Sunteți pe pagina 1din 20

LAPORAN MAGANG PROFESI WAJIB

PELAYANAN KESEHATAN KLINIK SAPI PERAH


DI WILAYAH KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN (KPBS)
KECAMATAN PANGALENGAN
KABUPATEN BANDUNG SELATAN, JAWA BARAT
05 DESEMBER 31 DESEMBER 2016

Oleh :
KELOMPOK E
PPDH Angkatan II Tahun 2015/2016

Karen Jap Ker Li, SKH B94154224


Sri Rahayu Resmawati, SKH B94154242
Yohan Naim Nurul Fatonah, SKH B94154248

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN MAGANG PROFESI WAJIB
PELAYANAN KLINIK KESEHATAN SAPI PERAH

Nama Kegiatan : Magang Profesi Wajib Pelayanan Klinik Kesehatan Sapi


Perah
Tempat : KPBS Pangalengan, Kabupaten Bandung Selatan
Peserta : Karen Jap Ker Li, SKH B94154224
Sri Rahayu Resmawati, SKH B94154242
Yohan Naim Nurul Fatonah, SKH B94154248

05 Desember 31 Desember 2016


Menyetujui,

Pembimbing Lapang Dosen Pembimbing

Drh Asep Khaerudin Dr Drh Chusnul Choliq MS MM


NIP. 19620530 198703 1 002

Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik FKH IPB

Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Pengesahan:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga magang profesi wajib biomedis produk veteriner ini
dapat diselesaikan dengan baik. Magang profesi wajib ini telah dilakukan di
Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS), Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Bandung Selatan, Jawa Barat. Terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Koperasi Peternak Bandung Selatan yang telah memberikan izin dan
kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan magang,
2. Drh Asep Khaerudin selaku pembimbing lapang atas bimbingan, arahan,
nasihat, dan ilmu yang diberikan selama kegiatan magang,
3. Drh Asep Yayan, drh Triyono, drh Tri Abadi, dan Yusnita Sari atas
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan,
4. Seluruh paramedis yang bertugas di lapangan atas arahan serta ilmu yang
diberikan selama magang,
5. Dr Drh Chusnul Choliq MS MM selaku pembimbing dalam kampus atas
bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan magang,
Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna,
sehingga penulis terbuka atas saran yang diberikan. Semoga laporan kegiatan ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Desember 2016

Penulis
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani seperti susu, daging, dan telur yang semakin
meningkat menjadikan peternakan menjadi salah satu aspek penting dalam hal
tersebut. Sapi perah sebagai penghasil utama susu sapi menjadi peluang besar
dibidang industri peternakan yang sangat potensial. Sapi perah sangat efisien
dalam mengubah makanan ternak berupa konsentrat dan hijauan menjadi susu
yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan merupakan
koperasi yang sudah didirikan sejak tahun 1969. Wilayah kerja KPBS terletak
1000-1420 meter diatas permukaan laut, dengan suhu sekitar 12-28 C, dan
kelembaban udara 60-70%. Kondisi geografis tersebut cocok untuk
perkembangan sapi perah dan perkebunan sayuran. KPBS menjadi wadah bagi
peternak sapi perah tradisional untuk mengembangkan potensi peternakan sa pi
perah di Pangalengan. KPBS menyediakan pelayanan kesehatan ternak dan
penyuluhan serta mampu mengoptimalkan produksi susu dan mensejahterakan
para peternak sapi perah. Dengan begitu, kebutuhan dan keterampilan tenaga
medis, terutama dokter hewan dan paramedis harus selalu ditingkatkan agar
kesehatan sapi dan produksi susu dapat terus meningkat.
Dokter hewan merupakan profesi yang memiliki ruang lingkup kerja yang
luas. Dokter hewan memiliki peran penting dalam pengobatan penyakit hewan
dan dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan
serta penyakit zoonotik. Atas dasar tersebut, berbagai kegiatan dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan, profesionalitas, dan penambahan pengalaman
bagi dokter hewan. Salah satu kegiatan tersebut adalah adanya kegiatan magang
profesi wajib pelayanan kesehatan klinik dan reproduksi sapi perah untuk
mahasiswa PPDH FKH IPB.

