Sunteți pe pagina 1din 17

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN TUBERCULOSIS (TB)

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek profesi ners


departemen keperawatan anak di ruang anak

RSUD Bangil Pasuruan

Oleh

NAMA:YOHANES M.V CEUNFIN

NIM :1603.14901.106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan, dan Resume Keperawatan


Disusun untuk memenuhi tugas individu praktek profesi ners di ruang
anak Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan

Hari :

Tanggal : Februari 2017

Mengetahui, Malang, Februari 2017

Pembimbing Lahan Pembimbing institusi

(Mida Rahmawati, S. Kep. Ners ) (Ns. Ika Arum Dewi S., S. Kep., M. Biomed)
1. Laporan Pendahuluan Kasus Tuberculosis (TB)

1.1 Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di
paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2007).
Tubercolusis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui
udara (Brunner & Suddarth, 2001). Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang
parenkim paru yang bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain,
terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

1.2 Etiologi
Agen infeksius utama mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultra
violet, dengan ukuran 1 4/um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman
mycobacterium tuberculosis kompleks adalah mycobacterium tuberculosis varian
asian, varian African I, varian African II, mycobacterium bovis. Kelompok kuman
mycobacterium tuberculosis dan mycobacterial othetan Tb ( mott, atipyeal) adalah
mycobacterium cansasli, mycobacterium avium, mycobacteriumintra celulase,
mycobacterium scrofulaceum, mycobacterium malma cerse, dan mycobacterium
xenopi.

1.3 Manifestasi Klinis


Tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang kadang asimtomatik. Gambran klinik TB
paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik, meliputi :


a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak bercak darah, gumpalan darah, atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringanya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia, dan lain lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari sama dengan demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang seranganya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lainnya seperti keringat malam, anorexia, penurunan berat
badan, serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas, walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

1.4 Patofiosiologis

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan


keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat tahan selama berhari hari sampai berbulan bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuranya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinya. Respon ini disebut
sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1 3 basil. Gumpalan
basil yang besar cenderung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah
tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini.
Setelah hari hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau
proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Reaksi ini butuh waktu 10 20 hari. Nekrosis pada bagian sentral
menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa.
Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru - paru
dinamakan kompleks ghon dan gabungan terseranganya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi
didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.
Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan amsuk kedalam
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat berulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa.
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul
yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus sehingga menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliaran daraah dalam jumlah
kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyebab ini disebut
limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberculosis milier ini terjadi
apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ organ tubuh.

1.5 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendiaan, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis


a. Tuberculosis paru BTA positif
Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, 1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thoraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis, 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif dan biakan kuman TB positif, 1 atau lebih specimen dahak hasilnya
positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
memberi hasil BTA negative dan tidak ada perbaikan selama pemberian
antibiotika non OAT.
b. Tuberculosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif, kriteria
diagnosis TB paru BTA negative harus meliputi : paling tidak 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA negatif, foto thoraks abnormal menunjukkan
gambaran tuberculosis, tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic
non OAT, ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negative foto thoraks positif dibagi menjadi bentuk ringan dan
berat berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya. Bentuk berat bila
gambaran foto thoraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses far advanced) dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya
yaitu : TB ekstra paru ringan misalnya, TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar
adrenal. TB ekstra paru berat, misalnya meningitis, milier, pericarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih, dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menekan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kambuh (relaps) adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah
mendapatkan pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, di diagnosa kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c. Pengobatan setelah putus obat (default) adalah pasien yang telah berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif
d. Gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
e. Pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatanya.
f. Lain lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi kriteria diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik yaitupasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang.

