Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PARKINSON
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Penyakit Saraf
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Sunaryo, M.Kes, Sp. S
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 66 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Geritan 1/2, Pati
ANAMNESIS
Telah dilakukan anamnesis secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis (anak
pasien) pada tanggal 20 Januari 2017 di poliklinik saraf RSUD RAA Soewondo
Pati dan tanggal 25 Januari 2017, pukul 13.00 di rumah pasien.
Tanggal MRS : 20 Januari 2017
Keluhan Utama : Tangan gemetaran terus menerus
RIWAYAT TRAUMA
Pasien tidak pernah mengalami jatuh ataupun cedera kepala sebelumnya.
RIWAYAT KELUARGA
Keponakan pasien mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus dalam keluarga disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol ataupun merokok.
RIWAYAT OBAT
Pasien mengkonsumsi obat rutin dari poliklinik saraf. Riwayat alergi obat
disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
TANDA-TANDA VITAL
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5 = 15
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 78x/menit, regular, isi cukup
Suhu : 36,7 oC
Laju Pernapasan : 18x/menit
Pemeriksaan motorik
Sikap : kepala & leher bungkuk ke depan, lengan dan tungkai fleksi (Bent
Posture)
Ekstremitas atas
- Tremor kasar (+)/(+), atrofi (-), fasikulasi (-)
- Kekuatan:
RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 66 tahun dengan
keluhan gemetar tangan kanan dan kiri terus menerus. Tangan kiri sering
gemetar sejak + 10 tahun lalu, diikuti gemetar tangan kanan 3 tahun
kemudian. Kedua tangan gemetar terus menerus tidak terkendali, semakin
hebat terutama saat beraktivitas dan sedang berfikir, sehingga mengganggu
aktivitas pasien seperti kesulitan memegang sendok dan menulis. Sejak +4
tahun lalu jika berbicara suaranya lebih kecil, kurang jelas, lambat, dan
sering diulang-ulang. Pasien juga mudah lupa, berjalan menjadi kaku dan
lebih lambat. Pasien mengeluh sering berliur dan keringat berlebih. BAK
& BAB tidak ada keluhan.
Pasien memiliki hipertensi, DM disangkal. Keponakan
pasien mengalami keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik,
compos mentis, GCS E4M6V5. Tekanan darah 140/90, frekuensi nadi
78x/menit, suhu 36,70C, laju pernapasan 18 x/menit. tidak ditemukan
adanya kelainan pada pemeriksaan generalis. Pemeriksaan neurologis
didapatkan: rangsang meningeal (-); nervus kranialis dalam batas normal;
motorik didapatkan sikap Bents posture, resting tremor pada kedua
ekstremitas atas, rigiditas (+)/(+), rebound phenomenon (+); sensorik
dalam batas normal; reflex fisiologis dalam batas normal; reflex patologis
negatif.
Pemeriksaan CT-scan dilakukan pada tanggal 15 September
2011 dengan kesan infark pada parahipocampal kiri & gambaran atrofi
serebri.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : sindroma parkinson
demensia
hipertensi
Diagnosis topis : parahipocampal kiri
Diagnosis etiologis : infark di parahipocampal kiri
TATALAKSANA
Sifrol ER (Pramipexole) 0,375 mg 1 dd 1 malam
THP (trihexyphenidyl) 2 mg 3 dd 1
Neurodex 1 dd 1
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative
progresif dari sistem saraf pusat, merupakan gejala kompleks yang
dimanifestasikan oleh 6 tanda utama : tremor saat istirahat, kekakuan,
bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural,
freezing phenomenon. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat
dari degenerasi neuron dopaminergik pada sistem nigrostriatal. Penyakit
ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga.1
Terdapat dua istilah berkaitan yang perlu dibedakan yaitu
penyakit parkinson dan parkinsonism. 2
Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh
degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars
kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik
(Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.2
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang
ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya
refleks postural, atau disebut juga sindrom parkinsonisme.2
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah
penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit
penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi
rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada
usia 85 89 tahun.3
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita
parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang,
diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia
penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga
85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan
alasan yang belum diketahui. 1
ETIOLOGI
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-
konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang
sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya
di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan
yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa
mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar,
akan tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah
diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai
200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar
8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70
tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA
sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46
tahun.
