Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
KAJIAN PUSTAKA
Pada kajian pustaka dibahas tentang geologi regional dan konsep serta pemahaman
mengenai stratigrafi sekuen dan aspek reservoir. Geologi regional meliputi struktur dan
stratigrafi Cekungan Tarakan, juga tektonostratigrafi dan sistem petroleum
di Sub-Cekungan Tarakan.
Gambar II.2 A) Peta struktur regional Cekungan Tarakan, B) Hasil analisis struktur, sub-
Cekungan Tarakan dapat dipilah lagi menjadi lima wilayah geologi (Biantoro,
dkk., 1996)
Tektonostratigrafi di Sub-Cekungan Tarakan terbagi dalam tiga fase; pre-rift, syn-rift dan
post-rift. Pada fase post-Rift, Sub-Cekungan Tarakan menjadi passive margin yang terbagi
dalam fase transgresi dan regresi (Ellen, dkk., 2008).
Pada tahap pre-rift, stratigrafi wilayah ini dialasi batuan dasar Formasi Danau yang
merupakan batuan metamorf. Konfigurasi struktur diawali oleh proses rifting selama Eosen
Awal, kemudian terjadinya uplift di bagian barat selama Eosen Tengah mengakibatkan
erosi di puncak tinggian Sekatak sehingga tahap ini menjadi awal pengendapan siklus-1
Untuk tahap syn-rift, sedimentasi berlangsung selama Eosen dari Formasi Sembakung dan
Sujau. Secara tidak selaras di atasnya pada tahap post-rift 1 dan post-rift 2 selama Oligosen
sampai Miosen Awal terendapkan sedimen yang terdiri dari Formasi Seilor, Mankabua,
Tempilan, Tabalar, Mesaloi dan Naintupo. Kedua tahap post-rift tersebut berlangsung pada
fase transgresi (Gambar II.3).
Patahan tumbuh ini berlanjut hingga umur Pliosen dengan pengendapan siklus ke-4 pada
Formasi Tarakan. Aktivitas tektonik selama Pliosen Akhir sampai Pleistosen berubah ke
kompresi menghasilkan patahan geser yang di beberapa tempat dijumpai mono-antiklin
dan patahan naik. Selama proses ini terjadi pengendapan Formasi Bunyu (Gambar II.4).
Gambar II.4 Kejadian tektonik di sub-Cekungan Tarakan yang dimulai dari proses rifting
sampai kompresi yang menghasilkan patahan inversi (dimodifikasi dari
Ellen, 2008 dan Biantoro, dkk., 1996)
Pada Formasi Tarakan dijumpai pasir, serpih, batupasir dan perselingan batubara di sistem
delta Pliosen. Di sub-Cekungan Tarakan, formasi ini sebagai endapan muka delta dan
dataran delta (Achmad dan Samuel, 1984). Pada Formasi Tarakan di sub-Cekungan
Tarakan telah dilakukan penelitian secara regional dan telah dinamakan sebagai sekuen II.
Pada sekuen II yang identik dengan Formasi Tarakan dibagi lagi menjadi tiga sub-sekuen
yaitu: II-A, II-B dan II-C (Noon, dkk. 2003).
Gambar II.5 Penentuan batas sekuen dan sub-sekuen regional di Sub-Cekungan Tarakan.
Formasi Tarakan sebagai Sekuen II terbagi menjadi tiga sub-sukuen IIA, IIB
dan IIC (Noon, dkk. 2003)
Di wilayah timur yang lebih dalam, Formasi Tabul dan Santul dimungkinkan menjadi
batuan induk yang penting (Subroto, dkk., 2005). Serpih di Formasi Tabul memiliki
kandungan organik dengan hasil antara fair sampai excellent (0,5 4%). Lapisan batubara
yang dijumpai mengandung TOC lebih dari 72%. Kerogen pada serpih dan batubara
didominasi oleh Tipe II dan III (HI antara 60 280) yang diinterpretasikan sebagai gas
prone dan sedikit potensi minyak. Untuk serpih di Formasi Santul yang lebih muda,
kandungan TOC dari fair sampai excellent (0,6-4,5%). Pada lapisan batubara
mengandungan TOC lebih dari 69%. Nilai HI di Formasi Santul antara 30 328,
mengindikasikan gas prone dan sedikit potensi minyak yang dihasilkan dari proses
degradasi material tumbuh tinggi.
