Sunteți pe pagina 1din 12

Joshua Andrian K / 10414026

Potensi dan Kinerja Trichoderma asperellum dalam


Biosolubilisasi Lignit

Pada tahap pertama akan dilakukan isolasi kapang yang terdapat pada tanah dan
batu bara. Hasil yang
diperoleh ditunjukkan pada
grafik di samping. Hasil yang
diperoleh adalah didapatkan
7 buah isolat jamur dari tanah
yaitu 3 buah isolat
Ascomycota, 1 buah isolat
Zygomycota dan 3 buah
isolat Basidiomycota.
Sementara diperoleh 5 isolat
kapang dari batu bara yaitu
berupa 4 buah isolat
Ascomycota dan 1 buah isolat
Basidiomycota. Hasil isolasi
kapang ini menunjukkan, 5
buah isolat kapang yang
terdapat pada batu bara
merupakan kapang indigenus
yang sudah teradaptasi secara alami pada substrat batu bara. Proses biosolubisilasi
terjadi karena ada aktivitas enzim ekstraseluler dengan batubara. Enzim
ekstraseluler ini dihasilkan oleh jamur atau kapang dan akan mendegradasi substrat
pada batu bara. Setelah itu tahap selanjutnya adalah tahap seleksi kapang. Hal ini
bertujuan untuk menghasilkan produk biosolubilisasi batu bara yang berkualitas
paling baik. Isolat kapang kemudian akan di inkubasi pada medium MSS + batubara
5% + sukrosa 0,1% + ekstrak ragi 0,01% dengan agitasi 150 rpm dan pada suhu
ruang. Isolat yang dipilih adalah Trichoderma asperellum dikarenakan aktivitas
enzimatik yang paling aktif. Enzim yang dijadikan acuan pada tahap ini adalah
fenoloksidase, peroksidase, dan Mangan Peroksidase (Mn-P).
Joshua Andrian K / 10414026
Joshua Andrian K / 10414026

Fraksinasi senyawa produk T5

C7-C11 C10-C24
36% >C24

64%

Berdasarkan grafik diatas dan


disamping dapat dilihat hasil degradasi yang dihasilkan oleh Trichoderma
asperellum. Metabolit yang dihasilkan adalah komponen fenolik yang paling tinggi
pada hari ke-7, komponen aromatik yang paling tinggi pada hari ke-28, juga asam
humat yang paling tinggi pada hari ke-28, dan asam fulvat yang paling tinggi pada
hari ke-7. Kadar asam humat cenderung naik dari hari ke-7 sampai hari ke-28
mungkin disebabkan oleh enzim lignin peroksidase yang mendegradasi lignin
menjadi senyawa fenolik seperti asam humat. Hal ini dapat dilihat juga pada grafik
aktivitas enzimatik ekstraseluler. Dapat diamati aktivitas lignin peroksidase yang
meningkat dari hari ke-7 ke hari ke-14. Penurunan nilai absorbansi asam humat
disebabkan oleh adanya penguraian asam humat yang terlarut menjadi senyawa
turunannya seperti asam fulvat atau terdipolimerisasi menjadi gugus-gugus fenolik,
karbosilik, enolik, alifatik dan lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan konsentrasi
asam fulvat yang terlarut dalam medium mulai mengalami peningkatan. Selain itu
dapat dilihat aktivititas enzimatik dan dapat dilihat enzim yang bekerja adalah
Mangan-peroksidase, dan Lignin-peroksidase. Sementara dapat dilihat tidak ada
aktivitas enzim Lakase. Lignin peroksidase merupakan enzim utama dalam proses
degradasi lignin karena mampu mengoksidasi unit non fenolik lignin. Mangan
peroksidase berperan dalam oksidasi unit fenolik sehingga dapat disimpulkan LiP
dan MnP bekerja secara sinergis. Lakase merupakan enzim yang meruksi oksigen
menjadi air dalam substrat fenolik melalui rrereaksi satu electron membentuk
Joshua Andrian K / 10414026

radikal bebas yang dapat


Aktivitas Enzim MnP, LiP dan Lakase disamakan dengan radikal kation
yang terbentuk pada reaksi MnP.
Dapat diamati juga aktivitas
enzimatik ekstraseluler tertinggi
dapat diamati pada hari ketujuh
dengan uji FDA. Dapat
disimpulkan bahwa kerja enzim.
Dapat diamati fraksinasi senyawa
produk dari Trichoderma
asperellum yang menunjukkan
97.31% berupa rantai karbon 10-
24 dan 54.84% berupa rantai
karbon C7-11. Setelah itu
dilakukan tahap ketiga yang
Fraksinasi produk biosolubilisasi berupa optimasi pra-perlakuan
pemanasan & iradiasi gamma
pada biosolubilisasi lignit oleh T.
asperellum. Disini batu bara
diberikan dua buah pra-perlakuan
yaitu iradiasi gamma dan autoklaf 121 oC selama 20 menit dan 1.5 atm. Lalu setelah
itu serbuk batu bara yang telah diberikan pra-perlakuan diinokulasikan kapang
jamur T. asperellum dan akan dipilih pra-perlakuan yang terbaik. Autoklaf berfungsi
untuk sterilisasi batu bara sementara iradiasi batubara akan menyebabkan
terputusnya ikatan kompleks dan diharapkan dapat meningkatkan site adsorpsi
enzim. Berikut adalah hasil dari percobaan tahap 3.
Joshua Andrian K / 10414026