1.6 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut, yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan nafas.
2. Atelectasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendiaan, dan ginjal.
Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberculosis lainya yaitu terjadi pada
sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan
pneumothoraks, efusi pleura, dan gagal nafas, sedangkan diluar sitem
pernafasan menimbulkan tuberculosis usus, meningitis serosa, dan
tuberculosis milier.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Sputum culture : positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif
2. Zhiel neelsen (acid fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, volmer patch) : reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibody tetapi tidak
mengindikasikan penyakit sedang aktif
4. Chest X ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian
paru paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau
cairan pada effuse. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous.
5. Histologi atau culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine, dan CSF,
biopsi kulit) : positif untuk mycobacterium tuberkulosa
6. Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel sel
besar
7. Elektrolit : mungkin normal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi,
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB
paru kronik lanjut.
8. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru
9. Bronchografi : pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karena TB
10. Tes darah : lekositosis, LED meningkat
11. Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat dan
menurunya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.
1.7.1 Pemeriksaan diagnostik TB pada anak - anak
sistem skoring : sistem ini mempermudah penegakan diagnostic TB pada anak
yang meliputi pemeriksaan tuberculin (uji mantoux) dan kontak erat dengan
pasien dewasa TB menular mempunyai skor (nilai) tertinggi 3.

Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)
keluarga,
BTA(-)/BTA
tidak
jelas/tidak
tau
Uji tuberkulin Negatif - - Positif(10mm atau
(mantoux)
5mm pada
imunokompromais)
Berat - BB/TB<90% Klinis gizi -
badan/keadaan atau buruk atau
gizi BB/U<80% BB/TB<70%
atau
BB/U<60%
Demam yang - 2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - 3 minggu - -
Pembesaran - 1 cm, lebih - -
kelenjar limfe dari 1 KGB,
koli, axilla, tidak nyeri
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkaka
panggul, n
lutut,falang
Foto thoraks Normal/kelaina Gambaran - -
n tidak jelas sugestif
(mendukung)
TB
Skor Total (maksimal 13)
Keterangan :
- Gejala TB anak sesuai dengan parameter sistem skoring
- Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor < 6 bila
ditemukan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif disertai dengan 2 gejala
klinis lainya pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberculin.

Uji tuberkulin bukan merupakan pemeriksaan penentu utama, untuk


menegakkan diagnostik TB anak. Selain itu, pasien anak dengan jumlah skor 6
dapat didiagnosis, harus ditatalaksana sebagai pasien TB, dan mendapat OAT
(obat anti tuberculosis). Beberapa keadaan klinis khusus pada pasien, memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Misalnya,
ditemukan gibbus atau koksitis TB juga tanda bahaya TB saraf pusat, yaitu kejang,
kaku kuduk, dan penurunan kesadaran. Selain itu, juga adanya tanda kegawat lain
misalnya, sesak nafas atau pada pemeriksaan foto rontgen polos dada atau
thoraks menunjukkan gambaran efusi pleura, miller, atau kavitas.

Pada sistem skoring, beberapa parameter memerlukkan penjelasan khusus.


Kontak dengan pasien pasien dewasa TB BTA (+) diberi skor 3, hanya bila ada
bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari orang dewasa sebagai sumber penularan.
Data ini dapat diperoleh dari formulir TB 01 atau hasil laboratorium. Penentu status
gizi anak dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U dengan berat badan,
panjang atau tinggi badan, dan umur diukur saat pasien dating (moment opname).
Penentu status gizi untuk anak usia <5 tahun menggunakan panduan buku KIA
terbitan Kemenkes RI, sedangkan untuk anak usia >5 tahun menggunakan kurva
CDC terbitan tahun 2000. Apabila BB kurang, anak juga harus diberikan upaya
perbaikan gizi dan evaluasi selama 1 bulan.

Gejala klinis demam (2 minggu) dan batuk (3 minggu) lama, dapat bernilai
apabila tidak membaik setelah diberikan pengobatan,sesuai buku terapi di
fanyaskes. Selain itu, gambaran foto toraks yang mendukung TB dapat berupa
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate,
atelectasis, konsolidasi segmental atau lobar, miller, klasifikasi dengan infiltrate
ataupun tuberkuloma. Foto toraks bukan merupakan alat diagnostic utama pada
TB anak.