Pada aspek migrasi hidrokarbon, umumnya terjadi dari arah timur yang posisi batuan induk
di lapisan lebih dalam. Untuk kasus sistem patahan tumbuh yang disebabkan proses
inversi, Lapangan Sesanip di Pulau Tarakan menjadi salah satu contoh pola migrasi
vertikal melalui zona sesar maupun secara lateral (Gambar II.6).
Stratigrafi Sekuen adalah studi mengenai hubungan antar batuan pada suatu perulangan
kronostratigrafi dalam ruang dan waktu, berhubungan dengan strata yang dibatasi oleh
permukaan yang mengalami erosi atau tidak adanya pengendapan, atau keselarasan lain
yang berhubungan (Van Wagoner, dkk., 1988).
Gambar II.7 Konsep stratigrafi sekuen dari classic slug Exxon Model: batas sekuen,
Mfs dan system tract (Van Wagoner, dkk., 1988 dari model Vail, dkk.,
1977)
Sekuen dibagi menjadi dua tipe, yaitu sekuen tipe-1 dibatasi bagian bawahnya oleh
Sequence Boundary (SB) tipe-1 dan bagian atasnya oleh sekuen tipe-1 atau tipe-2.
Sequence tipe-2 dibatasi bagian bawahnya oleh Sequence Boundary tipe-2 dan
bagian atasnya oleh sekuen tipe-1 atau tipe-2.
Batas Sekuen (Sequence Boundary) tipe-1 dicirikan oleh subaerial exposure dan
concurrent subaerial expossure, asosiasinya peremajaan sungai, pergeseran fasies
basinward, pergeseran ke arah bawah di bagian coastal onlap, dan onlap pada strata
di atasnya. Pembentukannya terjadi ketika kecepatan turunnya eustatic level melebihi
Batas Sekuen tipe-2 dicirikan oleh subaerial exposure dan pergeseran ke bawah pada
coastal onlap landward dari suatu depositional shoreline break. Batas Sekuen tipe-2
terbentuk ketika kecepatan turunnya eustatic level lebih kecil daripada kecepatan
penurunan cekungan pada suatu depositional shoreline break. Jadi pada batas sekuen
tipe-2 ini tidak menghasilkann penurunan relatif muka air laut.
System tract adalah hubungan sistem pengendapan yang terjadi dalam satu kejadian
pengendapan. Pada sekuen tipe-1 adalah: lowstand system tract, transgressive system
tract, highstand system tract. Pada sekuen tipe-2: shelf margin system tract,
transgressive system tract dan highstand system tract (Van Wagoner, dkk., 1988).
Bagian paling bawah system tract disebut sebagai lowstand system tract (LST) pada
tipe-1 dan shelf margin system tract (tipe-2). Jika terendapkan dengan adanya shelf
break maka dapat dibagi menjadi tiga unit: basin floor fan, slope fan dan lowstand
wedge. Bagian atas lowstand system tract dibatasi oleh transgressive surface
(Gambar II.8)
Gambar II.8 Konsep system tract pada stratigrafi sekuen yang mencerminkan tipe
set-parasekuen (Van Wagoner dkk, 1988)
Bagian tengah system tract disebut transgressive system tract (TST), dicirikan oleh
satu atau lebih retrogradasi parasequence sets. Di bagian atas dibatasi oleh Downlap
Bagian atas dari system tract dikenal sebagai highstand system tract (HST). Dicirikan
satu atau lebih aggradasi system tract yang hadir setelah satu atau lebih prograding
parasequence-set, dengan geometri prograding clinoform.
Penentuan system tract ini dapat pula dihubungkan dengan tipe set-parasekuen
apakah progradasi, retrogradasi atau agradasi sebagai bagian dari analisis stratigrafi
sekuen dan akhirnya bisa mengindikasikan lingkungan pengendapan (Gambar II.9).
