Sunteți pe pagina 1din 35

makalah keperawatan

Beranda

askep pasien dengan asma bronkial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan
angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%. Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial
telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi
rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing
atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.

Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan ekstrinsik, namun
terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal sebagai asma bronkial atopi
dan non atopi berdasarkan adanya tes kulit yang positif terhadap alergen dan
ditemukan adanya peningkatan imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80%
penderita asma bronkial adalah asma atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes
kulit mempunyai korelasi yang baik dengan parameter-parameter atopi.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan umum
Yaitu agar pembaca mengetahui dan memahami tentang Asma

Tujuan Khusus

Yaitu agar pembaca mengetahui dan memahami tentang anatomi dan fisiologi
sistem Respirasi, definisi Asma, etiologi Asma, Patofisiologi Asma, manifestassi
klinik Asma, Penatalaksanaan Asma, serta Asuhan Keperawatan yang hrus di
berikan kepada klien dengan Asma

C. Metode Penulisan

Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode narasi yaitu
dengan cara mengumpulkan data dan mencari sumber-sumber yang mendukung.

D. Ruang Lingkup

Dalam penulisan makalah ini penulis membahas tentang penyakit Asma dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan dan di ambil dari berbagai sumber
baik dari buku maupun dari website serta penulis membatasi topik pada materi
Asma, pembahasan mengenai :

a. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi

b. Definisi Asma

c. Etiologi Asma

d. Patofisiologi Asma

e. Manifestassi klinik Asma

f. Komplikasi Asma

g. Penatalaksanaan Medis

h. Asuhan Keperawatan

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah tentang Asma ini terdiri dari 3 BAB, masing-
masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan yaitu:

1. BAB 1 Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang
lingkup, dan sistematika penulisan.

2. BAB 2 Pembahasan

Terdiri dari, anatomi dan fisiologi jantung, definisi Asma, etiologi Asma, patofisiologi
Asma, manifestassi klinik Asma, komplikasi Asma, penatalaksanaan Medis, asuhan
keperawatan.

3. BAB 3

Terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk
pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk
saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi
pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya.

Pernapasan adalah :

Kegiatan mengambil udara (inspirasi) dan mengeluarkan udara (ekspirasi)


melalui alat pernapasan.

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungan (respirasi eksternal).

Reaksi enzimatik, pemanfaatan oksigen memerlukan enzim pernapasan


(sitokrom).

Gambar 1. Anatomi system Respirasi Manusia


a. Mekanisme Respirasi

Meliputi proses :

Inspirasi yaitu pemasukan udara ke paru-paru

Ekspirasi yaitu pengeluaran udara dari paru-paru

Proses inspirasi dan ekspirasi melibatkan kontraksi relaksasi otot-otot tulang rusuk
dan otot diafragma.

Adapun macam - macam pernafasan antara lain :

1. Pernapasan Dada

Pernapasan dada berlangsung dalam 2 tahap, yaitu :

Inspirasi, terjadi bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, tulang rusuk
terangkat, volume rongga dada membesar, paru-paru mengembang, sehingga
tekanan udaranya menjadi lebih kecil dari udara atmosfer, sehingga udara masuk.

Ekspirasi, terjadi bila otot antar tulang rusuk luar berelaksasi, tulang rusuk akan
tertarik ke posisi semula, volume rongga dada mengecil, tekanan udara rongga
dada meningkat, tekanan udara dalam paru-paru lebih tinggi dari udara atmosfer,
akibatnya udara keluar.

2. Pernapasan perut
Pernapasan perut berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

Inspirasi, terjadi bila otot diafragma berkontraksi, diafragma mendatar


mengakibatkan volume rongga dada membesar sehingga tekanan udaranya
mengecil dan diikuti paru-paru yang mengembang mengakibatkan tekanan
udaranya lebih kecil dari tekanan udara atmosfer dan udara masuk.

Ekspirasi, diawali dengan otot diafragma berelaksasi dan otot dinding perut
berkontraksi menyebabkan diafragma terangkat dan melengkung menekan rongga
dada, sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat sehingga
udara dalam paru-paru keluar. Pernapasan perut umumnya terjadi saat tidur.

Gambar 2. Mekanisme Bernapas

Inspirasi

Tahap inspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berkontraksi. Volume
rongga dada dan paru-paru meningkat ketika diafragma bergerak turun ke bawah
dan sangkar tulang rusuk membesar. Tekanan udara dalam paru-paru akan turun di
bawah tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir ke dalam paru-paru.

