Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh
NIM :1603.14901.106
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
(Mida Rahmawati, S. Kep. Ners ) (Ns. Ika Arum Dewi S., S. Kep., M. Biomed)
1. Laporan Pendahuluan Kasus Tuberculosis (TB)
1.1 Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di
paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2007).
Tubercolusis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui
udara (Brunner & Suddarth, 2001). Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang
parenkim paru yang bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain,
terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
1.2 Etiologi
Agen infeksius utama mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultra
violet, dengan ukuran 1 4/um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman
mycobacterium tuberculosis kompleks adalah mycobacterium tuberculosis varian
asian, varian African I, varian African II, mycobacterium bovis. Kelompok kuman
mycobacterium tuberculosis dan mycobacterial othetan Tb ( mott, atipyeal) adalah
mycobacterium cansasli, mycobacterium avium, mycobacteriumintra celulase,
mycobacterium scrofulaceum, mycobacterium malma cerse, dan mycobacterium
xenopi.
1.4 Patofiosiologis
1.5 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendiaan, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin.
1.6 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut, yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan nafas.
2. Atelectasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendiaan, dan ginjal.
Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberculosis lainya yaitu terjadi pada
sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan
pneumothoraks, efusi pleura, dan gagal nafas, sedangkan diluar sitem
pernafasan menimbulkan tuberculosis usus, meningitis serosa, dan
tuberculosis milier.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Sputum culture : positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif
2. Zhiel neelsen (acid fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, volmer patch) : reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibody tetapi tidak
mengindikasikan penyakit sedang aktif
4. Chest X ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian
paru paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau
cairan pada effuse. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous.
5. Histologi atau culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine, dan CSF,
biopsi kulit) : positif untuk mycobacterium tuberkulosa
6. Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel sel
besar
7. Elektrolit : mungkin normal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi,
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB
paru kronik lanjut.
8. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru
9. Bronchografi : pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karena TB
10. Tes darah : lekositosis, LED meningkat
11. Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat dan
menurunya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.
1.7.1 Pemeriksaan diagnostik TB pada anak - anak
sistem skoring : sistem ini mempermudah penegakan diagnostic TB pada anak
yang meliputi pemeriksaan tuberculin (uji mantoux) dan kontak erat dengan
pasien dewasa TB menular mempunyai skor (nilai) tertinggi 3.
Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)
keluarga,
BTA(-)/BTA
tidak
jelas/tidak
tau
Uji tuberkulin Negatif - - Positif(10mm atau
(mantoux)
5mm pada
imunokompromais)
Berat - BB/TB<90% Klinis gizi -
badan/keadaan atau buruk atau
gizi BB/U<80% BB/TB<70%
atau
BB/U<60%
Demam yang - 2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - 3 minggu - -
Pembesaran - 1 cm, lebih - -
kelenjar limfe dari 1 KGB,
koli, axilla, tidak nyeri
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkaka
panggul, n
lutut,falang
Foto thoraks Normal/kelaina Gambaran - -
n tidak jelas sugestif
(mendukung)
TB
Skor Total (maksimal 13)
Keterangan :
- Gejala TB anak sesuai dengan parameter sistem skoring
- Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor < 6 bila
ditemukan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif disertai dengan 2 gejala
klinis lainya pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberculin.
Gejala klinis demam (2 minggu) dan batuk (3 minggu) lama, dapat bernilai
apabila tidak membaik setelah diberikan pengobatan,sesuai buku terapi di
fanyaskes. Selain itu, gambaran foto toraks yang mendukung TB dapat berupa
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate,
atelectasis, konsolidasi segmental atau lobar, miller, klasifikasi dengan infiltrate
ataupun tuberkuloma. Foto toraks bukan merupakan alat diagnostic utama pada
TB anak.
