Sunteți pe pagina 1din 1

"Karena tingginya potensi gempa ini banyak

rumah adat di Indonesia yang didesain tahan


gempa dan getaran sehingga meminimalisir
kerusakan saat terjadi gempa dahsyat, salah
satunya adalah rumah adat suku Asmat , Suroba,
dan rumah Hanoi," terangnya seperti tertulis
dalam press release.
Ia mengatakan jika kedua arsitektur rumah ini
bisa diadaptasi untuk rancang bangunan di
Indonesia, terlebih didaerah yang memiliki
potensi gempa yang cukup tinggi.
"Jika dianalisa dan diteliti lagi, bisa
diadaptasikan dirancang bangunan di Indonesia.
Ciri khasnya tidak memakai tiang pancang,
sehingga menjadi bangunan yang tahan gempa,"
katanya.
Menurut dirinya, rumah adat tersebut dibangun
dengan menggunakan ilmu leluhur yang ramah
terhadap lingkungan. Ia mencontohkan rumah
suku Asmat yang menggunakan bahan dasar kayu
dibuat dengan teknik ikat tanpa menggunakan
paku. Saat gempa, rumah-rumah tersebut tidak
akan roboh, layaknya rumah anti gempa yang
diciptakan Jepang.

"Rumah-rumah di Indonesia menggunakan


pondasi dan tiang pancang, kalau terkena
getaran pasti akan rubuh. Jika ilmu tentang
arsitektur rumah adat dipakai untuk rumah
ataupun gedung baru dipastikan Indonesia punya
rumah anti gempa sendiri tanpa harus meniru
negara lain," ujarnya.
Ia menjelaskan fenomena rumah adat asmat dan
hanoi akan menjadi fenomena dan incaran para
arsitektur profesional. Terlebih teknologi ini
ramah lingkungan dan bisa mencetak arsitektur
yang juga ramah terhadap lingkungan ketika
membuat rancang bangunan baru.
" Arsitektur sekarang banyak memakai paku
bumi ataupun bahan-bahan yang tidak ramah
lingkungan, jika dikembangkan tentu
keseimbangan terhadap lingkungan sekitar,"
tuturnya.

S-ar putea să vă placă și