Berdasarkan hasil pengamatan tahap


tiga dapat dilihat batu bara yang diberi
pra optimasi iradiasi menghasilkan
hasil biosolubilisasi yang paling efektif.
Hal ini disebabkan iradiasi batubara
akan menyebabkan terputusnya ikatan
kompleks dan diharapkan dapat
meningkatkan site adsorpsi enzim dan
meningkatkan degradasi lignin yang
merupakan kandungan dari batu bara.
Tahap selanjutnya adalah tahap ke
empat yaitu interaksi T.asperellum
dengan mikroba indigen dalam
biosolubilisasi lignin. Berikut dapat
dilihat foto proses tersebut. Medium akan berubah menjadi warna hitam
dikarenakan terjadi proses akibat dari degradasi batubara selama proses kultur cair
atau cairan gelap pada permukaan kultur ketika ditumbuhkan pada permukaan
kultur agar (Faison et al, 1989).

Bakteri

Batubara

Khamir

Kapang
Joshua Andrian K / 10414026

Waktu (Hari) A
B
C
D

A (Batubara steril); B (Batubara steril


+ T.asperellum);

C (Batubara mentah); D (Batubara

Dilakukan enumerasi bakteri pada 4 perlakuan, yaitu Batubara steril (A) ;


Batubara steril + T.asperellum (B) ; Batubara mentah (C) ; dan Batubara
mentah + T.asperellum dan dengan suhu ruang dan agitasi 150 rpm. Dapat
dilihat pada perlakuan (B) dan (A) tidak ditemukan bakteri indigen karena
batu bara disterilkan terlebih dahulu. Lalu dari perlakuan (C) dan (D)
dilakukan identifikasi bakteri indigen dengan hasil sebagai berikut. Setelah
itu diambil bakteri yang paling tinggi enumerasinya yaitu isolat BM1, BM3,
dan BM5. Lalu dilakukan analisis identifikasi dengan 16 sRNA. BM1 & BM3
adalah Bacillus thuringensis, sementara BM5 Bacillus megaterium.
Joshua Andrian K / 10414026

BM1
BM2
BM3
BM4
BM5
BM6
BM7
BM8

BM1
BM2
BM3
BM4
BM5
BM6
BM7
BM8

1
Lalu selanjutnya dilakukan enumerasi jamur dengan data sebagai berikut.
Ditemukan kapang indigen pada batu bara perlakuan (C), namun tidak pada
(A) dan (B). Hal ini disebabkan oleh dilakukannya sterilisasi pada batu bara
perlakuan (A) dan (B). Namun ada suatu anomali, yaitu tidak ditemukannya
kapang pada batu bara perlakuan (D). Hal ini disebabkan oleh interaksi
antagonis dengan T.asperellum. T.asperellum dapat menghasilkan suatu
antifungal yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lainnya.
Joshua Andrian K / 10414026

Kapang yang Waktu (hari)


ditemukan
0 2 7 14 21 28

T.asperell - - - - - -
um
A
KPC22 - - - - - -
(Batuba
ra KPC724 - - - - - -
steril) KPC04 - - - - - -

KPC21 - - - - - -

T.asperell ++ ++ ++ ++ ++ ++
um ++ ++ ++ ++ ++ ++
B
KPC22 - - - - - -
(Batuba
ra steril KPC724 - - - - - -
+ T.a.) KPC04 - - - - - -

KPC21 - - - - - -

T.asperell - - - - - -
um
C KPC22 - ++ - - - -
+
(Batuba
ra KPC724 - + - - - -
mentah
) KPC04 ++ - - - - -

KPC21 ++ ++ ++ - - -
++ +

T.asperell ++ ++ ++ ++ ++ ++
um + + + + + +
D
KPC22 - - - - - -
(Batuba
ra KPC724 - - - - - -
mentah
+ T.a.) KPC04 - - - - - -

KPC21 - - - - - -

+ : Koloni tumbuh <1/3 diameter petri (9cm)

++ : Koloni tumbuh 1/3 diameter petri (9 cm)


Joshua Andrian K / 10414026

C
D

Berikut adalah hasil


enumerasi khamir pada
A (Batubara steril); B (Batubara steril + T.asperellum); batu bara perlakuan (C)
dan (D). Dapat dilihat
C (Batubara mentah); D (Batubara mentah + bahwa batu bara
perlakuan (D) tidak ditemukan khamir indigen karena pertumbuhannya
terhambat oleh T.asperellum, Sementara dapat diamati pertumbuhan khamir
indigen pada batubara perlakuan (C). Sehingga dapat disimpulkan pada
batubara (A) tidak ditumbuhi oleh organisme apapun, lalu batubara
perlakuan (B) hanya ditumbuhi oleh T.asperellum, batubara perlakuan (C)
ditumbuhi oleh khamir, bakteri dan jamur indigen, dan batu bara perlakuan
(D) ditumbuhi oleh bakteri dan T.asperellum. Setelah itu dilakukan uji
efektivitas biosolubilitas batu bara dengan perlakuan tersebut sebagai
berikut.

