Sunteți pe pagina 1din 10

I.

Konsep dasar Penyakit


A. Definisi
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. (Sudoyo aru, 2009)
B. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopati).
Klasifikasi Thalasemia dibedakan atas: thalasemia minor, thalasemia mayor dan thalasemia
intermedia. (Pfister David, 2007)
C. Manifestasi klinis
1. Thalasemia Minor/Trait
Tampilan klinis normal, splenomegali, dan hepatomegali ditemukan pada sedikit
penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang, bentuk
homozigot, anemia ringan MCV rendah. Pada penderita berpasangan harus diperiksaa.
Karena karier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan
thalasemia mayor. Pada anak sering dijumpai adanya :
a. Gizi buruk
b. Perut buncit karena pembesaran limfa dan hati yang mudah diraba
c. Aktifitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali)
d. Limpa yang besar ini mudah rupture karena trauma ringan saja.
2. Thalasemia Mayor
Gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari satu tahun yaitu:
a. Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar hemoglobin
b. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang berinti pada
daerah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendahmencapai 3 atau 4 g%
c. Lemah, pucat
d. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan tulang
tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki.
e. Berat badan kurang
f. Tidak dapat hidup tanpa transfuse
1. Thalasemia intermedia
a. Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
b. Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia mayor dan
masih memproduksi sejumlah kecil HbA
c. Anemia agak berat 7-9g/dL dan splenomegali
d. Tidak tergantung pada transfuse
Gejala khas adalah :
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering transfuse maka kulitnya menjadi
kelabu karena adanya enimbunana besi.
D. Patofisiologi
Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantau globin disebabkan
rendahnya hemoglobin intraseluler (hipokromia) dan kelebihan relative rantai lainnya.
1. -Thalasemiadengan berkurangnya sintesis -globin, sebagian besasr rantai yang
diproduksi tidak dapat menemukan pasangannya rantai untuk berikatan. Rantai yang
bebas membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan menghasilkan berbagai akibat
selanjutnya, yang terpenting adalah kerusakan membrane sel, menyebabkan keluarnya
K dan gangguan sintesis DNA. Perubahan ini menyebakan destruksi precursor sel darah
merah dalam sumsum tulang (eritropoesis inefektif) dan hemolisis sel darah abnormal
dilimpa (status hemolitik). Anemia yang disebabkannya, bila parah, menyebabkan
ekspansi kompensasi sumsum eritropoetik, yang dapat menembus korteks tulangdan
menyebabkan abnormalitas rangka pada anak-anak yang sedang bertumbuh. Eritropoesis
yang inefektif juga berkaitan dengan absorpsi berlebihan besi dari makanan, yang
bersama dengan berulangnya transfuse darah (diperlukan oleh bebrapa penderita)
menebabkan kelebihan besi yang parah.
2. -thalassemia. Berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai dan rantai non-
(,, atau ). Rantai non- yang tidak mempunyai pasangan akan membentuk agregat
yang tidak stabil yang merusak sel darah merah dan prekursornya.
E. Pathway