Tujuan

Kegiatan magang ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan,


keterampilan mahasiswa PPDH FKH IPB dalam mendiagnosis dan menangani
kasus- kasus klinis sapi perah dan mampu memberikan terapi dan pencegahannya.

METODE PELAKSANAAN

Kegiatan magang wajib pelayanan kesehatan sapi perah dilaksanakan di


KPBS Pangalengan, Kabupaten Bandung Selatan, Jawa Barat pada tanggal 05
Desember 31 Desember 2016. Kegiatan magang meliputi pelayanan inseminasi
buatan pemeriksaan kebuntingan, pelayanan kesehatan dan obat- obatan serta
penyuluhan. Peternak menuliskan permintaan pelayanan kesehatan dalam kertas
yang dimasukkan ke dalam kotak di setiap TPS maupun dengan layanan short
message service (SMS). Mahasiswa PPDH mengikuti kegiatan paramedis maupun
dokter hewan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan ternak tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat beberapa kasus yang ditemukan selama magang wajib pelayanan


klinik sapi perah di KPBS. Kasus ini dikelompokkan berdasarkan sistem organ,
antara lain sistem respirasi, pencernaan, urogenital, musculoskeletal, integumen,
dan metaolik. Rekapitulasi kasus klinik disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi kasus klinik di KPBS Pangalengan, Bandung Selatan


Sistem Organ Kasus Jumlah
Respirasi Pneumonia 1
Batuk 3
Pencernaan Left Displasia Abomasum 5
Indigesti 3
Laringitis 5
Diare 9
Timpani 1
Urogenital Mastitis 12
Musculoskeletal Laminitis 5
Pododermatitis 2
Arthritis 2
Bursitis 1
Integumen Abses 6
Vulnus 1
Metabolik Hipokalsemia 5

Kasus di lapangan memiliki beberapa gejala klinis yang berbeda. Kasus


dengan gejala klinis ini disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2 Kasus klinik di lapang dan terapi


Kasus Gejala klinis Terapi
Pneumonia Kasus 1 - Vitamin B12 15
- Kaki depan menyilang ml IM
- Pernafasan cepat dan - Mandi air hangat
dalam
- Nafsu makan menurun
- Dilakukan palpasi
intercostalis, sapi
mengalami kesakitan
Batuk Kasus 1 - Noran 10 ml IM
- Saat diauskultasi
intercostalis terdengar
suara grok- grok sangat
jelas
Left Displasia Kasus 1
Abomasum - Sapi 1 hari post partus - Infalgin 15 mL
dan mengalami IM
retensio
- Saat diauskultasi
terdengar suara ping
sound yang jelas pada
costae 12 dan 13
- Suhu : 37.6C

Kasus 2
- Sapi sudah seminggu - Operasi right
tidak makan hijauan flank, omentopexy
- Perut bagian kiri - Lidocain daerah
kembung dan saat operasi
diauskultasi terdengar - Penstrep 20 mL
suara ping sound IM
- Suhu : 38.6C - Flushing 500 mL
- Frekuensi nafas : 24x/ NaCl fisiologis +
menit 10 mL penstrep
- Frekuensi jantung : - Flushing 500 mL
72x/ menit NaCl fisiologis +
15 mL penstrep
- Infus Dextros +
Biodin 10 mL
- Limoxin spray
pada luka jahitan

Kasus 3
- Tidak mau makan - Operasi right
konsentrat 5 hari flank, omentopexy
- Lidocain daerah
operasi
- Penstrep 20 mL
IM
- Flushing 500 mL
NaCl fisiologis +
10 mL penstrep
- Flushing 500 mL
NaCl fisiologis +
15 mL penstrep
- Infus Dextros +
Biodin 10 mL
- Limoxin spray
pada luka jahitan

Kasus 4 - Operasi right


- Tidak mau makan flank, omentopexy
konsentrat - Lidocain daerah
operasi
- Penstrep 20 mL
IM
- Flushing 500 mL
NaCl fisiologis +
10 mL penstrep
- Flushing 500 mL
NaCl fisiologis +
15 mL penstrep
- Infus Dextros +
Biodin 10 mL
- Limoxin spray
pada luka jahitan