Dalam sistem skoring ini, anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, dengan skor
maksimal 13. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari poin kontak dengan pasien
BTA positif dan hasil uji tuberculin positif tanpa gejala klinis, maka anak tersebut
belum perlu diberikan OAT, anak tersebut cukup dilakukan observasi atau diberi
INH profilaksis tergantung dari umur anak. Pasien usia balita yang mendapat skor
5 dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke
fanyankes, untuk lebih di evaluasi lebih lanjut. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari
poin kontak TB positif dengan 2 gejala klinis lain, pada fanyankes yang tersedia uji
tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi, dan dipantau sebagai TB anak.
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, dan apabila terdapat perbaikan
klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai 6 bulan. Semua bayi dengan reaksi
cepat (<2 minggu) setelah pemberian imunisasi BCG, seharusnya dicurigai telah
terinfeksi TB, dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Pada anak
yang pada evaluasi bulan ke 2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan factor penyebab lain, misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun
kepatuhan berobat pasien. Anak dengan pembesaran kelenjar leher tidak selalu
menderita TB anak, pertimbangkan kemungkinan diagnosis yang lain misalnya
infeksi leher, amandel, dan keganasan. Pembesaran kelenjar leher yang
mendukung gejala TB anak bersifat tidak nyeri, multiple, diameter lebih dari 1 cm.

1.8 Penatalaksanaan
1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, factor resiko
c. Mensosialisasikan BCG di masyarakat
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan tempat yang kotor dan lembab
d. Bila ada gejala gejala TBC segera ke puskesmas/ RS agar dapat
diketahui secara dini
3. Kuratif
Obat TB yang digunakan (medika mentosa) :
a. Isoniazid
INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakteriasid
dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap
kuman yang diam.
b. Rimfapisin
Bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan, dapat membunuh kuman semi dormand yang tidak dapat
dibunuh oleh INH.
c. Pirazinamid
Derivate dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh
termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakteriasid hanya pada intrasel pada
suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan.
d. Etambutol
Jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata.
e. Streptomisin
Bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan
basa atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler.
4. Panduan obat TB
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan
dalam waktu relative lama (6 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase,
yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan.
Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat
dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan
pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. Pengobatan tetap dibagi dalam
dua tahap, yakni :
a. Tahap intensif (initial) dengan memberikan 4 5 macam obat anti TB
perhari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek
bakterisida), menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih
lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat.
b. Tahap lanjutan (continuation phase) dengan hanya memberikan 2 macam
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri
yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan,

2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Aktivitas
- Tanda : takhikardia, takhipnea/dyspnea, nyeri, dan sesak
- Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, kesulitan tidur
pada malam hari atau demam malam hari, menggigil, dan atau berkeringat
2. Integritas ego
- Tanda : ansietas
- Gejala : adanya factor stress lama, perasaan tidak berdaya
3. Makan / cairan
- Tanda : turgor kulit menurun, hilang lemak subkutan
- Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat
badan
4. Nyeri / kenyamanan
- Tanda : perilaku distraksi, gelisah
- Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang
5. Pernafasan
- Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan pernafasan
tidak simetris, perkusi pekak, penurunan fremitus. Bunyi nafas :
menurun/tidak ada secara bilateral atau uniteral (effuse
pleura/pneumothoraks), sputum warna hijau/purrulen, mukoid atau bercak
carah, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
- Gejala : batuk produktif atau tidak produktif

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang berlebih
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, kerusakan membrane alveolar - kapiler
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk, anorexia
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan

2.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret yang
berlebih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, jalan nafas efektif
Kiriteria hasil : suara nafas vesikuler, frekuensi nafas normal (Bayi : 30 60x/menit,
anak anak : 15 30x/menit), tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan.