Ekspirasi

Tahap ekspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berelaksasi. Volume
rongga dada dan paru-paru mengecil ketika diafragma bergerak naik dan sangkar
tulang rusuk mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru akan naik melebihi tekanan
udara atmosfer, dan udara akan mengalir keluar dari paru-paru.

b. Organ-Organ Sistem Pernafasan Manusia

Organ-organ pernafasan manusia terdiri dari :


Hidung

Faring

Laring

Trakea

Bronkus

Bronkiolus

Alveolus

Gambar 3. Organ-organ pernapasan

Hidung

Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup
udara pernafasan, menyaring udara,menghangatkan udara pernafasan, juga
berperan dalam resonansi suara. Hidung merupakan alat indera manusia yang
menanggapi rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga
hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau.
setiap sel pembau mempunyai rambut - rambut halus(silia olfaktori)di ujungnya dan
diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab dan untuk menyaring
udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
Faring

Faring (tekak) merupakan persimpangan antara kerongkongan dan tenggorokan.


Terdapat katup yang disebut epiglotis (anak tekak) berfungsi sebagai pengatur jalan
masuk ke kerongkongan dan tenggorokan.

Laring

Laring adalah pangkal tenggorokan, terdiri atas kepingan tulang rawan membentuk
jakun dan terdapat celah menuju batang tenggorok (trakea) disebut glotis, di
dalamnya terdapat pita suara dan beberapa otot yang mengatur ketegangan pita
suara sehingga timbul bunyi.Berfungsi untuk menyalurkan udara dari faring ke
trakea.

Trakea

Berupa pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar terdiri atas
jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan, dan
lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium besilia. Terletak di leher bagian depan
kerongkongan.

Bronkus

Merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan kiri.


Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus. Kedudukan
bronkhus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkus kanan, sehingga bronkhus
kanan lebih mudah terserang penyakit.
Bronkiolus

Bronkheolus adalah percabangan dari bronkhus, saluran ini lebih halus dan
dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri berjumlah 2, sedangkan kanan berjumlah 3,
percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.

Alveolus

Berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung udara, dindingnya


tipis setebal selapis sel, lembab dan berlekatan dengan kapiler darah.

Alveolus berfungsi sebagai permukaan respirasi, luas total mencapai 100 m2 (50 x
luas permukaan tubuh) cukup untuk melakukan pertukaran gas ke seluruh tubuh.

Gambar 4. Anatomi Alveolus

Paru - Paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada.paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru
kanan dan kiri. Paru-paru diselimuti oleh selaput paru-paru (pleura).Perjumlah
sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan. Paru-paru kanan memiliki 3
lobus (gelambir), sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus (gelambir). Di dalam
paru-paru ini terdapat alveolus yang berjumlah 300 juta buah. Bagian luar paru-
paru dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika
bernapas, berlapis 2 dan berisi cairan.

Adapun macam - macam Kapasitas volum paru - paru saat respirasi antara lain :
- Volume tidal : banyaknya udara yang masuk dan keluar paru-paru selama
pernafasan normal (500 ml)

- Volume tidal dipengaruhi :

Berat badan seseorang

Jenis kelamin

Usia

Kondisi fisik

Mekanisme Pertukaran Gas

Di dalam Alveolus, udara yang mengandung oksigen dipertukarkan ke dalam


darah. Sedangkan karbondioksida di dalam darah dikeluarkan ke alveolus, semua
proses ini di bantu oleh Hb .

http://1.bp.blogspot.com/_q65yTqWJp9g/S0jU7DVWdxI/AAAAAAAAAEI/SZgPKfHaeq4/
s320/Picture4.jpg

Gambar 5. Proses Pertukaran Gas di dalam Alveolus

Pengangkutan O2

Pertukaran gas antara O2 dengan CO2 terjadi di dalam alveolus dan jaringan tubuh,
melalui proses difusi. Oksigen yang sampai di alveolus akan berdifusi menembus
selaput alveolus dan berikatan dengan haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebut
deoksigenasi dan menghasilkan senyawa oksihemoglobin (HbO) seperti reaksi
berikut :

Sekitar 97% oksigen dalam bentuk senyawa oksihemoglobin, hanya 2 3% yang


larut dalam plasma darah akan dibawa oleh darah ke seluruh jaringan tubuh, dan
selanjutnya akan terjadi pelepasan oksigen secara difusi dari darah ke jaringan
tubuh, :

Adapun tahapan proses pengikatan oksigen sebagai berikut :

Alveolus memiliki O2 lebih tinggi dari pada O2 di dalam darah.