A (Batubara steril); B (Batubara steril + T.a.); C (Batubara mentah); D (Batubara mentah


+ T.a.)

Suhu ruang dan agitasi 150 rpm


Joshua Andrian K / 10414026

Pada grafik diatas, pada batu bara perelakuan (A) tidak ditemukannya aktifitas
mikroba, dikarenakan tidak adanya akibat sterilisasi dengan autoklaf dan radiasi.
Lalu pada batu bara perlakuan (B) menunjukkan adanya proses oleh T.asperellum
yaitu pembentukan senyawa fenolik (data absorbansi = 250 nm) dan aromatic
(data absorbansi = 450 nm) pada hari ke 7 (grafik meningkat). Namun grafik
kembali turun dari hari ke 7 sampai hari ke 28, kecuali pada grafik fenollik yang
cenderung konstan. Hal ini dikarenakan fenol merupakan senyawa korosif dan
beracun, sehingga produksinya dapat
mengakibatkan negative fed back
terhadap pertumbuhan kapang, oleh
karena itu produksinya dihambat. Pada
batu bara perlakuan (C), terjadi kasus
yang sama (data absorbansi perlakuan C
lebih rendah daripada data basorbansi
dari perlakuan B). Hal ini dapat
dikarenakan adanya mikroba yang dapat
mendegradasi lignin menjadi fenol, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Lalu pada
batubara perlakuan (D), juga terjadi kesamaan grafik absorbansi dengan grafik
absorbansi perlakuan B. Namun pada perlakuan D, nilai data absorbansi lebih tinggi
daripada nilai absorbansi perlakuan B maupun C. Hal ini dapat terjadi, karena
perpaduan antara kapang Trichoderma asperellum dengan mikroba indegeous
dalam batubara mentah.
Joshua Andrian K / 10414026

Berdasarkan grafik diatas juga dapat dilihat kandungan asam humat dan asam
vulat. Pada batubara perlakuan (A) asam humat dan fuvat selalu konstan karena
tidak ada mikroba yang mendegradasinya. Secara umum asam humat dan fulvat
selalu berbanding terbalik, dikarenakan Penurunan nilai absorbansi asam humat
disebabkan oleh adanya penguraian asam humat yang terlarut menjadi senyawa
turunannya seperti asam fuvat atau terdipolimerisasi menjadi gugus-gugus fenolik,
karbosilik, enolik, alifatik dan lainnya. Lalu dilihat juga fraksinasi produk
biosolubilisasi batu bara yang hasilnya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan hasil fraksinasi produk dapat dilihat batubara yang paling efektif dalam
mensolubilisasi batu bara adalah batu bara dengan perlakuan (D) karena aktivitas
enzimatik mikroba yang paling tinggi (lignin peroksidase) yang mampu mengurai
lignin menjadi senyawa karbon yang diinginkan dalam biosolubilisasi batu bara. Dari
penelitian ini dapat ditemukan mekanisme biosolubilisasi batu bara, yaitu dengan
jamur akan mengkolonisasi batu bara dan menghasilkan enzim seperti LiP, MnP dan
LaC, namun enzim membutuhkan surfaktan atau lipoprotein yang dapat menempel
di permukaan hidrofobik batubara, dan enzim dapat memasuki dan mendegradasi
lignin atau substrat pada batu bara, dan dapat ditentukan alur baru penelitan yaitu
dengan mekanisme 18sRNA untuk identifikasi T.asperellum yang dapat digunakan
untuk biosolubilisasi batubara dengan bantuan protein atau chealator supaya
mekanisme kerjanya lebih efektif.

Daftar Pustaka

Aditiawati,
P.,

A : lignit steril; B : lignit steril + T.asperellum; C : lignit mentah; D : lignit


mentah + T.asperellum

Sugoro, I, Sasongko, D., dan Indriani, D.A. (2011) : Biosolubilisasi


Joshua Andrian K / 10414026

Batubara Hasil Iradiasi Gamma oleh Trichoderma sp. Jurnal Aplikasi


Isotop dan Radiasi,
Fakoussa R M, Hofrichter M. 1999. Biotechnology and microbiology of coal
degradation. Appl Microbiol. And Biotech., (52): 2540.1
Hammel K.E. 1996. Extracelluler free radical biochemistry of ligninolytic fungi.
New J Chem. 20 : 195-198
Sugoro, I, Sasongko, D., Indriani, D.A., dan Aditiawati, P. (2012) :
Bioliquefaction of Lignite by Trichoderma asperellum in Surface Culture
Sugoro, I., Astuti, D.I. , Sasongko, D., dan Aditiawati, P. 2012. Biosolubilisasi
Lignit Mentah Hasil Iradiasi Gamma dan oleh Trichoderma asperellum.
Jurnal Aplikasi Isotop dan Radiasi

S-ar putea să vă placă și