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernafasan seperti bunyi nafas, irama, kedalaman


R/ penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan akumulasi secret, suara nafas
tambahan
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif
R/ pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan oleh
kerusakan paru paru
3. Ajarkan pasien teknik nafas dalam dan cara melakukan batuk efektif
R/ batuk efektif membantu pengeluaran sputum, nafas dalam membantu ventilasi
maksimal meningkatkan gerakan secret
4. Anjurkan pasien banyak minum air putih 1500 cc
R/ pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret
5. Berikan posisi semifowler
R/ membantu memaksimalkan ekspansi paru dan meminimalkan upaya pernafasan
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat agen mucolitik, brochodiator,
kortikosteroid
R/ menurunkan kekentalan dan merangsang pengeluaran secret
Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolar kapiler

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, bebas dari


distress pernafasan

Kriteria hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan
gas darah dalam rentang normal

Intervensi :

1. Kaji dyspnea,takipnea, bunyi pernafasan abnormal, meningkatnya respirasi,


keterbatasan ekspansi dada
R/ TB paru menyebabkan efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopneumonia
sampai inflamasi, difusi luas, nekrosis, efusi pleura,dan fibrosis luas. Efek
pernafasan dapat ringan sampai dyspnea berat sampai distress pernafasan
2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda tanda sianosis dan perubahan
kulit, selaput mukosa dan warna kuku
R/ akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi organ vital
3. Anjurkan untuk mengeluarkan napas dari bibir disiutkan, khususnya pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim
R/ membantu tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan/menurunkan nafas pendek
4. Anjurkan untuk bedrest atau mengurangi aktivitas
R/ menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan
pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
R/ alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
ventilasi / menurunya permukaan alveolar paru
Diagnosa 3 : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk, anorexia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, nafsu makan meningkat
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda - tand
malnutrisi
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah
R/ berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat
2. Kaji pola diet yang disukai/tidak disukai
R/ membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus, pertimbangan
keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet
3. Monitor intake dan output secara periodek
R/ berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
4. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi protein
karbohidrat
R/ memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energy
dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster
5. Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian terapi diit
R/ memberikan perencanan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic

Diagnosa 4 : resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2 x 24 jam infeksi tidak ada
Kriteria hasil : tanda tanda infeksi tidak ada, tanda tanda vital dibatas normal
Intervensi :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan
R/ mengurangi resiko kontaminasi silang
2. Beriakn ruangan yang bersih dan berventilasi baik
R/ mengurangi pathogen pada sistem imundan mengurangi kemungkinan pasien
mengalami infeksi nosokomial
3. Observasi tanda tanda vital
R/ memberikan informasi data dasar awitan/peningkatan suhu secara berulang
ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa bereaksi pada proses
infeksiyang tidak dapat disembuhkan
4. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, perhatikan batuk spasmodic kering pada
inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum dan adanya wheezing/ronchi, DAN
lakukan isolasi pernafasan bila etiologi batuk produktif tidak diketahui
R/ kongesti atau distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP
penyakit yang paling sering terjadi, TB mengalami peningkatan infeksi jamur
5. Periksa adanya luka/lokasi alat infasif, perhatikan tanda tanda infeksi/inflamasi
R/ identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya
sepsis
6. Ajurkan pada pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang
pada tempat dan anjurkan untuk membuang dahak pada wadah cairan desinfektan
R/ mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan dan lainya
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotic, antijamur, antigen
mikroba
R/ menghambat proses infeksi beberapa obat ditagerkan untuk organisme tertentu
(sistem perusak)

Daftar pustaka

Arif Mansjoer. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescolapius

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3 buku
kedokteran. Jarakarta : EGC
Pathway

Micobacterium tuberculosis

Menempel pada jalan Kuman menetap di paru - paru Inhalasi dopler


nafas
Berkembang biak di
sitoplasma makrofag
Dibersihkan makrofag
dan sillia
Masuk ke permukaan alveolar dan
parenkim paru - paru

Peradangan

Demam, malaise Konsolidasi

Hipertemia
Sputum
Perubahan menumpuk
Peningkatannutrisi dan
kurang
produksi
Bersihan
Bau dan
Iritasi jalan
rasa
mengental nafas
sputum
bronchial Infiltrasi ke pleura
dari kebutuhan
sputum tubuh Lesi paru Pintu
Resiko masuk
pleurakuman
tinggi
Pemasangan
Efusi infeksi
WSD
tidak efektif Gangguan pertukaran gas Pleuritis

S-ar putea să vă placă și