakukan dengan menggunakan kelinci sebagai hewan uji.
Sebanyak 10 ml / kg BB hewan disuntikkan melalui pembuluh
darah pada 37 +/- 2 0C dalam waktu sepuluh menit dari suhu
awal penyuntikan. Dicatat pada jam ke 1, 2 dan 3 setelah injeksi.
Persyaratan USP terpenuhi jika kenaikan suhu kelinci individu
adalah NMT 0,6 0C dan jumlah kenaikan suhu tiga kelinci adalah
NMT 1,4 0 C. Jika salah satu kelinci menunjukkan kenaikan suhu
0,6 0C dan jumlah kenaikan suhu tiga kelinci melebihi 1.40C maka
pengujian diulang menggunakan 5 kelinci. Persyaratan terpenuhi
jika 3 dari 8 kelinci menunjukkan kenaikan individu dalam suhu
NMT 0,6 0C dan jumlah kenaikan maksimum suhu 8 kelinci adalah
NMT 3,7 0C.

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


Alat
Alat yang digunakan adalah kaca arloji, beaker glass,
timbangan, anak timbangan, batang pengaduk, autoclave, dan
oven.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah difenhidramin klorida dan aqua
pro injeksi.

B. Perhitungan
R/ Diphenhydramine HCl 10 mg
Aqua pro injeksi ad 1 ml
(Formularium Nasional, ed 2 hal 113)

10 mg x 10 ml
Difenhidramin HCl : =100 mg
1 ml
Aqua pro injeksi : ad 10 ml
C. Cara Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Disterilkan masing-masing alat sesuai dengan cara
sterilisasinya
Diphenhydramine HCl 100 mg yang telah ditimbang dalam
kaca arloji bertutup dipindahkan ke dalam beaker glass
Tambahkan aqua pro injection ad 10 ml
Saring (sterilisasi) melalui penyaringan 0,22 m
Isikan ke dalam vial secara aseptic
Sesudah pengeringan, tutup vial dengan karet penutup dan
segel aluminium
Diberi etiket dan dikemas dalam wadah

D. Kemasan

Wadah : vial ampul gelas atau kaca berwarna gelap


Penutup : karet dengan alumunium
Sterilisasi : Cara sterilisasi yakni dengan metode
filtrasi karena bahan aktifnya berupa
Dipehnhydramine HCl merupakan obat yang
tidak stabil terhadap panas. Sehingga tidak
tahan untuk pemanasan. Filtrasi dilakukan
dengan membrane 0.22 m.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penggunaan injeksi difenhidramin HCl digunakan untuk
mengatasi kondisi pasien yang mengalami alergi atau
berkaitan dengan pelepasan histamine dan tidak
dimungkinkan untuk diberikan secara peroral.
Pembuatan sediaan parenteral harus memperhatikan sifat
fisiko-kimia dari bahan aktif agar dapat memenuhi kriteria
aman, efikasi dan dapat diterima pasien.
Perlu dilakukan kontrol kualitas untuk menjamin mutu sediaan
parenteral aman digunakan mengingat resiko efek samping
terhadap pasien lebih besar dibandingkan dengan sediaan
peroral.
B. Saran

Disarankan agar dapat memperpanjang masa simpan sediaan


perlu diberikan bahan tambahan seperti preservative (pengawet)
dan juga larutan pengisotonis agar pH sediaan meyerupai pH
dalam cairan tubuh sehingga dapat mengurangi rasa nyeri saat
pemberian obat.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1978, Formularium Nasional Edisi 2, Jakarta : Ditjen POM


RI.
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Jakarta : Ditjen POM
RI.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta : Ditjen
POM RI.
Dwyer, P.S, 2009, McGraw-Hills I.V. Drug Handbook, United State:
McGraw-Hill Company.
Michael J. Akers and Daniel S. Larrimore, 2002, Parenteral Quality
Control Sterility, Pyrogen, Particulate, and Package Integrity
Testing Third Edition, Revised and Expanded , New York: Marcel
Dekker.
Sweetman, S.C, 2009, Martindale The Complete Drug Reference ,
32nd Ed, United Kingdom: Pharmacy Press.
Diakses pada tanggal 8 November 2016 dengan website :
http://www.pharmacopeia.cn/v29240/usp29nf24s0_m27130.html
http://www.pharmacopeia.cn/v29240/usp29nf24s0_m27160.html

S-ar putea să vă placă și