Diare Kasus 1
- Feses encer - Dimedryl 10 mL
IM
- Cotrimoxazole 2
buah ( Oral)
Kasus 2
- Feses encer - Infalgin 10 mL
- Tidak mau makan IM
- Vitol 10 mL IM
Indigesti Kasus 1
- Kembung - Infalgin 10 mL
- Tidak nafsu makan IM
- Dimedryl 15 mL
Kasus 2
- Kembung - Infalgin 10 mL
- Tidak mau makan IM
Asidosis Kasus 1
- Tidak mau makan - Infalgin 30 ml IM
konsentrat - Vitamin B1 10 ml
- Rumen besar dan keras IM
Laringitis Kasus 1
- Laring terlihat bengkak - Infalgin 10 mL
dan merah
- Imfonodus
mandibularis bengkak
- Tidak mau makan
Mastitis Kasus 1
- Susu kental saat - Penstrep 10 mL
diperah IM
- Ambing kuartir kanan - Biodin 15 mL IM
depan bengkak dan
merah
Kasus 2
- Susu encer dan ada - Phenylject 15 mL
gumpalan
- Ambing kuartir kiri
belakang merah dan
bengkak
Kasus 3
- Puting keras dan susu - Phenylject 20 ml
tidak keluar banyak IM
dan mengumpal - Vitamin B
kompleks 10 ml
IM
Kasus 4
- Puting kanan depan - Penylject 20 ml
keras, susu tidak IM
banyak keluar - Vitol 10 ml IM
- Kelenjar ambing - Lactaclox 6 buah
bengkak Intramamari
Laminitis Kasus 1
- Kaki belakang sebelah - Potong kuku
kiri - Infalgin 20 mL
- Pincang saat berjalan IM
- Terjadi peradangan - Limoxin spray
pada interdigit
Pododermatitis Kasus 1
- Kaki bengkak di atas - Infalgin 10 mL
kuku
- Tidak mau berdiri
Arthritis Kasus 1
- Terdapat benjolan - Phenylject 15 mL
bagian kaki kiri depan
Abses Kasus 1
- Adanya luka terbuka - Phenylject 15 mL
pada femur bagian kaki
kiri belakang
Kasus 2 - Kompres air
- Adanya benjola keras hangat
pada mandibula
sebelah kanan
Vulnus Kasus 1
- Terdapat luka dan - Glucortin 15 mL
terdapat abses pada - Thiamin 10 mL
femur
Hipokalsemia Kasus 1
- Sapi ambruk sehari - Infus Cofacalsium
setelah partus 500 mL
- Tidak nafsu makan - Infus Dextros +
- Suhu : 37.4C Biodin 15 mL
- Suhu : 38.3C
Kasus 2
- Sapi ambruk 12 jam - Infus Cofacalsium
setelah partus 500 mL
- Suhu : 38.1C - Infus Dextros 500
mL
Left Displasia Abomasum pada Sapi

Anamnesa
Jumat 09 Desember 2016 terdapat laporan dari peternak daerah Los Atas
Pangalengan bahwa sapi milik pak Dadang perutnya terlihat menggembung dan
kembung. Menurut pemilik sapi kebanyakan makan konsentrat selama satu
minggu. Setelah dilakukan pemeriksaan, perut bagian kiri kembung dan saat
auskultasi terdengar suara ping sound sangat jelas.

Signalement

Nomor telinga : D4230


Jenis hewan : Sapi
Ras : Friesian Holstein (FH)
Warna rambut dan kulit : Hitam dan putih/ putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2.5 th
Berat : 400 kg

Status Present
Keadaan Umum
Suhu tubuh : 38.6C
Frekuensi jantung : 72 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Pertumbuhan badan : Sedang
Perawatan dan Gizi : Sedang
Sikap berdiri : Menumpu pada keempat kaki
Temuan Klinis : Perut bagian kiri kembung dan terdengar suara
ping sound saat diauskultasi pada costae 11-13
Diagnosa : left displasia abomasum
Prognosa : Fausta
Terapi : Operasi Right flank, Omentopexy
- Lidocain daerah operasi
- Iodine daerah operasi
- Pen-strep 20 ml IM
- Flushing 500 ml NaCl fisiologis + pen-strep 10
ml
- Flushing 500 mL NaCl fisiologis + pen-strep 15
ml
- Infus dextrose + biodine 10 ml
- Limoxin spray pada jahitan
Prosedur Operasi