3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra
oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
4. Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5. Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson,
meski peranannya masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit
parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover
katekolamin yang memacu stress oksidatif.
KLASIFIKASI
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-
1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang
menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive
supranuclear palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager,
degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration,
parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik,
Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter
(Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan
neuropati peripheral).
PATOFISIOLOGI
Ada dua teori mengenai patogenesis terjadinya parkinson :
1. Teori ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik
Bilamana kegiatan saraf dopaminergik meningkat dan atau
kegiatan saraf kolinergik menurun, maka saraf dopaminergik akan dominan
pengaruhnya terhadap output striatum dengan akibat timbulnya gejala
hiperkinesia. Bilamana kegiatan saraf dopaminergik menurun dan atau
kegiatan saraf kolinergik meningkat, maka dominasi saraf kolinergik dengan
akibat timbulnya sindroma parkinson.6
2. Teori ketidakseimbangan jalur langsung (eksitasi) dan jalur tidak langsug
(inhibisi)
Bila terjadi hiperaktivitas jalur langsung atau hipoaktif jalur tak
langsung maka output dari globus palidus atau substansi nigra kearah talamus
dan korteks akan menurun dan timbul gejala hiperkinesia. Sebaliknya bila
terjadi hipoaktifitas jalur langsung atau hiperaktifitas jalur tak langsung, maka
output dari globus palidus atau substansia nigra akan meningkat dan timbul
gejala hipokinesia.7
Dengan memahami neuroanatomi ganglia basalis termasuk
neurotransmitternya, maka patogenesa penyakit parkinson akan lebih mudah
dipahami. Dalam kondisi fisiologis, pelepasan dopamin dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
(inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum
disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars
retikularis lewat 2 jalur yaiatu jalur direk berkaitan dengan reseptor D1 dan
jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2. Maka bila masukan direk dan
indirek seimbang maka tidak ada kelainan gerak.7
GEJALA KLINIS55a
1. Gejala Motorik
DIAGNOSIS2
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan
kriteria :
1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural.
2. Krieteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung
1 tahun atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan
sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1
tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif,
terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis possible : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak
terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis probable : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok
A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling
sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamine
agonis.
Diagnosis pasti : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang
berkembang progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu
strategi penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk
mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3)
neurorestorasi, keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit
Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup
penderitanya.
TATALAKSANA
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit
parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan
diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-
5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki
gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani
aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa
sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak
maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping
levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan
memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda
seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid
(Permax), Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan
lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini
bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah
mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari
levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah
yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia,
edema kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan
menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini
mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan
asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat
antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang
juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.
Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson
usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa
dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu
obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah
insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain
otak. Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui
dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala
tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih
relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT
dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai
kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama
setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki
kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu
diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan
warna urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel
yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai
agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346),
lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.
Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase
inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I
mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-
gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan
sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan
ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-
berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak
dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan
waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson pada umumnya
lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada tahap
akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20
tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih
singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya
penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat,
kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun
setelah diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurhasan. Parkinson. (Online). Cited 2017 Feb available from : http://medical-
free.blogspot.com/2008/06/parkinson.html
2. PERDOSSI.Konsensus Tatalaksana Penykit Parkinson. Edisi Revisi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.2003. hal. 8 17
3. Fink J. Stephen, Growdon James B. Paralysis dan Gangguan Gerak. Dalam Fauci
AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al.,
editors. Harrisons Principle of Internal Medicine. 14th ed. New York: McGraw-
Hill; 1998. Hal.143 146
4. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinsons Disease & Other Movement
Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007.
Hal 4-53.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
6. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
7. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
8. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.