Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang, agar dapat mewujudkan
kesehatan, salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui
umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang
mampu dam mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini. Sehingga banyak
faktor yang mempengaruhi penyakit cacingan ini yaitu iklim tropis, personal
seperti halnya penyakit yang di sebabkan oleh parasit yaitu infeksi kecacingan
duodenale.
secara selektif. Selain itu, juga dilakukan upaya edukatif penunjang berupa
dengan higiene dan sanitasi yang kurang. Kondisi ini dapat menyebabkan
bahwa saat ini infeksi cacing Ascaris lumbricoides tersebar pada lebih dari 1
milyar orang, infeksi cacing Trichuris trichiura tersebar pada 795 juta orang
dan infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
tersebar pada 740 juta orang di seluruh dunia. Infeksi kecacingan yang tertinggi
tinggi prevalensinya yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia
berada dalam posisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai
(kecacingan).
cacing-cacing yang tinggal diusus ini memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap kejadian penyakit lainnya misalnya kurang gizi karena cacing gelang
suka maka karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh,
kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka
isap darah diusus dan cacing-cacing cambuk dan pita suka sekali mengganggu
SD. (http://arali2008.wordpress.com)
(2005) menunjukkan infeksi kecacingan pada murid SDN Borong Kaluku Desa
Trichuris trichura 10 (19,61%) dan infeksi ganda yaitu Ascaris dan Trichuris 3
(5,88%).
bungloe di desa bonto tallasa Kec. Ulu Ere Kab. Bantaeng yang terinfeksi
kecacingan sebanyak 33 murid (31,13 %) dari 106 murid yang di periksa. Dan
Trichuris trichiura 8,9% dan infeksi ganda yaitu Ascaris dan Trichuris 17,9%.
terkena infeksi kecacing pada murid SD sebanyak 70%. Dan data 10 penyakit
tertinggi antara lain: Penyakit kulit 1123 orang, Dermatitis 974 orang, Rematik
769 orang, Gastritis 720 orang, ISPA 613 orang, Batuk 511 orang, Diare 543
orang, Demam 373 orang, Kecacingan 195 orang dan Hipertensi 142 orang.
masyarakat.
kuku secara teratur, dan hubungannya dengan UKS (usaha kesehatan sekolah)
pelaksanaannya tidak berjalan baik dan ada juga yang telah berjalan dengan
baik.
B. RUMUSAN MASALAH
kejadian infeksi kecacingan pada murid SDN 268 Tanjonge di Desa Marioriaja
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Marioriaja.
D. MANFAAT PENELLITIAN
di peroleh di perkuliahan.
infeksi kecacingan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
biakan suatu bibit penyakit dalam tubuh manusia atau hewan sehingga timbul
Penyakit kecacingan pada anak dapat menurunkan status gizi, sehingga anak
rentan terhadap infeksi yang lain. Bila berlangsung lama keadaan ini akan
ususnya. Pada tingkat tertentu penderita secara mual, lesu, nafsu makan
berkurang pada anak berbadan kurus tetapi perut buncit, pucat pada selaput
mata, muka dan telapak tangan, batuk-batuk atau sesak nafas, mereka lemah
dan lesu jika bakerja sangat berat, merasa gatal-gatal setelah berjalan di tanah
tanpa alas kaki, terasa gatal di sekitar penahal, sakit perut atau diare dan
(http://library.usu.ac.id/index.php?option=com)
bila menelan telur cacing yang berisi Larva yang sudah matang, kemudian
Larva berkembang menjadi cacing dewasa di saluran cerna. Cacing dewasa
betina biasanya akan bertelur setiap hari, dengan jumlah berkisar 10.000-
demikian, cacing dan parasit itu lebih lazim terdapat di daerah tropis dan
masuk ke dalam tubuh melalui mulut atau kulit kaki. Dan cacing bisa
penyakit, tetapi bila anak-anak bermain ditempat yang di kotori dengan telur
cacing, maka mudah pindah ke mulut oleh jari tangan yang kotor, terutama
pada anak-anak yang hidup dalam keadaan yang tidak sehat. (Muh. Ilyas,
2008)
menetas dengan cepat. Cacing kecil ini memasuki dinding usus kemudian
bagian lain dan menyebabkan radang umbai usus buntu, gangguan kandung
empedu dan penyakit hati. Bila cacing itu mati dapat mengakibatkan reaksi
keracunan seperti muka menjadi bengkak hilang nafsu makan gan gejala-
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm.
stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat
bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi
minggu.
Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus.
menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus. Dari trakea larva
Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam
esophagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa. Sejak telur matang tertelang sampai cacing dewasa bertelur
4. Aspek Klinis
respon umum hospes, efek migrasi larva, evek mekanik cacing dewasa dan
defesiense gizi, selama larva mengalami siklus dalam jumlah yang besardapat
yang sedikit pun dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat. Hal ini
terjadi dalam hati dan paru-paru di sertai oleh infiltrasi eosinafil, mackrofag
toksis sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang di sertai alergi seperti
bagian atas.
obstruksi usus, masuk ke dalam saluran empedu, saluran pancreas, dan organ-
organ lainnya. Migrasi juga terjadi keluar melalui anus, mulut dan hidung.
Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik
bawah pohin, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Hal ini
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25 0-300C
(Srisasi G, 1998).
tropis, dimana kebersihan lingkungannya buruk serta iklim yang hangat dan
di mana usus buntu. Cacing betina bertelur beribu-ribu setiap hari yang
kotor, atau dengan menaruhi jari kotor di dalam mulut sementara bekerja di
tanah. Jika di bandingkan dengan cacing tambang, penyakit ini tak seberapa
sakit kepala, malahan nyeri yang mirip dengan umbai usus buntu. Dalam
(http://ketobapadah.blogspot.com).
dalam usus besar manusia, terutama di daerah sekum dan kolom. Cacing ini
2. Distribusi Geografis
Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah briklim
tropis yang panas dan lembab, namun dapat juga ditemukan di seluruh dunia
Cacing Trichuris trichiura ukuranya jauh lebih kecil dari pada Ascaris
dewasa jarang di temukan dalam tinja. Parasit ini sering di sebut cacing
cambuk karena bagian anterior (kepala) panjang dan sangat halus. Sedangkan
bagian ujung postrior (ekor) lebih tebal. Dalam usus kepalanya menembus
dalam mukosa.
tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit
Telur yang di buahi di keluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut
sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang
ialah telur yang berisi larva dan merupakan bantuk infektif. Cara infeksi
langsung biasa secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi
dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon,
terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa
pertumbuhanya mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
4. Aspek Klinis
Klainan patologis yang di sebabkan oleh cacing dewasa terutama
Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan
Infeksi berat terutama terjadi pada anak. Cacing ini tersebar di seluruh
kolon dan rectum. Sering terjadi cacing yang ada di mucosa rectum menjadi
perletakkan dan dapat menimbulkan anemia. Pada anak infeksi terjadi menun
dan berat (hiperinfeksi). Gejala-gejala yang terjadi yaitu diare yang diselingi
Secara klinis anemia tipokronik terjadi pada kasus infeksi yang lama.
Anemia ini terjadi karana penderita mengalami hal nutrisi dan kehilangan
darah akibat kolon yang rapuh, disamping itu cacing ini juga di duga
kristal Chercot-leyden dan Eosinofil, namun pada sediaan apus darah tepi
Eosinofil tidak selaku terlihat dalam microskop. (jangkun SO, 2001 dalam
Aspa P, 2005).
5. Diagnosis
dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan
30-90%.
1. Segera mencuci tangan menggunakan air dan sabun setelah buang air
besar atau air kecil, serta setiap sebelum makan dan atau hendak
menjamah makanan.
2. Lap tangan dan benda kotor, atau barang-barang yang telah digunakan
untuk toilet dan lainya agar dihindarkan dari mulut, hidung, mata, telinga,
terhadap peralatan makan, gelas air minum, handuk, sapu tangan, sisir,
sikat rambut, dan pipa tembakau rokok secara lebih helai dami helai
(http://kadri-blog.blogspot.com).
METODELOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
B. LOKASI PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
a. Geografi
SDN 268 Tanjonge yang terletak di Desa Marioriaja adalah salah satu
b. Demografi
Kab. Soppeng berjumlah 4.750 jiwa, (2.202 KK) yang terdiri dari laki-laki
2.379 jiwa, dan yang terdiri dari perempuan sebanyak 2.379 jiwa. Sebagian
besar penduuk mempunyai pekerjaan antara lain berdagang, bertani,
2. Waktu Penelitian
Juni-Juli 2011
C. KERANGKA KONSEPSIONAL
Karakteristik
Murid SD
Infeksi Kecacingan
- Ascaris lumbricoidis
- Trichuris triciura
Keterangan ;
Karakteristik murid sekolah dasar dipengaruhi oleh kondisi keluarga
antara lain: pendidikan orang tua, social ekonomi, dan hygiene perorangan
yaitu perilaku anak, serta sanitasi sekolah dan rumah yang meliputi
lingkungan fisik dan agent. Yang termasuk dalam lingkungan fisik salah
satunya adalah cuaca yang terdiri dari berbagai unsur seperti suhu dan
D. VARIABEL PENELITI
Variabel Penganggu
Keterangan:
variabel terikat pada infeksi kecacingan terdiri dari mencuci tangan dengan
sedangkan pendidikan orang tua, sosial ekonomi orang tua, suhu dan
dalam hal ini hygiene perorangan yang terdiri dari: mencuci tangan dengan
2. Variabel terikat adalah: variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas, dalam
terika, dalam hal ini adalah pendidikan orang tua, social ekonomi orang tua,
E. HIPOTESIS
infeksi kecacingan.
kecacingan.
1. Defenisi operisional
secara rutin minimal satu kali dalam seminggu, termasuk kondisi yang
2. Kriteria Objektif
a. Infeksi kecacingan:
tinja.
b. Hygiene perorangan
1) Mencuci tangan
diatas
2) Memotong kuku
minimal 1 x seminggu.
diatas .
diatas.
1. Populasi
Populasi dalam penelitin ini adalah Murid SDN 268 Tanjonge, Desa
Murid.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Murid Sekolah Dasar dari kelas
III (21), kelas IV (24) dan kelas V (31) Sekolah Dasar 268 Tanjonge, Desa
1. Data primer
2. Data sekunder
penelitian dan instansi yang terkait seperti: puskesmas dan kantor Desa.
(0-E)2
X2=
E
Di mana:
menggunakan rumus;