Gambar Tindakan
Persiapan alat operasi

Anastesi daerah operasi menggunakan


lidocain HCl 70 ml dengan pola L
block dan T block
Pencukuran rambut pada flank kanan
dan disinfeksi dengan iodine
Pemberian antibiotik Penstrep 20 ml
IM

Penyayatan kulit hingga muskulus


abdominalis sepanjang 15-20 cm
Insisi peritonium sepanjang 15-20 cm

Eksplorasi rongga abdomen untuk


menemukan abomasum.

Pengeluaran gas dengan selang yang


diberi jarum dan ujung selang tanpa
jarum dimasukkan ke dalam ember
yang berisi air untuk mendeteksi gas
Setelah abomasum sudah tidak ada gas,
pengeluaran pylorus dan omentum

Kaudal dari pylorus dan bagian tebal


omentum dijahit pada muskulus
abdominalis dengan benang nylon
monofilament

Pemberian cairan fisiologis + penstrep


ke dalam rongga abdomen
Penjahitan peritoneum dan muskulus
dengan tipe jahitan simple continous

Pemberian antibiotik penstrep

Penjahitan kulit dengan tipe jahitan


interlock dan diberikan limoxin spray
pada jahitan
PEMBAHASAN

Left Displasia Abomasum (LDA) terjadi karena terdapat distensi gas di


abomasum yang mengakibatkan displasia abomasum ke atas di sepanjang dinding
abdomen kiri sehingga sejajar lateral dengan rumen. Bagian pylorus dari
abomasum dan duodenum yang akan mengalami perubahan posisi karena posisi
fundus yang pada asalnya telah mengalami displasia. Selain itu, posisi omasum,
retikulum dan hati akan berubah.

A) Topografi normal visceral abdominal kiri pada sapi. B) LDA pada sapi.