O2 masuk ke dalam darah melalui difusi melewati membran alveolus

Di dalam darah, O2 sebagian besar (98%) diikat oleh Hb yang terdapat pada
Eritrosit menjadi Oksihemoglobin (HbO2).

Selain diikat oleh Hb, sebagian kecil O2 larut di dalam plasma darah (2%).

Setelah berada di dalam darah, O2 kemudian masuk ke jantung melalui vena


pulmonalis untuk diedarkan ke seluruh tubuh yang membutuhkan.

Pengangkutan CO2

Karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses respirasi sel akan berdifusi ke
dalam darah yang selanjutnya akan diangkut ke paru-paru untuk dikeluarkan
sebagai udara pernapasan.

Ada 3 (tiga) cara pengangkutan CO2 :

Sebagai ion karbonat (HCO3), sekitar 60 70%.

Sebagai karbominohemoglobin (HbCO2), sekitar 25%.

Sebagai asam karbonat (H2CO3) sekitar 6 10%.

Adapun tahapan proses pengeluaran karbondioksida sebagai berikut :


Di jaringan, CO2 lebih tinggi dibandingkan yang ada di dalam darah.

Ketika O2 di dalam darah berdifusi ke jaringan, maka CO2 di jaringan akan segera
masuk ke dalam darah.

Ketika CO2 berada di dalam darah sebagian besar (70%) CO2 akan diubah
menjadi ion bikarbonat(HCO3)

20% CO2 akan terikat oleh Hb pada Eritrosit.

Sedangkan 10% CO2 lainnya larut dalam plasma darah.

Di dalam darah, CO2 di bawa ke jantung, kemudian oleh jantung CO2 dalam
darah dipompa ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.

Di paru-paru CO2 akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi

Kontrol Pernafasan

Pusat pengaturan pernafasan adalah medulla oblongata dan pons. Dimana


ketentuannya antara lain :

http://4.bp.blogspot.com/_q65yTqWJp9g/S0jYrtG_QEI/AAAAAAAAAEY/QCvs7i3KSGQ/
s320/Picture7.jpg

Gambar 6. Kontrol Pernapasan


1.Respirasi normal antara 1215 kali per menit.

2.Pada kondisi tertentu frekuensi respirasi dapat meningkat atau menurun


bergantung kondisi.

3.Yang menaikkan atau menurunkan kecepatan respirasi adalah medulla


oblongata dan pons.

B. Defenisi Asma

Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang


dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada
jalan nafas). (Polaski : 1996).

Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).

Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana


trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001).

Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.

trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya


penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

C. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asthma

1. Faktor predisposisi

Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.

Seperti : makanan dan obat-obatan.

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.

Perubahan cuaca.

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.

Stress.

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerja.

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.

Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,


yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma
ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

D. Patofisiologi

Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.

Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada


selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan
volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran men geluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.

Gambar 6. Bagan Patofisiologi Asma

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan
pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I :

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.

2.Tingkat II :

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3.Tingkat III :

Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.

4. Tingkat IV :

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V :

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.

Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang


reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot
pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

F. Komplikasi

Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang


men gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus
seperti ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat
meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami
asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak
sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks
akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan,
dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.

G. Penatalaksanan Klinis

1. Pengobatan non farmakologik:

Memberikan penyuluhan.

Menghindari faktor pencetus.


Pemberian cairan.

Fisiotherapy.

Beri O2 bila perlu.

2. . Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).

Nama obat :

Orsiprenalin (Alupent)

Fenoterol (berotec)

Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan


dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.

2. Santin (teofilin)

Nama obat :

Aminofilin (Amicam supp)

Aminofilin (Euphilin Retard)

Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara

kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya

saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai


pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya
diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya
muntah atau lambungnya kering).

Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.


Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.

Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan


dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah

dapat diberika secara oral.

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

Pemeriksaan darah.

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana


menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang


bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan


semakin bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,


maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

3. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

4. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3


bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right


bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.

5. Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

6. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

I. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan yang lalu:

a.Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

b. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.

c. Kaji riwayat pekerjaan pasien.

