Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Beranda
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan
angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%. Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial
telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi
rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing
atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan ekstrinsik, namun
terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal sebagai asma bronkial atopi
dan non atopi berdasarkan adanya tes kulit yang positif terhadap alergen dan
ditemukan adanya peningkatan imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80%
penderita asma bronkial adalah asma atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes
kulit mempunyai korelasi yang baik dengan parameter-parameter atopi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum
Yaitu agar pembaca mengetahui dan memahami tentang Asma
Tujuan Khusus
Yaitu agar pembaca mengetahui dan memahami tentang anatomi dan fisiologi
sistem Respirasi, definisi Asma, etiologi Asma, Patofisiologi Asma, manifestassi
klinik Asma, Penatalaksanaan Asma, serta Asuhan Keperawatan yang hrus di
berikan kepada klien dengan Asma
C. Metode Penulisan
Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode narasi yaitu
dengan cara mengumpulkan data dan mencari sumber-sumber yang mendukung.
D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membahas tentang penyakit Asma dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan dan di ambil dari berbagai sumber
baik dari buku maupun dari website serta penulis membatasi topik pada materi
Asma, pembahasan mengenai :
b. Definisi Asma
c. Etiologi Asma
d. Patofisiologi Asma
f. Komplikasi Asma
g. Penatalaksanaan Medis
h. Asuhan Keperawatan
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah tentang Asma ini terdiri dari 3 BAB, masing-
masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan yaitu:
1. BAB 1 Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang
lingkup, dan sistematika penulisan.
2. BAB 2 Pembahasan
Terdiri dari, anatomi dan fisiologi jantung, definisi Asma, etiologi Asma, patofisiologi
Asma, manifestassi klinik Asma, komplikasi Asma, penatalaksanaan Medis, asuhan
keperawatan.
3. BAB 3
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk
pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk
saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi
pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya.
Pernapasan adalah :
Meliputi proses :
Proses inspirasi dan ekspirasi melibatkan kontraksi relaksasi otot-otot tulang rusuk
dan otot diafragma.
1. Pernapasan Dada
Inspirasi, terjadi bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, tulang rusuk
terangkat, volume rongga dada membesar, paru-paru mengembang, sehingga
tekanan udaranya menjadi lebih kecil dari udara atmosfer, sehingga udara masuk.
Ekspirasi, terjadi bila otot antar tulang rusuk luar berelaksasi, tulang rusuk akan
tertarik ke posisi semula, volume rongga dada mengecil, tekanan udara rongga
dada meningkat, tekanan udara dalam paru-paru lebih tinggi dari udara atmosfer,
akibatnya udara keluar.
2. Pernapasan perut
Pernapasan perut berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
Ekspirasi, diawali dengan otot diafragma berelaksasi dan otot dinding perut
berkontraksi menyebabkan diafragma terangkat dan melengkung menekan rongga
dada, sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat sehingga
udara dalam paru-paru keluar. Pernapasan perut umumnya terjadi saat tidur.
Inspirasi
Tahap inspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berkontraksi. Volume
rongga dada dan paru-paru meningkat ketika diafragma bergerak turun ke bawah
dan sangkar tulang rusuk membesar. Tekanan udara dalam paru-paru akan turun di
bawah tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir ke dalam paru-paru.
Ekspirasi
Tahap ekspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berelaksasi. Volume
rongga dada dan paru-paru mengecil ketika diafragma bergerak naik dan sangkar
tulang rusuk mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru akan naik melebihi tekanan
udara atmosfer, dan udara akan mengalir keluar dari paru-paru.
Faring
Laring
Trakea
Bronkus
Bronkiolus
Alveolus
Hidung
Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup
udara pernafasan, menyaring udara,menghangatkan udara pernafasan, juga
berperan dalam resonansi suara. Hidung merupakan alat indera manusia yang
menanggapi rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga
hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau.
setiap sel pembau mempunyai rambut - rambut halus(silia olfaktori)di ujungnya dan
diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab dan untuk menyaring
udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
Faring
Laring
Laring adalah pangkal tenggorokan, terdiri atas kepingan tulang rawan membentuk
jakun dan terdapat celah menuju batang tenggorok (trakea) disebut glotis, di
dalamnya terdapat pita suara dan beberapa otot yang mengatur ketegangan pita
suara sehingga timbul bunyi.Berfungsi untuk menyalurkan udara dari faring ke
trakea.
Trakea
Berupa pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar terdiri atas
jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan, dan
lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium besilia. Terletak di leher bagian depan
kerongkongan.
Bronkus
Bronkheolus adalah percabangan dari bronkhus, saluran ini lebih halus dan
dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri berjumlah 2, sedangkan kanan berjumlah 3,
percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.
Alveolus
Alveolus berfungsi sebagai permukaan respirasi, luas total mencapai 100 m2 (50 x
luas permukaan tubuh) cukup untuk melakukan pertukaran gas ke seluruh tubuh.
Paru - Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada.paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru
kanan dan kiri. Paru-paru diselimuti oleh selaput paru-paru (pleura).Perjumlah
sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan. Paru-paru kanan memiliki 3
lobus (gelambir), sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus (gelambir). Di dalam
paru-paru ini terdapat alveolus yang berjumlah 300 juta buah. Bagian luar paru-
paru dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika
bernapas, berlapis 2 dan berisi cairan.