LDA dapat terjadi pada ruminansia, terutama pada sapi FH, jersey, dan
Guernsey. Risiko yang tinggi terhadap kejadian LDA adalah satu bulan setelah
melahirkan, dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Selain itu, laktasi
pertama juga menjadi risiko penting terjadinya LDA. Hal ini diduga akibat
adaptasi nutrisi dan sosial yang kurang baik pada laktasi pertama. Pada kejadian
LDA, nafsu makan menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan pengisian
rumen dan memungkinkan abomasum berpindah ke kiri. Selain itu, faktor
metabolis seperti hipokalsemia, alkalosis metabolik, dan keseimbangan energi
negatif dapat mempengaruhi kejadian displasia abomasum (Winden dan Kuiper
2002). Sekitar 80-90% kejadian LDA didiagnosa satu bulan post partus dan
sekitar 52% pada saat dua minggu post partus. Selain itu, periode transisi juga
berisiko tinggi terhadap kejadian LDA (Shaver 1997). Terjadinya LDA setelah
partus disebabkan karena terdapat mekanisme yang terjadi adalah uterus yang
membesar pada waktu kebuntingan dapat menyebabkan perubahan posisi pada
rumen ke atas dan mendorong abomasum ke arah kiri dan kranial, sehingga
menyebabkan displasia. Saat partus, abomasum yang mengalami semi-displasia
terperangkap di bagian kiri abdomen oleh rumen apabila uterus mengecil lagi
(McArthur dan Thompson 1983). Menurut Winden dan Kuiper (2002), periode
yang paling berisiko adalah bulan pertama setelah melahirkan, dengan risiko yang
bertambah pada sapi yang lebih tua. Perubahan pakan yang mendadak sebelum
melahirkan dengan tujuan persiapan untuk laktasi juga memicu LDA (Abd El-
Raof dan Ghanem 2007). LDA juga dapat dikaitkan dengan produksi susu,
semakin tinggi produksi susu maka semakin tinggi risiko terjadinya LDA. Hal ini
diduga produksi susu yang tinggi akan menyebabkan hipokalsemia dan menjadi
LDA karena tingkat kalsium yang rendah dari 1.2 mmol/L akan menurunkan
motilitas abomasum (Winden dan Kuiper 2002).
Dalam patogenesa LDA, distensi gas dalam abomasum adalah hal yang
penting. Dua hal yang menyebabkan terjadinya distensi gas dalam abomasum
adalah peningkatan produksi gas dalam abomasum dan hipomotilitas pada
abomasum (abomasum atony). Gas yang terakumulasi sebagian besar terdiri dari
methana (70%) dan karbon dioksida. Apabila motalitas abomasum tidak optimal,
akumulasi gas akan terjadi. Selain itu, nervus vagus juga berperan penting dalam
motilitas abomasum (Winden dan Kuiper 2002). Beberapa faktor penyebab
hipomotilitas abomasum antaranya, gangguan elektrolit, peningkatan volatile fatty
acids (VFA) yang abnormal, dan penyakit lain yang terjadi bersama dengan LDA
(concurrent disease), seperti metritis, hipokalsemia post-partus, ketosis, atau
retensio secundinaea (McArthur dan Thompson 1983).
Menurut Constable (2016), gejala klinis pada kejadian LDA diantaranya
anorexia, produksi susu menurun, namun suhu tubuh, denyut jantung dan
frekuensi nafas tetap normal. Dalam mendiagnosa LDA, hal penting yang harus
dilakukan adalah auskultasi abdomen dan perkusi dan terdapat suara ping yang
tedapat diantara costae ke-9 dan ke-13 pada abdomen kiri (Mueller 2011). Suara
ping tersebut bervariasi tergantung dari kecernaan dalam rumen, posisi
abomasum, dan jumlah gas didalam abomasum (Beteg et al. 2008). Menurut
Mamuti et al. (2012), pakan dengan konsentrat yang tinggi menyebabkan
penurunan pergerakan abomasum dan meningkatkan gas didalam abomasum.
Pada kasus LDA, terapi yang dilakukan adalah operasi pada flank kanan
dengan melakukan omentopexy (right flank omentopexy). Dengan menggunakan
operasi ini, tingkat ksembuhan LDA sangat tinggi yaitu mencapai 98,5% (Steiner
2006). Operasi ini dilakukan dengan posisi sapi berdiri dan dilakukan sayatan
vertikal pada bagian flank kanan sebesar 15-20 cm yang sebelumnya telah
dianesteri dengan lidocain HCl 2% sebanyak 70 ml. Selanjutnya penyayatan
kulit, otot abdomen, dan peritoneum serta dilanjutkan eksplorasi abdomen untuk
mencari abomasum. Setelah abomasum ditemukan, abomasum ditusuk
mengggunakan jarum yang disambungkan dengan selang untuk mengeluarkan
gas. Selanjutnya, bagian pylorus abomasum ditarik ke dekat dengan sayatan dan
dicari omentumnya. Omentum tersebut diikat sebanyak 2 kali menggunakan
benang nylon monofilament dan dijahit ke otot dinding abdomen bagian dalam.
Setelah itu, penjahitan dimulai dengan menjahit otot abomen bagian dalam
menggunakan jahitan tipe simple continous dan di flushing menggunakan
campuran NaCl fisiologis dan penstrep . Jahitan dilanjutkan pada otot abdomen
luar dengan tipe jahitan yang sama dengan benang catgut. Kemudian pada luka
jahitan diberikan penstrep secukupnya, sedangkan kulit dijahit menggunakan tipe
jahitan interlock dengan benang nylon monofilament.
Anestetik yang digunakan saat operasi adalah lidocain HCl 2%. Lidocain
HCl merupakan anestetik lokal yang bekerja dengan menghambat konduksi syaraf
melalui blokade channel natrium (Papich 2011). Saat operasi, sapi diinfus
menggunakan infadex sebanyak 500 ml dan biodin 10 ml. Infadex-40
merupakan terapi cairan yang berisi dextrose. Menurut ACVS (2016), terapi yang
digunakan pada kasus LDA dapat dilakukan dengan memberikan terapi cairan
berupa dekstrosa untuk menstabilkan sapi tersebut. Selain itu, menurut Mueller
(2011), kasus LDA sangat tinggi untuk terkena ketosis, oleh karena itu pemberian
dextrose dilakukan untuk memulihkan kondisi glukosa tubuh. Biodin diberikan
sebagai penguat otot dan daya tahan tubuh karena berisi ATP, vitamin B12, Mg
aspartat, K aspratat, dan Na selenit. Selain itu, sebelum dilakukan operasi, sapi
diberikan penisilin-streptomisin (penstrep) sebanyak 20 ml secara intramuskular.
Penstrep mengandung procain penisilin dan dihidrostreptomisin sulfat. Penisilin
merupakan antibiotik golongan beta laktam yang bersifat bakterisidal dan bekerja
terhadap bakteri Gram positif, bakteri anaerob, dan beberapa bakteri Gram
negatif, dan streptomisin juga bersifat bakterisidal dan efektif terhadap bakteri
Gram negatif. Kombinasi kedua antibiotik ini bersifat sinergisme (Papich 2011).
Penstrep juga diberikan yang dicampurkan dengan NaCl fisiologis pada saat
flushing pada luka jahitan.
Selain dengan operasi, LDA juga dapat dilakukan rolling. Rolling dilakukan
dengan membuat sapi diarahkan ke lateral kanan recumbency dan ke dorsal
recumbency dengan meremas bagian abdomen untuk memperbaiki displasia
abomasum. Cara lain operasi LDA adalah cara paramedian laparotomy (ventral
abomasopexy atau omentopexy), right flank laparotomy dengan right-sided
omentopexy atau pyloropexy (Mueller 2011).

