Sunteți pe pagina 1din 5

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK KARDIOGENIK

1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara
napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

b. Pengkajian sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat


menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN / PRIORITAS MASALAH


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek
otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea,
gelisah, meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif

Kriteria hasil :

Klien tidak sesak nafas


Frekwensi pernafasan normal
Tidak ada batuk-batuk

Intervensi :

1) Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh


adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal.
R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena
nyeri, takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan),
akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan
kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini
dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi
2) Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas
dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronki.
R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas
tambahan
3) Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai
indikasi.
R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi,
khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi
b. Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena)

Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif

Kriteria hasil :

Klien tidak nyeri


Cardiac out put normal
Tidak terdapat sianosi
Tidak ada edema (vena)
Intervensi :

1) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik.
R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebis.
3) Kalaborasi
Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
R/ Indikator perfusi atau fungsi organ
Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko
tinggi dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan
trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka
panjang/pasca pulang
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
refleks otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman

Criteria hasil :

Tidak ada nyeri


Tidak ada dispnea
Klien tidak gelisah
Klien tidak meringis

Intervensi :

1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal
dan repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat,
mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).
R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku
diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol
situasi, meningkatkan perilaku positif.
3) Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin,
meperidin (demerol).
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai
fase akut atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin
untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja
miokard. Hindari suntikan IM dapat menganggu indikator diagnostik dan
tidak diabsorsi baik oleh jaringan kurang perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan
kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat)

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan
aktifitas dengan mandiri

Criteria hasil :

Klien tidak mudah lelah


Klien tidak lemas
Klien tidak pucat

Intervensi :

1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada
frekwensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan
kelemahan
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat
R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker,
Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan
energi dan menyebabkan kelemahan
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan
aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan
6) Kalaborasi
Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau
komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali

S-ar putea să vă placă și