Pernikahan penderita Penurunan penyakit Gangguan rantai globulin


thalasemia carier secara autosomal resesif dan

Rantai kurang Rantai kurang terbentuk


dibentuk/tidak dibentuk dari pada rantai
dibandingkan rantai Thalasemia
Thalasemia
Penimbunan dan pengendapan
rantai dan
Hemolisis eritrosit
immature
Aliran darah ke Peningkatan O2 oleh Suplai O2/Na ke
O2 dan nutrisi Anemia Hipoksia
jaringan menurun RBC menurun jaringan menurun
tidak ditrasport Pembentukan
Pembentukan RBC Merangsang Masuk ke Metabolisme
secara adekuat eritropoetin
Ketidakefektif baru yang immature eritropoesis sirkulasi sel
an perfusi dan mudah lisis Terjadi hemapoesis Perubahan Pertumbuhan sel dan
jaringan Kadar Hb menurun di extra medula pembentukan ATP otak terhambat
dan perlu transfusi Hemokromatesis Energi yang
Penigkatan dihasilkan menurun Keterlambatan
kadar Fe Fibrosis Kelemahan pertumbuhan
Hemosiderosis Jantung dan
Intoleransi
perkembangan
Peningkatan Payah jantung aktifitas
pigmentasi kulit Imunitas
Kerusakan menurun
Integritas Kulit
Resiko Infeksi
(Nurarif, 2015)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10g/dL.
Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata memungkinkan
aktifitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah
kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan
meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
b. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah PRC biasanya diperlukan setiap
4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah
reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar (kurang dari 1 minggu
dalam antikoagulan CPD), walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam
akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit
yang direkonstitusi dari darah beku atau pengguanaan dari filter leukosit dan dengan
pemberian antipiretik sebelum transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfuse
jangka panjang, yang tidak dapat dihindari karena setiap 500mg darah membawa
kira-kira 200mg besi ke jaringan yang tidak dapat diekskresikan secara fisiologis.
c. Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan dalam kematian
awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan
pemberian parenteral obat pengkelasi besi deferoksamin, yang membentuk kompleks
besi yang dapat diekskresikan dalam urine. Kadar deferoksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu untuk ekskresi besi yang memadai. Obat ini
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portable
kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam perminggu, penderita yang menerima regimen
ini dapat memprtahankan kadar feritin serum kurang dari 1000mg/mL yang benar-
benar dibawah nilai toksik. Komplikasi mematikan siderosis jantung dan hati dengan
demikian dapat ditunda . obat pengkhelasibesi peroral yang efektif, deferipron telah
dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Tetapi karena kehawatiran akibat
efek toksisitas maka obat tersebut tidak tersedia lagi di USA.
d. Terapi hipertransfusi mencegah splenomegai masif yang disebabkan oleh eritropoesis
ekstra medular. Namun spenelektomi akhirnya akhirnya diperlukan karena ukuran
organ tersebutkarena hipersplenisme sekunder, spenelektomi meningkatkan risiko
sepsis yang parah sekali. Kebutuhan trnasfusi melebihi 240ml/kg PRC/tahun biasanya
merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.
e. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.influensatipe B dan
vaksin polisakarida pneumokokus dan profilaksis penisilin juga dianjurkan. Cangkok
sumsum tulang (CST) adalah kuratif bagi penderita ini dan telah terbukti keberhasilan
yang meningkat , meskipun pada penderita yang telh menerima trnasfusi sangat
banyak. Namun prosedur ini membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang
biasanya hanya digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang
sehat( tidak terkena penyakit).
2. Penatalaksanaan Keperwatan
a. Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
b. Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan menjalani diet dengan gizi
seimbang
c. Makan makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12, seperti: ikan, prduk susu,
daging, kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau tua, jerik dan biji-bijian.
d. berikan dukungan kepada anak untuk melalukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan
kemampuan anak.
e. Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak
dalam melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan
sekolah. (Nurarif, 2015).
G. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan
dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. Keluhan utama yaitu lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
tidak adekuat ditandai dengan perubahan karakteristik kulit.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2 ditandai dengan pasien merasa letih dan lemah.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi ditandai dengan
gangguan permukaan kulit.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer imunitas
tidak adekuat (abnormalitas pembentukan sel darah merah).
5. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan abnormalitas
produksi globin dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi sumsum tulang.

I. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
tidak adekuat ditandai dengan perubahan karakteristik kulit.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
3) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
4) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
8) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2 ditandai dengan pasien merasa letih dan lemah.
Kriteria hasil : Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi,
pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
b. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
k. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi ditandai dengan
gangguan permukaan kulit.
Kriteria hasil : Kulit utuh.
Intervensi :
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.
b. Ubah posisi secara periodik.
c. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer imunitas
tidak adekuat (abnormalitas pembentukan sel darah merah).
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
1) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
2) Dorong perubahan ambulasi yang sering.
3) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
4) Pantau dan batasi pengunjung.
5) Pantau tanda-tanda vital.
6) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
5. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan abnormalitas
produksi globin dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi sumsum tulang.
Tujuan : Memperlihatkan tingkat perkembangan (personal sosial, bahasa dan kognisi)
seoptimal mungkin sesuai dengan kelompok seusianya.
Kriteria :
a. Perilaku sangat ingin tahu dan lebih memungkinak melakukan sesuai secara mandiri.
b. Belajar dengan kata-kata melalui perabaan bahasa
c. Penducapan verbal meningkat1-2 kata
d. Dapat berbicara pada diri sendiri dan atau orang lain
e. Keluarga mau melakukan stimulan terhadap tugas-tugas perkembangan anak.
Intervensi :
1) Monitor tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak pada area fungsi motorik kasar
dan halus dengan perangkat scoring denvers (DDST) dan NCHS (BB, TB, Lingkar
kepala, lingkar dada dan lingkar lengan atas). R/ Pada dasarnya pertumbuhan dan
perkembangan individu tergantung pada sensivitas suatu organ dalam fase cepat
seperti fungsi biologis, gizi dan faktor lingkungan serta pola suh, asah dan asih yang
dapat tergambar dalam perangkat scoring perkembangan denvers dan NCHS dapat
meneilai tingkat kenormalan fisik individu yang sesuai dengan usianya.
2) Diskusikan dan ajarkan keluagra dan pengasuh tentang tugas-tugas perkembangan
anak yang sesuai dengan kelompok usia dan sstimulasinya. R/ Anak harus lebih
diberlakukan sebagai pribadi anak yang aktif yang perlu dirangsang atau stimulasi
untuk menghadapi dan mampu mengatasi masalah melalui interaksi dan komunikasi
antara orang tua-klien dan pengasuh.
3) Ajarkan dan beri kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan
sesauai dengan kelompok seusianya. R/ Tindakan pemeberian stimulasi untuk
ungkapkan rasa kasih sayang yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang
dimulai dari tahap yang sudah dicapai oleh anak dengan wajar atau tanpa paksaan
serta beri pujian bila hal yang dilakukan itu mencapai keberhasilan.
4) Tugaskan dan cari pengasuh yang konsisten. R/ Peran aktif pengasuh diperlukan
adaptasi anak dalam pola asuh, asih dan asah terutama pada balita.
5) Ajarkan dan r\tingkatkan perkembangan kata-kata dengan pengulangan kata-kata
yang dipergunakan anak. R/ Stimulasi pendengaran dengan memanggil nama anak,
mengulangi kata-kata yang diucapkan dengan jelas dengan menyebutkan anggota
badan dapat melatih memory sel otak anak.
6) Berikan waktu bermain dengan anak sebaya. R/ Anak bermain dengan cara toddler
dengan karakterstik (paralel play dan solitary play), bermain secara spontan dan
bebas. Perlu diingat anak mempunyai autonomi dan kemauan sehingga penting
diperhatikan keamanan dan keselamatannya.
7) Kolaborasi dengan rehabilitasi medis dan audiologi. R/ Latihan speech dapat
merangsang otot-otobicara dan memory sel otak, sekaligus memberi pelajaran pada
orang tua tentang cara menstimulasi anaknya. Audiologi dapat mengevaluasi
kelaianan pada bidang THT.
J. Implementasi
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang
telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien.
K. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif H. Kusuma H. 2015.Nanda NIC-NOC. Midaction:Yogyakarta.


Mansjoer A, Suprohaita, Wahyu IW, Wiwiek S, editor.2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. Media Aesculapius: Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2006. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung Seto:
Jakarta
Wong, Donna L dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Vol 2. EGC: Jakarta

S-ar putea să vă placă și