KESIMPULAN

Kegiatan pelayanan kesehatan sapi perah di KPBS Pengalengan


memberikan pengalaman dan penambahan ilbu bagi mahasiswa PPDH FKH IPB
dalam penentuan diagnosa dan memberikan terapi pada kasus reproduksi maupun
kasus klinik. Kasus klinik yang ditemukan di lapangan diantaranya adalah
pneumoni, left displacemen abomasum, gastritis, timpani, mastitis, artritis,
laminitis, abses, vulnus dan hipokalsemia.

DAFTAR PUSTAKA

Abd El-Raof YM, Ghanem MM. 2007. Clinical, Hemato-Biochemical And


Ultrasonographic Study In Abomasal Displacement In Cows With Trials Of
Treatment. Mesir: Benha University.
[ACVS] American College of Veterinary Surgeons. 2016. Abomasal displacement
and abomasal volvulus in cows. [Internet]. [Diunduh 2016 Desember 20].
Tersedia pada: https://www.acvs.org/large-animal/abomasal-displacement
Beteg F, Muste A, Oana L, Mates N, Ober C. 2008. Clinical aspects and surgical
treatment in left displacement of abomasum in holstein cows. Lucrri
stiinifice medicin veterinar. 41: 143-147.
Constable PD. 2016. Left or Right Displaced Abomasum and Abomasal
Volvulus. Merck Veterinary Manual. [Internet]. [Diunduh 2016 Desember
18]. Tersedia pada:
http://www.merckvetmanual.com/mvm/digestive_system/diseases_of_the_a
bomasum/left_or_right_displaced_abomasum_and_abomasal_volvulus.html
McArthur MJ, Thompson JR. 1983. A treatise on left abomasal displacement in
dairy cattle. Iowa State University Veterinarian. 45(2):6.
Mueller K. 2011. Diagnosis, treatment and control of left displaced abomasum in
cattle. In Practice. 33: 470-481.doi:10.1136/inp.d6079
Van Winden SCL, Kuiper R. 2002. Left displacement of the abomasum in dairy
cattle: recent developments in epidemiological and etiological aspects. Vet
Res. 34:47-56. doi: 10.1051/vetres:2002060.
Mamuti D, Lika E, Gjino P, Doko M. 2012. The study of displacement of the
abomasum in the region of tetovo-macedonia. European Scientific Journal.
8(27): 177-188.
Papich MG. 2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs Small and Large
Animal. Edisi Ke-3. Missouri(US): Elsevier.
Shaver RD. 1997. Nutritional risk factors in the etiology of left displaced
abomasum in dairy cows: a review. J Dairy Sci.80:2449-2453.
Steiner A. 2006. Surgical treatment of the left displacement of the abomasum: an
update. World buiatrics congress: France.

S-ar putea să vă placă și