2. Aktivitas/Istirahat

a. Gejala : Keletihan, kelelahan,malaise, etidakmampuan melakukan aktivitas


karena
sulit bernapas, adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari, tidur dalam posisi duduk tinggi.

b. Tanda : Keletihan, gelisah, insomia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.

3. Sirkulasi

a. Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

b. Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat, disritmia,


distensi vena leher, edema dependen tidak berhubungan dengan penyakit jantung,
bunyi jantung redup, warna kuli/membrane mukosa ; normal/abu-abu
/sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.

4. Integritas Ego

a. Gejala : peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup.

b.Tanda : Ansietas, kekakuan, dan peka ransangan.

5. Makanan/Cairan

a. Gejala : Mual/muntah, anoreksia, ketidak mampuan untuk makan karena distress


pernapasan, penurunan berat badan menetap, peningkatan berat badan
menunjukan edama (bronkitis).

b.Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan BB,


penurunan massa otot/lemak sub kutan, palpitasi abdominal dapat menyatakan
hepatomegali.

6. Higiene

a. Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan


aktivitas sehari-hari.
b. Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

7. Pernapasan

a. Gejala : Napas pendek khusus nya pada saat kerja; cuaca atau episode
berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan, ketidak mampuan untuk
bernapas (asma), lapar udara kronis, batuk menetap dg produksi sputum setiap hari
(terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat banyak sekali
(bronchitis kronis).

b. Tanda ; Pernapasan bias cepat bias lambat, penggunaan otot bantu napas, dada
terlihat hiperinflasi.

8. Keamanan

a. Gejala : Riwayat reaksi alergi dan sensitive terhadap zat/factor lingkungan,


adanya/berulangnya infeksi, kemerahan/berjeringat (asma).

9. Seksual

a. Gejala : Penurunan libido

10. Interaksi Sosial

a. Gejala : Hubungan keterganrungan, kurang system pendukung, kegagalan


dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat, penyakit lama/ketidak mampuan
membaik.

b. Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena


distress pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan
anggota keluarga lain.

11. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala ; Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan
merokok, Penggunaan alcohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.

b. Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : 5,9 hari

c. Rencana Pemulangan : Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan


perawatab diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah, perubahan
pengobatan atau program terapeutik.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mucus,


bronkospasme, peningkatan produksi secret, penurunan energi/kelemahan.

2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan


kurangnya informasi

c. Intervensi

Dx 1 :

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.


Tujuan :

Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing


berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.

Intervensi :

Mandiri :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma
berat).

b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.

Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan


menggunakan gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan


untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
sakit akut/kelemahan.

e. Berikan air hangat.

Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

Kolaborasi :

f. berikan obat sesuai indikasi.

Bronkodilator spiriva (inhalasi).

Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.


Dx 2 :

Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.

Intervensi :

Mandiri :

a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi


tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.

Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan


pernafasan.

c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan


pernafasan.

d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.

e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan


ditambah

ketidak nyaman upaya bernafas.

Kolaborasi :

f. Berikan oksigen tambahan

Rasional : dapat memperbaiki/mencegah hipoksia.


g. Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan


kelembaban

pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

h. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri

Rasional : PaCO2 biasanya meningkat Dan PaO2 secara umum menurun, sehinga
hipoksia

terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.

Diagnosa 3 :

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik,
klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat
badan dalam batas normal.

Intervensi :

Mandiri :

a. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).

Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.

b. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien


dalam asuhan keperawatan.

d. Timbang berat badan dan tinggi badan.

Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya


nutrisi.

e. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.


Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.

f. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

Kolaborasi :

g. Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.

Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.

h. Berikan obat sesuai indikasi.

i. Vitamin B squrb

Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.

j. Antiemetik

Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

k. Kaji pemariksaan labolatorium (albumin, transferin, profil asam amino, besi,


keseimbangan nitrogen ,glukosa, fungsi hati, elektrolit)

Rasional : Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi


nutrisi.

Diagnosa 4 :

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan :

Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Kriteria hasil :

KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan
otot terasa pada skala sedang

Intervensi :

Mandiri :

a. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan


kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.

b. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya


keseimbangan aktivitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan


kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

c. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan
meja atau bantal.

d. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan


aktivitas selama fase penyembuhan.

Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen.

e. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.

Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

Diagnosa 5 :

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan


kurangnya informasi

Tujuan :

Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

Kriteria hasil :

Mencari tentang proses penyakit :

- Klien mengerti tentang definisi asma

- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma

- Klien mengerti komplikasi dari asma

Intervensi :

Mandiri :
a. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan
harapan kesembuhan.

Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas


dan masalah berlebihan.

b. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk


mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.

c. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.

Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.

d. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan


kesehatan.

Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah


meminimalkan komplikasi.

e. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya


: istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.

Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada


patogen.

d. Evaluasi

a. Jalan nafas kembali efektif.

b. Pola nafas kembali efektif.

c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
adanya respon yang berlebih terhadap rangsangan tertentu dan menyebabkan
peradangan, namun penyempitan ini bersifat sementara. Pada penderita asma,
penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang
pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan
ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang,
asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan
yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan
dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter
dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan
penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar
ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma
terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita
asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal
di dada atau di leher.

Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul
rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita
menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi
(keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi
dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit
tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat
terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami
serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna.Obat yang bias
digunakan yaitu :

Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-


adrenergik.

Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam


mengurangi gejala asma.
Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel
mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara.

Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan


menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam
bronkus oleh asetilkolin.

Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk


membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga
digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam
bentuk yang berbeda.

b. Saran

Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Chronik Asma


di perlukan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori penyakit bagi
seorang perawat.

Informasi yang adekuat dan penkes sangat bermanfaat bagi klien, agar klien
mampu mengatasi masalah nya secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta : Hipocrates.

Crompton, G. (1980) Diagnosis and Management of Respiratory Disease, Blacwell

Scientific Publication.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) Rencana Asuhan

Keperawatan, Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1, Jakarta :

EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit, Jakarta : EGC.

www.Wikipedia. Com

www.Aumenfund.org.com

www.Google.co.id

No Related Posts

Diposkan oleh rizfalda di 18.08

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Ada kesalahan di dalam gadget ini

shnystat

Mengenai Saya

Foto Saya

rizfalda

tentang semua keceriaan

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2011 (7)

Oktober (7)

askep klien dengan obstruksi usus besar

akskep klien dengan ISPA

askep pasien dengan efusi perikardium

askep klien dengan CHF

askep pasien dengan asma bronkial

makalah Askep anak dengan difteri

Askep anak dengan tetanus

Popular Posts

askep klien dengan CHF


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF)
atau yang biasa diseb...

askep pasien dengan asma bronkial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan salah satu


penyakit alergi dan masih menj...

makalah Askep anak dengan difteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Difteri merupakan salah satu penyakit
yang sangat menular (co...

askep pasien dengan efusi perikardium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkardium terdiri dari perikardium


viseralis yang melekat ke...

akskep klien dengan ISPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran


Pernapasan Atas merupakan ...

askep klien dengan obstruksi usus besar

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit pencernaan adalah semua


penyakit yang terjadi pa...

Askep anak dengan tetanus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tetanus terjadi diseluruh dunia


dan endemik pada 90 negar...

Apple Google Microsoft

Can Apple help make hearing aids cool?

CNN

(CNN) -- People wait in long lines and even camp out to get their hands on new
Apple devices as soon as they're available. But they drag their feet, sometimes for
years, when it comes to purchasing another piece of technology that could greatly
improve ...

Apple Goes on Hiring Binge in Asia to Speed Product Releases

Wall Street Journal


The hiring push reflects Apple's need for more engineers to work with Asian
suppliers on developing components for iPhones and iPads as it plans for faster and
more-frequent product releases. Apple also is increasing its number of supply-chain
managers ...

Related Articles

Apple is reportedly launching iOS in the Car next week with Ferrari, Mercedes ...

Engadget

Apple's iOS in the Car has been a long time in coming -- we first heard about the
automotive interface last June, and it still isn't ready despite the presence of
relevant code in recent iOS 7 builds. The wait may soon be over, though, as the
Financial ...

Related Articles

Apple's new finance steward Maestri takes over $160 billion cash haul

Reuters

SAN FRANCISCO (Reuters) - Apple Inc's Chief Financial Officer Peter Oppenheimer
will retire and hand the reins to Luca Maestri in September, entrusting to the Italian-
born executive a cash pile the size of Vietnam's economy and the difficult task of ...

Related Articles

powered by

Arabian Zeef

Copyright (c) 2011 makalah keperawatan Designed by Cute Templates

Android Games

S-ar putea să vă placă și