Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
MENINGITIS
I. Konsep Meningitis
1.1. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang
pada orang dewasa biasanya hanya terbatas di dalam
rongga subarachnoid, namun pada bayi cenderung meluas
sampai ke rongga subdural sebagai suatu efusi atau
empiema subdural (leptomeningitis), atau bahkan ke dalam
otak (meningensefalitis) (Nurarif dan Kusuma, 2013:441).
1.2. Etiologi
1.2.1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
1.2.2. Penyebab lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
1.2.3. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi
maternal pada minggu terakhir kehamilan.
1.2.4. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun,
defisiensi imunoglobulin.
1.2.5. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau
injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.
1.4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan
diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen
otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi
mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis.
1.6. Komplikasi
1.6.1. Hidrosefalus obstruktif
1.6.2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
1.6.3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,
perdarahan adrenal bilateral)
1.6.4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic
hormone)
1.6.5. Efusi subdural
1.6.6. Kejang
1.6.7. Edema dan herniasi serebral
1.6.8. Cerebral palsy
1.6.9. Gangguan mental
1.6.10. Gangguan belajar
1.6.11. Attention deficit disorder
1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi.
Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis
meliputi pemberian antibiotic yang mampu melewati barier
darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang
cukup untuk menghentikan perkembangbiakkan bakteri.
Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar
pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
1.7.1. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
1.7.1.1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2 kali
sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah
tahun.
1.7.1.2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1
kali sehari selama 1 tahun.
1.7.1.3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam,
IM, 1-2 kali sehari selama 3 bulan.
1.7.2. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
1.7.2.1. Sefalosporin generasi ketiga
1.7.2.2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam, IV, 4-6
kali sehari
1.7.2.3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam, IV, 4 kali
sehari.
II.
Rencana
Asuhan
Klien dengan Meningitis
1. Pengkajian
1.Keluhan utama
2.Riwayat kesehatan sekarang
3.Riwayat kesehatan yang lalu
1. Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC
?
2. Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
3. Pernahkah operasi daerah kepala ?
4.Riwayat kesehatan keluarga
5.Pemeriksaan fisik: data fokus
1. Data subyektif : Berupa keluhan (verbal) yang
didapat dari klien, keluarga klien atau tim
kesehatan lain yang terlibat pada perawatan
klien.
2. Data objektif : data yang didapat dari hasil
pemeriksaan: tanda vital, GCS, tanda iritasi
meningeal (kaku kuduk, Kernigs sign (+),
Brudzinski sign (+).
3. Kelainan neurologik: parasthesia, hiperalgesia,
pupil anisokor
6.Pemeriksaan penunjang
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal
2. Glukosa serum
3. LDH serum
4. Sel darah putih
5. Elektrolit darah : Abnormal
6. ESR/LED
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine
8. MRI atau CT scan
9. Rontgen dada/kepala/sinus
3. Perencanaan
Diagnosa 1: Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
1.Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai
dengan:
1. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang
normal
2. Tidak ada ortostatik hipertensi
3. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (tidak
lebih dari 15 mmHg)
2.Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)
1. Manajemen Sensasi Perifer:
a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
b. Monitor adanya paralise
c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada lesi atau laserasi
d. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan
punggung
e. Kolaborasi pemberian analgetik
7. Pengaturan Posisi
Mengatur posisi klien atau bagian tubuh klien
secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis
(...) (..)