Adapun macam - macam Kapasitas volum paru - paru saat respirasi antara lain :
- Volume tidal : banyaknya udara yang masuk dan keluar paru-paru selama
pernafasan normal (500 ml)
Jenis kelamin
Usia
Kondisi fisik
http://1.bp.blogspot.com/_q65yTqWJp9g/S0jU7DVWdxI/AAAAAAAAAEI/SZgPKfHaeq4/
s320/Picture4.jpg
Pengangkutan O2
Pertukaran gas antara O2 dengan CO2 terjadi di dalam alveolus dan jaringan tubuh,
melalui proses difusi. Oksigen yang sampai di alveolus akan berdifusi menembus
selaput alveolus dan berikatan dengan haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebut
deoksigenasi dan menghasilkan senyawa oksihemoglobin (HbO) seperti reaksi
berikut :
Di dalam darah, O2 sebagian besar (98%) diikat oleh Hb yang terdapat pada
Eritrosit menjadi Oksihemoglobin (HbO2).
Selain diikat oleh Hb, sebagian kecil O2 larut di dalam plasma darah (2%).
Pengangkutan CO2
Karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses respirasi sel akan berdifusi ke
dalam darah yang selanjutnya akan diangkut ke paru-paru untuk dikeluarkan
sebagai udara pernapasan.
Ketika O2 di dalam darah berdifusi ke jaringan, maka CO2 di jaringan akan segera
masuk ke dalam darah.
Ketika CO2 berada di dalam darah sebagian besar (70%) CO2 akan diubah
menjadi ion bikarbonat(HCO3)
Di dalam darah, CO2 di bawa ke jantung, kemudian oleh jantung CO2 dalam
darah dipompa ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
Kontrol Pernafasan
http://4.bp.blogspot.com/_q65yTqWJp9g/S0jYrtG_QEI/AAAAAAAAAEY/QCvs7i3KSGQ/
s320/Picture7.jpg
B. Defenisi Asma
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asthma
1. Faktor predisposisi
Genetik
2. Faktor presipitasi
Alergen
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.
Stress.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma
ekstrinsik.
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
D. Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan
pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2.Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
3.Tingkat III :
Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4. Tingkat IV :
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
F. Komplikasi
G. Penatalaksanan Klinis
Memberikan penyuluhan.
Fisiotherapy.
2. . Pengobatan farmakologik :
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
Kromalin
Ketolifen
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan sputum
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
Pemeriksaan darah.
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
4. Elektrokardiografi
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
5. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
I. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
2. Aktivitas/Istirahat
3. Sirkulasi
4. Integritas Ego
5. Makanan/Cairan
6. Higiene
7. Pernapasan
a. Gejala : Napas pendek khusus nya pada saat kerja; cuaca atau episode
berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan, ketidak mampuan untuk
bernapas (asma), lapar udara kronis, batuk menetap dg produksi sputum setiap hari
(terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat banyak sekali
(bronchitis kronis).
b. Tanda ; Pernapasan bias cepat bias lambat, penggunaan otot bantu napas, dada
terlihat hiperinflasi.
8. Keamanan
9. Seksual
11. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala ; Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan
merokok, Penggunaan alcohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi
Dx 1 :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Mandiri :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma
berat).
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
sakit akut/kelemahan.
Kolaborasi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
Mandiri :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Kolaborasi :
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat Dan PaO2 secara umum menurun, sehinga
hipoksia
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik,
klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat
badan dalam batas normal.
Intervensi :
Mandiri :
Kolaborasi :
i. Vitamin B squrb
j. Antiemetik
Diagnosa 4 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan
otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
Mandiri :
c. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan
meja atau bantal.
e. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Diagnosa 5 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Mandiri :
a. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan
harapan kesembuhan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.
d. Evaluasi
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
adanya respon yang berlebih terhadap rangsangan tertentu dan menyebabkan
peradangan, namun penyempitan ini bersifat sementara. Pada penderita asma,
penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang
pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan
ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang,
asap, udara dingin dan olahraga.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan
yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan
dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter
dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan
penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar
ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma
terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita
asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal
di dada atau di leher.
Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul
rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita
menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi
(keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi
dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit
tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat
terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami
serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna.Obat yang bias
digunakan yaitu :
b. Saran
Informasi yang adekuat dan penkes sangat bermanfaat bagi klien, agar klien
mampu mengatasi masalah nya secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta : Hipocrates.
Scientific Publication.
Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1, Jakarta :
EGC.
www.Wikipedia. Com
www.Aumenfund.org.com
www.Google.co.id
No Related Posts
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
shnystat
Mengenai Saya
Foto Saya
rizfalda
Arsip Blog
2011 (7)
Oktober (7)
Popular Posts
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Difteri merupakan salah satu penyakit
yang sangat menular (co...
CNN
(CNN) -- People wait in long lines and even camp out to get their hands on new
Apple devices as soon as they're available. But they drag their feet, sometimes for
years, when it comes to purchasing another piece of technology that could greatly
improve ...
Related Articles
Apple is reportedly launching iOS in the Car next week with Ferrari, Mercedes ...
Engadget
Apple's iOS in the Car has been a long time in coming -- we first heard about the
automotive interface last June, and it still isn't ready despite the presence of
relevant code in recent iOS 7 builds. The wait may soon be over, though, as the
Financial ...
Related Articles
Apple's new finance steward Maestri takes over $160 billion cash haul
Reuters
SAN FRANCISCO (Reuters) - Apple Inc's Chief Financial Officer Peter Oppenheimer
will retire and hand the reins to Luca Maestri in September, entrusting to the Italian-
born executive a cash pile the size of Vietnam's economy and the difficult task of ...
Related Articles
powered by
Arabian Zeef
Android Games