Dalam sistem skoring ini, anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, dengan skor
maksimal 13. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari poin kontak dengan pasien
BTA positif dan hasil uji tuberculin positif tanpa gejala klinis, maka anak tersebut
belum perlu diberikan OAT, anak tersebut cukup dilakukan observasi atau diberi
INH profilaksis tergantung dari umur anak. Pasien usia balita yang mendapat skor
5 dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke
fanyankes, untuk lebih di evaluasi lebih lanjut. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari
poin kontak TB positif dengan 2 gejala klinis lain, pada fanyankes yang tersedia uji
tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi, dan dipantau sebagai TB anak.
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, dan apabila terdapat perbaikan
klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai 6 bulan. Semua bayi dengan reaksi
cepat (<2 minggu) setelah pemberian imunisasi BCG, seharusnya dicurigai telah
terinfeksi TB, dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Pada anak
yang pada evaluasi bulan ke 2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan factor penyebab lain, misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun
kepatuhan berobat pasien. Anak dengan pembesaran kelenjar leher tidak selalu
menderita TB anak, pertimbangkan kemungkinan diagnosis yang lain misalnya
infeksi leher, amandel, dan keganasan. Pembesaran kelenjar leher yang
mendukung gejala TB anak bersifat tidak nyeri, multiple, diameter lebih dari 1 cm.
1.8 Penatalaksanaan
1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, factor resiko
c. Mensosialisasikan BCG di masyarakat
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan tempat yang kotor dan lembab
d. Bila ada gejala gejala TBC segera ke puskesmas/ RS agar dapat
diketahui secara dini
3. Kuratif
Obat TB yang digunakan (medika mentosa) :
a. Isoniazid
INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakteriasid
dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap
kuman yang diam.
b. Rimfapisin
Bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan, dapat membunuh kuman semi dormand yang tidak dapat
dibunuh oleh INH.
c. Pirazinamid
Derivate dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh
termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakteriasid hanya pada intrasel pada
suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan.
d. Etambutol
Jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata.
e. Streptomisin
Bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan
basa atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler.
4. Panduan obat TB
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan
dalam waktu relative lama (6 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase,
yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan.
Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat
dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan
pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. Pengobatan tetap dibagi dalam
dua tahap, yakni :
a. Tahap intensif (initial) dengan memberikan 4 5 macam obat anti TB
perhari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek
bakterisida), menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih
lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat.
b. Tahap lanjutan (continuation phase) dengan hanya memberikan 2 macam
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri
yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan,
2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Aktivitas
- Tanda : takhikardia, takhipnea/dyspnea, nyeri, dan sesak
- Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, kesulitan tidur
pada malam hari atau demam malam hari, menggigil, dan atau berkeringat
2. Integritas ego
- Tanda : ansietas
- Gejala : adanya factor stress lama, perasaan tidak berdaya
3. Makan / cairan
- Tanda : turgor kulit menurun, hilang lemak subkutan
- Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat
badan
4. Nyeri / kenyamanan
- Tanda : perilaku distraksi, gelisah
- Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang
5. Pernafasan
- Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan pernafasan
tidak simetris, perkusi pekak, penurunan fremitus. Bunyi nafas :
menurun/tidak ada secara bilateral atau uniteral (effuse
pleura/pneumothoraks), sputum warna hijau/purrulen, mukoid atau bercak
carah, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
- Gejala : batuk produktif atau tidak produktif
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret yang
berlebih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, jalan nafas efektif
Kiriteria hasil : suara nafas vesikuler, frekuensi nafas normal (Bayi : 30 60x/menit,
anak anak : 15 30x/menit), tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan.
Intervensi :
Kriteria hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan
gas darah dalam rentang normal
Intervensi :
Daftar pustaka
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3 buku
kedokteran. Jarakarta : EGC
Pathway
Micobacterium tuberculosis
Peradangan
Hipertemia
Sputum
Perubahan menumpuk
Peningkatannutrisi dan
kurang
produksi
Bersihan
Bau dan
Iritasi jalan
rasa
mengental nafas
sputum
bronchial Infiltrasi ke pleura
dari kebutuhan
sputum tubuh Lesi paru Pintu
Resiko masuk
pleurakuman
tinggi
Pemasangan
Efusi infeksi
WSD
tidak efektif Gangguan pertukaran gas Pleuritis