Gambar II.9 Model stratigrafi sekuen dari sistem tract ke lingkungan pengendapan
(Van Wagoner dkk, 1988)
Data log sumur khususnya log Gamma mampu lebih akurat untuk respon ukuran
butir. Karakter log Gamma ini dapat dibagi menjadi lima bentuk yaitu silindris,
corong, bel, simetris dan gerigi (Gambar II.10). Kelima respon log ini mencerminkan
pola sedimentasi dari agradasi tipe-1, progradasi, retrogradasi, progradasi ke
retrogradasi dan agradasi tipe-2 (Kendall, 2005) Bentuk karakter log sumur
memberikan informasi tentang lingkungan pengendapan dari daerah transisi, laut
dangkal sampai laut-dalam (Gambar II.11).
Vail dan Wornardt (1991) telah mencoba menampilan contoh model sederhana dari
hasil analisis stratigrafi sekuen dari karakter log sumur dengan menentukan batas
sekuen, maximum flooding surface dan system tract (Gambar II.12).
Mengenai distribusi dan kualitas reservoir, terlebih dahulu perlu dijelaskan definisi
reservoir. Reservoir didefinisikan sebagai bagian dari kerakbumi yang dapat mengandung
minyak dan gas bumi yang disebabkan telah memenuhi tiga unsur reservoir migas yaitu
batuan reservoir (batupasir dan batugamping karena porous dan permeable), lapisan
penutup (cap-rock) yang impermeable dan perangkap reservoir baik struktural, stratigrafis
maupun kombinasi struktural stratigrafis (Koesoemadinata, 1980). Batuan Reservoir
merupakan tubuh batuan di bawah permukaan bumi yang porous dan permeabel dan
memungkinkan minyak dan gas bumi tersimpan (North, 1985 dari Tver & Berry, 1980).
Batuan yang menjadi reservoir harus memiliki pori-pori yang dapat mengandung migas
dan pori-pori ini harus pula saling berhubungan atau terkoneksi yang menyebabkan
minyak dan gas bumi mampu mengalir.
Batuan reservoir utama adalah batupasir dan karbonat. Batupasir merupakan batuan klastik
detritus yang berukuran pasir. Batupasir ini reservoir yang paling penting dan paling
banyak dijumpai didunia, hampir 60% dari semua reservoir di dunia adalah batupasir.
Memahami distribusi reservoir batupasir sangat terkait dengan fasies batupasir atau
lingkungan pengendapan. Umumnya batupasir dibedakan menjadi tiga fasies yaitu
pertama, batupasir fluviatil; kedua, batupasir dekat pantai (campuran) seperti delta dan
lingkungan pantai; ketiga, batupasir marin, batupasir yang diendapkan di dalam laut
misalnya batupasir di paparan, lensa pasir neritik dan turbidit. Distribusi dan orientasi
lapisan batupasir tergantung pada asal mula batuan tersebut. Hal ini juga menunjukkan
bagaimana pentingnya mekanisme sedimentasi terhadap lapisan reservoir.
Terdapat tiga metode teknik makroskopis untuk menentukan kualitas reservoir. Pertama,
nilai impedansi akustik dari seismik data 3D. Kedua, log talikawat untuk menentukan
litologi, porositas dan saturasi fluida. Ketiga, Drill Steam Test (DST) yang menghasilkan
pengukuran flow rate dan tekanan fluida.
Pada penelitian ini, kualitas reservoir dibatasi pada nilai volume serpih dan porositas
efektif. Perhitungan volume serpih diperoleh dari nilai log gamma (GR) dengan formula
sebagai berikut:
GRlog GRmin
VSH =
GRmax GRmin
dimana:
= Porositas, dinyatakan dalam fraksi atau persen
V p = Volume pori (L3)
V b = Volume bulk (L3) = V p + V m
V m = Volume matriks (L3)
Porositas efektif merupakan volume pori-pori batuan yang saling terkoneksi dibagi oleh
volume bulk batuan,
Volume pori yang berhubungan
e =
Vb
Dari data log, porositas efektif diperoleh dari perkalian porositas total dengan volume
batupasir atau karbonat (1-Vsh). Untuk clean sandstones berlaku t = e sedangkan untuk
carbonate dan cemented sandstones berlaku e < t . Pada batuan reservoir batupasir dan
batugamping dalam kondisi umum, nilai porositas efektif dapat dikategorikan dalam lima
level (North, 1985) sebagai berikut:
Tabel II.1 Kategori porositas efektif terhadap evaluasi kualitatif reservoir (North, 1985)